• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Oleh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Oleh"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

RIZKY IMMAWAN IRSAN NST NIM: 130200067

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)
(3)

Jaminan Sosial dapat diartikan sebagai perlindungan yang diberikan oleh masyarakat bagi anggota-anggotanya untuk risiko-risiko atau peristiwa-peristiwa tertentu dengan tujuan sejauh mungkin untuk menghindari terjadinya peristiwa-peristiwa tersebut yang dapat mengakibatkan hilangnya atau turunnya sebagian besar penghasilan dan untuk memberikan pelayanan medis dan/atau jaminan keuangan terhadap konsekuensi ekonomi dan terjadinya peristiwa tersebut, serta untuk tunjangan keluarga dan anak. Adapun tulisan ini dituangkan dalam bentuk tulisan skripsi dengan judul Tinjauan Yuridis Tersedianya BPJS Ketenagakerjaan Bagi Karyawan dalam Perusahaan Ditinjau dari Aspek Hukum Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governence) Pada Perseroan Terbatas (Studi Kasus Pada PT. Torganda Medan). Adapun permasalahan dalam tulisan ini antara lain bagaimanakah penerapan pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance) pada perusahaan, bagaimanakah tanggung jawab perusahaan terhadap karyawan perusahaan dengan BPJS Ketenagakerjaan dan bagaimanakah implementasi BPJS Ketenagakerjaan sebagai penerapan pengeloaan perusahaan yang baik pada PT. Torganda.

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif empiris yaitu ditekankan pada penggunaan data primer dan sekunder. Peneliti menggunakan alat pengumpulan data berupa Studi Kepustakaan atau Studi Dokumen (Documentary Study) dan wawancara (Interview). Lokasi penelitian berada di Abdullah Lubis, Medan, Sumatera Utara.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa belum optimalnya pelaksanaan GCG pada perusahaan disebabkan sistem GCG yang ada dalam hukum Indonesia diantaranya UU No.

19 Tahun 2003 dan UU No. 40 Tahun 2007, bersifat soft law (lunak). Kesejahteraan pekerja tidak hanya diukur dari fasilitas yang telah disediakan perusahaan, tetapi juga adanya keikutsertaan buruh dalam program jamsostek atau sekarang diganti menjadi program BPJS Ketenagakerjaan. Pegertian Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial, sedangkan ketentuan pasal 1 angka 2 Undang- Undang No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS menyebutkan pengertian jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Berdasarkan ketentuan pasal 15 ayat (1) UU BPJS yang menyatakan bahwa pemberi kerja wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada BPJS sesuai dengan program Jaminan Sosial yang diikuti. Pemberian fasilitas BPJS Ketenagakerjaan di PT. Torganda merupakan perwujudan prinsip pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance) yaitu prinsip tanggung jawab perusahaan kepada pekerjanya. Prinsip ini dilaksanakan dengan maksud melindungi sosial hak para pekerja. Pelaksanaan ini juga sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang BPJS yaitu pada pasal 15 ayat (1) yang memerintahkan kepada para pemilik usaha untuk mendaftarkan pekerjanya dalam lembaga BPJS Ketenagakerjaan.

Kata kunci: Good Corporate Governance, Jaminan Sosial, Perseroan Terbatas

* Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

** Dosen Pembimbing I

*** Dosen Pembimbing II

(4)

Social Security can be interpreted as protection provided by the community for its members for certain risks or events with the aim as far as possible to avoid the occurrence of such events which may result in the loss or decline of a large portion of income and to provide medical services and / or financial guarantees against the economic consequences and occurrence of the event, as well as for family and child benefits. This paper is written in the form of a thesis with the title Juridical Review of the Availability of BPJS Employment for Employees in Companies Judging from the Legal Aspects of Good Corporate Governance in Limited Liability Companies (Case Study at PT. Torganda Medan). The problems in this paper include how is the implementation of good corporate governance (good corporate governance) in the company, how is the responsibility of the company towards company employees with BPJS Employment and how is the implementation of BPJS Employment as the implementation of good corporate governance at PT. Torganda.

