• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL. Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakulatas Hukum Universitas Sumatera Utara.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "JURNAL. Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakulatas Hukum Universitas Sumatera Utara."

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PERTANGGUNGJAWABAN PARA PIHAK DALAM KONTRAK KERJA KONSTRUKSI MENURUT UNDANG - UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI (STUDI KASUS WANPRESTASI PENINGKATAN JALAN PELABUHAN PERANGGAS - KAYU ARA DI KABUPATEN

MERANTI, PROVINSI RIAU)

JURNAL

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakulatas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh :

RAYMOND A LUMBAN GAOL NIM: 140200362

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)

A. Data Diri

B. Pendidikan Formal

Tahun 2002 - 2008 2008 - 2011 2011 – 2014 2014 - 2018

C. Data Orang Tua

Tahun 2002 - 2008 2008 - 2011 2011 – 2014 2014 - 2018 CURRICULUM VITAE

Nama Ayah/Ibu : Alm. Hudson Lumban Gaol/Renta Simanullang Pekerjaan : Wiraswasta/Pengacara

Alamat : Jl. Sidorukun, Labuh Baru Barat, Pekanbaru, Riau Nama Lengkap Raymond A Lumban Gaol

Jenis Kelamin Laki-Laki

Tempat, Tanggal Lahir Pekanbaru, 14Nopember 1995 Kewarganegaraan Indonesia

Status Belum Menikah

Identitas NIK KTP. 1471111411950041

Agama Kristen Protestan

Alamat Domisili Jalan Sidorukun, Labuh Baru Barat, Pekanbaru, Riau.

Alamat Asal Jalan Sidorukun, Labuh Baru Barat, Pekanbaru, Riau.

No.Telp 081372942427

Email [email protected]

Tahun Institusi Pendidikan Jurusan IPK

2002 – 2008 SDMethodist Pekanbaru - -

2008 – 2011 SMP Methodist Pekanbaru - -

2011 – 2014 SMA Negeri 2 Pekanbaru IPS -

2014 – 2019 Universitas Sumatera Utara Ilmu Hukum 3,42

(3)

ABSTRAK

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PERTANGGUNGJAWABAN PARA PIHAK DALAM KONTRAK KERJA KONSTRUKSI MENURUT UNDANG – UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI (STUDI KASUS WANPRESTASI PENINGKATAN JALAN PELABUHAN PERANGGAS – KAYU ARA DI KABUPATEN MERANTI, PROVINSI

RIAU)

Raymond A Lumban Gaol*

Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H**

Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hu m***

Di Era Globalisasi saat ini pembangunan di bidang infrastruktur merupakan salah satu program pemerintah yang memegang peranan penting dalam meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi nasional. Dalam merencanakan suatu proyek pembangunan pihak Pemerintah diwakili oleh Dinas Pekerjaan Umum sebagai Pengguna Anggaran untuk melakukan kesepakatan dengan kontraktor sebagai pihak yang akan mengerjakan pembangunan yang kemudian dituangkan dalam satu kesatuan dokumen yang disebut dengan Kontrak Kerja Konstruksi. Kontrak Kerja Konstruksi tersebut menjadi instrumen yang penting baik dalam mengakomodasi maupun membatasi hak dan kewajiban dari kontraktor maupun Pemerintah selama terselenggaranya proses pembangunan. Pada kenyataannya dalam proses pelaksanaan kontrak tersebut, sering dijumpai wanprestasi dari kontraktor berupa terlambatnya pelaksanaan atau tidak dilakukannya pekerjaan tersebut. Namun tidak jarang pula pemerintah wanprestasi dalam melakukan pembayaran yang tidak tepat waktu dan tidak sesuai prestasinya. Dalam penelitian skripsi ini akan diuraikan mengenai pengaturan serta aspek-aspek terkait Kontrak Kerja Konstruksi dan pelaksanaan pekerjaan konstruksi, bilamana diketahui Kontrak Kerja Konstruksi itu dapat berakhir dan seperti apa tanggung jawab para pihak serta bentuk pertanggungjawabannya dalam hal terjadinya wanprestasi dalam pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi yang dihubungkan dengan contoh kasus wanprestasi yang dilakukan pemerintah terhadap PT. Putra Kreasi Multi Buana.

Metode Penelitian yang digunakan dalam skripsi ini metode penelitian yuridis normatif yang didukung dengan data empiris. Sumber data penulisan skripsi adalah data primer yang dikumpulkan melalui wawancara dengan PT. Putra Kreasi Multi Buana Cabang Pekanbaru sebagai pelaksana pekerjaan konstruksi dan data sekunder yang bersumber dari peraturan perundang-undangan dan berbagai literatur serta dokumen kontrak itu sendiri yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

Pengaturan Kontrak Kerja Konstruksi saat ini diatur didalam Undang - Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi dengan peraturan pelaksananya Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Kontrak Kerja Konstruksi beserta perubahan-perubahannya. Kontrak Kerja Konstruksi berakhir oleh karena pekerjaan telah selesai, pembatalan kontrak, kematian kontraktor, kepailitan, pemutusan kontrak dan persetujuan kedua belah pihak. Pertanggungjawaban dalam hal terjadinya wanprestasi kontrak kerja kontruksi dilakukan dengan cara pemberian kompensasi, penggantian biaya, perpanjangan waktu, perbaikan atau pelaksanaan ulang pekerjaan yang tidak sesuai prestasi dan pemberian ganti kerugian. Terkait dengan Kasus wanprestasi Pemerintah Kabupaten Meranti terhadap PT Putra Kreasi Multi Buana oleh karena tidak adanya upaya Pemerintah Kabupaten Meranti membayar ganti kerugian dalam beberapa upaya penyelesaian, maka saat ini penyelesaian sengketa ditempuh melalui jalur litigasi di Pengadilan Negeri Bengkalis.

Kata Kunci : Kontrak Kerja Konstruksi, Dinas Pekerjaan Umum, dan Pertanggungjawaban.

* Mahasiswa

** Dosen Pembimbing I

*** Dosen Pembimbing II

(4)

ABSTRACT

JURIDICAL REVIEW OF THE ACCOUNTABILITY OF PARTIES IN CONSTRUCTION WORK CONTRACT ACCORDING TO INVITATION - INVITATION NUMBER 2 OF 2017 CONSTRUCTION SERVICES (CASE STUDY OF WANPRESTATION OF INCREASING

TRAFFIC PORT - ARA WOOD IN MERANTI DISTRICT, RIAU PROVINCE) Raymond A Lumban Gaol*

Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H**

Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum***

In the current era of globalization, development in the infrastructure sector is one of the government's programs that plays an important role in increasing the rate of national economic growth. In planning a development project the Government is represented by the Public Works Agency as a Budget User to make an agreement with the contractor as the party that will work on the development which is then poured in a single document called the Construction Work Contract. The Construction Work Contract becomes an important instrument both in accommodating and limiting the rights and obligations of contractors and the Government during the implementation of the development process. In fact, in the process of implementing the contract, it is often found that the contractor is in the form of a delay in the implementation or failure to do the work. However, it is not uncommon for the government to default in making payments that are not on time and not according to their achievements. In this thesis research will be explained about the arrangements and aspects related to the Construction Work Contract and the implementation of construction work, if it is known that the Construction Work Contract can end and what are the parties' responsibilities and forms of accountability in the event of default in the implementation of the Construction Work Contract connected with examples of cases of default conducted by the government against PT. Putra Kreasi Multi Buana.

