• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Oleh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Oleh"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

PELAKSANAAN SISTEM OPERASIONAL ASURANSI SYARIAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2014

TENTANG PERASURANSIAN

(StudiPada PT. Asuransi Takaful KeluargaCabang Medan)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

EDI PURWANTO 130200083

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA DAGANG

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(2)

PELAKSANAAN SISTEM OPERASIONAL ASURANSI SYARIAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2014

TENTANG PERASURANSIAN

(StudiPada PT. Asuransi Takaful KeluargaCabang Medan)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

EDI PURWANTO 130200083

Disetujui oleh :

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

Dr. Rosnidar Sembiring, S.H. M., Hum NIP. 196602021991032002

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

SintaUli, S.H., M.Hum Dr. Utary Maharani Barus, S.H., M.Hum NIP: 195506261986012001 NIP: 195412101986011001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(3)

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT Saya yang bertandatangandibawahini :

Nama : Edi Purwanto

NIM : 130200083

Departemen : HukumKeperdataan

JudulSkrips :PELAKSANAAN SISTEM OPERASIONAL ASURANSI SYARIAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN (StudiPada PT. AsuransiTafakulKeluargaCabang Medan).

Denganinimenyatakan :

1. Skripsi yang sayatulisiniadalahbenartidakmerupakanciplakandariskripsiataukaryailmiah

orang lain.

2. Apabilahterbukti di kemudianhariskripsitersebutadalahciplakan, makasegalaakibathukum yang timbulmenjaditanggungjawabsaya.

Demikianpernyataaninisayabuatdengansebenarnyatanpaadapaksaanatautekananda ripihakmanapun.

Medan, Maret 2017

Edi Purwanto NIM : 130200083

(4)
(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. karena berkat Rahmat dan Karunia- Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi syarat menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Adapun judul skripsi ini adalah :

“Pelaksanaan Sistem Operasioanal Asuransi Syariah Berdasarkan Undang- Undang Nomor 40 tahun 2014 Tentang Perasuransian (Studi pada PT. Asuransi Takaful Keluarga Cabang Medan)”. Skripsi ini membahas tentang sistem operasional asuransi syariah PT. Asuransi Tafakul Keluarga cabang Medan pelaksanaan sitemoperasional asuransi syariah PT. Asuransi Takaful Keluarga Cabang Medan, Proses Pelaksanaan Klaim asuransi syariah PT Asuransi Tfakul Keluarga Cabang Medan serta upaya yang dilakukan PT. Asuransi Takaful Keluarga Cabang Medan dalam mengatasi hambatan dalam mengajukan klaim asuransi Jiwa syariah berdasarkan dengan Undang-Undang No.40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, dikarenakan berbagai keterbatasan penulis, baik pengetahuan pengalaman dalam menulis karya tulis ilmiah, maupun ketersediaan literatur. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan mengucapan terima kasih kepada:

(6)

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr.Budiman Ginting, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. OK. Saidin, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Puspa Melati Hsb, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Ibu Dr. Rosnidar Sembiring, S.H. M., Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan.

7. Bapak Syamsul Rizal, S.H., M.Hum., sebagai Sekretaris Departemen Hukum Keperdataan.

8. Ibu Sinta Uli, S.H., M.Hum., selaku Ketua Program Kekhususan Perdata Dagang, sekaligus merupakan Dosen Pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktu kepada penulis untuk membimbing, memberi nasehat dan motivasi kepada penulis dalam penyelesaian skripsi Ibu

9. Dr.Utary Maharani Barus, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyakmemberikan waktu beliau kepada penulis untuk membimbing, memberi nasehat dan motivasi dalam proses penyelesaian skripsi ini.

(7)

10. Bapak Azwar Mahyuzar, S.H. selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis selama masa perkuliahan.

11. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara seluruhnya yang telah mendidik dan membimbing penulis selama tujuh semester dalam menempuh perkuliahan diFakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

12. Kepada pihak PT. Asuransi Takaful Keluarga Cabang Medan telah memberikan kesempatan pada penulis dalam melaksanakan riset untuk menyelesaikan skripsi ini.

13. Kepada orang tua penulis yang tercinta, yaitu ayahanda Poniman ibunda Ngatemah dan kakak-kakak tercinta Suraidah, Yayuk Sri yani abang-abang tercinta Misnan, Supratman, Julianto dan adik tercinta Sri Wulandari yang tiada hentinya mendo’akan, menyayangi dan memberikan dukungan baik materiil maupun moril dan juga menyemangati agar penulis dapat segera menyelesaikan skripsi ini.

14. Kepada Annisyah, SH yang telah memberikan motivasi, semangat dan dukungan serta menemani penulis selama penulisan skripsi ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

15. Kepada Umi Fadilah, Aba Edi Supriatno, Ibu Siti Manurung, dan Gita Maharani,S.Kom dan Siti Aisyah, S.H, yang telah memberikan motivasi kepada penulis.

16. Kepada teman-teman tercinta dan seperjuangan yaitu Ali Nida, Dharma Agung, Rahmi Warni, Rizki Hidayat, Sepnida Amalya Putri, Muhammad Irsan Nasution.Teman-teman yang The Best yaitu Rima Hanita, Ola

(8)

17. Ofiyanti, Jabbar Malik Hasibuan, Hartono, Izzati Nabila. Teman-teman Fakultas Hukum Stambuk 2013. Teman-teman grup H yang selalu kompak.

Teman-teman Departemen Perdata Program Kekhususan Perdata Dagang.

18. Kepada teman-teman seperjuangan grup H dan grup A Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

19. Kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis baik secara moril maupun materil yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga kita semua selalu dalam lindungan Allah SWT.

Medan, Maret 2017 Penulis

Edi Purwanto

(9)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... v

ABSTRAK ... viii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penulisan ... 8

D. Manfaat Penulisan ... 8

E. Metode Penelitian ... 10

F. Keaslian Penulisan ... 12

G. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN ASURANSI UMUM ... 15

A. PengertianPerjanjianAsuransisertaUnsur-Unsur PerjanjianAsuransi... 15

B. Asas-AsasdalamPerjanjianAsuransi ... 24

C. SyaratSahPerjanjianAsuransiserta Para Pihak dalamPerjanjianAsuransi ... 26

BAB III : ASPEK HUKUM PERJANJIAN ASURANSI SYARIAH ... 35

A. TinjauanUmumtentangAsuransiSyariahsertaPengaturannya ... 35

A.1. PengertianPerjanjianAsuransiSyariah ... 35

A.2. PengaturanAsuransiSyariah ... 39

A.3. Akadserta Polis AsuransiSyariah ... 43

A.4. PremidanKlaimdalamAsuransisyariah ... 47

B. TujuandanFungsiAsuransiSyariah ... 49

C. Prinsip-PrinsipAsuransiSyariah ... 52

(10)

BAB IV :PELAKSANAAN SISTEM OPERASIONAL ASURANSI SYARIAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG

NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERANSURANSIAN PADA PT. ASURANSI TAFAKUL KELUARGA CABANG

MEDAN ... 63

A. SistemOperasionalAsuransiSyariahpadaPT. Asuransi TafakulKeluargaCabang Medan ... 63

B. PelaksanaanPengajuanKlaimAsuransiSyariahpada PT. AsuransiTafakulKeluargaCabang Medan ... 73

C. HambatandalamPelaksanaanPengajuanKlaimAsuransi Syariahpada PT. AsuransiTafakulKeluargaCabang Medan ... 79

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 85

A. Kesimpulan ... 85

B. Saran ... 86

DAFTAR PUSTAKA ... 88 LAMPIRAN

(11)

LAMPIRAN

1. HasilRiset di PT Asuransi Takaful KeluargaCabang Medan

2. Polis AsuransiJiwaSyariah PT Asuransi Takaful KeluargaCabang Medan 3. Syarat-syaratUmum Polis TakafulinkIndividu

4. Syarat- syaratKhusus Polis TakafulinkIndividu

5. FormulirpermohonanTakafulinkIndividu PT AsuransiTafakulKeluargaCabang Medan.

(12)

ABSTRAK Edi Purwanto1

Kata Kunci: Pelaksanaan Sistem Operasional, Asuransi Syariah.

Sinta Uli **

Utary Maharani Barus***

Asuransi merupakan suatu kegian yang tidak terpisahkan dari kegiatan bisnis yang sehat. Salah satu kegiatan ekonomi yang berkembang dengan pesat dewasa ini adalah asuransi. Pada saat ini di Indonesia, telah banyak lembaga keuangan yang beroperasi namun sistem bunga yang dipakai asuransi konvensional menjadi masalah tersendiri bagi umat Islam. Untuk itu diperlukan lembaga keuangan yang beroperasi berdasarkan syari’at Islam Al-Qur’an, As-Sunnah dan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian. Akhirnya, melalui kesatuan pendapat para ulama lahirlah suatu konsep asuransi syari’ah. Adapun judul skripsi ini adalah : “Pelaksanaan Sistem Operasional Asuransi Syariah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian (Studi pada PT. Asuransi Takaful Keluarga Cabang Medan)”, dimana permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana pelaksanaan sistem operasional asuransi syariah pada PT. Asuransi Takaful Keluarga Cabang Medan, bagaimana pelaksanaan pengajuan klaim asuransi syariah , hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan klaim asuransi syariah.

Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian hukum Normatif dengan menelaah bahan-bahan pustaka dan dokumen-dokumen hukum yang relevan dengan permasalahan hukum yang di kaji, penulisan skripsi ini bersifat deskriptif empiris dengan studi lapangan ke PT. Asuransi Takaful Keluarga Cabang Medan untuk mendapatkan informasi guna mendukung teori yang telah ada.

Hasil penelitian dan kesimpulannya PT. Asuransi Takaful Keluarga cabang Medan merupakan asuransi syariah yang bergerak di bidang usaha pokok asuransi jiwa syariah.

PT. Asuransi Takaful Keluarga (asuransi jiwa syariah) memberikan perlindungan dalam menghadapi musibah kematian dan kecelakaan atas diri peserta asuransi takaful. Dalam menjalankan kegiatan usahanya tersebut, perusahaan telah menetapkan penggunaan syariah Islam dan pasal 3 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian sebagai landasan operasionalnya. Pengelolaan dana dengan unsur tabungan adalah setiap premi yang telah diterima akan dibagi kedalam dua rekening, yaitu rekening tabungan dan rekening tabungan khusus (tabarru’). Dalam pelaksanaan klaim pada PT.

Asuransi Takaful Keluarga pada dasarnya telah sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional. Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional menyebutkan bahwa klaim atas akad tabbrru’ merupakan hak peserta, dan merupakan kewajiban perusahaan, sebatas yang disepakati dalam akad. Hambatan yang terjadi pada PT. Asuransi Takaful Keluarga Cabang Medan dapat teratasi dengan upaya/solusi yang di berikan dalam pengajuan klaim pada PT. Asuransi Takaful Keluarga Cabang Medan.

1 Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

** Dosen Pembimbing I

*** Dosen Pembimbing II

(13)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai anggota masyarakat sosial memiliki resiko tinggi yang berdampak langsung pada diri sendiri maupun keluarga. Dalam suatu resiko menjadi kenyataan yang merupukan sesuatu yang belum pasti, sementara itu resiko tersebut dapat menimbulkan suatu kerugian atau kehilangan yang dihadapi oleh setiap manusia.2

Salah satu metode yang paling baik untuk penanganan risiko tidak lain adalah dengan cara mentrasfernya/mengalihkannya kepada pihak lain dengan jalan mengadakan perjanjian asuransi.

Dalam hal tersebut maka kebutuhan terhadap perlindungan atau jaminan untuk mengatasi suatu resiko menjadi kenyataan yang merupakan sesuatu yang belum pasti, maka salah satu cara untuk mengatasinya tersebut adalah dengan mengalihkan resiko kepada pihak lain dalam bentuk asuransi.

3

“Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu”.

Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)memberikan pengertian mengenai asuransi atau pertanggungan, yaitu:

2 .http//kharisnavina.wordpress.com/2015/06/27/makalah-takafulasuransi-syariah/

&ei=LZv1sKEc&lc=idID&s=1&m=208&host=www.google.co.id&ts=146928701&sig=AKOVD6 5FdEUxMpEM6IBSASIMC5a5uk_dzww. Diakses pada tanggal 27 Juli 2016.

3 .Sri Rezeki Hartono, Asuransi dan Perusahaan Asuransi, (Jakarta : Sinar Grafika,2001), hal.70.

(14)

Selain dalam KUHD, pengertian asuransi juga dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian, yaitu:

“Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk :

a. memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian,kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau

b. memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana”.

Peristiwa asuransi adalah perbuatan hukum (legal act) berupa persetujuan atau kesepakatan bebas antara penanggung dan tertanggung mengenai objek asuransi, peristiwa tidak pasti (evenemen) yaitu sesuatu yang tidak diketahui kapan akan terjadi namun apabila peristiwa itu muncul akan menimbulkan kerugian kepada para piak, yang mengancam benda asuransi dan syarat-syarat yang berlaku dalam asuransi. Persetujuan atau kesepakatan bebas tersebut dibuat dalam bentuk tertulis berupa akta yang disebut polis. polis ini merupakan satu- satunya alat bukti yang dipakai untuk membuktikan telah terjadi asuransi.4

Hubungan asuransi yang terjadi antara penanggung dan tertanggung adalah keterkaitan (legally bound) yang timbul karena persetujuan atau kesepakatan bebas. Keterkaitan tersebut berupa kesedian secara sukarela dari penanggung dan tertanggung untuk memenuhi kewajiban dan hak masing-masing

4 .Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, (Bandung : PT. Citra Aditia Bakti, 2012), hal,9.

(15)

terhadap satu sama lain (secara timbale bali). Artinya, sejak tercapai kesepakatan asuransi tertanggung terikat dan wajib membayar premi asuransi kepada penanggung, dan sejak itu pula penanggung menerima pengalihan resiko. Jika terjadi evenemen yang menimbulkan kerugian atas benda asuransi, penanggung wajib membayar ganti kerugian sesuai dengan ketentuan polis asuransi. Akan tetapi, jika tidak terjadi evenemen, premi yang sudah dibayar oleh tertanggung tetap menjadi milik penanggung.5

Menurut Abdurrahman al-Jaziriy, para ulama sependapat bahwa tambahan atas pinjaman ketika pinjaman itu dibayar dalam tanggungan waktu tanpa ‘iwad (imbalan) adalah riba. Salah satu kegiatan ekonomi yang berkembang dengan pesat dewasa ini adalah asuransi. Namun sistem bunga yang dipakai asuransi konvensional menjadi masalah tersendiri bagi umat islam.6

Hal ini wajar menimbulkan pertanyaan karena bisnis asuransi yang sudah ada sebelumnya dan sudah diatur dengan undang-undang sudah banyak dibahas para intelektual Muslim dan ternyata banyak mengandung kelemahaan yang bertentangan dengan prinsip syariah yang dianut oleh sebagian besar penduduk Indonesia. Waaupun istiah asuransi tidak dikenal dalam Al-Qur’an dan Hadist, tidak tertutup kemungkinan dikembangkan secara islami oleh para ahli hukum Islam atau fukaha7untuk mencari dan menetapkan hukumnya, selama tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah dan undang-undang yang berlaku.8

5. Ibid hal, 10.

6 .https://pistaza.wordpress.com/2011/10/11/asuransi-syariah/&ei=LZv1sKEc&lc=id- ID&s=1&m. diakses pada tanggal 27 Juli 2016.

7 .Fukaha adalah kata majemuk bagi faqih, yaitu seorang ahli fiqih.

8 .Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditia Bakti, 2012), hal, 258.

(16)

Penduduk Indonesia yang mayoritas beragama islam, menganggap pelaksanaan asuransi konvensional yang sudah ada kini tidak sesuai dengan perinsip syari’ah karena mengandung unsur ketidakjelasan (gharar), mengandung unsur perjudian (maisir), dan mengandung unsur bunga uang (riba). Hal ini membuat umat Islam untuk ikut serta sebagai anggota asuransi. Akhirnya, melalui kesatuan pendapat para ulama lahirlah suatu konsep asuransi syari’ah yang dapat diterima dan dipraktikan di mana saja, dengan mendirikan perusahaan asuransi syariah dan dilaksanakan berdasarkan prinsip syari’ah guna menghindari unsur- unsur gharar, maisir, dan riba.9

Asuransi dalam literatur keislaman lebih banyak bernuansa sosial daripada bernuansa ekonomi atau profit oriented (keuntungan bisnis). Hal ini dikarenakan oleh aspek tolong menolong yang menjadi dasar utama dalam menegakan praktik asuransi dalam Islam. Maka tatkala konsep asuransi tersebut dikemas dalam sebuah organisasi perusahaan yang berorientasi kepada profit,akan berakibat pada

Pada saat ini di Indonesia, telah banyak lembaga keuangan yang beroperasi dengan prinsip Islam atau syariah, perkembangan yang sangat pesat dan sudah banyak diminati oleh masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam, dengan tingginya minat masyarakat terhadap lembaga keuangan syariah belakangan ini sudah mulai berkembang perusahaan asuransi yang menggunakan sistem syariah untuk membantu dan menolong anggota asuransi dengan beragam produk asuransi.

9 .Ibid, hal, 258 – 259.