The research conducted is empirical normative legal research that emphasizes the use of primary and secondary data. Researchers used data collection tools in the form of literature studies or documentary studies and interviews. The research location is in Abdullah Lubis, Medan, North Sumatra.

The results showed that the implementation of GCG in the company was not optimal due to the existing GCG system in Indonesian law including Law No. 19 of 2003 and Law No. 40 of 2007, is soft law (soft). Workers' welfare is not only measured by the facilities provided by the company, but also the participation of workers in the Jamsostost program or now replaced by the BPJS Employment program. Understanding of the Social Security Organizing Body (BPJS) article 1 number 1 of Law no. 24 of 2011 concerning BPJS is a legal entity established to organize social security programs, while the provisions of article 1 number 2 of Law No. 24 of 2011 concerning BPJS mentions the notion of social security is one form of social protection to guarantee all people to be able to fulfill their basic needs for a decent life. Based on the provisions of article 15 paragraph (1) of the BPJS Law which states that employers must register themselves and their workers as participants to BPJS in accordance with the Social Security program that is followed. Providing BPJS Employment facilities at PT. Torganda is an embodiment of the principles of good corporate governance, namely the principle of corporate responsibility to its workers. This principle is implemented with the intention of protecting the social rights of workers. This implementation is also in accordance with the provisions in the BPJS Law, namely Article 15 paragraph (1) which instructs business owners to register their workers in the BPJS Employment Agency.

Keywords: Good Corporate Governance, Social Security, Limited Liability Companies

* University of North Sumatra Faculty of Law students

** 1

st

Thesis Adviser of Law University of North Sumatera

*** 2

nd

Thesis Adviser of Law University of North Sumatera

(5)

YURIDIS TERSEDIANYA BPJS KETENAGAKERJAAN BAGI KARYAWAN DALAM PERUSAHAAN DITINJAU DARI ASPEK HUKUM TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK (GOOD CORPORATE GOVERNENCE) PADA PERSEROAN TERBATAS (STUDI KASUS PADA PT. TORGANDA MEDAN)”

sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Hukum (S-1) pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak sekali mendapatkan bimbingan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini.

1. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum Selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

2. Prof. Dr. OK. Saidin, S.H., M.HumSelaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum Selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum Selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

5. Terima kasih juga saya ucapkan kepada ibu Dr. Rosnidar Sembiring, SH,M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan di Fakultas Hukum USU.

6. Terima kasih saya ucapkan kepada bapak Syamsul Rizal, SH, M.Hum selaku

sekretaris Departemen Hukum Keperdataan di Fakultas Hukum USU.

(6)

yang telah banyak membantu dalam penulisan skripsi ini.

9. Terima kasih kepada kedua orang tua saya: bapak Drs. Sutan Napsan Nasution dan ibunda Aisyiah Gita Utami Lbs. yang selalu memberi dukungan dan semangat kepada saya baik secara moral maupun secara materi.

10. Terima kasih kepada rekan- rekan saya di Fakutas Hukum USU yang telah membantu saya selama pengerjaan skripsi ini.

Mudah- mudahan skripsi saya ini dapat bermanfaat khususnya dalam hal pengembangan ilmu pengetahuan dan berguna bagi masyarakat.

Medan, Oktober 2019

Penulis

(7)

DAFTAR ISI ... iv

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 8

D. Keaslian Penulisan ... 9

E. Tinjauan Kepustakaan ... 12

F. Metode Penelitian ... 17

G. Sistematika Penulisan ... 21

BAB II : PENERAPAN PENGELOLAAN PERUSAHAAN YANG BAIK

(GOOD CORPORATE GOVERNANCE) PADA PERUSAHAAN

A. Sejarah Perkembangan Pengelolaan Perusahaan yang Baik di Indonesia ... 23

B. Prinsip- Prinsip dalam Pengelolaan Perusahaan yang Baik ... 29

C. Penerapan Pengelolaan Perusahaan yanh Baik di Indonesia ... 35

D. Hambatan dalam Pelaksanaan Perusahaan yang Baik ... 39

BAB III : TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN TERHADAP KARYAWAN PERUSAHAAN DENGAN BPJS KETENAGAKERJAAN A. Pemberian Upah yang Layak Terhadap Pekerja Sesuai dengan Upah Minimal Daerah ... 43