The research method used in this paper is a normative juridical research method supported by empirical data. The data source for thesis writing is primary data collected through interviews with PT. Putra Kreasi Multi Buana Pekanbaru Branch as executor of construction work and secondary data sourced from legislation and various literatures and contract documents themselves relating to the problems under study.

The regulation of Construction Work Contracts is currently regulated in Law Number 2 of 2017 concerning Construction Services with the implementation of Government Regulation Number 29 of 2000 concerning the Implementation of Construction Work Contracts and their changes. The Construction Work Contract ends because the work has been completed, the cancellation of the contract, the death of the contractor, bankruptcy, termination of the contract and the agreement of both parties. Accountability in the event of a default contract for construction work is carried out by providing compensation, reimbursement, extension of time, repairs or re-implementation of work that is not in accordance with the performance and compensation. Related to the case of Meranti District Government default on PT Putra Kreasi Multi Buana due to the absence of efforts by the Meranti District Government to pay compensation in several remedies, the dispute resolution is currently being pursued through litigation in the Bengkalis District Court.

Keywords: Construction Work Contracts, Public Works Agency and Accountability.

*) Student

**) Advisor I

***) Advisor II

(5)

1

I. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Di era globalisasi pembangunan bangsa Indonesia saat ini dilaksanakan secara terencana, menyeluruh, terpadu, terarah, bertahap, dan berkelanjutan di segala sektor kehidupan. Pembangunan nasional yang dilaksanakan berupa pembangunan berkesinambungan secara bertahap guna meneruskan cita-cita bangsa Indonesia untuk mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam rangka mencapai tujuan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.1

Dalam teori dan praktek hukum, istilah “konstruksi” dan “pemborongan”

dianggap sama, terutama jika dikaitkan dengan istilah hukum kontrak konstruksi atau hukum kontrak pemborongan. Sebenarnya istilah pemborongan mempunyai cakupan yang lebih luas daripada istilah konstruksi karena yang diborong adalah konstruksi beserta pengadaan jasanya.2

Seiring perkembangannya, perjanjian pemborongan pekerjaan saat ini lebih dikenal dengan istilah Kontrak Kerja Konstruksi.Undang-Undang No.2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi memberikan pengertian Kontrak Kerja Konstruksi adalah keseluruhan dokumen kontrak yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelengaraan jasa konstruksi.3

Dalam pelaksanaannya, kontraktor/jasa konstruksi atau pemborong memiliki kewajiban untuk melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaannya sesuai proporsi kerja dan waktu-waktu yang ditetapkan dalam kontrak sampai dengan waktu penyerahan proyek. Selain itu kontraktor wajib memberikan informasi dan melaporkan progres pelaksanaan pekerjaan dan memberikan keterangan kepada pemberi kerja dalam setiap periode yang ditetapkan dalam kontrak.

1Haldy Wiranda, Pelaksanaan Perjanjian Kerja Pembangunan Jembatan Sumpur Kabupaten Rokan Hulu di Provinsi Riau, Skripsi, (Pekanbaru : Universitas Lancang Kuning, 2017), hlm.4

2Munir Fuady (1), Kontrak Pemborongan Mega Proyek, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1998), hlm.8

3Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi

(6)

2

Terjadinya wanprestasi dalam pekerjaan konstruksi sering disebabkan oleh terlambatnya pelaksanaan atau tidak dilakukannya pekerjaan tersebut sehingga menyebabkan pembangunan tidak dapat diselesaikan tepat waktu.

Hal ini memberikan kerugian berupa tertundanya pemanfaatan dari proyek tersebut. Pemberi kerja wajib memberikan peringatan dan sanksi terhadap pihak kontraktor selaku yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pekerjaan tersebut baik itu berupa denda maupun pemutusan kontrak.

Beberapa kasus yang terjadi juga terdapat kecenderungan yang mana pihak pemberi kerja atau pengguna jasa yang melakukan wanprestasi, misalnya dalam hal keterlambatan pembayaran atas prestasi yang telah dilaksanakan penyedia jasa atau kontraktor secara tepat waktu dan tanpa cacat sekalipun. Mengenai pertanggungjawaban pengguna jasa disini, pihak penyedia jasa terlebih dahulu harus mengajukan tagihan yang disertai data- data perhitungan. Namun, pada kenyataannya yang terjadi selama ini adalah sangat jarang ada pihak penyedia jasa yang berani menggugat hal tersebut dengan mengajukan tagihan kepada pengguna jasa, dalam hal ini Pengguna Anggaran dikarenakan mereka khawatir hal tersebut akan berpengaruh ataupun dijadikan sebagai suatu penilaian untuk mendapatkan dan mengerjakan suatu proyek kedepannya.

Selain itu, terkadang pihak penyedia jasa konstruksi terlambat menerima pembayaran berdasarkan tahapan penyelesaian pekerjaannya yang dalam hal ini pemerintah selaku pengguna jasa beralasan tidak mempunyai dana di Kas Daerah. Dengan adanya keterlambatan pembayaran tersebut, tentu akan mempengaruhi kinerja dari penyedia jasa konstruksi yang mengakibatkan keterlambatan penyelesaian pekerjaan. Hal ini menyebabkan penyedia jasa konstruksi tetap dikenakan denda keterlambatan, meskipun keterlambatan ini terjadi juga dikarenakan keterlambatan pembayaran oleh pemerintah.

Berdasarkan kasus yang melibatkan PT. Putra Kreasi Multi Buana selaku penyedia jasa atau kontraktor dengan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kepulauan Meranti selaku pengguna jasa dan pemerintah. Para pihak telah sepakat melakukan kontrak pada tanggal 28 September Tahun 2016 untuk pekerjaan Peningkatan Jalan dari Pelabuhan Peranggas ke Kayu Ara. Jangka waktu pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan adalah 88 hari

(7)

3

yang terhitung sejak tanggal penandatanganan kontrak 28 September 2016 sampai dengan 24 Desember 2016. Setelah penandatangan kontrak PT.

Putra Kreasi Multi Buana selaku kontraktor diberikan uang muka sebesar 20 persen dari nilai kontrak yaitu sebesar 17,1 milyar rupiah. Pada bulan Oktober 2016 dilakukan pembayaran kepada kontraktor hanya sebesar 31 persen atas porsi pekerjaan kontraktor yang sudah lebih dari 50 persen yang mana itu tidak dibayar sesuai jumlahnya di kontrak dengan alasan pemerintah tidak memiliki dana di kas daerah. Selanjutnya, pada bulan Nopember 2016 untuk porsi pekerjaan yang sudah mencapai sekitar 65 persen, pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti dalam hal ini Dinas Pekerjaan Umum menolak untuk melakukan pembayaran dengan alasan tidak tersedianya dana di kas daerah. Oleh karena adanya janji dari pemerintah bahwa akan ada pembayaran pada bulan Desember 2016.

