• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum. Universitas Sumatera Utara. Oleh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum. Universitas Sumatera Utara. Oleh"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

YOLANDA UTARI PUTRI NIM: 150200231

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(2)
(3)

Dalam hal kegiatan jual beli produk elektronik, untuk menjamin kenyamanan penggunaan alat elektronik pihak produsen sebagai pihak produksi biasanya menyertakan suatu produk dengan garansi. Oleh karena itu ketentuan-ketentuan hukum dibuat untuk melindungi hak-hak konsumen agar dapat mencegah kerugian bagi pihak konsumen maka bagi pelaku usaha harus mempertanggung jawabkan kerugian yang dialami konsumen akibat barang yang diproduksi dan diperdagangkan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh konsumen. Berdasar latar belakang penelitian tersebut akan dianalisa mengenai pengaturan mengenai tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen atas klaim garansi elektronik, perlindungan hukum bagi konsumen atas klaim garansi elektronik, dan bentuk upaya tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen atas klaim garansi elektronik mesin fotocopy merek canon di toko cendaha photo.

Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian hukum yuridis normatif. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data dikumpulkan dengan menggunakan studi pustaka dan wawancara. Analisis data dilakukan dengan analisis kualitatif.

Tanggung jawab pelaku usaha dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 diatur mengenai pertanggungjawaban produsen, yang disebut dengan pelaku usaha pada Bab VI dengan judul Tanggung Jawab Pelaku Usaha tepatnya pada Pasal 19. Sedangkan khusus garansi barang elektronik diatur dalam Pasal 1 angka 8 Permendag No.19/M- DAG/PER/5/2009, yaitu kartu yang menyatakan adanya jaminan ketersediaan suku cadang serta fasilitas dan pelayanan purna jual produk telematika dan elektronika.

Dalam Pasal 2 ayat (1) permendag ini dinyatakan bahwa Setiap produk telematika dan elektronika yang diproduksi dan/atau diimpor untuk diperdagangkan di pasar dalam negeri wajib dilengkapi dengan petunjuk penggunaan dan kartu jaminan dalam Bahasa Indonesia. Bentuk perlindungan hukum bagi konsumen dalam klaim garansi adalah dengan memberikan jaminan rasa aman terhadap konsumen atas kualitas produk yang dibeli. Garansi juga menjadi daya tarik tersendiri guna menunjang penjualan suatu produk. Garansi ini merupakan sebuah bentuk layanan purna jual (service after sales).

Setiap produsen atau importir elektronik atau telematika wajib mendaftarkan garansi produknya. Sebab tanpa pendaftaran maka produk tersebut tidak boleh dipasar dalam negeri Indonesia. Bentuk tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen Cendaha Photo dalam hal klaim garansi produk adalah dengan memberikan pelayanan sebagai berikut: memperbaiki produk canon dengan menggunakan suku cadang yang telah dipakai sebelumnya, mengganti produk canon dengan model yang sama serta dengan komponen baru, dan menukar produk canon tersebut dengan mengemabalikan harga pembelian konsumen saat membelinya.

Kata Kunci : Perlindungan Konsumen, Garansi Elektronik

*Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

***Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(4)

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala berkat, rahmat, dan karunia-Nya penulis mampu untuk menjalani perkuliahan sampai pada tahap penyelesaian skripsi pada jurusan Hukum Perdata BW di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ini.

Penulisan skripsi yang diberi judul: “Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Konsumen Atas Klaim Garansi Elektronik Mesin Fotocopy Merek Canon di Toko Cendaha Photo Kota Padangsidempuan” ini diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan kali ini, dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuannya selama penyusunan skripsi ini, maupun selama menempuh perkuliahan terkhususnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum, sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

2. Bapak Prof. Dr. OK Saidin, S.H., M.Hum sebagai Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum, sebagai Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

4. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum, sebagai Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

5. Ibu Prof. Dr. Rosnidar Sembiring, S.H., M.Hum, sebagai Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

(5)

waktu dan kesempatan yang telah dicurahkan dalam membantu Penulis menyelesaikan skripsi ini, serta atas segala bimbingan dan saran-saran yang sangat bermanfaat;

7. Bapak Syamsul Rizal, S.H., M.Hum, sebagai Dosen Pembimbing II, terima kasih atas bimbingan dan saran-saran yang sangat bermanfaat dalam penyusunan skripsi ini;

8. Seluruh Dosen dan Staff Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mengajar dan membimbing penulis selama masa perkuliahan serta para Dosen Penguji: Prof. Dr. Rosnidar Sembiring, S.H., M.Hum dan Dr. Dedi Harianto,SH.,M.Hum;

9. Seluruh Staff Tata Usaha dan Staff Administrasi serta Pegawai yang telah banyak membantu Penulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

Dalam penulisan skripsi ini, Penulis juga mengucapkan rasa terima kasih dan hormat yang setinggi-tingginya kepada:

1. Teristimewa untuk kedua Orangtua Penulis yang terkasih, Ayahanda Erwin Effendi Lubis, S.H dan Ibunda Firtisna Borotan, S.H., SpN yang dengan penuh cinta kasih telah memberikan doa, dukungan, kasih sayang, dan bimbingan yang tidak ternilai kepada Penulis sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik;

2. Adikku M. Diky Putra Alwin Darmawan Effendi Lubis dan seluruh keluarga besarku yang selalu memberikan dukungan kepada Penulis;

3. Kepada Sahabat-Sahabatku Sarah, Olive, Lia, dan Jura yang selalu mendukung dan memberikan support kepadaku dalam keadaan apapun;

(6)

awal semester hingga selesainya skripsi ini yang selalu memberikan semangat dalam perkuliahan, semoga kita semua sukses kedepannya;

5. Kepada adik-adik juniorku Johanna Tania, dan Ezra semangat terus menghadapi lika liku perkuliahan, dan terimakasih sudah menjadi bagian ceritaku selama perkuliahan hingga terselesaikannya skripsi ini;

6. Kepada adik-adik junior Franco, Bolon, Rozi, Kiting, Jason, Brian, Rico, Cito, Timoty, Samuel terimakasih sudah menjadi bagian dari kisah kakak selama perkuliahan;

7. Kepada Ibnu Khairansyah yang selalu membantu dan mendukungku selama perkuliahan semoga kita sukses kedepannya;

8. Kepada Ari Alkasfi yang selalu ada dan dengerin semua keluh kesahku di penghujung perkuliahan;

9. Kepada Damang Fadil terimakasih banyak sudah hadir dan selalu ada buatku dalam kondisi apapun semoga kita mempunyai tujuan dan jalan yang sama;

10. Kepada seluruh teman-teman stambuk 2015 FH USU, terima kasih atas kebersamaan kita selama ini yang selalu kompak dan penuh keceriaan menjalani hari-hari perkuliahan, terimakasih atas bantuan dari semua pihak dalam penulisan skripsi ini.

Semoga segala bantuan, dukungan, dan doa yang telah diberikan kepada Penulis menjadi amal Ibadah dan senantiasa diberikan berkat oleh Allah SWT. Akhir kata, Penulis menyadari terhadap kekurangan yang dikarenakan keterbatasan pengetahuan, kemampuan, kelalaian pengeditan, dan bahan-bahan literatur yang Penulis dapatkan.

Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, Penulis bersedia menerima kritik dan

(7)

penyempurnaan penulisan karya berikutnya dan dapat bermanfaat bagi kemajuan Ilmu Pengetahuan khususnya Ilmu Hukum.