B. Perlindungan Pekerja dan Hubungan Pekerja ... 47

C. Tanggung Jawab Terhadap Jaminan Sosial Pekerja ... 52

D. BPJS Ketenagakerjaan Sebagai Bagian Tanggung Jawab

Keselamatan Pekerja ... 56

(8)

BAB IV : IMPLEMENTASI BPJS KETENAGAKERJAAN SEBAGAI PENERAPAN PENGELOAAN PERUSAHAAN YANG BAIK PADA PT. TORGANDA

A. Profil Singkat PT. Torganda ... 61 B. Dasar Hukum dan Mekanisme Kepesertaan Pekerja PT. Torganda

pada BPJS Ketenagakerjaan ... 67 C. Analisis Pelaksanaan Tersedianya BPJS Ketenagakerjaan Sebagai

Penerapan Pengelolaan Perusahaan yang Baik di PT. Torganda ... 70 BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ... 73

B. Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 76

LAMPIRAN

(9)

Pembangunan nasional sebagai amanat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 pada hakekatnya bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil, makmur dan sejahtera. Pembangunan nasional dilaksanakan antara lain melalui pembangunan di bidang ekonomi. Pembangunan ekonomi diarahkan antara lain pada pengembangan perekonomian yang berorientasi global sesuai dengan kemajuan teknologi serta membangun keunggulan kompetitif berdasarkan keunggulan komparatif, pengembangan kebijakan industri (barang dan jasa), perdagangan dan investasi dalam rangka upaya peningkatan daya saing global dengan membuka akseptabilitas yang sama terhadap setiap warga negara.

1

Pembangunan ketenagakerjaan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur yang merata, baik materiil maupun spiritual yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

2

Pemerintah Orde Baru mengeluarkan berbagai peraturan perundang- undangan dibidang ketenagakerjaan guna mengganti ketentuan lama yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman dan untuk memperbaiki kondisi ketenagakerjaan di tanah air dalam rangka memberikan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan kepada warga negara, pada saat itu

1 Bagus Sarnawa, Hukum Ketenagakerjaan, Yogyakarta: Fakultas Hukum UMY, 2010 hal. 1

2 Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, Jakarta: Sinar Grafika, 2009 hal.37

(10)

masih digunakan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan- Ketentuan Pokok Mengenai Ketenagakerjaan.

3

Saat ini pembangunan ketenagakerjaan di Indonesia didasarkan pada ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 ini sebagai pengganti dari Undang- Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai Ketenagakerjaan. Terbitnya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 diharapkan mampu menjawab berbagai tantangan dan problematika perlindungan pekerja serta para TKI.

Hukum menjadi sebuah instrumen dalam keberlangsungan pembangunan nasional dewasa ini pembangunan nasional dilakukan guna mengatasi berbagai masalah yang dihadapi dalam upaya campur tangan pemerintah dalam bidang ketenagakerjaan telah menyebabkan sifat hukum ketenagakerjaan menjadi ganda yakni privat dan publik serta dalam ruang lingkup yang diatur menjadi lebih luas.

Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah mengambil prioritas kebijakan di bidang ekonomi. Pemerintah berusaha untuk membangun berbagai sarana dan prasana guna mendukung kebijakan di bidang ekonomi tersebut. Salah satu yang mendapat perhatian adalah pembangunan sarana industri. Di antaranya adalah hubungan pekerja dan pengusaha dalam hubungan kerja.