PT. Putra Kreasi Multi Buana selaku kontraktor tetap melakukan pekerjaan sampai dengan tanggal 20 Desember 2016 dengan porsi pekerjaan sebesar 85 persen dan telah ditanda tangani Berita Acara Pekerjaan untuk volume pekerjaan tersebut artinya jumlah pekerjaan tersebut telah diakui.

Akan tetapi pemeritah tetap tidak memiliki dana untuk melakukan pembayaran sehingga kontraktor keberatan untuk melanjutkan pekerjaan.

Pada tanggal 24 Desember 2016 kontrak berakhir, Pihak kontraktor dalam hal ini tidak ingin dikenakan sanksi oleh karena keterlambatan pekerjaan dan tidak selesainya pekerjaan yang masih 85 persen dengan alasan tidak tersedianya dana untuk melaksanakan pekerjaan dalam 3 bulan pekerjaan sebagaimana di dalam kontrak bahwa pembayaran dilakukan setiap bulan dan berdasarkan progres besarnya porsi pekerjaan yang diselesaikan dan meminta pertanggungjawaban pihak Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Meranti untuk membayar ganti kerugian.

(8)

4

II. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pengaturan Kontrak Kerja Konstruksi 1. Tinjauan Umum Tentang Kontrak

a. Pengertian Kontrak

Istilah mengenai perjanjian dalam bahasa Belanda dikenal dengan overeenkomst dan dalam bahasa Inggris disebut contract.

Pengertian perjanjian diatur dalam pasal 1313 KUH Perdata yang berbunyi : “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih’’.4

Seperti halnya perjanjian, kontrak memiliki pengertian dan unsur-unsur yang sama dengan perjanjian sehingga kontrak dipersamakan dengan perjanjian.Kontrak dapat dibedakan dengan perjanjian berdasarkan bentuk dan tujuannya. Kontrak dikatakan bentuknya berbeda dengan perjanjian oleh karena kontrak berbentuk tertulis dan berdasarkan pasal 1313 KUH Perdata tidak ada keharusan bahwa perjanjian harus berbentuk tertulis.5 Sedangkan dari tujuannya kontrak sering dibuat untuk perjanjian yang bersifat bisnis, berbeda dengan perjanjian yang jika dilihat dari pengertian pasal 1313 KUHP Perdata dan pengertian lainnya, tujuan perjanjian lebih bermakna untuk kesepakatan-kesepakatan yang lebih umum.

b. Jenis - Jenis Kontrak

Secara umum kontrak atau perjanjian digolongkan dalam beberapa jenis :

1) Perjanjian Timbal Balik

Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak.6Contohnya

4Salim H.S, Hukum Kontrak : Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta : PT. Sinar Grafika, 2006), hlm.3

5Munir Fuady (2), Pengantar Hukum Bisnis Penata Bisnis Modern di Era Global, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2012), hlm.9

6Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2001), hlm.66

(9)

5

adalah perjanjian jual beli (Pasal 1457 KUH Perdata) dan sewa menyewa (Pasal 1548 KUH Perdata).

2) Perjanjian Sepihak

Perjanjian sepihak oleh Sutarno (2003) dan Busro (1985) didefinisikan sebagai perjanjian yang dibuat dengan meletakkan/membebani kewajiban kepada salah satu pihak saja.7

Contohnya adalah perjanjian hibah (schenking), dimana satu pihak menyerahkan sesuatu, pihak lain tidak punya kewajiban apa pun.

3) Perjanjian Cuma – Cuma dan Perjanjian dengan Alas Hak Membebani

Menurut Busro (1985) dan Abdul Kadir Muhammad (1982) mmendefinisikan perjanjian cuma-cuma dengan suatu perjanjian yang memberikan keuntungan bagi salah satu pihak tanpa adanya imbalan dari pihak lain. Contohnya adalah perjanjian hibah dan perjanjian pinjam pakai.Perjanjian dengan alas hak membebani menurut Busro (1985) adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang lain, antara prestasi dan kontra prestasi tersebut terdapat hubungan hukum meskipun kedudukannya tidak harus sama.Contohnya adalah kesanggupan memberikan sejumlah uang jika pihak lain sudah menyerahkan suatu barang.8

4) Perjanjian Konsensual, Riil, dan Formil

Perjanjian Konsensual adalah perjanjian dimana diantara kedua pihak telah tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perikatan.9Sedangkan perjanjian riil adalah perjanjian yang memerlukan kata sepakat disertai dengan penyerahan barang. Misalnya perjanjian pinjam pakai (pasal 1754 KUH Perdata) dan perjanjian penitipan barang (pasal 1741 KUH Perdata).10

7DanangSunyoto & Wika Harisa Putri, Hukum Bisnis, (Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2016),, hlm.83

8Ibid, hlm.84

9Mariam Darus Badrulzaman, Op.cit, hlm.68

10Danang Sunyoto & Wika Harisa Putri, Op.cit, hlm.84

(10)

6

Perjanjian formil adalah perjanjian yang memerlukan kata sepakat tetapi undang-undang mengharuskan perjanjian tersebut harus dibuat dengan bentuk tertentu secara tertulis dengan akta yang dibuat oleh pejabat umum notaris atau PPAT. Misalnya jual beli tanah, undang-undang menentukan akta jual beli harus dibuat dengan akta PPAT, perjanjian perkawinan dibuat dengan akta notaris.

5) Perjanjian Bernama, Tidak Bernama dan Campuran

Perjanjian bernama (nominaat) adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri. Maksudnya adalah bahwa perjanjian- perjanjian tersebut diatur khusus dan diberi nama oleh pembentuk undang-undang, berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi sehari-hari. Ketentuannya terdapat dalam Buku III KUH Perdata dari Bab V sampai dengan Bab XVIII KUH Perdata.11 Contohnya perjanjian jual beli, sewa menyewa, hibah, tukar-menukar, pertanggungan, dll. Sedangkan perjanjian tidak bernama (innominaat) adalah perjanjian yang tidak diatur secara khusus dalam KUH Perdata, yang mana hanya mengatur ketentuan umum. Contohnya perjanjian kredit, perjanjian keagenan, perjanjian distributor, joint venture, leasing, konstruksi dll.

Secara khusus Busro (1985) menambahkan jenis perjanjian ketiga dalam kategori ini, yaitu perjanjian campuran yang terdiri atas perjanjian bernama dan perjanjian tidak bernama.Perjanjian campuran ini juga disebut dengan contractus sui generis.