(17)

penggabungan dua visi yang berbeda yaitu, visi sosial yang menjadi landasan utama dan visi ekonomi yang merupakan landasan peripheral.10

Sumber hukum material asuransi syari’ah adalah syari’ah Islam, sedangkan sumber syari’ah islam adalah AL-Qur’an, Hadist, Ijma (Ijtihad), Fatwa Sahabat Rasul, Qiyas, Istihsan, dan Urf (tradisi). AL-Qur’an dan Hadist merupakan sumber utama hukum islam, namun dalam menetapkan prinsip-prinsip maupun praktik dan operasional asuransi syari’ah, parameter yang senantiasa menjadi rujukan adalah syari’ah Islam.

Secara umum peraturan material yang terdapat dalam perasuransian syariah pada dasarnya sama dengan yang berlaku pada asuransi konvensional, bila dilihat dari ihwal administrasi dan sistem pelaporannya. Tetapi yang membedakan setiap kegiatan muamalah, termasuk didalamnya asuransi syari’ah, tata cara dan operasinya harus berlandaskan pada AL-Qur’an dan Hadist Nabi Muhammad SAW.

11

Berdasarkan konsep tersebut, kemudian Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia (MUI) memberikan pengertian tentang asuransi syari’ah. Pasal 1 Konsep asuransi syari’ah yang didasarkan pada AL-Qur’an Suart AL- Ma’idah ayat 2, yang artinya;

“Tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”

10. Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam suatu Tinjauan Historis, Teoritis dan Praktis, (Jakarta : Kencana,2006), hal, 55.

11. Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and General); Konsep dan Sistem Operasional, (Jakarta : Gema Insani, 2004) hal, 296.

(18)

ayat (1) Fatwa Dewan Syari’ah Nasional MUI No.21/DSN-MUI/X/2001, menetapkan bahwa:

“Asuransi syari’ah adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di anatara sjumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk asset dan/atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syari’ah.”

Akad yang mendasari kontrak asuransi syari’ah adalah akad tabarru’.

Dimana akad ini, pihak pemberidengan ikhlas memberikan sesuatu dalam bentuk kontribusi/premi tanpa ada keinginan untuk menerima apapun dari orang yang menerima kontribusi/premi tersebut.

Akad tabarru’ pada asuransi syari’ah dan reasuransi adalah semua bentuk akad yang dilakukan dalam bentuk hibah dengan tujuan kebajikan dan tolong- menolong antar peserta bukan untuk tujuan komersial.

Perusahaan asuransi syari’ah pada hakikatnya hanya bertindak sebagai pemegang amanah untuk mengelola dari pihak pemberi dalam bentuk kontribusi/premi dan dana kebajikan/derma (tabarru’), merupakan pemberian kuasa dari peserta kepada perusahaan asuransi untuk bertindak sebagai operator yang bertugas mengelola dana-dana tersebut dengan baik.

Sumber dana pembayaran klaim dan keabsaan syar’i penerima uang klaim itu sendiri. Dalam konsep asuransi konvensional, tertanggung tidak mengetahui dari mana dana pertanggungan itu berasal. Tertanggung hanya tahu jumlah pembayaran klaim yang akan diterimanya. Dalam konsep asuransi takaful (saling menolong), setiap pembayaran premi sejak awal akan dibagi dua, rekening pemegang polis dan rekening khusus peserta yang harus diniatkan sebagai dana kebajikan/derma (tabarru’) untuk membantu saudaranya yang lain. Jadi klaim

(19)

dalam konsep asuransi takaful diambil dari dana tabam/yang merupakan kumpulan dana shadaqah yang diberikan oleh peserta asuransi.12

12 . Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia(Bandung : PT. Citra Aditia Bakti, 2012), hal, 264.

Umumnya, perusahaan asuransi menyusun polis asuransi masing-masing dengan syarat-syarat khusus dan klausul tertentu, sehingga dapat ditentukan beragam polis asuransi, untuk menciptakan keseragaman polis asuransi diupayakan standarisasi polis asuransi, baik nasional maupun internasional, agar mempermudah untuk pengajuan klaim perusahaan asuransi tersebut.

Berdasarkan hal tersebut terbitlah Undang-Undang No.40 Tahun 2014Tentang Perasuransian dalam memberikan pengaturan yang lebih jelas dalam pelaksanaan sistem operasional asuransi syari’ah serta pengaturan klaim yang lebih jelas dalam pembuat polis asuransi dengan akad tabarru’ selain memberikan perlindungan kepada peserta asuransi syari’ah juga memberikan semangat masyarakat untuk berasuransi, juga memahami konsep yang di buat dalam pelaksanaan sitem operasional asuransi pada perusahaan asuransi syari’ah.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mempelajari danmelakukan penelitian, oleh karena itu penulis tertarik untuk mengangkat sebuah judul:

Pelaksanaan Sistem Operasional Asuransi Syariah Berdasarkan Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian (Studi pada PT. Asuransi Tafakul Keluarga Cabang Medan).

(20)

B. Rumusan Maslah

Berdasarkan uraian diatas, maka pokok permasalahan yang akan dibahas didalam skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana sistem operasional asuransi syari’ah pada PT. Asuransi Tafakul Keluarga Cabang Medan ?

2. Bagaimana pelaksanaan pengajuan klaim asuransi syariah padaPT. Asuransi Tafakul Keluarga Cabang Medan ?

3. Hambatan apa saja yang terdapat dalam pelaksanaan pengajuan klaim asuransi syariah di PT. Asuransi Tafakul Keluarga Cabang Medan ?

C. Tujuan Penulisan

Penelitian yang penulis lakukan ini diharapkan untuk mengetahui;

1. Sitem operasional asuransi syari’ah pada PT. Asuransi Tafakul Keluarga Cabang Medan.

2. Pelaksanaan pengajuan klaim asuransi syari’ah padaPT. Asuransi Tafakul Keluarga Cabang Medan.

3. Solusi dalam pelaksanaan pengajuan klaim asuransi syari’ah pada PT.

Asuransi Tafakul Keluarga Cabang Medan.

D. Manfaat Penulisan

Sejalan dengan tujuan tersebut diatas, penulis skripsi ini diharapkan dapat memberikan kegunaan teoritis dan kegunaan praktis sebagai berikut :

1. Manfaat secara teoritis

(21)

a. Bermanfaat untuk menambah kepustakaan yang dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian yang sejenis.

b. Sebagai media pembelajaran metode penelitian hukum sehingga dapat menunjang kemampuan individu mahasiswa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

c. Menambah pengetahuan tentang pelaksanaan sistem operasional asuransi syariah berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian Di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara.

2. Manfaat secara Praktis a. Bagi Pemerintah

Membantu pemerintah dalam memberikan penjelasan terhadap pengetahuan, pemahaman serta kemauan minat masyarakat untuk menjadi peserta dalam perusahaan asuransi syari’ah berdasarkan Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian.

b. Bagi Mahasiswa

Dapat menambah wawasan dan pengetahuan serta kemampuan menganalisis terhadap kenyataan yang ada tentang pelaksanaan sistem operasional asuransi syari’ah pada perusahaan asuransi unit syari’ah.

c. Bagi Masyarakat

Untuk menambah pengetahuan, wawasan serta pemahaman masyarakat tentang pelaksanaan sistem operasional asuransi syari’ah di perusahaan asuransi khususnya diPT. Asuransi Tafakul Keluarga Cabang Medan.

(22)

E. Metode Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, metode penelitian yang digunakan adalah gabungan antara metode penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris, yang dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Penulisan skripsi ini memakai metode penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris. Dalam hal ini penelitian hukum normatif dilakukan melalui kajian terhadap peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan hukum yang berhubungan dengan skripsi ini. Sedangkan penelitian hukum empiris dilakukan untuk memperoleh data primer melalui wawancara dengan pihak-pihak tertentu pada perusahaan asuransi, yakni PT. Asuransi Tafakul Keluarga Cabang Medan.

2. Data dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan dalam penyusunan skripsi ini dilakukan melalui pengumpulan data primer dan data sekunder.

a. Data Primer

Data primer ini diperoleh melalui wawancara langsung dengan salah satu TAKAFUL Sales Manager pada PT. Asuransi Tafakul Keluarga Cabang Medan.

b. Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini didapatkan melalui penelusuran kepustakaan (library research) untuk memperoleh bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, serta bahan hukum tersier. Bahan hukum primer

(23)

adalah peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian, Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor.21/DSN-MUI/X/2001, AL-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad SAW. Bahan hukum sekunder adalah buku- buku yang memberikan penjelasan tentang bahan primer. Bahan hukum tersier adalah bahan yang menjadi pendukung dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia.

3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan sekripsi ini menggunakan dua teknik pengumpulan data, yaitu;

a. Penelitian melalui kepustakaan (library research) adalah penelitian yang dilakukan dengan mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan skripsi ini yang dapat dipergunakan sebagai dasar dalam penelitian dan menganalisa masalah-masalah yang ada.

b. Penelitian Lapangan (Fiel Research) adalah penelitian yang dilakukan dengan cara turun langsung kelapangan. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara langsung dengan salah satu TAKAFUL Sales Manager pada PT. Asuransi Tafakul Keluarga Cabang Medan .

