• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh. Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh. Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara."

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

DEWANTARA SEBAYANG NIM : 160200187

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(2)
(3)

Merek dapat dibedakan atas dua jenis, menurut Pasal 1 angka 2 dan 3 UUM yaitu merek dagang dan merek jasa. Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya. Salah satu sengketa merek dagang yang terjadi adalah dalam Putusan Nomor 46/Pdt. Sus- Merek/2018/PN Niaga Jkt. Pst.Sengketa ini terjadi antara Ocky Budijarto Karjono melawan Wang Ching-Lung dan juga PT Kreasi Nutriboga. Dalam gugatannya, penggugat menggugat logo merek dagang yang digunakan tergugat dalam menjalankan bisnis ayam HOT STAR. Tergugat dianggap telah menggunakan merek yang lebih dulu didaftarkan oleh Penggugat sehingga penggugat merasa dirugikan atas penggunaan merek dagang tersebut. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: bagaimanakah pengaturan hukum tentang merek terdaftar di Indonesia, bagaimanakah bentuk perlindungan hukum terhadap merek terdaftar di Indonesia dan apakah akibat hukum yang ditimbulkan atas Nomor 46/Pdt. Sus-Merek/2018/PN Niaga Jkt. Pst.

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif atau doktriner yaitu ditekankan pada penggunaan data sekunder. Peneliti menggunakan alat pengumpulan data berupa Studi Kepustakaan atau Studi Dokumen (Documentary Study).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pengaturan tentang merek diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.

Pengaturan mengenai perlindungan Merek terkenal dapat dilihat pada Pasal 21 ayat (1) UU MIG. Undang-undang Merk No. 20 Tahun 2016 pada Pasal 2 Ayat (3) menjelaskan merk yang dilindungi terdiri atas tanda berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jas yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa. Jika dianalisis terhdap putusan tersebut, dipandang dari azas pendaftaran merek, yaitu first to file, yang artinya pihak yang lebih dulu mendaftarkan merek tersebutlah dianggap sebagai pemilik atas merek, maka putusan tersebut telah tepat, dimana hakim berpendapat bahwa HOT STAR memilki merek terlebih dahulu. Selain itu, hukum merk yang berlaku di Negara Indonesia memberikan penjelasan mengenai ukuran merk dikatan merk terkenal (well known mark) dapat dilihat pada bagian penjelasan Undang-undang Merk No. 20 Tahun 2016 Pasal 21 Ayat (1) huruf b yaitu: permohonan ditolak jika merk tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya taau keseluruhannya dengan merk terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis.

Kata kunci: Merek, Hak Cipta, Logo

* Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

** Dosen Pembimbing I

*** Dosen Pembimbing II

(4)

vi

KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis mengucapkan syukur kepada Tuhan yang telah memberikan berkat perlindungan serta hikmat dalam penulisan skripsi yang diberi judul: “ANALISIS HUKUM TERHADAP AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL ATAS PENGGUNAAN HAK MEREK DAGANG SECARA SEPIHAK (STUDI PUTUSAN NOMOR 46/PDT. SUS-MEREK/2018/PN NIAGA JKT. PST.”

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak sekali mendapatkan bimbingan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini.

1. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum Selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

2. Prof. Dr. OK. Saidin, S.H., M.Hum Selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen Pembimbing I

3. Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum Selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

4. Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum Selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

5. Terima kasih juga saya ucapkan kepada ibu Prof. Dr. Rosnidar Sembiring, SH,M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan di Fakultas Hukum USU.

6. Terima kasih saya ucapkan kepada bapak Syamsul Rizal, SH, M.Hum selaku sekretaris Departemen Hukum Keperdataan di Fakultas Hukum USU sekaligus Dosen Pembimbing II.

(5)

semangat kepada saya baik secara moral maupun secara materi.

8. Terima kasih kepada rekan- rekan saya di Fakutas Hukum USU yang telah membantu saya selama pengerjaan skripsi ini.

Mudah- mudahan skripsi daya ini dapat bermanfaat khususnya dalam hal pengembangan ilmu pengetahuan dan berguna bagi masyarakat.

Medan, Juli 2020

Penulis

(6)

viii

DAFTAR ISI

Abstrak...i

Kata Pengantar...ii

Daftar Isi...iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

D. Keaslian Penelitian... 6

E. Tinjauan Pustaka ... 8

F. Metode Penelitian ... 15

G. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG MEREK TERDAFTAR DI INDONESIA A. Pengertian Merek ... 19

B. Perkembangan Pengaturan Merek di Indonesia ... 26

C. Sistem Pendaftaran Merek ... 29

D. Penghapusan dan Pembatalan Merek... 34

BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP MEREK TERDAFTAR DI INDONESIA A. Syarat-syarat Pendaftaran Merek ... 41

B. Pemegang dan Pemilik Atas Merek Terdaftar ... 47

C. Pelanggaran Terhadap Kepemilikan Merek ... 51

D. Bentuk Perlindungan Terhadap Merek Terdaftar ... 63

BAB IV ANALISIS HUKUM TENTANG PUTUSAN SENGKETA MEREK NOMOR 46/PDT. SUS-MEREK/2018/PN NIAGA JKT. PST A. Kasus Posisi ... 67

B. Pertimbangan Hakim dalam Memutus Sengketa Merek ... 69

C. Akibat Hukum ... 76

(7)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan...82 B. Saran... 83 Daftar Pustaka... 85 Lampiran

(8)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Merek dagang di Indonesia semakin banyak macam pilihannya.

Teknologi informasi dan komunikasi mendukung perkembangan macam- macam merek yang dikenal oleh masyarakat. Masyarakat dapat mencari informasi keunggulan produk dari merek tertentu sehingga mereka dapat memilih produk yang diinginkan. Oleh karena itu, antarpemilik merek suatu produk akan bersaing untuk mendapatkan kepercayaan dari masyarakat selaku konsumen. Kondisi inilah yang mendorong terjadinya tindakan persaingan yang tidak tepat seperti pemalsuan atau peniruan merek.

Merek yang dibuat oleh pelaku bisnis atau perusahaan bertujuan untuk membedakan barang atau jasa yang diproduksi. Merek dapat disebut sebagai tanda pengenal asal barang atau jasa yang berhubungan dengan tujuan pembuatannya. Bagi produsen merek berfungsi sebagai jaminan nilai hasil produksi yang berhubungan dengan kualitas dan kepuasan konsumen.1 Merek yang dibuat oleh produsen menimbulkan sudut pandang tertentu bagi konsumen.

Dengan demikian, konsumen dapat mengetahui baik atau tidaknya kualitas produk melalui merek. Oleh karena itu, merek yang berkualitas dan dikenal luas oleh konsumen berpotensi untuk diikuti, ditiru, serta dibajak.

Persaingan dagang semakin besar sehingga mendorong orang lain melakukan perdagangan dengan jalan pintas (free riding) terhadap merek terkenal.