Contohnya adalah perjanjian antara penyedia hotel dan konsumen hotel, dimana dalam perjanjian tersebut mencakup unsur perjanjian sewa menyewa (kamar hotel), jual beli (makanan), dan penyediaan jasa (laundry, tiket, dan transportasi).12

6) Perjanjian Kebendaan (zakelijke overeenkomst) dan Obligatoir Perjanjian kebendaan adalah perjanjian dengan mana seorang menyerahkan haknya atas sesuatu benda kepada pihak

11Mariam Darus Badrulzaman, Op.cit, hlm.67

12Danang Sunyoto & Wika Harisa Putri, Op.cit, hlm.86

(11)

7

lain yang membebankan kewajiban pihak itu untuk menyerahkan benda tersebut kepada pihak lain. Penyerahannya itu sendiri merupakan perjanjian kebendaan.13 Sedangkan perjanjian obligatoir adalah perjanjian dimana pihak-pihak sepakat mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan suatu benda kepada pihak lain dan menimbulkan kewajiban bagi para pihak.14 7) Perjanjian yang Bersifat Istimewa15

Dikatakan istimewa sebenarnya hanya untuk memberikan ilustrasi bahwa Ada beberapa jenis perjanjian diluar yang disebutkan, antara lain :

a) Perjanjian Liberatoir

Perjanjian liberatoir adalah perjanjian untuk membebaskan dirinya dari kewajiban yang ada. Contohnya pembebasan utang.

b) Perjanjian Pembuktian

Perjanjian pembuktian adalah perjanjian dimana para pihak sepakat menentukan pembuktian yang berlaku bagi para pihak.

c) Perjanjian Untung-untungan

Perjanjian untung-untungan adalah perjanjian yang pemenuhan prestasinya tergantung pada peristiwa yang belum tentu terjadi.

d) Perjanjian Publik

Perjanjian publik yaitu perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik karena salah satu pihak bertindak sebagai penguasa. Contoh perjanjian yang dilakukan antara mahasiswa tugas belajar (ikatan dinas).

c. Unsur - Unsur Kontrak

Didalam perjanjian atau kontrak terdapat unsur-unsur yang menjadi inti dan mendukung terjadinya suatu perjanjian. Dalam dataran teori, unsur-unsuritu dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu :

13Mariam Darus Badrulzaman, Op.cit, hlm.68

14Ibid, hlm.67

15Danang Sunyoto & Wika Harisa Putri, Op.cit, hlm.87

(12)

8 1) Unsur Esensialia

Unsur esensialia adalah unsur yang harus ada dalam perjanjian dan berisi hal-hal pokok sebagai syarat dari perjanjian tersebut. Akibat dari tidak terpenuhinya bagian ini, maka perjanjian menjadi tidak sah dan tidak mengikat para pihak.

Bagian esensialia dalam perjanjian antara lain mencakup subjek hukum yaitu para pihak, objek perjanjian yaitu suatu prestasi, kata sepakat dari para pihak, harga prestasi serta cara pembayarannya.

2) Unsur Naturalia

Unsur naturalia merupakan bagian perjanjian yang memuat ketentuan hukum umum suatu syarat yang biasanya dicantumkan dalam perjanjian. Maksudnya adalah bahwa suatu perjanjian memiliki unsur tersebut tanpa harus diperjanjikan secara khusus oleh para pihak. Apabila tidak termuat didalam perjanjian maka UU akan mengisi kekosongannya. Namun syarat ini bisa disimpangi oleh para pihak. Contohnya adalah ketentuan Pasal 1476 KUH Perdata bahwa biaya penyerahan menjadi tanggungan penjual, biaya pengambilan ditanggung pembeli, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian (bisa disimpangi).16

3) Unsur Aksidentalia (Accidentalia)

Unsur aksidentalia merupakan bagian dari perjanjian yang diperjanjikan secara khusus oleh para pihak. Bagian aksidentalia ini mencakup berupa termin (jangka waktu pembayaran), pilihan domisili, pilihan hukum, dan cara penyerahan barang.17

d. Syarat Sahnya Kontrak

Agar perjanjian sah, maka setidaknya ada 4 syarat yang harus dipenuhi menurut Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu :

1) Kata sepakat diantara para pihak

16Ibid, hlm.82

17Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2010), hlm.67

(13)

9

Suatu perjanjian dikatakan telah memenuhi kesepakatan apabila suatu penawaran yang dilakukan salah satu pihak telah bertemu dengan penerimaan dari pihak lainnya.

2) Kecakapan dalam membuat perjanjian

Pasal 1329 KUH Perdata menyatakan bahwa tiap orang berwenang untuk membuat perikatan, kecuali jika ia dinyatakan tidak cakap untuk hal itu.

3) Adanya suatu hal tertentu

Maksudnya adalah sesuatu yang menjadi objek dari perjanjian. Dalam satu kontrak objek perjanjian harus jelas dan dapat ditentukan oleh para pihak, yang mana objek perjanjian tersebut dapat berupa barang baik barang yang sudah ada maupun barang yang akan ada ataupun berupa jasa namun dapat juga berupa tidak berbuat sesuatu.18

4) Adanya sebab atau kausa yang halal

Sebab atau kausa mengandung pengertian isi atau maksud atau tujuan dari perjanjian itu sendiri. Misalnya seseorang yang melakukan perjanjian jual beli narkoba, jelas dilarang, karena objeknya tidak halal dan tujuan jual beli tersebut bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban.19

e. Asas - Asas Kontrak

Perjanjian memiliki beberapa asas yang harus dikenali dan dipahami. Beberapa asas yang melingkupi perjanjian antara lain : 1) Asas Konsensualisme

Bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak mengikat bagi mereka yang membuatnya sejak konsensus atau kesepakatan mengenai sesuatu hal yang pokok dari perjanjian itu.20

2) Asas Kebebasan Berkontrak

Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk :21

18Ahmadi Miru, Hukum Kontrak & Perancangan Kontrak, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2013), hlm.30

19Danang Sunyoto & Wika Harisa Putri, Op.cit, hlm.81

20Ibid, hlm.78

21Faisal Santiago, Pengantar Hukum Bisnis, (Jakarta : Mitra Wacana Media, 2012), hlm.23

(14)

10

a) Membuat atau tidak membuat perjanjian b) Mengadakan perjanjian dengan siapapun

c) Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, dan

d) Menentukan bentuk perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.

3) Asas Kekuatan Mengikat Perjanjian (pacta sunt servanda)

Pasal 1338 KUH Perdata menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang- undang bagi mereka yang membuatnya.22

4) Asas Ikhtikad Baik

Asas ikhtikad baik merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur hanya melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari para pihak.23

f. Prestasi dan Wanprestasi

Istilah Prestasi berasal dari kata prestatie yang berarti perbuatan, penunaian dan penyerahan hasil. Prestasi merupakan sesuatu yang wajib dipenuhi oleh para pihak dalam perjanjian.

Berdasarkan Pasal 1234 KUH Perdata, ada tiga macam prestasi yang dapat diperjanjikan, yaitu :

1) Untuk memberikan sesuatu 2) Untuk berbuat sesuatu 3) Úntuk tidak berbuat sesuatu

Sedangkan Wanprestasi didefinisikan sebagai ingkar janji atau prestasi dilaksanakan tidak semestinya.24

g. Momentum Terjadinya Kontrak

Adapun untuk mengetahui momentum terjadinya suatu kontrak dikenal beberapa teori, yaitu :25

22Danang Sunyoto & Wika Harisa Putri, Op.cit, hlm.79

23Faisal Santiago, Op.cit, hlm.23

24Danang Sunyoto & Wika Harisa Putri, Op.cit, hlm.94

(15)

11

1) Teori Pernyataan (Uitingstheorie)

Menurut teori pernyataan lahirnya kesepakatan terjadi pada saat kehendak dari pihak yang menerima tawaran menyatakan bahwa ia menerima penawaran itu.

2) Teori Pengiriman (Verzendtheorie)

Menurut teori ini bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak yang dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang menerima penawaran.

3) Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie)

Menurut teori ini bahwa kesepakatan terjadi apabila pihak yang menawarkan seharusnya mengetahui bahwa penawarannya sudah diterima.