Medan, Mei 2020 Hormat Penulis

Yolanda Utari Putri NIM: 150200231

(8)

ABSTRAK ... i

KATAPENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vi

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 8

D. Tinjauan Kepustakaan ... 9

E. Keaslian Penulisan ... 12

F. Metode Penelitian ... 14

G. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II : PENGATURAN MENGENAI TANGGUNGJAWAB PELAKU USAHA TERHADAP KONSUMEN ATAS KLAIM GARANSI ELEKTRONIK A. Pelaku Usaha dan Konsumen ... 19

B. Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Konsumen ... 33

C. Tinjauan Umum Garansi Elektronik ... 37

BAB III : PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN ATAS KLAIM GARANSI MESIN ELEKTRONIK A. Perlindungan Konsumen ... 44

B. Hubungan Garansi dengan Elektronik yang Dibeli ... 56 BAB IV : BENTUK UPAYA TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA

TERHADAP KONSUMEN ATAS KLAIM GARANSI ELEKTRONIK MESIN FOTOCOPY MEREK CANON DI TOKO CENDAHA PHOTO KOTA PADANGSIDEMPUAN

(9)

Merek Canon dengan Garansi di Toko Cendaha Photo ... 62 B. Ketentuan Garansi Elektronik Mesin Fotocopy Merek Canon di

Toko Cendaha Photo ... 71 C. Bentuk Upaya Tanggung Jawab Pelaku Usaha Dalam Menangani

Tindakan Klaim Garansi Elektronik Mesin Fotocopy Merek Canon Di Toko Cendaha ... 80 BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ... 88 B. Saran ... 89 DAFTAR PUSTAKA ... 91 LAMPIRAN

(10)

Memasuki perkembangan era globalisasi dan perdagangan bebas persaingan hidup semakin tinggi, sehingga dalam pemenuhan kebutuhan guna menunjang aktivitas harus terpenuhi dengan baik. Pemenuhan kebutuhan masyarakat tersebut tidak luput dari adanya teknologi yang berkembang saat ini salah satunya adalah barang elektronik. Barang elektronik terdapat berbagai macam seperti televisi, radio, handphone, laptop, komputer dan lain sebagainya.

Barang tersebut seiring dengan perkembangan teknologi saat ini sangat berperan penting dalam kehidupan di masyarakat untuk menyelesaikan pekerjaan sehari- hari. Hal tersebut kemudian memicu arus perdagangan barang dan/atau jasa semakin meluas sehingga menyebabkan semakin banyaknya barang dan/atau jasa yang beredar di pasaran.1

Konsumen menggunakan barang yang diproduksi atau diperdagangkan oleh pelaku usaha dan keadaan barang tersebut ternyata dalam kondisi rusak, cacat dan tercemar, maka konsumen akan dirugikan. Oleh karena itu ketentuan- ketentuan hukum dibuat untuk melindungi hak-hak konsumen agar dapat mencegah kerugian bagi pihak konsumen dan bagi pelaku usaha harus mempertanggungjawabkan kerugian yang dialami konsumen akibat barang yang diproduksi dan diperdagangkan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh

1 Ayu Wandira, “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Produk Telematika dan Elektronika yang Tidak Disertai Kartu Jaminan/Garansi Purna Jual Dalam Bahasa Indonesia”, skiripsi pada Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makasar, 2013, hlm. 1

(11)

konsumen. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.2

Perlindungan konsumen merupakan masalah kepentingan manusia, mewujudkan perlindungan konsumen adalah mewujudkan hubungan berbagai dimensi yang satu sama lain mempunyai keterkaitan dan saling ketergantungan antara konsumen, pengusaha dan pemerintah.3

Aspek pertama dari perlindungan konsumen adalah persoalan tentang tanggung jawab produsen atas kerugian sebagai akibat yang ditimbulkan oleh produknya. Dengan singkat persoalan ini lazim disebut dengan tanggung jawab produk (product liability). Secara historis, tanggung jawab produk lahir karena adanya ketidaseimbangan kedudukan dan tanggung jawab produsen dan konsumen. Sehingga produsen yang pada awalnya menerapkan strategi yang berorientasi pada produk dalam pemasaran produknya harus mengubah strategi menjadi pemasaran yang berorientasi pada konsumen, dimana produsen harus hati-hati dengan produk yang dihasilkan olehnya.4

Persaingan pelaku usaha di pasar memungkinkan konsumen untuk mendapatkan pilihan sehingga pada dasarnya keadaan ini akan menguntungkan para konsumen. Pelaku usaha akan bersaing guna mendapatkan perhatian para konsumennya. Tentu saja masing-masing pelaku usaha akan memberikan pelayanan terbaiknya. Pelaku usaha harus mememenuhi kewajiban serta tanggung

2 Pasal 1 angak (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

3 Nurmadjito, Kesiapan Perangkat Peraturan Perundang-undangan tentang Perlindungan Konsumen di Indonesia, (Mandar Maju: Bandung, 2000), hlm. 7

4 Ahmadi Miru dan Sutarmo Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 3

(12)

jawabnya terhadap konsumen. Keadaan ini menjadi penting guna melindungi kepentingan konsumen. Tanggung jawab produsen harus menjadi prioritas utama dalam melakukan kegiatan usaha.

Masalah tanggung jawab produsen (product liability) telah mendapat perhatian yang semakin meningkat dari berbagai kalangan, baik kalangan industri, konsumen pemerintah dan ahli hukum. Kurangnya kesadaran dan tanggung jawab sebagai produsen akan berakibat fatal dan menghadapi resiko bagi kelangsungan hidup dan kredibilitas usahanya. Rendahnya kualitas produk atau adanya cacat pada produk yang dipasarkan akan menyebabkan ganti kerugian bagi konsumen, disamping produsen itu juga akan menghadapi tuntutan kompensasi yang pada akhirnya akan bermuara pada kalah bersaingnya produk tersebut dalam merebut pangsa pasar. Seiring dengan perkembangan teknologi khususnya produk telematika dan elektronika, permintaan elektronik di Indonesia dari tahun ketahun juga mulai mengalami perkembangan yang pesat. Hal ini menyebabkan semakin tingginya produksi barang. Namun di ikuti dengan pesatnya perkembangan produksi barang yang tidak diikuti dengan pengawasan yang ketat maka muncul produk barang yang memiliki kualitas kurang baik. Sehingga banyak barang elektronik saat ini yang baru saja dibeli tetapi sudah mengalami kerusakan.

Dalam hal ketentuan hukum perlindungan konsumen, kewajiban menyediakan suku cadang atau fasilitas purna jual tidak tergantung ada atau tidaknya ditentukan dalam perjanjian. Artinya, meskipun para pihak tidak menentukan hal ini dalam perjanjian mereka, konsumen tetap memiliki hak menuntut ganti rugi kepada pelaku usaha yang bersangkutan berdasarkan

(13)

perbuatan melanggar hukum, apabila kewajiban menyediakan suku cadang atau fasilitas purna jual tersebut diabaikan oleh pelaku usaha. Sedangkan ketentuan mengenai jamian atau garansi, Undang-Undang Perlidungan Konsumen menggantungkan pada subtansi perjanjian para pihak.5 Artinya bahwa tuntutan ganti rugi mengenai jaminan atau garansi ini baru bisa dilakukan jika telah ditentukan lebih dahulu dalam suatu perjanjian. Sehingga dalam hal ini, permasalahan jaminan yang sering didengar dengan kata garansi pun merupakan salah satu permasalahan dibidang perlindungan konsumen yang wajib ditangani oleh pemerintah.