1 Wiratmo Dianggoro, 1997, Pembaharuan Undang-Undang Merek dan Dampaknya Bagi Dunia Bisnis, Jakarta, Yayasan Perkembangan Hukum Bisnis, hal. 34

(9)

Tindakan free riding merupakan tindakan yang berusaha untuk membuat, meniru, dan menyamai suatu merek barang atau jasa untuk menumpang keterkenalan suatu merek. Tindakan seperti inilah yang disebut sebagai passing off dengan menggunakan merek dari pihak lain secara melawan hukum. Passing off mengakibatkan kerugian bagi pemilik merek sesungguhnya seperti menurunnya reputasi perusahaan, omset penjualan yang menurun, dan tuntutan dari konsumen yang merasa tertipu karena kualitas produk tidak sesuai dengan merek aslinya..2

Permasalahan penyalahgunaan merek tersebut harus diatasi dengan usaha- usaha hukum guna melindungi merek sebagai karya intelektual manusia. Menurut Z. Asikin Kusumah Atmadja bahwa ditinjau dari segi hukum, suatu penemuan atau hasil karya atau produk hanya akan mempunyai arti bagi pemiliknya kalau bagi pemilik tersebut tersedia sarana hukum untuk melindungi hasil karyanya terhadap perbuatan-perbuatan orang lain (kompetitor) mencari keuntungan yang tidak sehat dalam perdagangan dengan cara meniru produk hasil karya tersebut.3

Pencipta dari suatu logo bisa mendapatkan perlindungan atas ciptaannya dengan cara mendaftarkan ciptaannya tersebut. Logo adalah huruf atau lambang yang mengandung makna, terdiri atas satu kata atau lebih sebagai lambang atau nama (biasanya perusahaan dan sebagainya), dipahami juga sebagai suatu gambar atau sekedar sketsa dengan ahli tertentu, dan mewakili suatu arti, serta memiliki filosofi dan kerangka dasar berupa konsep dengan tujuan melahirkan sifat yang berdiri sendiri atau mandiri. Sedangkan simbol adalah lambang, sesuatu sebagai tanda (lukisan, lencana, dan sebagainya) yang menyatakan suatu hal atau

2 Insan Budi Maulana (1), Op.Cit, hal. 7

3 Surianto Ruslan, Mendesain Logo, Jakarta, Gramedia Pustaka, 2009 hal. 40

(10)

3

mengandung maksud tertentu, bisa berupa gambar, bentuk, atau benda yang mewakili suatu gagasan sesuatu (meskipun simbol bukanlah nilai itu sendiri, namun simbol sangatlah dibutuhkan untuk kepentingan penghayatan akan nilai- nilai yang diwakili, dapat digunakan untuk pengetahuan, kehidupan sosial maupun keagamaan). Terhadap logo, dianggap sangat penting untuk memberikan perlindungan bagi para seniman yang telah menciptakan karya seni berupa logo itu sendiri agar tidak menghilangkan hak pencipta logo tersebut atas karya seninya sendiri. 4

Perlu diketahui bahwa HKI, termasuk logo merupakan hasil kreativitas yang mengandung nilai komersil karena biasa digunakan dalam dunia usaha.

Berdasarkan hal tersebut maka HKI harus dilindungi, terutama perlindungan penjiplakan dari para kompertitor bisnis.5 Perlindungan hukum erat kaitannya dengan konsep pembentukan negara. Negara merupakan organisasi kekuasaan yang eksistensinya dipahami sebagai hasil bentukan masyarakat melalui penjanjian sosial antar warga masyarakat. Keberadaan negara merupakan kebutuhan bersama untuk melindungi dan memenuhi hak- hak individu warga negara serta menjaga tertib kehidupan sosial bersama.6

Merek sebagai karya intelektual memiliki perlindungan hukum sehingga mendorong produsen untuk mencipta dan mengembangkan kreasi masyarakat.

Dengan demikian, kegiatan perdagangan dan penanaman modal semakin

4 Afrillayanna Purba, Pemberdayaan Perlindungan Hukum Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional Sebagai Sarana Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, Bandung, PT.

Alumni, 2012 hal. 18

5 Syafrinaldi, Hukum tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual dalam Menghadapi Era Global, Riau UIR Press, Cet I, 2001, hal.1

6 Mahadi, Hak Milik Immateriil, Jakarta, Bina Cipta, 1985 hal. 4

(11)

meningkat serta mendukung iklim investasi.7 Perlindungan hak atas merek telah diundangkan sejak sebelum kemerdekaan. Undang-undang di bidang merek pertama dilaksanakan pada Pemerintahan Belanda melalui Undang-Undang Hak Milik Perindustrian yang diberlakukan sampai zaman kemerdekaan berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945. Tahun 1961 peraturan tersebut dikembangkan dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 21 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan. Oleh karena undang-undang tersebut kurang memberikan kepastian hukum, undang-undang ini disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun tentang Merek. Kemudian disempurnakan lagi dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.

Merek dapat dibedakan atas dua jenis, menurut Pasal 1 angka 2 dan 3 UUM yaitu merek dagang dan merek jasa. Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang- barang sejenis lainnya. Salah satu sengketa merek dagang yang terjadi adalah dalam Putusan Nomor 46/Pdt. Sus-Merek/2018/PN Niaga Jkt. Pst.

Sengketa ini terjadi antara Ocky Budijarto Karjono melawan Wang Ching- Lung dan juga PT Kreasi Nutriboga. Dalam gugatannya, penggugat menggugat logo merek dagang yang digunakan tergugat dalam menjalankan bisnis ayam HOT STAR. Tergugat dianggap telah menggunakan merek yang lebih dulu

7 Paul Goldstein, Hak Cipta: Dahulu, Kini dan Esok, Jakarta, YOI, 1997 hal. 2

(12)

5

didaftarkan oleh Penggugat sehingga penggugat merasa dirugikan atas penggunaan merek dagang tersebut.

Penggunaan merek secara sepihak adalah penggunaan merek tanpa seizin pemilik merek tersebut, tindakan ini merupakan suatu tindakan pelanggaran hukum,dan merupakan perbuatan ilegal, dapat dikategorikan juga sebagai tindakan

pembohongan terhadap publik. . Karya cipta yang diklaim sebagai hak miliknya yang ternyata adalah hasil karya seni atau ciptaan milik orang lain. Tindakan seperti ini sangat bertentangan dengan regulasi yang telah diberlakukan di Indonesia dan bahkan dunia

Berdasarkan hal- hal di atas, maka dirasa perlu untuk melakukan penelitian dan melakukan penggalian lebih mendalam tentang perlindungan hukum bagi seniman pencipta logo. Adapun penelitian ini dituangkan dalam bentuk tulisan skripsi dengan judul “Analisis Hukum Terhadap Akibat Hukum yang Timbul Atas Penggunaan Hak Merek Dagang Secara Sepihak (Studi Putusan Nomor 46/Pdt. Sus-Merek/2018/PN Niaga Jkt. Pst.)”.

B. Rumusan Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas maka beberapa permasalahan yang perlu dikaji, yakni:

1. Bagaimanakah pengaturan hukum tentang merek terdaftar di Indonesia?

2. Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum terhadap merek terdaftar di Indonesia?

3. Apakah akibat hukum yang ditimbulkan atas Nomor 46/Pdt. Sus- Merek/2018/PN Niaga Jkt. Pst.?

(13)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah di uraikan di atas maka tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah :

1. Untuk mengetahui tentang pengaturan hukum tentang merek terdaftar di Indonesia.

2. Untuk mengetahui tentang bentuk perlindungan hukum terhadap merek terdaftar di Indonesia.

3. Untuk mengetahui tentang akibat hukum yang ditimbulkan atas Nomor 46/Pdt. Sus-Merek/2018/PN Niaga Jkt. Pst.

Sedangkan manfaat penelitian ini adalah untuk mencapai hal- hal sebagai berikut ini:

1. Manfaat Teoritis

Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum keperdataan, yang terkhusus berkaitan dengan Analisis Hukum Terhadap Akibat Hukum yang Timbul Atas Penggunaan Hak Merek Dagang Secara Sepihak.

2. Manfaat Praktis

a. Dapat menjadikan sebagai pedoman dan bahan rujukan bagi rekan mahasiswa, masyarakat, maupun pihak lainnya dalam penulisan- penulisan ilmiah lainnya yang berhubungan.

b. Agar menambah pengetahuan kepada masyarakat berkaitan dengan sengketa merek dagang.

(14)

7

c. Dapat dijadikan sebagai rujukan bagi pelaksanaan Analisis Hukum Terhadap Akibat Hukum yang Timbul Atas Penggunaan Hak Merek Dagang Secara Sepihak.

D. Keaslian Penulisan

Penelitian ini dilakukan atas ide dan pemikiran dari peneliti sendiri atas masukan yang berasal dari berbagai pihak guna membantu penelitian dimaksud.