4) Teori Penerimaan (Ontvangstheorie)

Menurut teori ini bahwa kesepakatan terjadi saat pihak yang menawarkan menerima langsung jawaban dari pihak lawan.

2. Tinjauan Umum Tentang Kontrak Kerja Konstruksi

a. Pengertian Kontrak Kerja Konstruksi atau Perjanjian Pemborongan

Istilah kontrak kerja konstruksi dan perjanjian pemborongan dianggap memiliki pengertian yang sama baik dari teori maupun dari praktek hukumnya.26 Menurut Pasal 1601b KUH Perdata, perjanjian pemborongan dikenal dengan istilah pemborongan pekerjaan yang memiliki pengertian “’persetujuan dengan mana pihak yang satu, si pemborong, mengikatkan diri untuk menyelesaikan suatu pekerjaan bagi pihak lain, pihak yang memborongkan, dengan menerima suatu harga yang ditentukan”.

Sedangkan Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang jasa konstruksi memberikan pengertian mengenai kontrak konstruksi, yaitu keseluruhan dokumen kontrak yang

25Handri Rahardjo, Hukum Perjanjian di Indonesia, (Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2009), hlm.47

26Munir Fuady (1), hlm.12, Op.cit

(16)

12

mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan jasa konstruksi.

b. Jenis - Jenis Kontrak Kerja Konstruksi

Kontrak konstruksi dapat digolongkan dalam beberapa bentuk yaitu :

1) Menurut cara terjadinya :27

a) Kontrak konstruksi yang diperoleh melalui sebagai hasil pelelangan atas dasar dasar penawaran yang diajukan (competitive bid contract)

b) Kontrak konstruksi atas dasar penunjukan

c) Kontrak konstruksi yang diperoleh dari hasil perundingan antara si pemberi tugas dengan pemborong/kontraktor (negotiated contract).

2) Menurut cara penentuan harganya :28

a) Kontrak konstruksi dengan harga pasti (Fixed Price). Dalam hal ini harga pemborongan telah ditetapkan secara pasti, baik mengenai harga kontrak maupun harga satuan.

b) Kontrak konstruksi dengan harga Fixed Lump Sum Price.

Dalam hal ini borongan diperhitungkan secara keseluruhan dan volume pekerjaan yang tercantum dalam kontrak tidak dapat diukur ulang.

c) Kontrak konstruksi atas dasar harga satuan (Unit Price), yaitu merupakan harga yang diperhitungkan untuk setiap unit.

d) Kontrak konstruksi atas dasar jumlah biaya dan upah (Cost Plus Fee). Dalam hal ini pemberi tugas akan membayar dengan jumlah biaya seluruhnya yang telah dikeluarkan ditambah dengan upah jasa yang biasanya berasal dari persentase biaya seluruhnya.

c. Para Pihak Dalam Kontrak Kerja Konstruksi

27Sri Soedewi Masjchun Sofwan, Hukum Bangunan Perjanjian Pemborongan bangunan, (Yogyakarta : Liberty, 2003), hlm.59

28Ibid, hlm.61

(17)

13

Dengan adanya kontrak konstruksi selalu ada pihak-pihak yang terikat dalam kontrak konstruksi. Adapun pihak-pihak yang terlibat adalah :

1) Yang Memborongkan/Pemberi Tugas (Bouwheer)

Yang memborongkan atau bouwheer dapat berupa perorangan maupun badan hukum baik pemerintah maupun swasta. Bagi proyek-proyek pemerintah, sebagai pihak yang memborongkan adalah Dinas Pekerjaan Umum. Yang memborongkan mempunyai rencana sesuai dengan yang tercantum dalam kontrak kerja konstruksi.29

2) Pemborong/Rekanan (Kontraktor)

Pemborong/Kontrak Bangunan adalah perusahaan- perusahaan yang bersifat perorangan yang berbadan hukum atau badan hukum yang bergerak di bidang pelaksanaan pemborongan.30

3) Perencana (Arsitek)

Perencana adalah perseorangan atau perusahaan yang memenuhi syarat untuk melaksanakan tugas konsultasi dalam bidang perencanaan lingkungan, perencanaan proyek beserta kelengkapannya.31

4) Pengawas (Direksi)

Direksi sebagai pengawas dapat ditunjuk juga sebagai konsultan perencana ataupun konsultan lain baik pemerintah maupun swasta. Tugas pengawas meliputi seluruh pengawasan atas tahap konstruksi mulai dari penyiapan, penggunaan dan mutu bahan, pelaksanaan pekerjaan serta pelaksana akhir atau hasil pekerjaan sebelum diserahkan.

d. Jaminan Dalam Kontrak Kerja Konstruksi

Ada beberapa macam jaminan di dalam kontrak kerja konstruksi, antara lain :

29F.X. Djumialdji (1), Hukum Bangunan, Dasar-Dasar Hukum dalam Proyek dan Sumber Daya Manusia, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1996), hlm.24

30Ibid, hlm.26

31Ibid, hlm.11

(18)

14 1) Bank Garansi32

Dalam bank garansi yang bertindak sebagai penjamin adalah bank. Bank bersedia menjamin/menanggung risiko apabila debitor/yang terjamin wanprestasi, karena sebelumnya bank telah meminta jaminan lawan/kontra garansi kepada debitur yang terjamin yang nilainya sekurang-kurangnya sama dengan jumlah uang yang ditetapkan sebagai jaminan yang tercantum dalam bank garansi. Jaminan kontra garansi dapat berupa giro, deposito, surat-surat berharga dan harga kekayaan lainnya.

2) Surety Bond33

Surety Bond merupakan suatu perikatan dalam bentuk warkat dimana penjamin (perusahaan surety) dengan menerima premi, mengikatkan diri demi kepentingan obligee untuk menjamin pelaksanaan suatu kewajiban atau perikatan pokok yang prinsipal, yang mengakibatkan kewajiban membayar atau memenuhi wanprestasi tertentu terhadap obligee, apabila prinsipal ternyata wanprestasi.

3) Jaminan Pemeliharaan/Maintenance Bond34

Apabila kontraktor dalam masa pemeliharaan tidak mampu memperbaiki kerusakan atau menambah pekerjaan yang masih kurang, maka bouwheer akan menegur untuk melaksanakan kewajibannya. Jika kontraktor tidak mengindahkan, maka bouwheer akan memperbaiki sendiri atau menyerahkan pada pihak lain dengan biaya kepunyaan kontraktor, karena bagi kontraktor yang telah menyerahkan pekerjaannya (penyerahan pertama), sebagaian uang kontraktor masih ditahan oleh bouwheer yaitu sebanyak 5% dari harga borongan.

4) Jaminan Pembangunan35

Dalam kontrak kerja konstruksi, bouwheer dapat mensyaratkan adanya kontraktor peserta yang akan melanjutkan pekerjaan jika kontraktor utama tidak menyelesaikan pekerjaan,

32Ibid, hlm.129

33F.X. Djumialdji (2), Perjanjian Pemborongan, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1991), hlm.40

34Ibid, hlm.54

35F.X. Djumialdji (1), Op.cit, hlm.158

(19)

15

misalnya meninggal dunia dan sebagainya, yang mana jaminan pembangunan bertujuan agar proyek tetap berjalan lancar.

e. Kontrak Kerja Konstruksi Pemerintah

Kontrak kerja konstruksi pemerintah terdiri atas beberapa tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pembayaran.