Garansi adalah “keterangan dari suatu produk bahwa pihak produsen menjamin produk tersebut bebas dari kesalahan dan kegagalan bahan dalam jangka waktu tertentu.”6 Garansi ini sangat bermanfaat bagi konsumen, sebab selain menjamin kualitas suatu produk, garansi ini juga dapat digunakan oleh konsumen untuk melakukan tuntutan kerugian yang diderita akibat kerusakan atau kesalahan dalam suatu produk. Garansi tidak hanya memberikan manfaat bagi konsumen tetapi juga bagi pelaku usaha. Manfaat garansi bagi pelaku usaha yaitu dapat membatasi klaim yang berlebihan dari konsumen dan garansi juga dapat dijadikan sebagai salah satu strategi promosi bagi suatu produk sebab produk dengan garansi yang lebih lama akan menandakan bahwa produk tersebut memiliki kualitas yang baik.7

5 Abdul Halim Barkatullah, Hak-hak Konsumen, (Bandung: Nusa Media, 2010), hlm. 7

6 H.R. Daeng Naja, Hukum Kredit dan Bank Garansi, (Samarinda: Citra Aditya Bakti, 2005), hlm. 155

7 Adrian Studedi, Tanggung Jawab Produk Dalam Hukum Perlindungan Konsumen, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2008), hlm. 75

(14)

Garansi merupakan salah satu bagian dari perjanjian kontraktual yang mengharuskan pihak pelaku usaha untuk memperbaiki atau mengganti produk yang mengalami kerusakan atau cacat akibat kesalahan atau kegagalan bahan selama masa garansi yang diperjanjikan. Garansi juga merupakan purnatransaksi dari tahapan-tahapan transaksi konsumen. Tahap ini dapat disebut dengan tahap purnajual atau after sale service dimana penjual menjangkang beberapa pelayanan cuma-cuma dalam jangka waktu tertentu seperti menjanjikan garansi atau servis selama periode tertentu.8

Garansi barang elektronik yang diberikan tidak sama pada setiap jenis barang yang diproduksi, masing-masing alat elektronik mempunyai kartu garansi dengan perjanjian yang berbeda-beda. Apabila ada konsumen yang tidak memiliki kartu garansi alat elektronik dan berkeinginan untuk memperbaiki alat elektroniknya yang rusak pada produsen/penjual, maka akan terjadi kesepakatan baru mengenai perbaikan alat elektronik tersebut.

Kenyataan yang sering terjadi bahwa pihak konsumen alat elektronik, tidak membeli alat elektronik langsung kepada produsen akan tetapi melalui perantaraan toko yang menjual alat elektronik, sehingga apabila terjadi kerusakan yang termasuk dalam perjanjian garansi mereka kesulitan untuk melakukan pelaksanaan garansi alat elektronik tersebut. Tindakan yang sering dilakukan oleh pihak konsumen adalah melakukan tuntutan pembayaran garansi pada toko-toko penjual alat elektronik untuk pemenuhan garansi karena kerusakan alat elektronik tersebut.

8 Ade Maman Suherman, Aspek Hukum Dalam Ekonomi Global, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), hlm. 103

(15)

Pada dasarnya hal pokok yang terkandung dalam perjanjian garansi alat elektronik adalah pemenuhan tuntutan apabila terdapat para konsumen yang mengalami kerusakan alat selama masih dalam batas waktu perjanjian garansi yang ditandatangani antara para pihak. Namun, hal ini sering kali dilanggar khususnya oleh pihak produsen/penjual sebagai pihak yang dituntut untuk melakukan perbaikan sebagaimana yang diperjanjikan dalam perjanjian garansi.

Dalam perjanjian garansi barang elektronik masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban yang berlaku secara seimbang. Kewajiban pokok dari produsen/penjual adalah memberikan pelayanan garansi yang dimiliki konsumen sedangkan haknya adalah menerima bukti-bukti dari pembeli akan adanya perjanjian garansi. Demikian juga berlaku sebaliknya untuk pihak konsumen.

Dalam dunia usaha selalu ada yang dinamakan persaingan bisnis, yang secara sederhana biasa didefinisikan sebagai persaing antar penjual didalam

‘merebut pembeli atau pangsa pasar. Persaingan bisnis yang ketat dalam mendapatkan minat konsumen, merupakan faktor yang cenderung mempengaruhi setiap penjual untuk melakukan persaingan bisnis yang tidak sehat, menghalalkan segala cara, tidak memikirkan dampak atau kerugian yang dapat dialami oleh konsumen itu sendiri. Hal ini dapat dibuktikan dari adanya garansi toko, yang pada dasarnya diberi untuk menjamin produk elektronik yang sebenarnya adalah garansi ilegal.9 Penjual bermaksud menjual produk dengan kualitas sama akan tetapi dengan harga yang lebih rendah untuk menarik minat konsumen namun

9 Fandy Tjiptono, Strategi Pemasaran, Edisi II, Cetakan 6, (Yogyakarta: Andi Offset, 2002), hlm. 42

(16)

sebenarnya barang yang dijual itu adalah barnag ilegal, dipasok secara sembunyi- sembunyi tanpa sepengetahuan pemerintah guna untuk menghindari pajak. Produk barang elektronik inilah yang tidak memiliki garansi resmi.

Konsumen atau pembeli masih banyak yang belum mengerti bahwa sebenarnya suatu jaminan produk (garansi) yang resmi adalah garansi yang dalam peredarannya mendapat izin dari pemerintah. Sehingga suatu saat produk yang telah dipakai oleh konsumen ternyata cacat atau mengalami kerusakan pada masa garansi, maka konsumen mempunyai hak dalam mengajukan klaim atas kerusakan produk tersebut kepada pihak produsen.

Demikian pula Mesin Fotocopy merek Canon yang ada di Toko Cendaha Photo Padangsidempuan. Tidak sedikit para konsumen yang mengalami kerusakan atau kendala pada mesin fotocopy merek Canon yang dibeli pada toko tersebut. Dengan keadaan yang demikian, maka konsumen memiliki hak untuk melakukan klaim garansi sehingga apabila terjadi kerusakan pada elektronik yang dijual oleh Toko Cendaha yang diakibatkan kesalahan pabrik, maka dapat diajukan klaim guna memberikan perlindungan kepada hak konsumen.

Berdasarkan uraian di atas maka dikaji lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Konsumen Atas Klaim Garansi Elektronik Mesin Fotocopy Merek Canon di Toko Cendaha Photo Kota Padangsidempuan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka ditetapkan rumusan masalah sebagai berikut, yaitu :

1. Bagaimana pengaturan mengenai tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen atas klaim garansi elektronik ?

(17)

2. Bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen atas klaim garansi elektronik ?

3. Bagaimana bentuk upaya tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen atas klaim garansi elektronik mesin fotocopy merek Canon di Toko Cendaha Photo Kota Padangsidempuan ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah :

a. Untuk mengetahui pengaturan mengenai tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen atas klaim garansi mesin elektronik

b. Untuk mengetahui perlindungan hukum bagi konsumen atas klaim garansi mesin elektronik

c. Untuk mengetahui bentuk upaya tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen atas klaim garansi mesin fotocopy merek canon di Toko Cendaha Kota Padangsidempuan.

2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis :

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi peningkatan dan pengembangan ilmu pengetahuan serta manfaat secara teoritis berupa pengetahuan

(18)

dalam bidang Ilmu Hukum khususnya bidang Hukum Perdata BW, terutama berkaitan dengan perlindungan hukum konsumen.

2. Manfaat Praktis :

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat agar mengetahui bagaimana upaya pertanggungjawaban pelaku usaha dalam hal klaim garansi yang diajukan oleh konsumen.