Sepanjang yang telah diketahui dan ditelusuri di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, penelitian tentang “Analisis Hukum Terhadap Akibat Hukum yang Timbul Atas Penggunaan Hak Merek Dagang Secara Sepihak (Studi Putusan Nomor 46/Pdt. Sus-Merek/2018/PN Niaga Jkt. Pst.)”, belum pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya. Dengan demikian, jika dilihat kepada permasalahan yang ada dalam penelitian ini, maka dapat dikatakan bahwa penelitian ini merupakan karya ilmiah yang asli, apabila ternyata di kemudian hari ditemukan judul yang sama, maka dapat dipertanggungjawabkan sepenuhnya.

Namun demikian, ada beberapa judul yang berkaitan dengan sengketa merek yaitu:

Ferdinand Winsti, NIM: 130200340, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dengan judul skripsi Perlindungan Merek Dagang Terkenal Berdasarkan Hukum Nasional dan Hukum Internasional. Adapun permasalahan dalam skripsi ini adalah:

1. Bagaimana perlindungan merek dagang berdasarkan hukum nasional dan hukum internasional.

2. Bagaimana bentuk pelanggaran yang terjadi terhadap merek terkenal.

(15)

3. Bagaimana implementasi dan upaya pemulihan terhadap merek terkenal berdasarkan hukum nasional dan hukum internasional.

Hani Rahayu, NIM: 140200043, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dengan judul skripsi Perlindungan Hukum Bagi Pemilik Merek Atas Pemalsuan Merek Terkenal (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 325k/

Pdt.Sus-Hki/2016). Adapun permasalahan dalam skripsi ini adalah:

1. Bagaimana pengaturan atas kriteria merek terkenal di Indonesia.

2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap pemilik merek atas pemalsuan merek terkenal dalam rangka untuk mewujudkan penegakan hukum merek di Indonesia.

3. Bagaimana analisis atas putusan hakim dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 325/Pdt.Sus-Hki/2016.

Apabila memperhatikan hal di atas, maka dapat dilihat perbedaan dalam tulisan skripsi ini. Dengan demikian maka tulisan skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan baik secara hukum maupun secara akademis.

E. Tinjauan Kepustakaan

Adapun judul yang dikemukakan oleh penulis adalah ““Analisis Hukum Terhadap Akibat Hukum yang Timbul Atas Penggunaan Hak Merek Dagang Secara Sepihak (Studi Putusan Nomor 46/Pdt. Sus-Merek/2018/PN Niaga Jkt.

Pst.)”. Dalam tinjauan dicoba untuk mengemukakan beberapa ketentuan dan batasan yang menjadi sorotan dalam mengadakan studi kepustakaan. Hal ini akan berguna bagi penulis untuk membantu melihat ruang lingkup skripsi agar tetap berada di dalam topik yang diangkat dari permasalahan yang telah diangkat di

(16)

9

atas. Adapun yang menjadi pengertian secara etimologis daripada judul skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak- hak yang diberikan oleh hukum atau dengan kata lain perlindungan hukum adalah berbagai upaya hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum hak yang diberikan oleh hukum untuk memberikan rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak manapun.8

Menurut Muchsin, yang dikuti dari buku Nashriana perlindungan hukum merupakan kegiatan untuk melindungi individu dengan menyerasikan hubungan nilai-nilai atau kaidah-kaidah yang menjelma dalam sikap dan tindakan dalam menciptakan adanya ketertiban dalam pergaulan hidup antar sesama manusia.9

Perlindungan hukum merupakan suatu hal yang melindungi subyek- subyek hukum melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:10

a. Perlindungan Hukum Preventif

Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam

8 Ishaq, Dasar- dasar Ilmu Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2009 hal. 43

9 Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana, Jakarta: Rajawali, 2016 hal. 17

10 Ibid, hal. 20

(17)

peraturan perundangundangan dengan maksud untuk mencegah suatu pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalam melakukan sutu kewajiban.

b. Perlindungan Hukum Represif

Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran.

Menurut Philipus M. Hadjon, bahwa sarana perlindungan Hukum ada dua macam, yaitu :

a. Sarana Perlindungan Hukum Preventif

Pada perlindungan hukum preventif ini, subyek hukum diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif.

Tujuannya adalah mencegah terjadinya sengketa. Perlindungan hukum preventif sangat besar artinya bagi tindak pemerintahan yang didasarkan pada kebebasan bertindak karena dengan adanya perlindungan hukum yang preventif pemerintah terdorong untuk bersifat hati-hati dalam mengambil keputusan yang didasarkan pada diskresi. Di indonesia belum ada pengaturan khusus mengenai perlindungan hukum preventif.

b. Sarana Perlindungan Hukum Represif

Perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Penanganan perlindungan hukum oleh Pengadilan Umum

(18)

11

dan Pengadilan Administrasi di Indonesia termasuk kategori perlindungan hukum ini. Prinsip perlindungan hukum terhadap tindakan pemerintah bertumpu dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia karena menurut sejarah dari barat, lahirnya konsep-konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia diarahkan kepada pembatasanpembatasan dan peletakan kewajiban masyarakat dan pemerintah. Prinsip kedua yang mendasari perlindungan hukum terhadap tindak pemerintahan adalah prinsip negara hukum. Dikaitkan dengan pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia mendapat tempat utama dan dapat dikaitkan dengan tujuan dari negara hukum.

Pengertian perlindungan menurut ketentuan Pasal 1 butir 6 Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban menentukan bahwa perlindungan adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada Saksi dan/atau Korban yang wajib dilaksanakan oleh LPSK atau lembaga lainnya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.

2. Sengketa Merek Dagang

Terjadinya sengketa timbul akibat adanya pelanggaran hak satu pihak.

Sengketa dapat erat kaitannya dengan konflik. Dimana ada sengketa pasti disitu ada konflik. Begitu banyak konflik dalam kehidupan sehari-hari. Entah konflik

(19)

kecil ringan bahkan konflik yang besar dan berat. Hal ini dialami oleh semua kalangan, karena hidup ini tidak lepas dari permasalahan. Tergantung bagaimana kita menyikapinya. Kenapa harus mempelajari tentang sengketa. Karena untuk mengetahui lebih dalam bagaimana suatu sengketa itu dan bagaimana penyelesaiannya.11

Secara etimologis, pengertian sengketa dalam kamus Bahasa Indonesia adalah pertentangan atau konflik. Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu obyek permasalahan. Menurut Winardi, pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu obyek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain.

Berdasarkan hal di atas maka dapat dikatakan bahwa sengketa merek adalah pertentangan atau pelanggaran terhadap salah satu pihak yang mengakibatkan kerugian atas hak merek tersebut.

3. Logo

Logo merupakan suatu gambar atau sekadar sketsa dengan arti tertentu, dan mewakili suatu arti dari perusahaan, daerah, organisasi, produk, negara, lembaga, dan hal lainnya membutuhkan sesuatu yang singkat dan mudah diingat sebagai pengganti dari nama sebenarnya. Logo harus memiliki filosofi dan kerangka dasar berupa konsep dengan tujuan melahirkan sifat yang berdiri sendiri

11 Ibid.

(20)

13

atau mandiri. Logo lebih lazim dikenal oleh penglihatan atau visual, seperti ciri khas berupa warna dan bentuk logo tersebut.12

Logo memiliki 5 unsur yang harus dipenuhi. Yaitu:

1. Kesatuan (berhubungan) 2. Dominasi (daya tarik) 3. Irama (ber-sikenambungan) 4. Proporsi (enak di pandang) 5. Keseimbangan (sama)

Logo yang baik bisa mewakili produk atau perusahaan dan juga mudah diingat.

4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta

Di Indonesia, masalah hak cipta diatur dalam Undang-undang Hak Cipta, yaitu, yang berlaku saat ini, Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014. Dalam undang-undang tersebut, pengertian hak cipta adalah "hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku" (pasal 1 butir 1).

Hak cipta di Indonesia juga mengenal konsep "hak ekonomi" dan "hak moral". Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan, sedangkan hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku (seni, rekaman, siaran) yang tidak dapat dihilangkan dengan alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan. Contoh pelaksanaan hak

12 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2013 hal. 417

(21)

moral adalah pencantuman nama pencipta pada ciptaan, walaupun misalnya hak cipta atas ciptaan tersebut sudah dijual untuk dimanfaatkan pihak lain. Hak moral diatur dalam pasal 24- 26 Undang-undang Hak Cipta.