Tahap perencanaan dimulai dengan penyusunan draft kontrak yang berisi rencana dan gambaran mengenai proyek yang akan dikerjakan oleh Pengguna Anggaran mewakili pihak pemerintah yang kemudian menunjuk Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk mengurus segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan kontrak tersebut seperti spesifikasi barang dan jasa, harga, rancangan kontrak dengan rekanan, pelaksanaan dan tugas lainnya.

Pada tahap pelaksanaan kontrak segera setelah penandatanganan kontrak, kontraktor diberikan berupa uang muka dan diterbitkannya surat perintah mulai kerja (SPK). Untuk menjamin pelaksanaan kontrak tersebut, maka kontraktor juga wajib menyerahkan jaminan pelaksanaan kepada pengguna jasa atau pengguna anggaran. Selama tahap pelaksanaan, PPK wajib mengawasi dan melaporkan setiap proses pelaksanaan kepada pengguna anggaran. Pembayaran jasa kontraktor dilakukan dalam beberapa termin sesuai dengan kesepakatan dalam kontrak oleh pengguna anggaran.

Setelah seluruh pekerjaan selesai, lalu kontraktor menyerahkan hasil pekerjaan kepada pejabat penerima hasil pekerjaan untuk kemudian dilakukan pemeriksaan kembali dan penilaian mengenai hasil pekerjaan sesuai dengan waktu, jenis, jumlah, tempat, fungsi serta ahli dan tenaga kerja yang digunakan dalam proses pelaksanaan kontrak.36

36Marzuqi Yahya & Endah Fitri Susanti, Buku Pintar Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, (Jakarta : Laskar Aksara, 2012), hlm.31

(20)

16 B. Berakhirnya Kontrak Kerja Konstruksi

1. Berakhirnya Kontrak Kerja Konstruksi

Kontrak kerja konstruksi dapat berakhir dalam hal-hal sebagai berikut : a. Pekerjaan telah diselesaikan oleh kontrator/pemborong setelah

masa pemeliharaan selesai atau dengan kata lain pada penyerahan kedua dan harga borongan telah dibayar oleh pihak yang memborongkan.37

b. Pembatalan kontrak

Menurut Pasal 1611 KUH Perdata dijelaskan bahwa pihak yang memborongkan jika dikehendakinya demikian, boleh menghentikan pemborongannya, meskipun pekerjaannya telah dimulai, selama ia memberikan ganti rugi sepenuhnya kepada si pemborong untuk segala biaya yang telah dikeluarkannya guna pekerjaannya serta untuk keuntungan yang terhilang karenanya.

c. Kematian kontraktor/pemborong

Menurut pasal 1612 KUH Perdata dijelaskan bahwa pekerjaan berhenti dengan meninggalnya si pemborong. Disini pihak yang memborongkan harus membayar pekerjaan yang telah diselesaikan, juga bahan-bahan yang telah disediakan. Demikian juga ahli waris pemborong tidak boleh melanjutkan pekerjaan tersebut tanpa seizin yang memborongkan, maka kontrak tidak berakhir.

d. Kepailitan

Dalam hal dinyatakan pailit baik dari pihak pengguna jasa yang tidak mampu melakukan pembayaran sehingga menyebabkan terjadinya wanprestasi maupun juga dari pihak pemborong/kontraktor yang pailit sehingga tidak mampu melaksanakan prestasinya dengan cara menunjukkan bukti berupa akta atau surat yang berisi keterangan bahwa pengguna jasa atau penyedia jasa atau pemborong dalam keadaan pailit dan keluarkan oleh pejabat yang berwenang akan hal tersebut yairu penilai, notaris dan sebagainya.38

37F.X. Djumialdji (1), Op.cit, hlm.20

38Ibid, hlm.21

(21)

17 e. Pemutusan kontrak

Pemutusan kontrak biasanya karena terjadinya wanprestasi.

Pemutusan kontrak dapat dilakukan baik oleh pengguna jasa maupun penyedia jasa.

f. Persetujuan kedua belah pihak.

2. Pemutusan Sepihak Kontrak Kerja Konstruksi

Secara umum pemutusan sepihak dalam suatu kontrak merupakan salah satu cara untuk membatalkan kontrak oleh karena terjadinya wanprestasi dari salah satu pihak. Dilihat dari Pasal 1338 KUH Perdata yang mengatur mengenai asas-asas kontrak, dimana pada ayat (2) dinyatakan bahwa “persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh Undang-Undang dinyatakan cukup untuk itu”. Sehingga seharusnya kontrak itu tidak dapat dibatalkan/diputus sepihak, karena jika kontrak tersebut dapat dibatalkan sepihak maka kontrak tersebut dianggap tidak sah dan tidak mengikat para pihak yang membuatnya.

Pasal 1266 KUH Perdata menyatakan bahwa terdapat keharusan untuk meminta pembatalan kontrak kepada hakim. Namun Pasal 1611 KUH Perdata mengatur bahwa bagi pihak yang memborongkan diberikan hak untuk memutus kontrak ditengah jalan, kendatipun hal tersebut tidak ditentukan dalam kontraknya. Namun untuk itu pihak yang memborongkan harus memberikan penggantian kerugian terhadap pemborong, meliputi biaya yang telah dikeluarkan dan keuntungan yang hilang dari pekerjaan tersebut.

Dalam hal ini Pasal 1611 KUH Perdata memberikan hak untuk dapat memutuskan kontrak secara sepihak hanya kepada bouwheer, dengan pertimbangan atau dikarenakan pihak bouwheer akan mengalami masalah yang lebih besar, apabila suatu pekerjaan konstruksi menjadi terbengkalai.39

C. Pertanggungjawaban Para Pihak Dalam Kontrak Kerja Konstruksi

39Munir Fuady (1), Op.cit, hlm.29

(22)

18

1. Pertanggungjawaban Para Pihak Dalam Kontrak Kerja Konstruksi Menurut Undang - Undang Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi

UU Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi mengatur mengenai hal -hal yang berkaitan dengan tanggung jawab pihak pengguna jasa dan penyedia jasa yaitu, penyedia jasa bertanggung jawab untuk menyerahkan hasil pekerjaannya secara tepat waktu, biaya dan dan tepat mutu.40 Penyedia jasa juga bertanggung jawab untuk mengetahui risiko mekanisme komitmen atas pengusahaan produk jasa konstruksi dan memastikan fungsionalitas produk konstruksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.41 Lalu, pertanggungjawaban terhadap hasil layanan jasa konstruksi dapat dilakukan dengan mekanisme penjaminan, yang mana terdiri dari jaminan uang muka; jaminan pelaksanaan; jaminan atas mutu hasi pekerjaan, jaminan kegagalan bangunan, jaminan kegagalan pekerjaan konstruksi antara lain asuransi pekerja, asuransi bahan peralatan dan sebagainya.