D. Tinjauan Pustaka

Dalam tinjauan dicoba untuk mengemukakan beberapa ketentuan dan batasan yang menjadi sorotan dalam mengadakan studi kepustakaan. Hal ini akan berguna untuk membantu melihat ruang lingkup skripsi agar tetap berada di dalam topik yang diangkat dari permasalahan di atas. Adapun yang menjadi pengertian secara etimologis daripada judul skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Pengertian Tanggung Jawab

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tanggung jawab adalah kewajiban menanggung segala sesuatunya bila terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, dan diperkarakan. Dalam kamus hukum, tanggung jawab adalah suatu keseharusan bagi seseorang untuk melaksanakan apa yang telah diwajibkan kepadanya. 10 Menurut hukum tanggung jawab adalah suatu akibat atas

10 Soekidjo Notoatmojo, Etika dan Hukum Kesehatan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm.

17

(19)

konsekuensi kebebasan seorang tentang perbuatannya yang berkaitan dengan etika atau moral dalam melakukan suatu perbuatan.11

Menurut hukum perdata dasar pertanggungjawaban dibagi menjadi dua macam, yaitu kesalahan dan risiko. Dengan demikian dikenal dengan pertanggungjawaban atas dasar kesalahan (lilability without based on fault) dan pertanggungjawaban tanpa kesalahan yang dikenal (lilability without fault) yang dikenal dengan tanggung jawab risiko atau tanggung jawab mutlak (strick liability).12 Prinsip dasar pertanggung jawaban atas dasar kesalahan mengandung arti bahwa seseorang harus bertanggung jawab karena ia melakukan kesalahan karena merugikan orang lain. Sebaliknya prinsip tanggung jawab risiko adalah bahwa konsumen penggugat tidak diwajibkan lagi melainkan produsen tergugat langsung bertanggung jawab sebagai risiko usahanya.

2. Pengertian Garansi

Kata garansi berasal dari bahasa inggris Guarantee yang berarti jaminan atau tanggungan. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, garansi mempunyai arti tanggungan, sedang dalam ensiklopedia Indonesia, garansi adalah bagian dari suatu perjanjian dalam jual beli, dimana penjual menanggung kebaikan atau keberesan barang yang dijual untuk jangka waktu yang ditentukan.

Pada dasarnya jaminan produk adalah bagian dari hukum jaminan.

Hukum jaminan sendiri meliputi dua pengertian yaitu hukum jaminan kebendaan dan hukum jaminan perorangan. Jaminan kebendaan meliputi

11Titik Triwulan dan Shinta Febrian, Perlindungan Hukum bagi Pasien, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2010), hlm. 48

12 Ibid, hlm. 49

(20)

piutang-piutang yang diistimewakan, gadai dan hipotek. Sedangkan jaminan perorangan meliputi penanggungan utang (borgtoch) termasuk juga perikatan tanggung menanggung dan perjanjian garansi.13

Jaminan produk yang pada dasarnya bila dikaitkan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata merupakan bagian dari hukum jaminan.Jaminan yang dimaksud adalah jaminan produk dalam jual beli produk elektronik yang biasa dikenal dengan istilah garansi.

3. Perlindungan Konsumen

Sesungguhnya peran hukum dalam konteks ekonomi adalah menciptakan ekonomi dan pasar yang kompetitif. Perlindungan konsumen harus mendapat perhatian yang lebih, karena investasi asing telah menjadi bagian pembangunan ekonomi Indonesia, dimana ekonomi Indonesia juga berkaitan dengan ekonomi dunia. Persaingan internasional dapat membawa implikasi negative bagi konsumen.14

Hukum perlindungan konsumen yang berlaku di Indonesia memiliki dasar hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dengan adanya dasar hukum yang pasti, perlindungan terhadap hak-hak konsumen bisa dilakukan dengan penuh optimisme. Pengaturan tentang hukum perlindungan konsumen telah diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UUPK disebutkan bahwa Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada

13 Rachmadi, Hukum Jaminan Keperdataan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm. 24-25

14 Erman Rajagukguk, Pentingnya Hukum Perlindungan Konsumen dalam Era Perdagangan Bebas, (Bandung: Mandar Maju, 2000), hlm. 2

(21)

konsumen berupa perlindungan terhadap hak-hak konsumen, yang diperkuat melalui undang-undang khusus, memberi harapan agar pelaku usaha tidak bertindak sewenang-wenang yang selalu merugikan hak-hak konsumen.15

E. Keaslian Penulisan

Keaslian penulisan merupakan suatu tanda bagi penulis bahwa apa yang dibuat dan dijelaskannya pada tugas akhir ini merupakan suatu hasil karya dan buah pikirannya sendiri.

Setelah menelusuri seluruh daftar skripsi di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan arsip yang ada di Departemen Hukum Perdata, penulis tidak menemukan adanya kesamaan judul atau permasalahan yang penulis angkat yaitu tentang Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Konsumen Atas Klaim Garansi Elektronik Mesin Fotocopy Merek Canon di Toko Cendaha Photo Kota Padangsidempuan. Namun ada beberapa judul skripsi yang berkaitan dengan tanggung jawab pelaku usaha yaitu sebagai berikut:

1. Tessalonika Aurelia (2016) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dengan judul penelitian Pertanggungjawaban Mitra Usaha Dalam Perusahaan Berbasis Penjualan Langsung Terhadap Pemberian Garansi Atas Produk yang Diperdagangkan. Adapun masalah hukum yang diteliti dan dibahas terkait hal tersebut adalah bagaimana pengaturan perjanjian kemitraan dalam hukum Indonesia, bagaimana pengaturan hukum terhadap garansi produk dalam usaha perdagangan

15 Happy Susanto, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, (Jakarta: Visimedia, 2008), hlm.4

(22)

dengan sistem penjualan langsung, dan bagaimana perlindungan dan pemberian garansi terhadap perusahaan oleh mitra usaha dalam kegiatan usaha perdagangan berbasis penjualan langsung.

2. Ayu Anastaia Wulan (2018) Fakultas Hukum Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung dengan judul penelitian Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Garansi Lifetime Produk Tupperware (Studi pada Distributor Tupperware PT. Tapis Eka Modern Bandar Lampung). Permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana pelaksanaan garansi lifetime produk Tupperware di Distributor PT.

Tapis Eka Modern Bandar Lampung dan bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap pelaksanaan garansi lifetime produk Tupperware tersebut.

3. Rapdika Rian Sukmana (2016) Fakultas Hukum Universitas Jember dengan judul penelitian Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Atas Pembelian Barang Elektronik Tanpa Ketersediaan Suku Cadang Oleh Pelaku Usaha Didasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Permasalahan yang timbul dari penulisan ini adalah bagaimanakah bentuk pelaksanaan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen terhadap pelaku usaha yang merugikan konsumen, bagaimanakah bentuk perlindungan hukum bagi konsumen atas pembelian barang elektronik tanpa ketersediaan suku cadang oleh pelaku usaha dan bagaimanakah upaya hukum yang dapat dilakukan

(23)

oleh konsumen jika dirugikan atas ketiadaan suku cadang dari produk yang dibelinya.

Berdasarkan penelusuran tersebut di atas, dapat dilihat bahwa penelitian ini dilakukan pada tempat serta dalam waktu yang berbeda. Maka keaslian penulisan ini dapat dipertanggungjawabkan baik secara hukum maupun juga secara akademis.

F. Metode Penelitian

Dalam suatu penelitian guna menemukan dan mengembangkan kejelasan dari sebuah pengetahuan maka diperlukan metode penelitian. Karena dengan menggunakan metode penelitian akan memberikan kemudahan dalam mencapai tujuan dari penelitian, kemudian penelitian tidak lain dari suatu metode studi yang dilakukan seseorang melalui penyelidikan yang hati-hati dan sempurna terhadap suatu masalah, sehingga diperoleh pemecahan yang tepat terhadap masalah- masalah, sehingga diperoleh pemecahan yang tepat terhadap masalah-masalah.

Metode penelitian yang digunakan untuk menganalisis permasalahan, seperti diuraikan sebelumnya adalah sebagai berikut :

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu “penelitian yang mengkonsepkan hukum sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in book) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang

(24)

dianggap pantas dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan analitis (Analitical Approach).”16

Penggunaan metode penelitian yuridis normatif dan pendekatan Analitis disesuaikan dengan judul penelitian ini yaitu klaim garansi sebagai bentuk perlindungan konsumen. Metode ini digunakan untuk menyesuaikan peraturan yang ada dengan realita di lingkungan sekitar.