4. Teknik Analisis Data

Dalam menganalisis data, penulis menggunakan teknik analisis kualitatif yaitu suatu analisis data secara jelas serta diuraikan dalam bentuk kalimat sehingga diperoleh gambaran yang jelas dan menyeluruh yang diperoleh dari bahan bacaan atau buku-buku, peraturan perundang-undangan dan hasil analisis pejanjian asuransi.

(24)

F. Keaslian Penelitian

Skripsi yang berjudul “Pelaksanaan Sistem Operasional Asuransi Syariah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian (Studi Pada PT. Asuransi Tafakul Keluarga Cabang Medan)” adalah berdasarkan hasil buah pemikiran penulis sendiri. Skripsi ini belum ada yang membuatnya, jikalau ada yang mendekati kesamaan sekripsi ini, penulis yakin sudut pembahasannya berbeda. Dengan demikian keaslian penulisan skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Berikut dikemukan beberapa penetian yang berkaitan dengan penelitian peneliti, yaitu :

1. Andi Sriwahyuni, Fakultas Ekonomi dan Bisni UNHAS (2011) dengan judul : Evaluasi Mekanisme Pengelolaan Dana Dengan Sistem Mudharabah Pada Asuransi Syariah, dengan rumusan masalah :

a. Apakah mekanisme pengelolaan dana pada Asuransi Takaful Keluarga Telah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah?

b. Bagaimana mekanisme pengelolaan dana pada Asuransi Takaful Keluarga?

2. Zulfajri, Fakultas Hukum USU (2006) dengan judul : Asas Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Asuransi Syariah, dengan rumusan masalah:

a. Asas-asas apa saja yang terdapat dalam ketentuan asuransi syariah (yang bersumber kepada Al-Qur’an, Sunnah dan Ijtihad) berkaitan dengan perlindungan nasabah,

(25)

b. Apa latar belakang (landasan filosofis) sehingga asuransi syariah perlu member perlindungan bagi nasabah.

3. Nurulatika, Fakultas Hukum USU (2010) dengan judul : Analisis Perbandingan Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional, dengan rumusan masalah :

a. Bagaimana pelaksanaan asuransi syariah di perusahaan asuransi syariah?

b. Apa hambatan dan solusi dalam pelaksanaan asuransi syariah?

c. Perbedaan asuransi syariah dan Asuransi konvensional diliat dari berbagai aspek?

G. Sistematika Penulisan

Dalam menghasilkan karya ilmiah yang baik, maka pembahasannya harus diuraikan secara sistematis. Sistematis penulisan skripsi ini terbagi dalam beberapa tahapan yang disebut dengan “BAB”. Dimana masing-masing bab diuraikan permasalahannya secara tersendiri, namun masih dalam konteks yang saling berkaitan antara satu dengan lainnya.

Secara sistematis, materi pembahasan ditempatkan seluruhnya ke dalam 5 (lima) Bab dan setiap Bab dibagi atas beberapa sub Bab yang terperinci sebagai berikut :

Bab I memberikan penjelasan tentang latar belakang, permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penelitian, metode penelitian, keaslian penelitian, serta sistematika penulisan.

(26)

Bab II memberikan penjelasan tentang pengertian perjanjian asuransi serta unsur-unsur perjanjian asuransi, asas-asas dalam perjanjian asuransi.

Bab III memberikan penjelasan tentang pengertian asuransi syari’ah dan pengaturan asuransi syari’ah, tujuan dan fungsi asuransi syari’ah, prinsi-prinsip dalam asuransi syari’ah.

Bab IV memberikan penjelasan tentang pelaksanaan sistem operasional asuransi syari’ah pada PT. Asuransi Tafakul Keluarga Cabang Medan, pelaksanaan pengajuan klaim asuransi syari’ah pada PT. Asuransi Tafakul Keluarga Cabang Medan, hambatan dalam pelaksanaan pengajuan klaim asuransi syari’ah diPT. Asuransi Tafakul Keluarga Cabang Medan.

Bab V merupakan perumusan kesimpulan dari pembahasan yang dijabarkan dalam bab sebelumnya sekaligus sebagai jawaban terhadap permasalahan yang diajukan pada penulisan ini. Termasuk saran dari penulis untuk masalah yang ada di masyarakat yang diharapkan agar dapat berguna dalam kehidupan nyata.

(27)

BAB II

TINJAUAN UMUM PERJANJIAN ASURANSI UMUM A. Perjanjian Asuransi serta Unsur – Unsur Perjanjian Asuransi 1. Pengertian Perjanjian Asuransi Umum

Asuransi atau pertanggungan yang merupakan terjemahaan dari insurance atau verzekering, timbul karena kebutuhan manusia. Seperti telah dimaklumi, bahwa dalam mengarungi hidup dan kehidupan ini, manusia selalu dihadapkan kepada sesuatu yang tidak pasti yang mungkin menguntungkan, tetapi mungkin pulasebaliknya. Apabilah peristiwa yang tidak pasti tersebut terjadi dan menguntungkan atau menyenangkan, akan merupakan suatu keberuntungan yang tentu diharapkan. Akan tetapi, keadaannya tidak selalu demikian. Dapat saja terjadi suatu peristiwa negative yang merugikan baik bagi dirinya, keluargannya maupun kekayaannya.13

Menurut A. Abbas Salim, Asuransi adalah suatu kemauan untuk menetapkan kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai pengganti (substitusi) kerugian-kerugian yang besar yang belum pasti. Sedangkan menurut Wirjono Prodjodikoro,Asuransi atau dalam bahasa Belanda “Verzekering” berarti pertanggungan. Dalam suatu Asuransi terlibat dua pihak yang satu sanggup akan menanggung atau menjamin, bahwa pihak lain akan mendapatkan penggantian dari suatu kerugian, yang mungkin ia akan menderita sebagai akibat

13H. Man Suparman Sastrawidjaja, Aspek-Aspek Hukum Asuransi dan Surat Berharga, (Bandung: PT. Alumni, 2003), hal.1

(28)

dari suatu peristiwa, yang semula belum tentu akan terjadinya atau semula belum dapat ditentukan saat akan terjadi.14

“Asuransi atau Pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seseorang penanggung mengikat diri kepada seseorang tertanggung, dengan menerima suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritannya karena suatu peristiwa yang tertentu”.

Asuransi atau dalam bahasa Indonesianya : pertanggungan, menurut pengertian yuridisnya dapat ditemui dalam pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang atau Wetboek van Koophandel (WvK), yang bunyinya sebagai berikut :

15

Pasal tersebut menyatakan bahwa asuransi pada umumnya adalah suatu persetujuan dimana penanggung dengan menikmati suatu premi mengikat dirinya terhadap tertanggung untuk membebaskannya dari kerugian karena kehilangan, kerugian, atau ketiadaan keuntungan yang diharapkan, yang akan dapat diderita olehnya karena suatu kejadian yang tidak pasti. 16

“Pertanggungan-pertanggungan antara lain dapat mengenai bahaya-bahaya kebakaran; bahaya-bahaya yang mengancam hasil-hasil pertanian disawah;

jiwa dari seorang atau lebih; bahaya-bahaya dilautan; dan bahaya-bahaya Pengertian asuransi / pertanggungan sebagaimana tersebut dalam pasal 246 KUHD diatas kalau diperhatikan secara seksama sebenarnya hanya berlaku bagi bentuk pertanggungan kerugian. Sedangkan maksud sesungguhnya pasal 246 KUHD, sebagai berikut :

14Djanius Djamin dan Syamsul Arifin, Bahan Dasar Hukum Asuransi, (Medan: StieTri Karya, 1993), hal. 6

15H. Mashudi dan Moch. Chidir Ali, Hukum Asuransi, (Bandung: Mandar Maju, 2000), hal. 2.

16 H. Abdul Muis, Hukum Asuransi dan Bentuk - Bentuk PerAsuransian, (Medan : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2005), hal. 2.

(29)

perbudakan; bahaya-bahaya pengangkutan didarat dan disungai-sungai serta diperairan-perairan pedalaman”.17

Asuransi dalam terminologi hukum merupakan suatu perjanjian, oleh karena itu perjanjian itu sendiri perlu dikaji sebagai acuan menuju pada pengertian perjanjian asuransi. Di samping itu karena acuan pokok perjanjian asuransi tetap pada pengertian dasar dari perjanjian.

Disamping pasal 246 KUHD memberikan pengertian tentang pertanggungan atau asuransi, terlihat pula disitu bahwa pertanggungan atau asuransi merupakan perjanjian antara pihak penanggung sebagai pihak yang mengambil peralihan resiko. Salah satu unsur penting dalam peristiwa asuransi yang terdapat dalam rumusan Pasal 246 KUHD adalah ganti kerugian. unsur tersebut hanya menunjuk kepada asuransi kerugian yang objeknya harta kekayaan.