Dalam hal penyedia jasa tidak memenuhi kewajiban dan tanggung jawabnya sesuai dengan kontrak kerja konstruksi, maka pengguna jasa dapat mencairkan

dan menggunakan jaminan dari penyedia jasa sebegai kompensasi pemenuhan kewajiban penyedia jasa.42 Sedangkan, pengguna jasa bertanggung jawab atas biaya jasa konstruksi sesuai dengan kesepakatan di dalam kontrak kerja konstruksi dan melaksanakan pembayaran secara tepat jumlah serta tepat waktu.43

Secara umum jika terjadinya wanprestasi oleh salah satu pihak, maka bentuk pertanggungjawaban para pihak berupa;44

a) Pemberian kompensasi b) Penggantian biaya

40Pasal 54 ayat (1) Undang - Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi

41Ibid, Pasal 56 ayat (3)

42Pasal 23 Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi

43Pasal 55Undang - Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi

44Ibid, Penjelasan Pasal 47 ayat (1) huruf g tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi

(23)

19 c) Perpanjangan waktu

d) Perbaikan atau pelaksanaan ulang hasil pekerjaan yang tidak sesuai dengan apa yang diperjanjikan

e) Pemberian ganti rugi

2. Sengketa Kontrak Kerja Konstruksi (Studi Kasus Wanprestasi Peningkatan Jalan Pelabuhan Peranggas - Kayu Ara di Kabupaten Meranti, Provinsi Riau)

Mengenai Masalah diatas Bapak Halgustar selaku Manager dari PT. Putra Kreasi Multi Buana Cabang Pekanbaru yang dijumpai di kantornya pada tanggal 30 Oktober 2018 ketika diwawancarai, beliau mengatakan bahwa awal mula masalah pada saat mereka selaku kontraktor mengajukan pembayaran angsuran kesatu di bulan November 2016 berdasarkan prestasi pekerjaan yang sudah mencapai 65,23%. Namun, pihak kesatu selaku Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten tidak dapat membayar sebesar prestasi yang dikerjakan kontraktor. Pihak kesatu hanya mampu membayar sebesar 31% saja dari prestasi pekerjaan kontraktor dengan alasan tidak tersedianya dana di Kas Daerah Kabupaten Meranti.45

Mengenai langkah untuk menyelesaikan masalah tersebut, Bapak Halgustar mengatakan pihaknya telah melakukan musyawarah dengan pihak Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Meranti. Berdasarkan keterangan Dinas Pekerjaan Umum bahwa alasan tidak tersedianya dana di Kas Daerah Kabupaten Meranti disebabkan karena pada saat itu Penerimaan Umum APBD Kabupaten Meranti yang sedang defisit sehingga dilakukan pemotongan Dana Alokasi Khusus untuk proyek – proyek tertentu lainnya oleh Menteri Dalam Negeri berkoordinasi dengan Menteri Keuangan dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional.

Pada musyawarah tersebut pihak kontraktor telah meminta pertanggungjawaban berupa ganti kerugian kepada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Meranti selaku Pengguna Anggaran. Namun pihak

45Wawancara dengan Bapak Halgustar selaku Manager Pelaksana Putra Kreasi Multi Buana Cabang Pekanbaru tanggal 30 Oktober 2018 tentang kronologis masalah wanprestasi yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Meranti.

(24)

20

Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Meranti memberikan jawaban yang tidak logis bahwa mereka tidak bertanggung jawab untuk memberi ganti kerugian dan melempar tanggung jawab tersebut kepada Bupati oleh karena Bupati yang menetapkan APBD tersebut.

Adapun juga Elfreth Simamora S.H, M.H., C.P.L selaku Kuasa Hukum PT. Putra Kreasi Multi Buana yang juga berada saat wawancara tersebut mengatakan bahwa pada tanggal 20 September 2018 lalu, pihak PT Kreasi Multi Buana yang diwakili dirinya selaku kuasa hukum telah menempuh jalur litigasi dengan mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri Bengkalis yang berada di Selat Panjang, Kabupaten Meranti sebagaimana yang disepakati dalam kontrak.

Gugatan tersebut yang mana ditujukan kepada Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Meranti sebagai Tergugat I dan Bupati Kabupaten Meranti sebagai Tergugat II.

Bapak Elfreth lebih lanjut menjelaskan bahwa yang menjadi petitum gugatan adalah menghukum Tergugat I untuk membayar uang sisa pembayaran pekerjaan yang sudah dilaksanakan sebesar Rp.8.172.192.000,00 (Delapan milyar seratus tujuh puluh dua juta seratus Sembilan puluh dua ribu rupiah) serta menghukum Tergugat II untuk menganggarkan kewajiban hukum Tergugat I untuk dibayarkan kepada penggugat masuk dalam APBD Pemerintah Kabupaten Meranti Tahun 2019.46

Maka berdasarkan sengketa kontrak tersebut, penulis mencoba memberikan pendapatnya terkait penyelesaian sengketa tersebut yaitu bahwa perbuatan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Meranti dalam hal ini sebagai Tergugat I telah gagal membayar pekerjaan kontraktor sesuai dengan prestasi yang dikerjakan sehingga melanggar syarat objektif kontrak yang terdapat pada Pasal 1320 KUH Perdata karena tidak melaksanakan prestasinya atau wanprestasi, yang mana kewajiban tersebut telah tertuang dalam Pasal 9 kontrak tersebut.

Selain itu juga tidak adanya niatan atau inisiatif dari Dinas Pekerjaan Umum dan Bupati Kabupaten Meranti masing-masing sebagai Tergugat I dan II untuk membayar ganti kerugian sehingga melanggar

46Wawancara dengan Bapak Elfreth Simamora, S.H., M.H., C.P.L selaku Kuasa Hukum PT. Putra Kreasi Multi Buana tanggal 30 Oktober 2018.

(25)

21

Asas Itikad Baik berkontrak sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 1338 KUH Perdata.

3. Perlindungan Hukum Terhadap Penyedia Jasa dan Pengguna Jasa Konstruksi

Bentuk perlindungan hukum yang diberikan kepada masing- masing pihak, jika mengacu Pasal 47 huruf g Penjelasan Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi jo Pasal 23 ayat (1) huruf g Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi diterangkan bahwa jika salah satu pihak melakukan wanprestasi maka dapat diberikan pemberian kompensasi, penggantian biaya dan/atau perpanjangan waktu, perbaikan atau pelaksanaan ulang hasil pekerjaan yang tidak sesuai dengan apa yang diperjanjikan serta juga pemberian ganti kerugian dan denda.

(26)

22 III. PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pengaturan mengenai Kontrak Kerja Konstruksi saat ini diakomodasi di dalam Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa yang mengganti Undang – Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi beserta peraturan pelaksananya Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan dan perubahan- perubahannya yakni Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2010, Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2015 dan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2016. Pasal 1 angka 8 Undang – Undang Jasa Konstruksi menegaskan pengertian Kontrak Kerja Konstruksi adalah keseluruhan dokumen kontrak yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan jasa konstruksi. Kontrak Kerja Konstruksi dirumuskan di dalam Undang – Undang Jasa Konstruksi berdasarkan pengimplementasian dari Pasal 1601b KUH Perdata yang mengatur mengenai perjanjian pemborongan oleh karena baik kontrak kerja konstruksi ataupun perjanjian pemborongan memiliki unsur yang sama baik dalam prestasi, kedudukan para pihak maupun cara pembayaran.