Perkecualian hak cipta dalam hal ini berarti tidak berlakunya hak eksklusif yang diatur dalam hukum tentang hak cipta. Contoh perkecualian hak cipta adalah doktrin fair use atau fair dealing yang diterapkan pada beberapa negara yang memungkinkan perbanyakan ciptaan tanpa dianggap melanggar hak cipta.

Dalam Undang-undang Hak Cipta yang berlaku di Indonesia, beberapa hal diatur sebagai dianggap tidak melanggar hak cipta (pasal 14–18). Pemakaian ciptaan tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta apabila sumbernya disebut atau dicantumkan dengan jelas dan hal itu dilakukan terbatas untuk kegiatan yang bersifat nonkomersial termasuk untuk kegiatan sosial, misalnya, kegiatan dalam lingkup pendidikan ilmu pengetahuan, kegiatan penelitian dan pengembangan, dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari penciptanya.

Kepentingan yang wajar dalam hal ini adalah "kepentingan yang didasarkan pada keseimbangan dalam menikmati manfaat ekonomi atas suatu ciptaan". Termasuk dalam pengertian ini adalah pengambilan ciptaan untuk pertunjukan atau pementasan yang tidak dikenakan bayaran. Khusus untuk pengutipan karya tulis, penyebutan atau pencantuman sumber ciptaan yang dikutip harus dilakukan secara lengkap. Artinya, dengan mencantumkan sekurang-kurangnya nama pencipta, judul atau nama ciptaan, dan nama penerbit jika ada. Selain itu, seorang pemilik (bukan pemegang hak cipta) program komputer dibolehkan membuat

(22)

15

salinan atas program komputer yang dimilikinya, untuk dijadikan cadangan semata-mata untuk digunakan sendiri.

F. Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan maupun teknologi yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis, dan konsisten. Melalui proses penelitian tersebut diadakan analisa dan konstruksi terhadap data yang telah dikumpulkan dan diolah.

Oleh karena penelitian merupakan suatu sarana (ilmiah) bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka metodologi penelitian yang diterapkan harus senantiasa disesuaikan dengan ilmu pengetahuan yang menjadi induknya.

Penulisan skripsi ini, menggunakan metodologi penulisan sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar ilmiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Fenomena yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai Putusan Nomor 46/Pdt. Sus-Merek/2018/PN Niaga Jkt. Pst.)”. Penelitian ini juga didasarkan pada upaya untuk membangun pandangan subjek penelitian yang rinci, dibentuk dengan kata-kata, gambaran holistik dan rumit agar dapat membantu memperjelas hasil penelitian13.

2. Metode penelitian

13 Moeleong, Lexy.J, Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2007 hal 6

(23)

Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu penelitian yang mengkonsepkan hukum sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in book) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan analitis (Analitical Approach).

Pendekatan Analitis (Analitical Approach) tujuannya adalah mengetahui makna yang dikandung dalam peraturan perundang-undangan secara konsepsional, sekaligus mengetahui penerapannya dalam praktik.14 Penggunaan metode penelitian yuridis normatif dan pendekatan Analitis disesuaikan dengan judul penelitian ini yaitu Putusan Nomor 46/Pdt. Sus-Merek/2018/PN Niaga Jkt.

Pst.)”. Metode ini digunakan untuk menyesuaikan peraturan yang ada dengan realita di lingkungan sekitar.

3. Data dan sumber data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Data sekunder pada umumnya ada dalam keadaan siap terbuat.

b. Bentuk maupun isinya data sekunder telah dibentuk dan diisi olehpeneliti- peneliti terdahulu.

c. Data sekunder tanpa terikat/dibatasi oleh waktu dan tempat.

Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini dibedakan menjadi :

14 Ibrahim,Johny. 2007. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif (Edisi Revisi).

Malang: Bayu Media Publishing, hal. 303.

(24)

17

a. Bahan-bahan hukum primer, yang mencakup Putusan Nomor 46/Pdt. Sus-Merek/2018/PN Niaga Jkt. Pst.)”. Undang-Undang, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Insentif Kekayaan Intelektual.

b. Bahan-bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer seperti Jurnal mengenai Merek atau Sengketa Merek Nasional maupun Internasional, hasil-hasil penelitian.

c. Bahan-bahan hukum tersier,meliputi kamus hukum, kamus bahasa Indonesia.

G. Sistematika Penulisan

Bab I, merupakan pendahuluan, yang berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka dan metode penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II: Pengaturan Hukum Tentang Merek Terdaftar di Indonesia. Bab ini merupakan bab yang membahas tentang Pengertian Merek, Perkembangan Pengaturan Merek di Indonesia, Sistem Pendaftaran Merek dan Penghapusan dan Pembatalan Merek.

BAB III: Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Merek Terdaftar di Indonesia. Bab ini merupakan bab yang membahas tentang Pengertian

(25)

Perlindungan Hukum, Jenis-Jenis Perlindungan Hukum, Pelanggaran Terhadap Kepemilikan Merek dan Bentuk Perlindungan Terhadap Merek Terdaftar.

BAB IV: Analisis Hukum Tentang Putusan Nomor 46/Pdt. Sus- Merek/2018/PN Niaga Jkt. Pst.)”. Bab ini merupakan bab yang membahas tentang Kasus Posisi, Pertimbangan Hakim dalam Memutus Sengketa Merek, Akibat Hukum yang Timbul Atas Putusan Nomor 46/Pdt. Sus-Merek/2018/PN Niaga Jkt.

Pst dan Analisis Hukum Tentang Putusan Nomor 46/Pdt. Sus-Merek/2018/PN Niaga Jkt. Pst.

Bab V, Penutup. Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang merupakan penutup dari penulisan skripsi ini. Dalam hal ini penulis menyimpulkan pembahasan- pembahasan sebelumnya dan dilengkapi dengan saran- saran.

(26)

BAB II

PENGATURAN HUKUM TENTANG MEREK TERDAFTAR DI INDONESIA

A. Pengertian Merek

Salah satu perkembangan yang aktual dan memperoleh perhatian seksama dalam masa sepuluh tahun terakhir ini dan kecenderungan yang masih akan berlangsung di masa yang akan datang adalah semakin luasnya arus globalisasi, baik di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang- bidang kehidupan lainnya.

Perkembangan teknologi informasi dan transportasi telah menjadikan kegiatan di sektor perdagangan meningkat secara pesat dan bahkan telah menempatkan dunia sebagai pasar tunggal bersama.15 Era perdagangan global hanya dapat dipertahankan jika terdapat iklim persaingan usaha yang sehat. Merek memegang peranan yang sangat penting yang memerlukan sistem pengaturan yang lebih memadai. Berdasarkan pertimbangan tersebut dan sejalan dengan perjanjian-perjanjian internasional yang telah diratifikasi Indonesia serta pengalaman melaksanakan administrasi merek, diperlukan penyempurnaan Undang-Undang Merek yaitu Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 81) sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 31) selanjutnya disebut Undang-Undang Merek lama dan sebagai gantinya adalah Undang- Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001 serta terakhir adalah Undang-undang Merek Nomor 20 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (selanjutnya

15 Saidin,Op.Cit, hal. 336

(27)

disebut UUM 2016).16 Ada beberapa perbedaan yang cukup mendasar antara UU Merek 2016 dengan UU Merek 2001. Perbedaan pertama terdapat pada penamaan dari Undang-Undang tersebut. Apabila pada UU Merek 2001 hanya disebutkan dengan Undang-Undang tentang Merek, pada UU Merek 2016 disebutkan Undang-Undang tentang Merek dan Indikasi Geografis.