18

a. Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.

Perjanjian adalah peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seseorang atau dua orang itu berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Menurut Pasal 1313 KUHPerdata “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya.”

Secara umum pengertian perjanjian dapat dijabarkan antara lain adalah sebagai berikut :

b. Suatu hubungan hukum antara pihak, atas dasar mana pihak yang satu (yang berpiutang/kreditur) berhak untuk suatu prestasi dari yang lain (yang

17 Djanius Djamin dan Syamsul Arifin, Bahan Dasar Hukum Asuransi, (Medan : Stie Tri Karya, 2000), hal.7.

18Sri Redjeki Hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, (Jakarta : Sinar Grafika, 2001), hal.82.

(30)

berhubungan/debitur) yang juga berkewajiban melaksanakan dan bertanggung jawab atas suatu prestasi.

Dari batasan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa setiap perjanjian pada dasarnya akan meliputi hal-hal tersebut di bawah ini :

a. Perjanjian selalu menciptakan hubungan hukum.

b. Perjanjian menunjukkan adanya kemampuan atau kewenangan menurut hukum.

c. Perjanjian mempunyai atau berisikan suatu tujuan, bahwa pihak yang satu akan memperoleh dari pihak yang lain suatu prestasi yang mungkin memberikan sesuatu, melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.

d. Dalam setiap perjanjian, kreditur berhak atas prestasi dari debitur, yang dengan sukarela akan memenuhinya.

e. Bahwa dalam setiap perjanjian debitur wajib dan bertanggung jawab melakukan prestasinya sesuai dengan isi perjanjian.19

Kelima unsur termasuk di atas pada hakikatnya selalu terkandung pada setiap jenis perjanjian termasuk perjanjian asuransi. Jadi pada perjanjian asuransi di samping harus mengandung kelima unsur pokok termaksud, mengandung pula unsur-unsur lain yang menunjukkan cirri-ciri khusus dalam karakteristiknya. Ciri- ciri dan karakteristik perjanjian asuransi inilah nanti yang membedakan dengan jenis perjanjian umumnya dan perjanjian-perjanjian lain.

Mengingat arti pentingnya perjanjian asuransi sesuai dengan tujuannya, yaitu sebagai suatu perjanjian yang memberikan proteksi, maka perjanjian ini

19Ibid, hal.83.

(31)

sebenarnya menawarkan suatu kepastian dari suatu kepastian mengenai kerugian- kerugian ekonomis yang mungkin diderita karena suatu peristiwa yang belum pasti.

Jadi perjanjian asuransi itu diadakan dengan maksud untuk memperoleh suatu kepastian atas kembalinya keadaan (ekonomi) sesuai dengan semula sebelum terjadi peristiwa.

Batasan perjanjian asuransi secara formal terdapat dalam Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang :

“Asuransi atau Pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seseorang penanggung mengikat diri kepada seseorang tertanggung, dengan menerima suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritannya karena suatu peristiwa yang tertentu”.

Batas tersebut di atas oleh Emmy Pangaribuan secar luwes dikembangkan sebagai berikut:

“Pertanggungan adalah suatu perjanjian, di mana penanggung dengan menikmati suatu premi mengikat dirinya terhadap tertanggung untuk membebaskan dari kerugian karena kehilangan, kerugian atau ketiadaan keuntungan yang diharapakan yang akan dapat diderita olehnya, karena suatu kejadian yang belum pasti”.

Dari batasan termaksud di atas Emmy Pangaribuan selanjutnya menjabarkan lebih lanjut bahwa perjanjian asuransi atau pertanggungan itu mempunyai sifat- sifat sebagai berikut :

a. Perjanjian asuransi atau pertanggungan pada asasnya adalah suatu perjanjian penggantian kerugian. Penanggung mengikatkan diri untuk menggantikan

(32)

kerugian karena pihak tertanggung menderita kerugian yang sungguh-sungguh diderita.

b. Perjanjian asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian bersyarat. Kewajiban mengganti rugi dari penanggung hanya dilaksanakan kalau peristiwa yang tidak tertentu atas mana diadakan pertanggungan itu terjadi.

c. Perjanjian asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian timbale balik.

Kewajiaban penanggung mengganti rugi diharapkan dengan kewajiban tertanggung membayar premi.

d. Kerugian yang diderita adalah sebagai akibat dari peristiwa yang tidak tertentu atas mana diadakan pertanggungan.

Pasal 246 KUHD yang memberikan batasan perjanjian asuransi, merupakan satu pasal kundi di dalam sistem pengaturan perjanjian asuransi. Pasal tersebut mengatur suatu hubungan hukum dengan syarat tertentu yang harus dipenuhi bagi suatu perjanjian sehingga perjanjian yang bersangkutan dapat disebut sebagai perjanjian asuransi.20

2. Unsur – Unsur Perjanjian Asuransi

Perkembangan doktrin ilmu hukum mengenal adanya tiga unsur dalam perjanjian, yakni sebagai berikut :

a. Unsur Esensialia

Unsur esensialia merupakan unsur yang harus ada dalam suatu kontrak karena tanpa adanya kesepakatan tentang unsur esensialia ini maka tidak ada kontrak.

20Ibid, hal. 82 – 85.

(33)

b. Unsur Naturalia

Unsur naturalia merupakan unsur yang telah diatur dalam undang-undang sehingga apabila tidak diatur oleh para pihak dalam kontrak, undang-undang yang mengaturnya. Dengan demikian, unsur naturalia ini merupakan unsur yang selalu dianggap ada dalam kontrak.

c. Unsur Aksidentalia

Unsur aksidentalia merupakan unsur yang nanti ada atau mengikat para pihak jika para pihak memperjanjikannya.21

a. Pihak-Pihak

Pada hakikatnya ketiga macam unsur dalam Perjanjian tersebut merupakan perwujudan dari asas kebebasan berkontrak yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata dan Pasal 1339 KUHPerdata. Rumusan Pasal 1339 KUHPerdata menyatakan bahwa perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, melainkan juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan, dan undang-undang.

Berdasarkan pengertian perjanjian asuransi tersebut dapat diuraikan unsur- unsur asuransi atau pertanggungan pertanggungan adalah sebagai berikut :

Subjek asuransi adalah pihak-pihak dalam asuransi, yaitu penanggung dan tertanggung yang mengadakan perjanjian asuransi.Penanggung dan tertanggung adalah pendukung kewajiban dan hak.Penanggung wajib memikul risiko yang dialihkan kepadanya dan berhakmemperoleh pembayaran premi,

21Ahmad Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, (Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada, 2007), hal. 31.

(34)

sedangkan tertanggung wajib membayarpremi dan berhak memperoleh penggantian jika timbul kerugian atasharta miliknya yang diasuransikan.

b. Status Pihak-Pihak

enanggung harus berstatus sebagai perusahaan badan hukum,dapat berbentuk Perseroan Terbatas (PT), Perusahaan Perseroan(Persero) atau Koperasi.

Sedangkan tertanggung dapat berstatus sebagaiperseorangan, persekutuan atau badan hukum, baik sebagai perusahaan ataupun bukan perusahaan.

Tertanggung berstatus sebagai pemilik ataupihak berkepentingan atas harta yang diasuransikan.

c. Objek Asuransi

Objek asuransi dapat berupa benda, hak atau kepentingan yangmelekat pada benda dan sejumlah uang yang disebut premi atau gantikerugian. Melalui objek asuransi tersebut ada tujuan yang ingin dicapaioleh pihak-pihak.

Penanggung bertujuan memperoleh pembayaransejumlah premi sebagai imbalan pengalihan risiko. Sedangkantertanggung bertujuan bebas dari risiko dan memperoleh penggantian jikatimbul kerugian atas harta miliknya.

d. Peristiwa Asuransi

Peristiwa asuransi adalah perbuatan hukum (“legal act”)berupapersetujuan atau kesepakatan bebas antara penanggung dan tertanggungmengenai objek asuransi, peristiwa tidak pasti(“evenemen”) yangmengancam benda asuransi dan syarat-syarat yang berlaku dalamasuransi. Persetujuan atau kesepakatan bebas tersebut dibuat dalambentuk tertulis berupa akta yang disebut polis.