4

Sifat hukum ketenagakerjaan pada dasarnya adalah masuk lingkup hukum privat. Mengingat bidang-bidang kajian hukum itu merupakan satu kesatuan dan

3 Maimun, Hukum Ketenagakerjaan Suatu Pengantar, Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 2004 hal. 8

4 Zaeni Asyhadie, Aspek-Aspek Hukum BPJS Ketenagakerjaan di Indonesia, Jakarta:

Rajawali, 2008 hal. 1

(11)

tidak mungkin untuk dilakukan pemisahan maka menjadikan hukum ketengakerjaan termasuk ke dalam hukum fungsional, yaitu mengandung bidang hukum yang lainnya. Ditinjau dari sifatnya, hukum perburuhan dapat bersifat privat/perdata dan dapat pula bersifat publik. Bersifat privat karena mengatur hubungan antara orang perorangan (pembuatan perjanjian kerja). Bersifat publik karena pemerintah ikut campur tangan dalam masalah-masalah perburuhan serta adanya sanksi pidana dalam peraturan hukum perburuhan.

Tujuan dari pembangunan ketenagakerjaan itu sendiri sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 yaitu;

memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi, mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah, memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan, meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.

Peran serta tenaga kerja dalam pembangunan nasional semakin meningkat

disertai berbagai tantangan dan resiko yang dihadapinya. Oleh karena itu, tenaga

kerja perlu diberikan perlindungan, pemeliharaan, dan peningkatan kesejahteraan

sehingga akan meningkatkan produktivitas nasional. Peran serta pekerja dalam

pembangunan nasional semakin meningkat demikian pula halnya penggunaan

teknologi di berbagai sektor kegiatan usaha yang dapat mengakibatkan semakin

tingginya risiko yang dapat mengancam keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan

pekerja,sehingga perlu upaya peningkatan perlindungan pekerja yang dapat

(12)

memberikan ketenangan kerja agar dapat memberikan kontribusi positif terhadap usaha peningkatan disiplin dan produktivitas pekerja.

5

Jika dibandingkan dengan ketentuan pada Pasal 86 ayat (1) Undang- Undang Ketenagakerjaan yang menyatakan, bahwa “setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja”. Untuk melindungi keselamatan pekerja/ buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja (Pasal 86 ayat (2) Undang-Undang Ketenagakerjaan). Selanjutnya diatur juga mengenai sistem keselamatan dan kesehatan kerja yang mewajibkan setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan (Pasal 87 Undang-Undang Ketenagakerjaan).

6

Menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan, kesejahteraan pekerja meliputi:

7

1. Adanya jaminan sosial bagi tenaga kerja.

2. Tersedianya fasilitas kesejahteraan dengan memperhatikan kemampuan perusahaan

3. Membentuk usaha-usaha produktif di Perusahaan untuk meningkatkan kesejahteraan.

5 Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 2012 hal. 165

6 I Made Udiana, Kedudukan dan Kewenangan Pengadilan Hubungan Industrial,, Denpasar: Udayana University Press, 2015 hal. 8

7 Hari Supriyant, Kesejahteraan Pekerja dalam Hubungan Industrial di Indonesia, Cet. I, Yogyakarta, Universitas Atma Jaya, 2013 hal. 40

(13)

Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur bahwa pekerja adalah setiap orang yang memperoleh upah atau imbalan sebagai hasil dari pekerjaannya. Setiap pekerja mempunyai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi begitu sebaliknya kepada perusahaan. Pekerja sebagai pelaksana pembangunan harus dijamin haknya melalui jaminan sosial.

Dalam Amandemen Pasal 28 H Undang-Undang Dasar 1945 ayat (3) mengatur bahwa setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh jaminan sosial untuk kelangsungan hidupnya termasuk pekerja.

Jaminan Sosial dapat diartikan sebagai perlindungan yang diberikan oleh masyarakat bagi anggota-anggotanya untuk risiko-risiko atau peristiwa-peristiwa tertentu dengan tujuan sejauh mungkin untuk menghindari terjadinya peristiwa- peristiwa tersebut yang dapat mengakibatkan hilangnya atau turunnya sebagian besar penghasilan dan untuk memberikan pelayanan medis dan/atau jaminan keuangan terhadap konsekuensi ekonomi dan terjadinya peristiwa tersebut, serta untuk tunjangan keluarga dan anak. Dapat diartikan bahwa dengan menjalankan jaminan sosial pada pekerja perusahaan, maka perusahaan tersebut sudah menerapkan salah satu prinsip pengelolaan perusaan yang baik (good corporate governance) atau sering disingkat GCG.