Penyebutan Indikasi Geografis pada penamaan UU Merek 2016 bukanlah tanpa sebab. Apabila di dalam UU Merek 2001 Indikasi Geografis hanya dibahas sedikit sekali dan cenderung lebih banyak dituangkan di dalam Peraturan Pemerintah, dalam UU Merek 2016 Indikasi Geografis diuraikan lebih jelas dan tertuang di dalam empat BAB (Pasal 53 sampai dengan 71). Keempat BAB tersebut mengurai hal-hal terkait dengan pihak yang dapat memohon Indikasi Geografis (Lembaga yang mewakili masyarakat di kawasan tertentu dan Pemerintah Daerah Provinsi atau Kabupaten Kota) dan Produk yang dapat dimohonkan (Sumber daya alam, Barang kerajinan tangan dan hasil industri dari masyarakat ataupun lembaga di kawasan geografis tertentu).

Beberapa perbedaan yang menonjol dalam undang-undang ini dibandingkan dengan Undang-Undang yang lama, antara lain menyangkut pemeriksaan substantif dilakukan setelah permohonan dinyatakan memenuhi syarat secara administratif. Semula pemeriksaan substantif dilakukan setelah selesainya masa pengumuman tentang adanya permohonan. Dengan perubahan ini dimaksudkan agar dapat lebih cepat diketahui apakah permohonan tersebut

16 UUM 2016 diundangkan pada tanggal 25 November 2016, yang menjadi latar belakang diundangkannya UUM 2016 yaitu dalam rangka menghadapi era perdagangan bebas, serta untuk mempertahankan iklim persaingan usaha yang sehat, juga sebagai tindak lanjut penerapan konvensi-konvensi internasional tentang merek yang telah diratifikasi oleh Indonesia, terutama tentang Indikasi Geografis

(28)

21

disetujui atas ditolakdan memberi kesempatan kepada pihak lain untuk mengajukan keberatan terhadap permohonan yang telah disetujui untuk didaftar.17 Jangka waktu pengumuman dilaksanakan selama 2 (dua) bulan, lebih singkat darijangka waktu pengumuman berdasarkan Undang-Undang merek lama.

Dengan dipersingkatnya jangka waktu pengumuman, secara keseluruhan akan dipersingkat pula jangka waktu penyelesaian permohonan dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

Berkenaan dengan hak prioritas, dalam Undang-Undang ini diatur bahwa apabilapemohon tidak melengkapi bukti penerimaan permohonan yang pertama kalimenimbulkan hak prioritas dalam jangka waktu tiga bulan setelah berakhirnya hakprioritas. Permohonan tersebut diproses seperti permohonan biasa tanpa menggunakan hak prioritas.

Hal lain adalah berkenaan dengan ditolaknya permohonan yang merupakankerugian bagi pemohon. Untuk itu, perlu pengaturan yang dapat membantu pemohon untuk mengetahui lebih lanjut alasan penolakan permohonannya dengan terlebih dahulu memberitahukan kepadanya bahwa permohonan akan ditolak.18 Perlindungan terhadap merek dagang dan merek jasa dalam undang-undang diatur juga perlindungan terhadap indikasi geografis, yaitu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang karena faktor alam atau faktor manusia atau kombinasidari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan.19

17 Adrian Sutedi, Hak atas Kekayaan Intelektual, Jakarta, Sinar Grafika, 2009 hal. 90

18 Saidin. Op. Cit, hal. 337

19 Republik Indonesia, Undang-Undang Merek 2016, Pasal 53

(29)

Selain itu juga diatur mengenai indikasi asal. Mengingat merek merupakan bagian dari kegiatan perekonomian/ dunia usaha, penyelesaian sengketa merek memerlukan badan peradilan khusus, yaitu Pengadilan Niaga sehingga diharapkan sengketa merek dapat diselesaikan dalam waktu yang relatif cepat. Sejalan dengan itu, harus pula diatur hukum acara khusus untuk menyelesaikan masalah sengketa merek seperti juga bidang hak atas kekayaan intelektual lainnya. Adanya peradilan khusus untuk masalah merk dan bidang- bidang hak atas kekayaan intelektual lain, juga dikenal di beberapa negara lain, seperti Thailand. Dalam Undang-Undang ini pun pemilik merek diberi upaya perlindungan hukum yang lain, yaitu dalam wujud penetapan sementara pengadilan untuk melindungi mereknya guna mencegah kerugian yang lebih besar. Disamping itu, untuk memberikan kesempatan yang lebih luas dalam penyelesaian sengketa, dalam Undang-Undang ini dimuat ketentuan tentang Arbitrase atau Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Melalui undang-undang ini terciptalah pengaturan merek dalam satu naskah (single text) sehingga lebih memudahkan masyarakat menggunakannya.

Dalam hal ini ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Merek substansinya tidak diubah, dituangkan kembali dalam Undang-Undang ini. Secara keseluruhan, UUM 2016 antara lain mengatur tentang20 :

a. proses permohonan pendaftaran;

b. jangka waktu pengumuman;

c. hak prioritas;

20 Saidin. Op. cit, hal. 336- 337

(30)

23

d. merek dagang dan merek jasa;

e. indikasi-geografis;

f. penyelesaian sengketa merek;

g. penetapan sementara pengadilan.

Berdasarkan uraian di atas, maka UU Merek 2016 merupakan satu- satunya undang- undang yang saat ini dijadikan pedoman bagi hukum merek dan hal- hal lain yang terkait dengan merek.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “merek” diartikan sebagai tandayang dikenakan oleh pengusaha (pabrik, produsen dan sebagainya) pada barang yang dihasilkan sebagai tanda pengenal (cap, tanda) yang menjadi pengenal untuk menyatakan nama.21 UUM 2016 menjelaskan bahwa merek yaitu tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/ atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/ atau jasa.22

Menurut Molengraaf, merek yaitu dipribadikan sebuah barang tertentu, untuk menunjukkan asal barang, dan jaminan kualitasnya sehingga bisa dibandingkan dengan barang- barang sejenis yang dibuat, dan diperdagangkan oleh orang atau perusahaan lain. Dari pengertian ini pada mulanya merek hanya diakui untuk barang, pengakuan untuk merek jasa barulah diakui Konvensi Paris

21 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 2005 hal. 736

22 Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, Pasal 1 angka 1

(31)

padaperubahan di Lisabon tahun 1958 mengenai merek jasa tersebut di Indonesiabarulah dicantumkan pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang merek.23

Harsono Adisumarto menjelaskan bahwa merek adalah tanda pengenal yang membedakan milik seseorang seperti pada pemilikan ternak dengan memberi tanda cap pada punggung sapi yang kemudian dilepaskan ditempat bersama yang luas. Cap seperti itu memang merupakan tanda pengenal untuk menunjukkan bahwa hewan yang bersangkutan adalah milik orang tertentu.

Biasanya, untuk membedakan tanda atau merek digunakan inisial dari nama pemilik sendiri sebagai tanda daya pembeda.24

Merek adalah sesuatu yang ditempelkan atau dilekatkan pada suatu produk, tetapi bukan produk itu sendiri. Barang atau jasa dapat dibedakan berdasarkan merek yang digunakannya. Merek merupakan hak kekayaan yang bersifat immaterial sehingga tidak dapat dilihat secara nyata. Menurut Muhammad Ahkam Subrotodan Suprapedi merek mencakup nama dan logo perusahaan, nama dan simbol dari produk tertentu dari perusahaan dan slogan perusahaan.25

Merek harus memiliki daya pembeda yang cukup (capable of distinguishing), artinya memiliki kekuatan untuk membedakan barang atau jasa produk suatu perusahaan dari perusahaan lainnya. Agar mempunyai daya

23 Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual (Sejarah, Teori dan Prakteknya di Indonesia), Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2003 hal. 164

24 Saidin. Op. Cit, hal. 345

25 Muhammad Ahkam Subroto dan Suprapedi, Pengenalan HKI (Hak Kekayaan Intelektual), Jakarta, Indeks, 2008 hal. 27-28

(32)

25

pembeda, merek itu harus dapat memberikan penentuan (individualisering) pada barang atau jasa yang bersangkutan.26

Pada hakikatnya suatu merek digunakan oleh produsen atau pemilik merek untuk melindungi produknya, baik berupa jasa atau barang dagang lainnya. Jadi, suatu merek memiliki fungsi sebagai berikut:27

a. fungsi pembeda, yakni membedakan produk satu perusahaan dengan produk perusahaan lain;

b. fungsi jaminan reputasi, yakni selain sebagai tanda asal usul produk, juga secara pribadi menghubungkan reputasi produk bermerek tersebut denganprodusennya sekaligus memberi jaminan kualitas akan produk tersebut;

c. fungsi promosi, yakni merek juga digunakan sebagai sarana memperkenalkan produk baru dan mempertahankan reputasi produk lama yang diperdagangkan sekaligus untuk menguasai pasar;

d. fungsi rangsangan investasi dan pertumbuhan industri, yakni merek dapat menunjang pertumbuhan industri melalui penanaman modal, baik asing maupun dalam negeri dalam menghadapi mekanisme pasar bebas.