2. Sumber Data

Data yang digunakan dalam skripsi ini adalah data sekunder yaitu “data yang diperoleh melalui studi kepustakaan meliputi peraturan perundang- undangan, buku-buku, situs internet, media masa dan kamus serta data yang terdiri atas:”17

a. Bahan Hukum Primer, yaitu “bahan hukum yang bersifat autotratif artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum yang mengikat terdiri dari peraturan perundang-undangan yang terkait dengan objek penelitian, seperti Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 32/MDAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perdagangan dengan Sistem Penjualan Langsung.

16 Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, Cetak ke-7, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hlm. 24

17 Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1983), hlm. 24

(25)

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu: “buku-buku yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer seperti buku-buku yang menguraikan materi yang tertulis yang dikarang oleh para sarjana, bahan-bahan mengajar dan lain-lain.”

c. Bahan Hukum Tersier, yaitu: “kamus, ensiklopedia, bahan dari internet dan lain-lain yang merupakan bahan hukum yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.”

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah : a. Studi Kepustakaan (library research) yaitu dengan membaca,

mempelajari, dan menganalisa buku-buku yang berkaitan dengan skripsi ini.

b. Studi lapangan (field research) yaitu dengan mengadakan wawancara kepada pihak toko cendaha di kota padangsidempuan.

Alat pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah studi dokumen dan dengan cara wawancara. Studi dokumen yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda, dan sebagainya.

Sedangkan wawancara dilakukan dengan sistem wawancara terpimpin yaitu menggunakan pedoman wawancara.

4. Analisis Data

Dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis data kualitatif, yaitu

“dengan menentukan keterkaitan antara bagian dan keseluruhan data

(26)

yang telah dikumpulkan melalui proses yang sistematis untuk menghasilkan klasifikasi atau tipologi.” Analisis data dimulai dari tahap pengumpulan data sampai tahap penulisan laporan. Analisis kualitatif disebut juga analisis berkelanjutan (ongoing analysis).18

Penarikan kesimpulan dilakukan dengan cara deduktif. Metode deduktif adalah cara analisis dari kesimpulan umum atau jeneralisasi yang diuraikan menjadi contoh-contoh kongkrit atau fakta-fakta untuk menjelaskan kesimpulan.19

G. Sistematika Penulisan

Dalam hal untuk mempermudah penulis dalam mengkaji dan menelaah skripsi ini, maka dirasa perlu untuk menguraikan terlebih dahulu sistematika penulisan sebagai gambaran singkat skripsi, yaitu sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan, menguraikan tentang latar belakang, rumusan permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, keaslian penulisan, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II pengaturan mengenai tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen atas klaim garansi mesin elektronik membahas Undang-Undang Perlindungan Konsumen mengenai bagaimana tanggungjawab pelaku usaha terhadap konsumen atas klaim garansi elektronik.

Bab III menguraikan tentang perlindungan hukum bagi konsumen atas klaim garansi mesin elektronik. Dikemukakan mengenai tanggung jawab para pihak, dan perlindungan hukum bagi konsumen terkait klaim garansi elektronik.

18 Afrizal, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2015), hlm.

176.

19 Mardalis, Op.Cit, hlm. 32

(27)

Bab IV menguraikan tentang bentuk upaya tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen atas klaim garansi elektronik mesin fotocopy merek canon di toko cendaha photo kota padangsidempuan. Dalam hal ini membahas secara rinci mengenai pelaksanaan perjanjian jual beli elektronik mesin fotocopy di toko cendaha kota padangsidempuan, bentuk upaya tanggungjawab pelaku usaha dalam menangani klaim garansi elektronik mesin fotocopy di kota padangsidempuan dan ketentuan garansi elektronik mesin fotocopy merek canon di toko cendaha kota padangsidempuan.

Bab V menguraikan kesimpulan dan saran yang menjawab rumusan masalah dan pemberian saran-saran dari penulis yang bersangkutan dengan skripsi ini.

(28)

BAB II

PENGATURAN MENGENAI TANGGUNGJAWAB PELAKU USAHA TERHADAP KONSUMEN ATAS KLAIM GARANSI ELEKTRONIK A. Pelaku Usaha dan Konsumen

1. Pengertian Pelaku Usaha dan Konsumen

Secara etimologis, pelaku usaha berasal dari bahasa Belanda yakni producent, dalam bahasa Inggris, producer yang artinya adalah penghasil.

Produsen sering diartikan sebagai pengusaha yang menghasilkan barang dan jasa.

Pengertian tersebut juga mencapuk pengertian pembuat, grosir, leveransir, dan pengecer profesional, yakni “setiap orang/badan yang ikut serta dalam penyediaan barang dan jasa hingga sampai ke tangan konsumen.” Apabila mengacu pada hal tersebut, maka produsen tidak hanya diartikan sebagai pihak pembuat/pabrik yang menghasilkan produk saja, namun secara lebih luas dapat juga diartikan sebagai pihak yang terkait dengan penyampaian/peredaran produk hingga sampai ke tangan konsumen.20

Adapun Undang-Undang Perlindungan Konsumen tidak menggunakan istilah produsen melainkan menggunakan istilah pelaku usaha. Dalam Pasal 3 angka 1 disebutkan bahwa:21

“Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian penyelenggaraan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.”

20 Janus Sidabalok, Op.Cit, hlm. 16

21 Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

(29)

Pengertian pelaku usaha yang bermakna luas tersebut, akan memudahkan konsumen menuntut ganti kerugian. Konsumen yang dirugikan akibat penggunaan produk tidak begitu kesulitan dalam menemukan kepada siapa tuntutan diajukan karena banyak pihak yang dapat digugat, namun akan lebih baik lagi seandainya Undang-Undang Perlindungan Konsumen memberikan rincian sebagaimana dalam Pasal 3 ditentukan bahwa:22

a. Produsen berarti pembuat produk akhir, produsen dari setiap bahan mentah, atau pembuat dari suatu suku cadang dan setiap orang yang memasang nama, mereknya atau suatu tanda pembedaan yang lain pada produk, menjadikan dirinya sebagai produsen;

b. Tanpa mengurangi tanggung gugat produsen, maka setiap orang yang mengimpor suatu produk untuk dijual, dipersewakan, atau untuk leasing, atau setiap bentuk pengedaran dalam usaha peredarannya dalam masyarakat Eropa, akan dipandang sebagai produsen, dan akan bertanggung gugat sebagai produsen;

c. Dalam hal produsen suatu produk tidak dikenal identitasnya, maka setiap leveransir/supplier akan bertanggung gugat sebagai produsen atau orang yang menyerahkan produk itu kepadanya. Hal yang sama akan berlaku dalam kasus barang/produk yang diimpor, jika produk yang bersangkutan tidak menunjukkan identitas impor sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (2), sekalipun nama produsen dicantumkan.

Istilah pelaku usaha adalah istilah yang digunakan oleh pembuat Undang- Undang yang pada umumnya lebih dikenal dengan istilah pengusaha. Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) menyebut empat kelompok besar kalangan pelaku ekonomi, tiga diantaranya termasuk kelompok pengusaha (pelaku usaha, baik privat maupun publik). Ketiga kelompok pelaku usaha tersebut adalah sebagai berikut:23

a. kalangan investor, yaitu pelaku usaha penyedia dana untuk membiayai berbagai kepentingan, seperti perbankan, usaha leasing, tengkulak, penyedia dana lainnya, dan sebagainya;

22 Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, Op.Cit, hlm. 9

23 Adrian Sutedi,Op.Cit,hlm. 11

(30)

b. Produsen, yaitu pelaku usaha yang membuat, memproduksi barang dan/atau jasa dari barang-barang dan/atau jasa-jasa lain (bahan baku, bahan tambahan/penolong, dan bahan-bahan lainnya). Mereka terdiri atas orang/badan usaha berkaitan dengan pangan, orang/badan yang memproduksi sandang, orang/usaha yang berkaitan dengan jasa angkutan, perasuransian, perbankan, orang/usaha yang berkaitan dengan obat-obatan, kesehatan, narkotika, dan sebagainya;

c. Distributor, yaitu pelaku usaha yang mendistribusikan atau memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut kepada masyarakat, seperti pedagang secara retail, pedagang kaki lima, warung, toko, supermarket, rumah sakit, klinik, kantor pengacara, dan sebagainya.