(35)

Polis ini merupakan satusatunyaalat bukti yang dipakai untuk membuktikan telah terjadi asuransi.

e. Hubungan Asuransi

Hubungan asuransi yang terjadi antara penanggung dantertanggung adalah keterikatan (“legally bound”) yang timbul karenapersetujuan atau kesepakatan bebas. Keterikatan tersebut berupakesediaan secara sukarela dari penanggung dan tertanggung untuk memenuhi kewajiban dan hak masing-masing terhadap satu sama lain(secara timbal balik). Artinya sejak tercapai kesepakatan asuransi,tertanggung terikat dan wajib membayar premi asuransi kepadapenanggung, dan sejak itu pula penanggung menerima pengalihan risiko.Jika terjadi evenemen yang menimbulkan kerugian atas benda asuransi,penanggung wajib membayar ganti kerugian sesuai dengan ketentuanpolis asuransi. Jika tidak terjadi evenemen, premi yang sudah dibayaroleh tertanggung tetap menjadi milik penanggung.22

22Sri Rezeki Hartono, Op,Cit., hal.86

Salah satu unsur penting dalam peristiwa asuransi yang terdapat dalam rumusan Pasal 246 KUHD adalah ganti rugi. Unsur tersebut hanya menunjuk kepada asuransi kerugian (loss insurance) yang objeknya adalah harta kekayaan.

Asuransi jiwa (life insurance) tidak termasuk dalam rumusan Pasal 246 KUHD, karena jiwa manusia bukanlah harta kekayaan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ketentuan Pasal 246 KUHD hanya mencakup bidang asuransi kerugian, tidak termasuk asuransi jiwa.

(36)

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa unsur yang harus ada pada asuransi kerugian sebagai berikut :

1) Penanggung dan tertanggung;

2) Persetujuan bebas antara penanggung dan tertanggung;

3) Benda asuransi dan kepentingan tertanggung;

4) Tujuan yang ingin dicapai;

5) Risiko dan premi;

6) Evenemen dang anti kerugian;

7) Syarat-syarat yang berlaku;

8) Bentuk akta polis asuransi.

B. Asas – Asas dalam Perjanjian Asuransi Asas-asas dalam perjanjian, yaitu:

a. Asas kebebasan berkontrak

Asas kebebasan berkontrak merupakan salah satu asas yang sangat penting dalam hukum kontrak. Kebebasan berkontrak ini oleh sebagian sarjana hukum biasanya didasarkan pada Pasal 1338 ayat (1) B.W. bahwa perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Kebebasan berkontrak memberikan jaminan kebebasan kepada seseorang untuk secara bebas dalam beberapa hal yang berkaitan dengan perjanjian, diantaranya :

1) Bebas menentukan apakah ia akan melakukan perjanjian atau tidak;

(37)

2) Bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian;

3) Bebas menentukan isi atau klausul perjanjian;

4) Bebas menentukan bentuk perjanjian; dan

5) Kebebasan-kebebasan lainnya yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Asas kebebasan berkontrak merupakan suatu dasar yang menjamin kebebasan orang dalam melakukan kontrak.

b. Asas mengikatkan kontrak (Pacta Sunt Servanda)

Setiap orang yang membuat kontrak, dia terikat untuk memenuhi kontrak tersebut karena kontrak tersebut mengandung janji-janji yang harus dipenuhi dan janji tersebut mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya undang- undang. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 1338 ayat (1) yang menentukan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang- undang bagi mereka yang membuatnya.

c. Asas itikad baik

Asas itikad baik merupakan salah satu asas yang dikenal dalam hukum perjanjian. Ketentuan tentang itikad baik ini diatur dalam Pasal 1338 ayat (3) bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Walaupun itikad baik para pihak dalam perjanjian sangat ditekankan pada tahap pra perjanjian, secara umum itikad baik harus selalu ada pada setiap tahap perjanjian sehingga kepentingan pihak yang satu selalu dapat diperhatikan oleh pihak lainnya.23

23Ahmad Miru, Op, Cit, hal.4.

(38)

Secara umum prinsip-prinsip/asas-asas yang berlaku dalam perjanjian asuransi, yaitu :

a. Prinsip Idemnity, yaitu perjanjian asuransi bertujuan memberikan ganti rugi terhadap kerugian yang diderita oleh tertanggung yag disebabkan oleh bahaya sebagaimana ditentukan dalam polis.

b. Prinsip kepentingan (insurable interest),yaitu pihak yang bermaksud akan mengasuransikan sesuatu harus mempunyai kepentingan dengan objek yang diasuransikan, kepentingan mana dinilai dengan uang.

c. Prinsip kejujuran yang sempurna (utmost good faith), yaitu kewajiban tertanggung menginformasikan segala sesuatu yang diketahuinya mengenai objek yang dipertanggungkan secara benar.

d. Prinsip subrogasi (subrogation, yaitu bila tertanggung telah menerima ganti rugi ternyata mempunyai tagihan kepada pihak lain, maka tertanggung tidak berhak menerimanya, dan hak itu beralih kepada penanggung.24

C. Syarat Sah Perjanjian Asuransi serta Para Pihak dalam Perjanjian Asuransi

1. Syarat Sah nya Suatu Perjanjian Asuransi

Sesuai dengan Pasal 1 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, maka ketentuan umum mengenai perjanjian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dapat berlaku pula dalam perjanjian asuransi sebagai perjanjian khusus.

24 Yusuf Shopie, Perlindungan Konsumen dan Instrumen – Instrumen Hukumnya, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2003), hal. 168.

(39)

Dengan demikian, para pihak tunduk pula pada beberapa ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Sebagai suatu perjanjian, maka asuransi juga dikuasai oleh ketentuan mengenai persyaratan sahnya suatu perjanjian. Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan empat syarat untuk sahnya suatu perjanjian, yaitu:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.

Yang dimaksud dengan sepakat ialah kedua pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat atau setuju mengenai hal-hal pokok yang menjadi tujuan perjanjian itu diadakan. Apa yang diinginkan pihak yang satu juga dikehendaki pihak yang lain. Kedua pihak menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik (dua arah). Dengan kesepakatan antara kedua pihak itu berarti kedua pihak mempunyai kebebasan dan tidak mendapat tekanan dari pihak lain. Kalau tidak ada kebebasan dan terdapatnya tekanan dari pihak lain maka akibatnya perjanjian itu mempunyai cacat bagi perwujudan kehendak tersebut. Pengertian sepakat digambarkan sebagai pernyataan kehendak yang disetujui antara kedua belah pihak. Sepakat para pihak ini merupakan azaz yang esensial.

2. Cakap untuk membuat perjanjian.

Syarat ini menentukan bahwa orang yang membuat perjanjian harus cakap untuk berbuat menurut hukum. Pada azaznya setiap orang yang sudah dewasa atau aqil baligh dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum, kecuali seperti yang ditentukan dalam pasal 1330 KUHPerdata, yaitu :

a. Orang-orang yang belum dewasa (belum berumur 21 tahun).

(40)

b. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan.

c. Orang perempuan yang telah bersuami dalm hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang dan semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian.

3. Mengenai suatu hal tertentu.

Syarat ketiga ini mengharuskan setiap membuat perjanjian harus member gambaran yang cukup jelas. Syarat ini perlu agar dapat menetapkan kewajiban-kewajiban para pihak kalau terjadi persengketaan.

4. Suatu sebab yang halal.

Syarat keempat ini adanya perjanjian ialah adanya sebab yang halal. Undang- undang tidak memberi pengertian mengenai sebab. Yang dimaksud dengan sebab (causa) bukanlah hubungan sebab akibat dan juga bukan sebab yang mendorong (motif) untuk mengadakan perjanjian, karena yang menjadi motif (dorongan) orang mengadakan perjanjian tidak menjadi masalah bagi hukum.

Yurisprudensi member tafsiran terhadap sebab yaitu isi atau maksud dari perjanjian. Melalui syarat sebab (causa) ini dalam praktek merupakan upaya untuk menempatkan perjanjian di bawah pengawasan hakim. Hakim dapat menguji apakah tujuan perjanjian itu dapat dilaksanakan dan apakah isinya tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan.

Sebab tidak halal ialah suatu sebab yang bertentangan dengan undang-undang atau bertentangan dengan ketertiban umum atau bertentangan dengan kesusilaan.25

25 Sri Redjeki Hartono, Op, Cit., hal 22.

(41)

Syarat pertama dan kedua disebut dengan syarat subjektif, karena menyangkut orang-orang (pihak-pihak) yang mengadakan perjanjian. Dan apabila syarat ini tidak terpenuhi, perjanjian tersebut dapat dimintakan pembatalannya kepada pengadilan (nietig verklaard). Sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut dengan syarat objektif karena menyangkut dengan perjanjian itu sendiri yang menjadi objek dari perbuatan hukum itu. Jika salah satu dari kedua syarat ini tidak terpenuhi, maka perjanjian yang diadakan itu dianggap tidak ada. Perjanjian yang demikian adalah batal demi hukum (absolute nietigheid), yang berarti tidak perlu lagi diminta pembatalannya oleh para pihak.