Berdasarkan perumusan merek yang telah diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa merek adalah suatu tanda (sign) untuk membedakan barang- barang atau jasa yang sejenis yang dihasilkan atau diperdagangkan oleh seseorang

26 Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Bandung, PT. Citra Aditya bakti, 2007 hal. 130

27 Endang Purwaningsih, Perkembangan Hukum Intellectual Property Rights, Bogor, Ghalia Indonesia, 2005 hal. 11

(33)

atau kelompok orang dengan barang-barang atau jasa yang sejenis yang dihasilkanoleh orang lain, yang memiliki daya pembeda maupun sebagai jaminan atas mutunya dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.

B. Perkembangan Pengaturan Merek di Indonesia

Merek dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu merek dagang dan merek jasa. Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya. Setiap lambang, atau kombinasi dari beberapa lambang, yang mampu membedakan barang atau jasa suatu usaha dari usaha lain, dapat menjadi merek dagang.

Lambang-lambang dimaksud, terutama yang berupa rangkaian kata-kata dari nama pribadi, huruf,angka, unsur figur dan kombinasi dari beberapa warna dapat didaftarkan sebagaimerek dagang. Pemilik merek dagang terdaftar mempunyai hak eksklusif untuk mencegah pihak ketiga yang tidak memperoleh izinnya untuk menggunakan merek dagang tersebut untuk usaha yang sejenis, atau menggunakan lambang yang mirip untuk barang yang sejenis, atau mirip dengan barang untuk mana suatu merek dagang didaftarkan, dimana penggunaan tersebut dapat menyebabkan ketidakpastian.

Merek dagang dipakai pada barang berdasarkan kelas-kelasnya. Kelas barangadalah kelompok jenis barang yang mempunyai persamaan dalam sifat, cara pembuatan, dan tujuan penggunaannya. Kelas barang bagi pendaftaran merekdiatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1993. Merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan olehseseorang atau

(34)

27

beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya. Merek jasa sebagaimana merek dagang juga dipakai pada jasa berdasarkan kelas-kelasnya. Kelas jasa adalah kelompok jenis jasa yang mempunyai persamaan dalam sifat dan tujuan penggunaannya. Merek kolektif adalah merek yang digunakan pada barang atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang atau jasa sejenis lainnya.

Merek kolektif merupakan merek dari suatu perkumpulan (association), umumnya perkumpulan para produsen atau para pedagang barang atau jasa yang diproduksi dalam suatu negara tertentu, atau barang atau jasa yang diproduksi dalam suatu negara tertentu28.Tanda-tanda yang diperkenalkan dengan istilah merek kolektif tersebut bukan berfungsi untuk membedakan barang atau jasa dari suatu perusahaan terhadap perusahaan lain melainkan dipakai untuk membedakan asal-usul geografis atau karakteristik yang berbeda pada barang atau jasa dan perusahaan-perusahaan yangberbeda, tetapi memakai merek sama secara kolektif dibawah pengawasan yangberhak. Dengan perkataan lain, kepada barang atau jasa tersebut diberikan jaminan tertentu tentang kualitasnya.

Pengaturan mengenai perlindungan Merek terkenal dapat dilihat pada Pasal 21 ayat (1) UU MIG, di mana dinyatakan bahwa: Permohonan ditolak jika Merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan:

28 Abdulkadir Muhammad. Op. Cit. hal. 136.

(35)

a. Merek terdaftar milik pihak lain atau dimohonkan lebih dahulu oleh pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;

b. Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;

c. Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa tidak sejenis yang memenuhi persyaratan tertentu; atau

d. Indikasi Geografis terdaftar.

Apabila secara sah dan meyakinkan terdapat atau ada pelanggaran merek maka hakim akan memberikan perlindungan melalui putusan yang adil. Bagi Pelanggar akan dikenakan sanksi (baik pidana maupun denda) sesuai ketentuan pidana merek yang diatur dalam Pasal 90 sampai dengan Pasal 95 UU No.15 Tahun 2001. Dan apabila terbukti secara secara sah ada pihak yang telah melakukan pelanggaran merek maka pihak yang melakukan pelanggaran akan dikenakan sanksi (baik pidana atau denda) sesuai dengan pelangaran yang dilakukan. Jadi perlindungan hukum akan diberikan oleh Negara hanya kepada merek yang terdaftar saja.

Sanksi akan dikenakan bagi pelanggar merek sah karena pelanggara merupakan perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 KUH Perdata) antara lain memenuhi unsur:

a. Perbuatan melawan hukum, b. Adanya Kerugian,

c. Adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan dan kerugian yang ditimbulkan,

(36)

29

Adanya Kesalahan. Pihak yang melanggar akan dikenakan sanksi karena jelas memenuhi unsur perbuatan melawan hukum, karena perbuatan yang melawan hukum yaitu secara sengaja menggunakan merek pihak lain tanpa hak.

Selain itu menimbulkan kerugian. Pihak pemilik merek dirugikan (secara materiil dan non materiil) dengan adanya pelanggaran merek tersebut. Karena pelanggaran merek merupakan suatu perbuatan yang dapat dikategorikan suatu kesalahan maka apabila ada pihak yang melakukan pelanggaran merek sudah sepantasnya dikenakan sanksi sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan.29

C. Sistem Pendaftaran Merek

Syarat multlak suatu merek agar dipenuhi adah bahwa merek itu harus mempunyai daya pembeda (distinctiveness) yang cukup. Dengan kata lain tanda yang yang dipakai haruslah sedemikian rupa, sehingga mempunyai kekuatan untuk membedakan barang hasil produksi sesuatu perusahaan atau barang perniagaan (perdagangan) atau jasa dari produksi seseorang dengan barang-barang atau jasa yang diproduksi oleh orang lain, karena adanya merek itu barang-barang atau jasa yang diproduksi menjadi dapat dibedakan.30

Menurut Pasal 4 Undang-Undang Merek Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek tidak dapat dijadikan suatu merek atau yang tidak dapat didataftarkan sebagai suatu merek apabila mengandung salah satu unsur dibawah ini:

a. Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan atau ketertiban umum;

b. Tidak memiliki daya pembeda;

29 Enny Mirfa, Perlindungan Hukum Terhadap Merek Terdaftar, Jurnal Hukum Universitas Samudera, Aceh, 2016, hal. 73

30 Saidin, Op.Cit, hal. 348

(37)

c. Telah menjadi milik umum atau;

d. Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftaran.

Pihak- pihak yang dapat mengajukan permohonan pendaftaran merek yaitu:

1. Orang/ Perorangan 2. Perkumpulan

3. Badan Hukum (CV, Firma, Perseroan)

Menurut Suryodiningrat, di seluruh dunia terdapat empat macam sistem pendaftaran merek. yaitu :

1. Pendaftaran Tanpa Pemeriksaan Merek Terlebih Dahulu, menurut sistem ini merek yang dimohonkan pendaftarannya segera didaftarkan asal syarat- syarat permohonan telah dipenuhi.