Hal tersebut didasari oleh Pasal 1604 – 1617 yang membagi perjanjian untuk melakukan pekerjaan dalam 3 jenis yaitu perjanjian kerja (perburuhan), perjanjian menyediakan jasa tertentu dan perjanjian pemborongan.

2. Kontrak Kerja Konstruksi dikatakan berakhir apabila pekerjaan yang dikerjakan telah diselesaikan dan telah melewati masa pemeliharaan, pembatalan kontrak, kematian kontraktor, kepailitan, pemutusan kontrak dan persetuan kedua belah pihak. Mengenai pemutusan kontrak kerja konstruksi secara sepihak hanya dapat dilakukan oleh pihak yang memborongkan. Hal tersebut didasarkan pertimbangan bahwa pihak yang memborongkan akan mengalami masalah kerugian yang lebih besar apabila suatu pekerjaan konstuksi menjadi terbengkalai sehingga pihak yang memborongkan dapat memutuskan kontrak secara sepihak tanpa melalui prosedur yang lama dan berbelit- belit.

(27)

23

3. Pertanggungjawaban para pihak apabila terjadinya wanprestasi terhadap pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi dijelaskan secara umum di dalam Penjelasan Pasal 47 ayat (1) Undang - Undang Jasa Konstruksi yang meliputi pemberian kompensasi, penggantian biaya, perpanjangan waktu, perbaikan atau pelaksanaan ulang hasil pekerjaan yang tidak sesuai dengan apa yang diperjanjikan dan pemberian ganti kerugian.

Mengenai perbuatan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Meranti yang gagal membayar pekerjaan kontraktor yaitu PT.

Putra Kreasi Multi Buana dan juga tidak sesuai dengan prestasi yang dikerjakan telah melanggar syarat objektif kontrak yang terdapat pada Pasal 1320 KUH Perdata oleh karena tidak melaksanakan prestasinya atau wanprestasi. Selain itu tidak adanya niatan atau inisiatif dari Dinas Pekerjaan Umum dan Bupati Kabupaten Meranti untuk membayar ganti kerugian sehingga telah melanggar Asas Itikad Baik berkontrak sebagaimana yang terkandung dalam Pasal 1338 KUH Perdata.

B. Saran

1. Diharapkan kepada Pemerintah Daerah didalam merencanakan suatu program atau proyek pembangunan agar lebih bijak memperhatikan kondisi perekonomian dalam hal ketersediaan dan pengalokasian dana sebelum menganggarkan di dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.

2. Mengenai pemutusan sepihak hanya dapat dilakukan oleh pihak yang memborongkan dirasa terlalu sepihak. Oleh karena pada kenyataannya masih terdapat juga masalah dimana Pemerintah selaku pihak yang memborongkan melakukan wanprestasi baik berupa keterlambatan pembayaran maupun pembayaran yang tidak sesuai prestasi. Namun dalam hal ini pemborong atau kontraktor tidak dapat melakukan pemutusan kontrak apabila tidak didapatkan kata sepakat dari Pemerintah selaku pengguna jasa untuk melakukan penghentian kontrak. Jadi, sekalipun di dalam KUH perdata telah diatur bahwa pemutusan sepihak hanya dapat dilakukan oleh pihak yang memborongkan, tetapi perlulah dilakukan pengkajian ulang mengenai

(28)

24

pengaturan pemutusan sepihak tersebut di dalam peraturan-peraturan konstruksi yang ada.

3. Pemerintah Pusat melalui Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) diharapkan untuk melakukan penataan ulang mengenai Standar Dokumen Pekerjaan Konstruksi serta ikut mengawasi mulai dari proses pembuatan kontrak, pelaksanaan kontrak sampai dengan berakhirnya kontrak diikuti dengan pemberian sanksi yang tegas bagi setiap pelanggaran kontrak misalnya masih ditemukannya penyimpangan di dalam dokumen Kontrak Kerja Konstruksi Pemerintah seperti tidak tercantumnya sanksi dan denda bagi Pemerintah. Yang mana apabila Pemerintah wanprestasi akan menimbulkan kesan bahwa Pemerintah tidak ada beban atau tidak terbebani untuk mempertanggungjawabkan kesalahannya

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Ahmadi Miru, Hukum Kontrak & Perancangan Kontrak. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2013

Badrulzaman, Mariam Darus. Kompilasi Hukum Perikatan. Bandung : PT.

Citra Aditya Bakti, 2001.

Danang Sunyoto & Wika Harisa Putri. Hukum Bisnis. Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2016.

Djumialdji, F.X. Hukum Bangunan, Dasar - Dasar Hukum dalam Proyek dan Sumber Daya Manusia. Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1996.

____________. Perjanjian Pemborongan. Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1991.

Fuady, Munir. Kontrak Pemborongan Mega Proyek. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1998.

____________. Pengantar Hukum Bisnis Penata Bisnis Modern di Era Global. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2012.

H.S, Salim. Hukum Kontrak, Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak.

Jakarta : PT. Sinar Grafika, 2006.

Marzuqi Yahya & Endah Fitri Susanti. Buku Pintar Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Jakarta : Laskar Aksara, 2012.

(29)

25

Rahardjo, Handri. Hukum Perjanjian di Indonesia. Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2009.

Santiago, Faisal. Pengantar Hukum Bisnis. Jakarta : Mitra Wacana Media, 2012.

Sofwan, Sri Soedewi Masjchoen. Hukum Bangunan Perjanjian Pemborongan. Yogyakarta : Liberty, 2003.

B. Peraturan Perundang - Undangan

Undang - Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.

Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi.

C. Jurnal/Artikel Ilmiah

Wiranda, Haldy. Pelaksanaan Perjanjian Kerja Pembangunan Jembatan Sumpur di Kabupaten Rokan Hulu Riau, Skripsi, Pekanbaru : Fakultas Hukum Universitas Lancang Kuning, 2017.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal pengurusan Sertipikat Kepemilikan Hunian Rumah Susun peranan Para Tergugat masih sangat diperlukan, karena sertipikat tersebut masih tercatat atas nama PT

3. suatu sebab yang halal. Pos Indonesia bergerak dalam bidang jasa, maka faktor yang sangat penting yang perlu di perhatikan adalah kepercayaan pengguna jasa, dimana

Ketidakterlaksanaannya suatu kontrak konstruksi dapat menimbulkan perselisihan atau yang sering disebut dengan “sengketa konstruksi” diantara pihak pengguna dengan pihak

3) Periksa dengan seksama kondisi kamera dan lensa tersebut, mulai dari kondisi fisik dan tombol-tombol fungsi produk. 4) Cek kelengkapan dari paket tersebut, mulai

Maka dengan demikian, berdasarkan pembahasan yang dijelaskan sebagaimana yang dimaksud di atas, timbul keinginan untuk mengkaji tentang keringanan pajak sebagai bentuk insentif

Pembahasan terhadap judul skripsi tentang “IMPLEMENTASI HAK IMUNITAS ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DALAM UNDANG UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 (ANALISIS PUTUSAN

Bahwa Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Melakukan usaha pertambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK” sebagaimana yang didakwakan

e) Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan.. landasan yuridis perubahan paradigma sifat CSR dari voluntary menjadi mandator. Apalagi bagi perusahaan yang