Secara khusus syarat sahnya perjanjian asuransi menurut KUHD yaitu : 1.Harus ada kepentingan (pasal 250 KUHD)

2. Adanya pemberitahuan (pasal 251 KUHD)

Syarat yang pertama dipertegas oleh pasal 1321 KUHPerdata yang menetapkan : “tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau peroleh dengan paksaan atau penipuan. Hal ini juga menyangkut dengan subjek kesepakatan. Kekhilafan atau kesesatan disini terbagi atas dua bentuk, yaitu :

a. kekhilafan atau kesesatan mengenai orangnya yang dinamaka eror in persona.

b. kekhilafan atau kesesatan mengenai hakekat barangnya, dinamakan eror in substantia.

kekhilafan atau kesesatan mengenai hakekat benda yang diperjanjikan maksudnya alasan yang sesungguhnya bagi kedua belah pihak untuk mengadakan

(42)

perjanjian.26

Ketentuan Syarat untuk sahnya suatu perjanjian menurut Pasal 1320 KUHPerdata harus memenuhi keempat syarat yang telah dibuat diatas. Apabila syarat pertama atau syarat kedua tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut dapat Lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 1322 KUHPerdata, yang berbunyi :

“Kekhilafan tidak mengakibatkan batalnya suatu perjanjian selain apabila kekhilafan itu terjadi mengenai hakikat barang yang menjadi pokok perjanjian. Kehilafan itu tidak menjadi sebab kebatalan, jika kekhilafan itu hanya terjadi mengenai dirinya orang dengan siapa seorang bermaksud membuat suatu perjanjian, kecuali jika perjanjian itu telah dibuat terutama karena mengikat dirinya orang tersebut”.

Pada pasal 1323 KUHPerdata yang menetapkan : “Paksaan yang dilakukan terhadap orang yang membuat siati perjannjian, merupakan alasan untuk batalnya perjanjian, juga apabila paksaan itu dilakukan oleh seorang pihak ketiga untuk kepentingan siapa perjanjian tersebut tidak telah dibuat”.

Maka yang dimaksud dengan paksaan ialah kekerasan jasmani atau ancaman (akan membuka rahasia) dengan sesuatu yang diperbolehkan hukum yang menimbulkan ketakutan kepada seseorang sehingga ia membuat perjanjian.

Disini paksaan itu harus benar-benar menimbulkan suatu ketakutan bagi yang menerima paksaan.

Penipuan merupakan suatu alasan pembatalan perjanjian apabila tipu muslihat yang dipakai oleh salah satu pihak, adalah sedemikian rupa terang dan nyata bahwa pihak yang lain tidak akan membuat perikatan itu jika tidak dilakukan tipu muslihat tersebut. Penipuan tidak dipersangkakan tetapi harus dibuktikan.

26 Djannius Djamin dan Syamsul Arifin, Op, Cit., hal.35.

(43)

dibatalkan. Dan apabila syarat ketiga atau syarat keempat tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut batal demi hukum.

Syarat-syarat sebagai yang ditentukan dalam pasal 1320 KUHPerdata itu umum bagi perjanjian pertanggungan (perjanjian asuransi) masih terus dilengkapi ketentuan pada pasal 251 KUHD yang mengharuskan adanya pemberitahuan tentang semua keadaan yang diketahui oleh tertanggung mengenai benda yang dipertanggungkan.

Untuk lebih jelas pasal 251 KUHD berbunyi :

“Setiap keterangan yang keliru atau tidak benar, ataupun setiap tidak memberitahukan hal-hal yang diketahui oleh si tertanggung, betapa pun itikad baik ada padanya, yang demikian sifatnya, sehingga seandainya perjanjian itu tidak akan ditutupi dengan syarat-syarat yang sama, mengakibatkan batalnya pertanggungan”.

Pada dasarnya ketentuan pasal 251 KUHD ini tidak berbeda dengan ketentuan pasal 1320 KUHPerdata, karena keduanya merupakan penipuan yang mengakibatkan perjanjian yang dapat dibatalkan.

Mengenai syarat ketiga KUHPerdata “suatu hal tertentu”, bagi perjanjian pertanggungan baru dipandang ada, bila dalam pertanggungan itu ada kepentingan yang dipertanggungkan. Kalau kepentingan itu tidak ada, maka penanggung tidak diwajibkan membayar ganti rugi, hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 250 KUHD yang berbunyi : “Apabila seorang mengadakan pertanggungan untuk dirinya sendiri atau apabila seorang, yang untuknya telah diadakan suatu pertanggungan, pada saat diadakannya pertanggungan itu tidak mempunyai

(44)

kepentingan terhadap barang yang dipertanggungkan itu, maka si penanggung tidaklah diwajibkan memberikan ganti rugi”.

Hal-hal itulah yang merupakan syarat-syarat sahnya perjanjian pertanggungan, bila mana sebagai syarat-syarat yang diuraikan diatas dipenuhi oleh pihak-pihak maka perjanjian pertanggungan yang mereka buat adalah sah, dan berkekuatan mengikat seperti undang-undang bagi mereka yang membuatnya (pihak penanggung dan pihak tertanggung).27

2. Pihak – Pihak yang Terdapat dalam Perjanjian Asuransi

Untuk mengetahui siapa-siapa saja pihak yang terlibat dalam perjanjian asuransi, maka perlu diketahui terlebih dahulu pengertian dari subjek hukum itu sendiri sebab perjanjian asuransi juga sama halnya dengan perjanjian lainnya dimana salah satu sahnya perjanjian tersebut harus dibuat oleh pihak-pihak yang memenuhi kriteria sebagai subjek hukum.

Subjek hukum itu sendiri adalah segala sesuatu pendukung hak dan kewajiban yang terdiri dari manusia dan badan hukum. Jadi, sebagai subjek hukum, baik manusia maupun badan hukum mempunyai hak-hak dan kewajiban- kewajiban untuk melakukan tindakan hukum dimana mereka dapat mengadakan persetujuan-persetujuan. Pada dasarnya, manusia dikatakan sebagai subjek hukum pada saat ia dilahirkan dan berakhir pada saat ia meninggal dunia. Bahkan seorang anak yang masih berada dalam kandungan ibunya dapat dikatakan sebagai subjek hukum bilamana kepentingannya mengkehendakinya.28

27Ibid, hal.36.

28Lihat Pasal 2 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata.

(45)

Walaupun hukum menentukan bahwa setiap orang tanpa terkecuali memiliki hak-hak, akan tetapi pada dasarnya tidaklah semua orang diperbolehkan bertindak sendiri dalam melaksanakan hak-hak tersebut. Dalam hal ini ada beberapa golongan orang yang oleh hukum dinyatakan “tidak cakap” atau “kurang cakap”

untuk bertindak sendiri melakukan perbuatan hukum tetapi mereka harus dibantu atau diwakilkan oleh orang lain.

Mereka yang oleh hukum telah dinyatakan untuk melakukan sendiri perbuatan hukum adalah :

a. Orang yang nasih dibawah umur, yakni belum mencapai usia 21 tahun atau belum dewasa.

b. Orang-orang yang tidak sehat pikirannya (gila), pemabuk dan pemboros, yaitu mereka yang ditaruh dibawah pengampuan (curatele).29

Demikan juga halnya dalam perjanjian selalu ada 2 (dua) macam subjek hukum yaitu disatu pihak seseorang atau suatu badan hukum yang mendapat beban kewajiban untuk sesuatu, dan dilain pihak ada seseorang atau suatu badan hukum yang mendapat hak atau pelaksanaan kewajiban itu. Oleh karena itu dalam suatu perjanjian ada pihak yang berkewajiban dan ada pihak yang berhak.30

Berbeda halnya dalam perjanjian asuransi, yang merupakan perjanjian timbal balik, dimana satu pihak tidak selalu menjadi pihak yang berhak, melainkan dari sudut lain mempunyai beban kewajiban juga terhadap pihak lain, yang dengan demikian tidak selalu menjadi pihak yang berkewajiban

29 Lihat Pasal 2 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata.

30Djanius Djamin dan Syamsul Arifin, Op, Cit., hal.30.

(46)

melainkanmenjadi pihak yang berhak terhadap kewajiban dari pihak pertama yang harus dilaksankan.31

a. Pihak penanggung adalah perusahaan asuransi yang memberikan pertanggungan dan mengadakan perjanjian tanggung menanggung dengan pemegang polis. Perusahaan asuransi adalah perusahaan yang mendapatkan izin usaha peransuransian dari pemerintah atau regulator. Maka pihak penanggunglah yang akan mengalihkan atau menanggung resiko yang dialami oleh pihak tertanggung, tetapi resiko yang ditanggung oleh perusahaan asuransi apabila pihak tertanggung telah memberikan premi kepada pihak penanggung.

Jadi, dengan adanya premi ini, pihak penanggung mengikatkan dirinya untuk menanggung resiko yang seharusnya ditanggung oleh pihak tertanggung.