Pelaku usaha sebagai penyelenggara kegiatan usaha merupakan pihak yang harus bertanggung jawab atas akibat-akibat negatif berupa kerugian yang ditimbulkan oleh usahanya terhadap pihak ketiga, yaitu konsumen, sama seperti seorang produsen. Meskipun demikian konsumen dan pelaku usaha ibarat sekeping mata uang dengan dua sisinya yang berbeda.24

Kegiatan usaha perdagangan dapat dilakukan dengan perseorangan maupun persekutuan. Usaha perdagangan yang dilakukan baik dalam skala besar maupun kecil, serta melalui sistem penjualan grosir maupun retail merupakan perwujudan dari adanya kegiatan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang dilakukan melalui berbagai kegiatan seperti kegiatan jual beli. Pasal 1 Angka 2 Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern menyebutkan bahwa usaha perdagangan dapat dibagi menjadi dua macam berdasarkan pihak yang mengelolanya, yaitu:25

a. Usaha perdagangan yang dikelola oleh pemerintah, pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Badan Usaha Milik Daerah

24 Az. Nasution, Konsumen dan Hukum Tinjauan Sosial, Ekonomi dan Hukum pada Perlindungan Konsumen Indonesia, (Pustaka Sinar Harapan: Jakarta, 1995), hlm. 21

25 Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern

(31)

(BUMD). Usaha perdagangan ini berupa pasar tradisional, dimana instansi pemerintah tersebut berkerja sama dengan swasta dengan menyediakan lokasi dan menyewakan tempat penjualan berupa los, kios, toko dan tenda yang dikelola oleh pedagang kecil, swadaya masyarakat maupun koperasi usaha kecil yang bergerak dengan modal kecil dan dengan proses jual beli melalui tawar menawar.

b. Usaha perdagangan yang dikelola oleh swasta. Usaha perdagangan ini berupa pusat perbelanjaan yang disewakan kepada para pelaku usaha, toko mandiri yang pada umumnya dijadikan usaha kecil atau menengah, berupa toko modern seperti supermarket, hypermarket dan minimarket.

Dengan demikian, pelaku usaha memiliki tanggung jawab terhadap setiap produk yang diperdagangkan. Tanggung jawab menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Sehingga bertanggung jawab adalah berkewajiban menanggung, memikul, menanggung segala sesuatunya, atau memberikan jawab dan menanggung akibatnya. Dalam hal ini yang dimaksud pelaku usaha sebagai pencipta produk atau pangan. Pelaku usaha bertanggung jawab untuk meneberikan informasi berbagai hal mengenai produk yang dipasarkannya kepada konsumen, antara lain tentang ketersediaan barang atau jasa yang dibutuhkan masyarakat, kualitas produk, keamanan, harga, tentang berbagai persyaratan dan atau cara memperolehnya, tentang jaminan atau garansi produk, ketersediaan suku cadang, pelayanan purna jual, dan hal-hal lain yang berkenaan dengan itu.26

Setelah mengetahui tentang pelaku usaha, maka akan dijelaskan pula perihal konsumen. Adapun kata konsumen berasal dari kata consumer (Inggris- Amerika), atau consument/konsument (Belanda). Pengertian dari consumer atau consument itu tergantung dalam posisi mana ia berada. Konsumen juga dapat

26 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), hlm. 1006

(32)

diartkan sebagai (lawan dari produsen) setiap orang yang menggunakan barang.

Tujuan penggunaan barang atau jasa nanti menentukan termasuk konsumen kelompok mana pengguna tersebut. Begitu pula Kamus Bahasa Inggris-Indonesia memberi arti kata consumer sebagai pemakai atau konsumen.27

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) tidak ditemukan istilah konsumen, tapi berdasarkan pendirian Mahkamah Agung terdapat istilah yang perlu diperhatikan, karena istilah ini agak dekat dengan istilah konsumen.

Istilah-istilah tersebut antara lain Pembeli (Pasal 1460, Pasal 1513, jo Pasal 1457 KUHPerdata), penyewa (Pasal 1550, jo Pasal 1548 KUHPerdata), penerima hibah (Pasal 1744 KUHPerdata) dan sebagainya. Sedangkan di dalam Kitab Undang- Undang Hukum Dagang (KUHD) ditemukan istilah tertanggung (Pasal 246), penumpang (Pasal 393, Pasal 394, jo Pasal 341).28

Menurut Kotler, konsumen adalah: “individu atau kaum rumah tangga yang melakukan pembelian untuk tujuan penggunaan personal”, sedangkan produsen adalah: “individu atau organisasi yang melakukan pembelian untuk tujuan produksi”.29

Para ahli hukum konsumen di Belanda pada umumnya sepakat mengartikan “konsumen sebagai pemakai produksi terakhir dari benda dan jasa.

Dia ingin membedakan antara konsumen bukan pemakai akhir dan konsumen terakhir.”30

27 Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta: Diadit Media, 2002), hlm. 3

28 Az. Nasution 2, Konsumen.... Op.Cit.,, hlm. 9

29 Kotler dalam Ade Maman Suherman, Aspek Hukum Dalam Eknomi Global, (Jakarta:

Ghalia Indonesia, 2002), hlm. 63

30 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT.Grasindo, 2000), hlm. 2

(33)

Pembeli barang dan/atau jasa, penyewa, penerima hibah, peminjam pakai, peminjam, tertanggung, atau penumpang pada satu sisi dapat merupakan konsumen (akhir) tetapi pada sisi lain dapat pula diartikan sebagai pelaku usaha.

Sekalipun pembeli misalnya, tidak semata-mata sebagai konsumen akhir (untuk non-komersial) atau untuk kepentingan diri sendiri, keluarga atau rumah tangga masing-masing tersebut.31

Undang-Undang Perlindungan Konsumen memberikan pengertian mengenai konsumen dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 angka 2 yaitu:

“Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan untuk diperdagangkan”.

Dalam penjelasan Pasal 1 angka (2) UUPK menyatakan bahwa di dalam kepustakaan ekonomi dikenal istilah konsumen antara dan konsumen akhir.

Konsumen antara adalah: “setiap orang yang mendapatkan barang/jasa untuk digunakan dengan tujuan tertentu membuat barang/jasa lain untuk diperdagangkan (tujuan komersial)”, sedangkan konsumen akhir adalah:

“Setiap orang alami yang mendapatkan dan menggunakan barang dan/atau jasa untuk tujuan memenuhi kebutuhan hidupnya pribadi, keluarga, dan atau rumah tangga dan tidak untuk diperdagangkan kembali”. Hal yang membedakan kedua istilah tersebut adalah tujuan penggunaan barang atau jasa tersebut.

Unsur untuk membuat barang/jasa lain dan/atau diperdagangkan kembali merupakan pembeda pokok antara konsumen antara dan konsumen akhir, yang

31 Az. Nasution 2, Op.Cit., hlm. 13

(34)

penggunanya bagi konsumen akhir adalah untuk diri sendiri, keluarga atau rumah tangga. Unsur inilah yang pada dasarnya merupakan pembeda kepentingan masing-masing konsumen, yaitu penggunaan suatu produk untuk keperluan atau tujuan tertentu. Konsumen akhir inilah yang dilindungi menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Kedua pihak yaitu pelaku usaha dan konsumen akan terikat dengan perjanjian jual beli. Pengertian perjanjian jual beli, yaitu suatu perjanjian atau suatu persetujuan timbal-balik antara pihak yang satu selaku penjual yang berjanji untuk menyerahkan suatu barang kepada pihak lain yaitu pembeli, dan pembeli membayar harga yang telah dijanjikan. Maka dari pengertian diatas dapat ditarik suatu pengertian perjanjian jual beli produk mesin fotocopy, yaitu suatu perjanjian atau persetujuan timbal-balik antara pihak satu selaku penjual yang berjanji untuk meenyerahkan suatu produk mesin fotocopy kepada pihak lain yaitu pembeli, dan pembeli membayar harga yang telah dijanjikan.

Jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, seketika setelah para pihak yang bersangkutan mencapai kata sepakat tentang barang dan harganya, meskipun barang tersebut belum diserahkan dan harganya belum dibayar ” (Pasal 1458 Kitab Undang - Undang Hukum Perdata). Jadi jual beli tidak lain adalah merupakan “persesuaian kehendak” (wills overeenstemming) antara penjual dan pembeli mengenai “barang” dan “harga”. Barang dan hargalah yang menjadi essensialia perjanjian jual beli. Tanpa ada barang yang hendak dijual, tidak mungkin terjadi jual beli. Sebaliknya jika suatu barang atau objek jual beli tidak dibayar dengan suatu harga, jual beli dianggap tidak ada.

(35)

2. Hak dan Kewajiban Konsumen dan Pelaku Usaha a. Hak dan Kewajiban Konsumen

Sebelum membahas mengenai perlindungan konsumen, maka terlebih dahulu harus dipahami mengenai perlindungan hukum. Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak- hak yang diberikan oleh hukum atau dengan kata lain perlindungan hukum adalah berbagai upaya hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum hak yang diberikan oleh hukum untuk memberikan rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak manapun.32

Menurut Muchsin, yang dikuti dari buku Nashriana perlindungan hukum merupakan kegiatan untuk melindungi individu dengan menyerasikan hubungan nilai-nilai atau kaidah-kaidah yang menjelma dalam sikap dan tindakan dalam menciptakan adanya ketertiban dalam pergaulan hidup antar sesama manusia.33

Istilah perlindungan konsumen berkaitan dengan perlindungan hukum.

Oleh karena itu perlindungan konsumen mengandung aspek hukum. Adapun materi yang mendapatkan perlindungan hukum itu bukan sekedar fisik, melainkan terlebih hak-haknya yang bersifat abstrak. Dengan kata lain, perlindungan konsumen sesungguhnya identik dengan perlindungan yang diberikan hukum tentang hak-hak konsumen. Berdasarkan Pasal 4 Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen merumuskan hak-hak konsumen sebagai berikut :

32 Ishaq, Dasar- dasar Ilmu Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2009 hal. 43

33 Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana, Jakarta: Rajawali, 2016 hal. 17

(36)

1) Hak atas kenyamanan dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan/ atau jasa.

2) Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang/dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang diperjanjikan.

3) Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.

4) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.

5) Hak untuk mendapatkan advokat perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.

6) Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.

7) Hak untuk diperlukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

8) Hak untuk mendapatkan kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

9) Hak-hakyang diatur dalam perundang-undangan lainnya.

Secara umum dikenal ada empat hak dasar konsumen, yaitu:34 1) Hak untuk mendapatkan keamanan (the right to safety);

2) Hak untuk mendapatkan informasi (the right to be informed);

3) Hak untuk memilih (the right to choose);

4) Hak untuk didengar (the right to he heard).

Selain hak-hak yang disebutkan di atas, ada juga hak yang dilindungi dari akibat negatif persaingan curang, hal ini berangkat dari pertimbangan, kegiatan bisnis yang dilakukan pengusaha sering dilakukan tidak secara jujur, yang dalam hukum dikenal dengan teminologi “persaingan curang”.35

Kewajiban konsumen berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, meliputi :

34 Ade Maman Suherman, Op.Cit, hlm. 19

35 Celina Tri Kristianti, Op.Cit, hlm. 32

(37)

1) Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa demi keamanan dan keselamatan.

2) Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.

3) Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.

4) Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

b. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha

Dalam kegiatan menjalankan usaha, undang-undang memberikan sejumlah hak dan membebankan sejumlah kewajiban dan larangan kepada pelaku usaha.

Pengaturan tentang hak, kewajiban dan larangan itu dimaksudkan untuk menciptakan hubungan yang sehat antara pelaku usaha dan konsumennya, sekaligus menciptakan suasana yang kondusif bagi perkembangan usaha dan perekonomian pada umumnya. 36 Sebagai salah satu subjek dalam perlindungan konsumen yang sesuai dengan UUPK, pelaku usaha juga mempunyai hak dan kewajiban. Berdasarkan ketentuan Pasal 6 UUPK, ada 5 (lima) hak dari pelaku usaha, yaitu 4 (empat) diantaranya merupakan hak yang secara eksplisit diatur dalam UUPK dan 1 (satu) hak lainnya diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Hak hak tersebut antara lain, sebagai berikut:37

1) Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.

2) Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad baik.

3) Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaiaan hukum sengketa konsumen

36 Janus Sidabalok, Op.Cit, hlm. 83

37 Indonesia (a), Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, LN No. 42 Tahun 1999, TLN. No. 3821, Ps. 6 berserta penjelasannya.

(38)

4) Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan

5) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Selain hak-hak yang tersebut diatas, pelaku usaha juga memiliki kewajiban-kewajiban yang diatur dalam ketentuan Pasal 7 UUPK, antara lain sebagai berikut:38

1) Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya

2) Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan

3) Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif

4) Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau jasa diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku

5) Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan

6) Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan pemakai, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan

7) Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian

Dalam penjelasan Pasal 7 angka 7, pelaku usaha dilarang membeda- bedakan konsumen dalam memberikan pelayanan juga dilarang membeda- bedakan mutu pelayanan kepada konsumen, sedangkan dalam penjelasan Pasal 7 angka (6), yang dimaksud dengan barang dan/atau jasa tertentu adalah “barang yang dapat diuji atau dicoba tanpa mengakibatkan kerusakan atau kerugian.” 39

38 Indonesia (a), Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,, LN No.42 Tahun 1999, TLN. No. 3821, Ps. 7 beserta penjelasannya.

39 M. Saddar, Moh. Taufik Makaro, Haboel Mawardi, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, (Jakarta: Akademia, 2012), hlm. 33

(39)

Dapat dibandingkan dengan hak dan kewajiban konsumen sebagaimana diatur di dalam Pasal 4 dan Pasal 5 UUPK ini, tampak bahwa hak dan kewajiban pelaku usaha bertimbal balik dengan hak dan kewajiban konsumen. Artinya, apa yang menjadi hak dari konsumen merupakan kewajiban pelaku usaha untuk memenuhinya, dan sebaliknya apa yang menjadi hak pelaku usaha adalah kewajiban konsumen.40 Dengan demikian, pokok-pokok kewajiban pelaku usaha adalah beritikad baik dalam menjalankan usahanya, memberikan informasi, memperlakukan konsumen dengan cara yang sama, menjamin produk-produknya, memberi kesempatan bagi konsumen untuk menguji, dan memberi kompensasi.

3. Hubungan Antara Pelaku Usaha dan Konsumen

Persoalan hubungan pelaku usaha dengan konsumen biasanya dikaitkan dengan produk barang dan atau jasa yang dihasilkan oleh teknologi, khususnya manufaktur dan teknologi informasi. Hubungan pelaku usaha dengan konsumen dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Hubungan langsung dapat terjadi apabila antara pelaku usaha dengan konsumen langsung terikat karena adanya perjanjian yang mereka buat atau karena ketentuan undang-undang.

Apabila hubungan itu terjadi dengan perantara pihak lain, maka terjadi hubungan tidak langsung. Hubungan antara pelaku usaha dengan konsumen pada dasarnya berlangsung terus menerus dan berkesinambungan karena keduanya saling membutuhkan dan saling interdependensi.