8

Pasal 1 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang, dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh

8 Zaeni Asyhadie, Hukum Kerja: Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja , Cet.

III, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2013 hal. 190

(14)

tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia. Pada hakikatnya program jaminan sosial tenaga kerja dimaksudkan untuk memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruhnya penghasilan yang hilang. Selain itu, program jaminan sosial tenaga kerja mempunyai beberapa aspek antara lain:

1. Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal bagi tenaga kerja beserta keluarganya.

2. Merupakan penghargaan kepada tenaga kerja yang telah menyumbangkan tenaga dan pikirannya kepada perusahaan tempatnya bekerja.

Salah satu contoh nyata pelaksanaan jaminan sosial pekerja oleh perusahaan adalah dengan mendaftarkan pekerjanya ke lembaga yang berwenang untuk melaksanakan jaminan sosial pekerja. Pada masa lampau lembaga ini dikenal dengan nama Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek). Namun sejak lembaga ini dibubarkan, dibentuk lembaga baru yaitu BPJS Ketenagakerjaan.

Dalam Undang Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Pasal 2 ayat (2) sebagaimana yang dimaksud menyelenggarakan program jaminan meliputi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun (JP) dan Jaminan Kematian (JKM).

Jaminan sosial ini telah diwajibkan oleh Pemerintah bagi pemberi kerja

untuk mendaftarkan pekerjanya dalam BPJS ketenagakerjaan agar hak dan

kewajiban para pekerja terpenuhi dengan baik. Sesuai pasal 5 ayat (1) Undang-

(15)

Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sudah jelas mengatur bahwa pengusaha dan pekerja wajib mendaftarkan diri ke BPJS Ketenagakerjaan, apabila pengusaha dan pekerja tidak segera mendaftarkan diri ke BPJS Ketenagakerjaan maka akan dikenakan sanksi administratif yang merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 86 Tahun 2013 sanksi yang dapat dikenakan berupa teguran tertulis, denda dan atau tidak mendapat pelayanan publik tertentu.

Pada kenyataannya masih banyak pengusaha dan pekerja yang tidak segera mendaftarkan diri ke BPJS Ketenagakerjaan. Padahal telah disebutkan di sebelumnya bahwa dengan memberikan jaminan sosial kepada pekerjanya merupakan bagian dalam mencapai pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance).

Berdasarkan uraian di atas, maka dirasa perlu untuk mengulas dan menggali lebih dalam tentang ketersediaan BPJS Ketenagakerjaan dalam perusahaan sebagai bagian dari penerapan Good Corporate Governance (GCG).

Adapun tulisan ini dituangkan dalam bentuk tulisan skripsi dengan judul

“Tinjauan Yuridis Tersedianya BPJS Ketenagakerjaan Bagi Karyawan dalam Perusahaan Ditinjau dari Aspek Hukum Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governence) Pada Perseroan Terbatas (Studi Kasus Pada PT. Torganda Medan).”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang dan penegasan judul di atas, maka

rumusan masalah yang dikemukakan adalah sebagai berikut:

(16)

1. Bagaimanakah penerapan pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance) pada perusahaan?

2. Bagaimanakah tanggung jawab perusahaan terhadap karyawan perusahaan dengan BPJS Ketenagakerjaan?

3. Bagaimanakah implementasi BPJS Ketenagakerjaan sebagai penerapan pengeloaan perusahaan yang baik pada PT. Torganda?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun tujuan penulisan dan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui penerapan pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance) pada perusahaan.

2. Untuk mengetahui tanggung jawab perusahaan terhadap karyawan perusahaan dengan bpjs ketenagakerjaan.

3. Untuk mengetahui implementasi bpjs ketenagakerjaan sebagai penerapan pengeloaan perusahaan yang baik pada PT. Torganda.

Adapun manfaat penulisan adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum keperdataan, yang terkhusus berkaitan dengan Pelaksanaan penerapan pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance) pada perusahaan.