Maka, dalam setiap mengadakan perjanjian asuransi, haruslah sekurang- kurangnya ada 2 (dua) pihak dimana pihak yang satu disebut penanggung dan pihak lain disebut tertanggung. Dalam hal ini yang dimaksud dengan pihak penanggung dan pihak tertanggung adalah sebagai berikut :

Pihak tertanggung adalah pihak yang menghadapi risiko sebagaimana diatur dalam perjanjian asuransi atau perjanjian reasuransi. Pihak tertanggung sebagai orang-orang yang berkepentingan mengadakan perjanjian asuransi adalah sebagai pihak yang berkewajiban untuk membayar premi kepada penanggung, sekaligus atau berangsur-angsur, dengan tujuan akan mendapatkan penggantian atas kerugian yang mungkin akan dideritanya akibat dari suatu peristiwa yang belum tentu akan terjadi.

31Ibid, hal.31.

(47)

BAB III

ASPEK HUKUM PERJANJIAN ASURANSI SYAR’AH A. Tinjauan Umum Tentang Asuransi Syariah Serta Pengaturannya

a. 1. Pengertian Perjanjian Asuransi Syari’ah

Dalam litelatur arab (Fiqih Islam), asuransi disebut juga dengan sebutan “al- takaful” dan “al-tadhamun”. Secara literal, al-takaful artinya “pertanggungan yang berbalasan,” atau hal “saling menanggung”, sedangkan al-tadhamun secara harfiah berarti “solidaritas” atau hal yang salingmenanggung hak/kewajiban yang berbalasan.

Asuransi/takaful dapat juga disebut dengan at-ta’min. Berasal dari kata amina, yang artinya aman, tenang dan tentram. Makna dari kata aman disini yaitu ketenangan jiwa dan hilangnya rasa takut/was-was. Asuransi itu disebut at-ta’min dikarenakan pemegang polis sedikit banyak telah merasa aman begitu ia mengikatkan dirinya sebagai anggota/nasabah sebuah asuransi. Dengan menjadi bagian dari anggota asuransi setidaknya secara teoritis yang bersangkutan merasa terhindar atau paling tidak terkurangi rasa cemas akan menanggung beban berat manakala terjadi sesuatu terhadap diri dan atau harta bendanya.32

Asuransi syariah adalah suatu pengaturan pengelolaan resiko yang telah memenuhi ketentuan syariah, tolong menolong secara manual yang mengikut sertakan peserta dan operator. Syariah berasal dari ketentuan – ketentuan di dakam al-qur’an dan as-sunnah.33

32Muhammad Amin Suma, Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional; teori, system, aplikasi dan pemasaran, (Ciputat: Kholam Pusdishing, 2006), hal.40.

33Iqbal Muhaimin, Asuransi Umum Syariah dalam praktik , (Jakarta: Gema Insani Perss, 2005), hal,2.

(48)

Kemudian asuransi syariah dapat didefenisikan sebagai usaha saling melindungi dan tolong menolong dimana antara semjumlah orang/pihak melalui investasi berbentuk asset dan atau tabbarrumemberikan pengaturan pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah.

Husain Hamid berbendapat bahwa asuransi adalah sikap ta’awun yang telah diatur dengan sistem yang sangat rapih antara sejumlah besar manusia. Semuanya telah siap mengantisipasi suatu peristiwa jika sebagian dari mereka mengalami peristiwa tersebut, maka semuanya saling menolong dalam menghadapi peristiwa tersebut, dengan sedikit pemberian (derma) yang diberikan oleh masing-masing peserta. Dengan pemberian (derma) tersebut, mereka dapat menutupi kerugian- kerugian yang dialami oleh peserta yang tertimpah musibah.34

tertimpah musibah tersebut, penggantian tersebut berasal dari Premi.

Sedangkan menurut Ahli Fiqih Kontemporer Wahhab Az-Zuhaili mendefenisikan Asuransi dalam dua bentuk yaitu At-Ta’amin At-Tawuni (asuransi tolong menolong) dan At-Ta’min biqist sabit (asuransi dengan pembagian tetap).

dan Mustafa Ahmad Az-Zarqa memaknai asuransi sebagai suatu cara atau metode untuk memelihara manusia dalam menghindari resiko (ancaman) bahaya yang beragam yang akan terjadi dalam hidupnya, dalam perjalanan kegiatan hidupnya atau dalam aktivitas ekonominya. Ia berpendapat bahwa sistem asuransi adalah sitem Ta’awun dan Tadhamun yang bertujuan untuk menutupi kerugian peristiwa- peristiwa atau musibah-musibah oleh sekolompok tertanggung kepada orang yang

34Muhammad Syakir Sula, ASuransi Syariah (life and general) Konsep dan Syistem Operasional. (Jakarta : MUI,2006), hal. 29

(49)

Berdasarkan pasal 1 ayat (2) Undang – Undang Nomor. 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian menyebutkan pengertian asuransi syariah adalah kumpulan perjanjian, yang terdiri atas perjanjian antara perusahaan asuransi syariah dan pemegang polis dan perjanjian diantara para pemegang polis, dalam rangka pengelolaan kontribusi berdasarkan prinsip syariah guna saling menolong dan melindungi dengan cara :

a. Memberikan penggantian kepada peserta atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak past;

b. Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya peserta atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya peserta dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pnglolaan dana.

Menurut Fatwa Dewan Asuransi Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Fatwa DSN No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang pedoman umum Asuransi Syariah bagian pertama menyebutkan pengertian asuransi syariah (ta’min, takaful, atau tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk asset dan atau tabarru yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad atau perikatan yang sesuai dengan syariah.

Berdasarkan suatu pengelolaan dan penanggungan resiko, asuransi syariah tidak memperbolehkan adanya gharar (ketidakpastian atau spekulasi) dan maisir(perjudian). Dalam investasi atau manajemen dana tidak diperkenankan

(50)

adanya riba(bunga). Ketiga larangan ini, gharar, maisir, dan riba adalah area yang harus dihindari dalam praktek asuransi syariah, dan menjadi pembeda utama dengan utaman dengan asuransi konvensional.35

a. Adanya pihak tertanggung

Dalam pengertian asuransi diatas, menunjukan bahwa asuransi mempunyai unsur-unsur sebagi berikut :

b. Adanya ihak penanggung c. Adanya perjanjian asuransi d. Adanya pembayaran premi

e. Adanya kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan (yang dideritatertanggung)

f. Adanya suatu peristiwa yang tidak pasti terjadi.

Jadi dari beberapa pengertian yang dimuat di atas, dapat kita menarik sebuah kesimpulan bahwasannya asuransi takaful merupakan pihak yang tertanggung penjamin atas suatu resiko kerugian, kerusakan, kehilangan, atau kerugian yang dialami oleh nasabah (pihak tertanggung).36 Dalam hal ini, sitertanggung mengikat perjanjian (penjaminan resiko) dengan si penanggung atas barang atau harta, jiwa dan sebagainya berdasarkan prinsip bagi hasil yang mana kerugian dan keuntungan dengan kesepakatan oleh kedua belah pihak.37

b. 2. Pengaturan Asuransi Syariah

35Dewan Syariah Nasional MUI, Fatwa DSN No. 21/DSN-MUI/IX/2001 Tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah.

36Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, ( Jakarta : Kencana, 2006), hal. 13.

37 Hendi Suhendi dan Dendi K Yusuf, Asuransi Takaful dari Teori ke praktik. (Jakarta:

Rajawali, 2002), hal, 3-4.

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi ini mengemukakan permasalahan mengenai bentuk-bentuk pelanggaran terhadap perempuan korban perang di Suriah ditinjau menurut hukum internasional, diantara banyak

Bahwa Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Melakukan usaha pertambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK” sebagaimana yang didakwakan

Data diperoleh melalui penelitian kepustakaan (library research) dan penelitian lapangan (field research). Penelitian Kepustakaan dilakukan dengan menganalisis Putusan

1) Selama masih dalam pemeriksaan dan untuk mencegah kerugian yang lebih besar, pemilik Merek dan/atau penerima Lisensi selaku penggugat dapat mengajukan permohonan

Seperti diantaranya adalah praktik perjanjian jual beli tanah hak milik oleh pihak asing dengan cara pinjam nama (nominee) yang seolah-olah bahwa pembeli tanah

3. suatu sebab yang halal. Pos Indonesia bergerak dalam bidang jasa, maka faktor yang sangat penting yang perlu di perhatikan adalah kepercayaan pengguna jasa, dimana

Ketidakterlaksanaannya suatu kontrak konstruksi dapat menimbulkan perselisihan atau yang sering disebut dengan “sengketa konstruksi” diantara pihak pengguna dengan pihak

3) Periksa dengan seksama kondisi kamera dan lensa tersebut, mulai dari kondisi fisik dan tombol-tombol fungsi produk. 4) Cek kelengkapan dari paket tersebut, mulai