Hubungan antara pelaku usaha dengan konsumen dilaksanakan dalam rangka jual beli. Jual beli sesuai Pasal 1457 KUHPerdata adalah suatu perjanjian

40 Janus Sidabalok, Op.Cit, hlm. 85

(40)

sebagaimana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.

Dalam hubungan langsung antara pelaku usaha dan konsumen terdapat hubungan kontraktual (perjanjian). Jika produk menimbulkan kerugian pada konsumen, maka konsumen dapat meminta ganti kerugian kepada produsen atas dasar tanggung jawab kontraktual (contractual liability). Seiring dengan revolusi industri, transaksi usaha berkembang ke arah hubungan yang tidak langsung melalui suatu distribusi dari pelaku usaha, disalurkan atau didistribusikan kepada agen, lalu ke pengecer baru sampai konsumen. Dalam hubungan ini tidak terdapat hubungan kontraktual (perjanjian) antara pelaku usaha dan konsumen.

Menurut Ernest Barker, agar hak-hak konsumen sempurna harus memenuhi 3 syarat yakni, hak itu dibutuhkan untuk perkembangan manusia, hak itu diakui oleh masyarakat dan hak itu dinyatakan demikian dan karena itu dilindungi dan dijamin oleh lembaga negara.

Pelaku usaha dalam memberikan informasi barang atau jasa harus memperhatikan ketentuan dari Pasal 9 dan 10 UUPK bahwa pelaku usaha dilarang menawarkan, memproduksi, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar. Mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan sebelum konsumen membeli atau mempergunakan barang atau jasa yang ditawarkan oleh pelaku usaha.

Berkaitan dengan hal tersebut, hubungan hukum antara pelaku usaha dengan konsumen telah terjadi ketika pelaku usaha memberikan janji-janji serta informasi-informasi terkait barang dan/atau jasa, karena sejak saat itulah timbul

(41)

hak dan kewajiban para pihak, baik pelaku usaha dan konsumen. Hubungan hukum tersebut didasarkan pada Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUHPerdata, dimana pelaku usaha telah sepakat terhadap apa yang dijanjikan pada saat memberikan janji-janji pada sebuah iklan, ataupun selebaran atau brosur, sehingga janji-janji tersebut akan berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya.

Peristiwa hukum yang terjadi terhadap pelaku usaha dengan konsumen tersebut adalah perdagangan baik barang ataupun jasa.

Terjadinya hubungan hukum antara pelaku usaha dengan konsumen adalah pada saat pelaku usaha memberikan janji-janji dan segala informasi yang berkaitan dengan barang dan/atau jasa yang ditawarkan kepada konsumen pada saat memberikan iklan, brosur, ataupun promosi.

B. Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Konsumen

Dalam hal tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen, sangat erat kaitannya dengan suatu produk dimana produk menjadi unsur penting dalam kegiatan jual beli sebab inilah yang ditawarkan pelaku usaha kepada konsumen.

Dalam pengertian luas, produk ialah segala barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu proses sehingga produk berkaitan erat dengan teknologi. Secara historis, tanggung jawab ini lahir karena ada ketidakseimbangan tanggung jawab antara pelaku usaha dan konsumen. Namun, pihak konsumenlah yang dituntut untuk bersikap waspada dan hati-hati dalam membeli suatu produk demi kenyamanan dan keselamatan dirinya.

Syarat-syarat suatu produk yang harus diperhatikan oleh pelaku usaha dalam memproduksi produk terbarunya yaitu : produk tersebut aman pada saat

(42)

digunakan, dimaksudkan untuk menjamin keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan barang atau jasa yang diperolehnya sehingga konsumen dapat terhindar dari kerugian (fisik maupun psikis) apabila mengkonsumsi suatu produk, pelaku usaha harus memberikan informasi yang jelas dan benar tentang produknya, maksudnya agar konsumen dapat memperoleh gambaran yang benar tentang suatu produk, karena dengan informasi tersebut konsumen dapat mengetahui cara penggunaan dari produk tersebut, produk tersebut harus memenuhi ketentuan standar, mutu, sesuai dengan takaran atau timbangan, pelaku usaha diwajibkan mencantumkan tanggal kadaluarsa, izin peredaran produk dari pemerintah seperti izin dari departemen kesehatan, badan pengawas obat dan makanan (hal ini khusus bagi produk makanan dan obat-obatan) serta identitas lengkap produsen, pencantuman label halal, hal ini diperlukan mengingat penduduk Indonesia mayoritas muslim, produk yang beredar tersebut tidak bertentangan dengan undang-undang yang berlaku, dalam arti produk yang dipasarkan bukan merupakan produk terlarang seperti narkoba dan obat-obatan terlarang lainnya yang dapat membahayakan kesehatan serta keselamatan konsumen.41

Pada dasarnya konsumen pengguna tidak akan mengetahui semua jenis produk barang dan jasa sehingga konsumen sangat memerlukan informasi produk barang dan jasa yang ada di pasaran. Untuk menyampaikan informasi tersebut digunakanlah media promosi, baik promosi melalui media cetak maupun elektronik. Promosi merupakan media yang sangat dibutuhkan bagi pelaku usaha

41 Purdi E. Chandra, Trik Sukses Menuju Sukses, (Yogyakarta: Grafika Indah, 2000), hlm.

121

(43)

dalam memasarkan produknya dan menaikkan jumlah penjualan. Dengan demikian, informasi-informasi yang diperlukan konsumen sekaligus yang harus disampaikan produsen adalah menyangkut tentang harga (price), jumlah (Quantity), mutu (Quality), cara penggunaan, efek samping, dan keterangan-

keterangan lainnya, yang dapat membantu konsumen dalam memutuskan untuk membeli atau tidak suatu produk barang atau jasa, sekaligus informasi-informasi tersebut juga membantu produsen untuk menetapkan bentuk dan standar produk yang ditawarkan kepada konsumen.42

Pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 diatur mengenai pertanggungjawaban produsen, yang disebut dengan pelaku usaha pada Bab VI dengan judul Tanggung Jawab Pelaku Usaha.

Pasal 19 menentukan:

1. Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/ dan atau kerugian konsumen akibat mengonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

2. Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa sejenis atau setara lainnya, atau perawatan kesehatan dan atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.

4. Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.

5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahankonsumen.

Pasal 19 Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini adalah tidak dimaksudkan supaya persoalan diselesaikan melalui pengadilan, tetapi merupakan

42 Shidarta, Op.Cit, hlm. 19

Referensi

Dokumen terkait

Bahwa Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Melakukan usaha pertambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK” sebagaimana yang didakwakan

Pasal tersebut menyatakan bahwa asuransi pada umumnya adalah suatu persetujuan dimana penanggung dengan menikmati suatu premi mengikat dirinya terhadap tertanggung

Data diperoleh melalui penelitian kepustakaan (library research) dan penelitian lapangan (field research). Penelitian Kepustakaan dilakukan dengan menganalisis Putusan

1) Selama masih dalam pemeriksaan dan untuk mencegah kerugian yang lebih besar, pemilik Merek dan/atau penerima Lisensi selaku penggugat dapat mengajukan permohonan

Seperti diantaranya adalah praktik perjanjian jual beli tanah hak milik oleh pihak asing dengan cara pinjam nama (nominee) yang seolah-olah bahwa pembeli tanah

3. suatu sebab yang halal. Pos Indonesia bergerak dalam bidang jasa, maka faktor yang sangat penting yang perlu di perhatikan adalah kepercayaan pengguna jasa, dimana

Ketidakterlaksanaannya suatu kontrak konstruksi dapat menimbulkan perselisihan atau yang sering disebut dengan “sengketa konstruksi” diantara pihak pengguna dengan pihak

Maka dengan demikian, berdasarkan pembahasan yang dijelaskan sebagaimana yang dimaksud di atas, timbul keinginan untuk mengkaji tentang keringanan pajak sebagai bentuk insentif