2. Pendaftaran dengan Pemeriksaan Merek Terlebih Dahulu Merek yang didaftarkan terlebih dahulu diumumkan dalam trade journal atau kantor pendaftaran merek untuk jangka waktu tertentu. Tujuannya adalah memberikan kesempatan pada pihak ketiga untuk mengajukan keberatan.

3. Pendaftaran dengan Pengumuman Sementara

4. Pendaftaran dengan Pemberitaan Terlebih Dahulu tentang adanya Merek lain terdaftar yang ada persamaannya.

Pendaftaran merek dikenal dua sistem pendaftaran yaitu:

1. Stesel Deklaratif (Passive Stelsel)

Pendaftaran bukanlah untuk menerbitkan hak, melainkan hanya memberikan dugaan, sangkaan hukum (rechtsvermoeden), atau

(38)

31

presumption iuris bahwa pihak yang mereknya terdatar adalah pihak yang berhak atas merek dan sebagai pemakai pertama merek yang didaftarkan.

2. Stesel Konstitutif (Active Stelsel atau atributif)

Pendaftaran yang dianggap lebih penting dan menentukan kepemilikan merek. Pihak yang berhak atas suatu merek adalah pihak yang telah mendaftarkan mereknya yang dikenal dengan sistem presumption of ownership, pihak yang mendaftarkan suatu merek adalah satu-satunya pihak yang berhak atas merek tersebut dan pihak ketiga harus menghormati hak pendaftar sebagai hak mutlak.31

Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis Permohonan Pendaftaran Merek ada dua macam yang dapat ditempuh yaitu dengan cara biasa atau bersifat umum dan dengan hak prioritas. Permohonan pendaftaran dengan cara biasa dilakukan karena merek yang dimohon pendaftaranya belum pernah didaftarkan sama sekali. Sedangkan permohonan pendaftaran dengan hak prioritas dilakukan karena merek yang didaftarkan di Indonesia sudah pernah didaftarkan di negara lain.

a. Dengan cara biasa

Permohonan diajukan kepada Kementerian yang diajukan secara tertulis dengan bahasa Indonesia. Adapun isi surat permohonan

31 Sudaryat, Hak kekayaan intelektual, Bandung, Oase Media, 2010, hal.68

(39)

pendaftaran merek yang harus dimuat di dalamnya sesuai dengan Pasal 7 ayat 1 Undang-Undang Merek adalah:

1) Tanggal, bulan dan tahun,

2) Nama lengkap, kewarganegaraan dan alamat pemohon,

3) Nama lengkap dan alamat kuasa apabila permohnan diajukan melaui kuasa,

4) Warna-warna apabila merek yang dimohonkan pendaftarannya menggunakan unsur-unsur warna,

5) Nama negara dan tanggal permintaan merek yang pertama kali dalam hal permohonan diajukan dengan hak prioritas.

Dengan satu permohonan untuk dua kelas barang atau jasa sesuai dengan Trademark Law Treaty yang telah diratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 1977.

b. Dengan hak prioritas

Syarat-syarat mengajukan permohonan pendaftaran merek dengan hak prioritas juga harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana dalam pengajuan permohonan pendaftaran dengan cara biasa. Berdasarkan

Pasal 9 Undang-Undang Merek Tahun 2016 memberi syarat khusus yaitu permohonannya harus diajukan dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan pendaftaran merek (filling date) yang pertama kali di negara asing dan negara tersebut merupakan anggota Paris Convention for The Protection of Industrial Property atau anggota Establishing the World Tade Organization.

(40)

33

Persyaratan khusus lainnya adalah permohonan pendaftaran dengan hak prioritas wajib dilengkapi dengan bukti hak prioritas yang harus diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dalam tempo tiga bulan bila tidak dapat dipenuhi maka permohonan pendaftaran merek diproses dengan cara biasa .32

Syarat-syarat permohonan pendaftaran merek dijelaskan pada Pasal 4 Undang-Undang Merek Tahun 2016. Syarat permohonan pendaftaran merek pada kantor Kementerian antara lain; contoh merek yang akan didaftarakan (sebagai contoh, spesimen dari etiket) bersama detil warna yang akan dipakai dalam merek.

Penjelasan mengenai kelas barang dan atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya dijelaskan pada Pasal 4 ayat (6) Undang-Undang Merek dan Indikasi Geografis Tahun 2016.

D. Penghapusan dan Pembatalan Merek

Menurut pasal 35 UU No. 20 Tahun 2016, merek terdaftar mendapat perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal penerimaan permohonan pendaftaran merek yang bersangkutan.

Pemilik merek dapat mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu perlindungan untuk jangka waktu yang sama. Biasanya direktorat jendral tidak lagi melakukan penelitian (Examination) atas merek tersebut pada saat pemilik merek mengajukan perpanjangan untuk perlindungan. Prosedur permohonan perpanjangan waktu dilakukan secara tertulis oleh pemilik merek, atau kuasanya dalam jangka waktu tidak lebih dari 12 (dua belas) bulan sebelum berakhirnya jangka waktu perlindungan bagi merek terdaftar tersebut.

32 Supramono Gatot, Menyelesaikan sengketa merek menurut hokum Indonesia, Cetakan ke 1, Jakarta, Rineka Cipta, 2008, hal. 27-28

(41)

Merek yang telah terdaftar menunjukan bahwa merek tersebut telah dilindungi oleh hukum. Perlindungan hukum terhadap merek sifatnya terbatas.

Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan indikasi geografis, yaitu;

“Merek terdaftar mendapat perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak Tanggal Penerimaan dan jangka waktu perlindungan itu dapat diperpanjang”

Pemilik merek masih dapat memperoleh perlindungan hukum atas merek dengan cara perpanjang jangka waktu atas kepemilikan merek. Perpanjangan atas kepemilikan merek yang diberikan yaitu selama 10 (sepuluh) tahun. Permohonan perpanjangan atas kepemilikan merek baru diajukan 12 (dua belas) bulan sebelum jangka waktu perlindungan hukum merek berakhir. Mengenai perpanjangan jangka waktu atas merek yang telah terdaftar kententuannya terdapat pada Pasal 39 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek, yaitu:

1. Pemilik Merek terdaftar setiap kali dapat mengajukan permohonan perpanjangan untuk jangka waktu yang sama.

2. Permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis oleh pemilik Merek atau Kuasanya dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sebelum berakhirnya jangka waktu perlindungan bagi Merek terdaftar tersebut.

3. Permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan kepada Direktorat Jenderal.”

(42)

35

Merek sebagai hak milik yang kepemilikannya dapat dialihkan. Pengalihan hak atas merek dapat dilakukan baik oleh perorangan maupun badan hukum.

Segala bentuk pengalihan ini wajib didaftarkan untuk dicatat dalam Daftar Umum Merek. Dalam Pasal 41 Ayat (1) menyatakan bahwa merek dapat dialihkan dengan cara-cara seperti :

1. Pewarisan;

2. Wasiat;

3. Wakaf 4. Hibah;

5. Perjanjian; atau

6. Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan Segala bentuk pengalihan wajib didaftarkan dalam daftar umum merek.

Pengalihan hak mempunyai kekuatan terhadap pihak ketiga hanya jika telah tercatat dalam daftar umum merek. Sistem pencatatan merupakan syarat mutlak untuk mempunyai kekuatan hukum terhadap pihak ketiga dan seolah-olah mempunyai kekuatan yang dianggap dalam hukum yang bersifat zakelijk (kakudan sederhana) Pasal 41 Ayat (3) Pengalihan ini harus dicatat di dalam Daftar Umum Merek yang pencatatannya dimohonkan kepada kementerian melalui direktorat jenderal HKI.

Pasal 41 Ayat 2 Hak atas merek jasa terdaftar yang tidak dapat dipisahkan dengan kualitas, kemampuan pribadi dari penyelenggaraan jasa, dapat dialihkan, dengan syarat ada jaminan terhadap kualitas pemberian jasa. Lisensi adalah izin

(43)

yang diberikan pemilik merek terdaftar kepada seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan pengalihan hak), baik untuk seluruh atau sebagian jenis barang atau jasa yang didaftarkan dalam jangka waktu dan syarat tertentu.

Perjanjian lisensi berlaku di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia, kecuali bila diperjanjikan lain, untuk jangka waktu yang tidak lebih lama dari jangka waktu perlindungan merek terdaftar yang bersangkutan.

Berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis menjelaskan bahwa pemilik merek terdaftar yang telah diberikan lisensi kepada pihak lain masih tetap menggunakannya atau memberikan lisensi kepada pihak ketiga lainya untuk menggunakan merek tersebut, kecuali bila diperjanjikan lain dan dalam perjanjian lisesi dapat ditentukan bahwa penerima lisensi bisa member lisensi lebih lanjut kepada pihak ketiga.

Perjanjian lisensi wajib dimohonkan pencatatannya pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dengan dikenai biaya dan akibat hukum dari pencatatan perjanjian lisensi wajib dimohonkan pencatatan pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dengan dikenai biaya dan akibat hukum dari pencatatan perjanjian lisensi berlaku pada pihak-pihak yang bersangkutan dan terhadap pihak ketiga.

Merek yang telah terdaftar di Direktorat Merek dapat dihapus dari daftar umum merek. Teori tentang penghapusan merek ini didasarkan atas teori

(44)

37

pemanfaatan. Pound dalam satu dalilnya mengenai hukum masyarakat mengatakan bahwa:

“Dalam masyarakat beradab, orang harus beranggapan bahwa ia boleh mengawasi untuk tujuan-tujuan yang bermanfaat, apa yang telah ia temukan dan dimiliki untuk keperluanya sendiri, apa yang ia ciptakan dengan karyanya sendiri, dan apa yang ia peroleh dalam tata tertibsosial dan ekonomi yang ada”.

Pernyataan Pound tersebut dikaitkan dengan penghapusan merek terdaftar, merek yang telah didaftarkan harus dimanfaatkan dengan cara digunakan dalam kegiatan produksi barang atau jasa dan dipakai sesuai dengan yang telah didaftarkan.33

Merek terdaftar dapat dihapuskan karena empat kemungkinan yaitu:

1. Atas prakarsa Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual;

2. Atas permohonan dari pemilik merek yang bersangkutan;

3. Atas putusan pengadilan berdasarkan gugatan penghapusan;

4. Tidak diperpanjang jangka waktu pendaftaran mereknya.

Berdasarkan ketentuan Pasal 62, Kementerian dapat menghapus merek dari daftar umum merek dengan alasan, jika:

1. Merek tersebut tidak digunakan dalam perdagangan selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dalam perdagangan barang dan/atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir, kecuali apabila ada alasan yang dapat diterima oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, seperti: larangan impor, larangan yang berkaitan dengan

33 Astarini, Dwi Rezeki Sri,Op.Cit,hal.17

(45)

ijin bagi peredaran barang yang menggunakan merek yang bersangkutan atau keputusan dari pihak yang berwenang yang bersifat sementara, atau larangan serupa lainnya yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah;

2. Merek tersebut digunakan untuk barang atau jasa yang berbeda dari barang atau jasa yang tercantum di dalam permohonan pendaftaran merek.

Dalam Pasal 62 Ayat (8) penghapusan merek tersebut akan dicatat dalam daftar umum merek dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek dan pihak yang mereknya ditolak dapat mengajukan keberatan atas pembatalan tersebut ke Pengadilan Niaga berdasarkan Undang-Undang Merek Tahun 2016.

Syarat Permohonan Penghapusan Merek Terdaftar adalah sebagai berikut:

Permohonan penghapusan merek terdaftar diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia oleh pemohon dengan cara diketik rangkap 2 (dua); Permohonan wajib melampirkan:

a. bukti identitas pemilik merek terdaftar;

b. surat kuasa khusus, apabila permohonannya diajukan melalui kuasa;

c. surat persetujuan tertulis dari penerima lisensi, apabila merek yang dimintakan penghapusannya masih terikat perjanjian lisensi;

d. fotokopi sertikat merek yang dimohonkan penghapusan; dan e. bukti pembayaran biaya permohonan.

Perkara dalam penelitian ini adalah sengketa merek HOT STAR dan Logo terdaftar Nomor IDM000619419 atas nama Tergugat, mempunyai persamaan

(46)

39

pada pokoknya dengan Merek HOT STAR dan Logo serta Merek Logo HOT STAR milik Penggugat. Seharusnya pendaftaran merek oleh tergugat dapat dibatalkan apabila mempunyai kesamaan dengan merek terdaftar sebelumnya.

Ketentuan ini merujuk pada Pasal Pasal 21 ayat (1) huruf b dan c UU MIG yang berbunyi:

Permohonan ditolak jika Merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan:

a. Merek terdaftar milik pihak lain atau dimohonkan lebih dahulu oleh pihak lain untuk barang dan Zatau jasa sejenis;

b. Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dari/atau jasa sejenis;

c. Merek terkenal milik pihak lain untuk barang darr/ a tau jasa tidak sejenis yang memenuhi persyaratan tertentu; atau

d. Indikasi Geografis terdaftar.

(47)

Suatu merek dapat disebut merek bila memenuhi syarat mutlak, yaitu berupa adanya daya pembeda yang cukup (capable of distinguishing).

Maksudnya, tanda yang dipakai (sign) tersebut mempunyai kekuatan untuk membedakan barang atau jasa yang diproduksi sesuatu perusahaan dari perusahaan lainnya. Untuk mempunyai daya pembeda ini, merek harus dapat memberikan penentuan (individualisering) pada barang atau jasa yang bersangkutan.34 Penjelasan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis menyatakan bahwa Pemohon kepemilikan merek harus beritikad baik, yaitu dengan mendaftarkan mereknya secara layak dan jujur tanpa apa pun untuk membonceng, meniru atau menjiplak ketenaran merek pihak lain demi kepentingan usahanya yang berakibat kerugian pada pihak lain atau menimbulkan persaingan curang, mengecoh, atau menyesatkan konsumen. Misalnya, merek dagang A yang sudah dikenal masyarakat secara umum sejak bertahun-tahun, ditiru sedemikian rupa sehingga memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek dagang A tersebut.

Hak atas merek diperoleh melalui pendaftaran pada kantor merek dengan memenuhi segala persyaratan merek sesuai dengan ketentuan UndangUndang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Pendaftaran juga harus mempunyai itikad baik. Adapun prosedurnya sebagai berikut:

34 Putra, Ida Bagus Wyasa, Aspek-aspek Hukum Perdata Internasional dalam Transaksi Bisnis Internasional, Bandung, PT Refika Aditama, 2000, hal. 23

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi ini mengemukakan permasalahan mengenai bentuk-bentuk pelanggaran terhadap perempuan korban perang di Suriah ditinjau menurut hukum internasional, diantara banyak

Pasal tersebut menyatakan bahwa asuransi pada umumnya adalah suatu persetujuan dimana penanggung dengan menikmati suatu premi mengikat dirinya terhadap tertanggung

Menimbang, bahwa menurut hemat hakim, pidana terhadap anak yang berkonflik dengan hukum adalah merupakan hal yang refresif akibat perbuatan yang dilakukan karena

Data diperoleh melalui penelitian kepustakaan (library research) dan penelitian lapangan (field research). Penelitian Kepustakaan dilakukan dengan menganalisis Putusan

3. suatu sebab yang halal. Pos Indonesia bergerak dalam bidang jasa, maka faktor yang sangat penting yang perlu di perhatikan adalah kepercayaan pengguna jasa, dimana

a) Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mengikat, terdiri dari peraturan perundang-undangan yang terkait dengan objek penelitian. Bahan hukum primer yang

Jawaban : Dalam hal ini sudah jelas disini dengan adanya penerapan klausula baku yang secara sepihak disini yang juga konsumen tidak dapat diberikan pilihan selain ikut

Maka, atas pertimbangan tersebutlah Majelis Hakim menyatkan bahwa terdakwa harus dilepaskan dari tuntutan hukum (ontslag van rechtvervolging). Dari pemaparan