2. Manfaat Praktis

a. Dapat menjadikan sebagai pedoman dan bahan rujukan bagi rekan

mahasiswa, masyarakat, maupun pihak lainnya dalam penulisan-

penulisan ilmiah lainnya yang berhubungan.

(17)

b. Agar menambah pengetahuan kepada masyarakat berkaitan dengan penerapan pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance) pada perusahaan dent.

c. Dapat dijadikan sebagai rujukan penerapan pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance) pada perusahaan yang lebih bermanfaat bagi masyarakat.

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan penelusuran pada perpustakaan Universitas Sumatera Utara dan beberapa Universitas yang ada di Indonesia baik secara fisik maupun online khususnya Fakultas Hukum, tidak didapati bahwa judul Tinjauan Yuridis Tersedianya BPJS Ketenagakerjaan Bagi Karyawan dalam Perusahaan Ditinjau dari Aspek Hukum Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governence) Pada Perseroan Terbatas (Studi Kasus Pada PT. Torganda Medan).

Namun ada beberapa judul penelitian yang berkaitan dengan pelaksanaan

penerapan pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance) pada perusahaan, antara lain:

Nadia Karima (2015) Fakultas Hukum Univesitas Jenderal Soedirman Purwokerto dengan judul penelitian Tanggung Jawab Hukum Dewan Komisaris dalam Penerapan Prinsip Good Corporate Governance Pada PT. Gapura Angkasa.

Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Perkembangan Good Corporate Governance di Indonesia pasca

terjadinya krisis moneter 1997.

(18)

2. Kedudukan dewan komisaris dalam perusahaan dan tanggung jawab dewan komisaris.

3. Pertanggungjawaban dewan komisaris dalam penerapan GCG pada PT. Gapura Angkasa.

Eko Sunarwan (2015) Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul penelitian Pengaruh Good Coroprate Governance (GCG) Terhadap Kinerja Keuangan Perbankan Syariah (Studi Kasus Pada Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah di Indonesia Periode 2010-2013). Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Sejarah perkembangan Good Corporate Governance di Indonesia dan kendala yang dihadapi.

2. Tinjauan umum tentang kinerja keuangan perbankan syariah serta pandangan bank dalam hukum syariah.

3. Pengaruh penerapan GCG terhadap kinerja keuangan perbankan syariah berdasarkan penelitian pada Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah

Dian Margi Putra Asmorojati (2016) Fakultas Hukum Universitas Lampung dengan judul penelitian Analisis Penerapan Good Corporate Governance (GCG) Pada PT. Angkasa Pura II (Presero). Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Sejarah singkat perkembangan hukum perusahaan yang terjadi di

Indonesia.

(19)

2. Pengelolaan perusahaan yang baik yang diterapkan pada PT. Angkasa Pura II (Persero).

3. Analisis terhadap penerapan pengelolaan perusahaan yang baik pada PT. Angkasa Pura II (Persero).

Adapun perbedaan penelitian di atas dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Objek yang dibahas berbeda, pada penelitian di atas membahas objek GCG secara umum, sedangkan pada penelitian ini penerapan GCG adalah dengan pemberian jaminan sosial pekerja.

2. Perusahaan yang berbeda, pada penelitian di atas dilakukan penelitian pada perusahaan BUMN dan juga perusahaan perbankan. Sedangkan pada penelitian ini dilakukan pada perusahaan perkebunan.

3. Lokasi penelitian, pada penelitian di atas dilakukan di tempat yang berbeda- beda, penelitian ini sendiri dilakukan pada PT. Torganda Medan yang beralamat di Jalan Abdullah Lubis, Medan.

Penelitian yang dilakukan saat ini berjudul Tinjauan Yuridis Tersedianya

BPJS Ketenagakerjaan Bagi Karyawan dalam Perusahaan Ditinjau dari Aspek

Hukum Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governence) Pada

Perseroan Terbatas (Studi Kasus Pada PT. Torganda Medan), dengan

permasalahan tentang penerapan pengelolaan perusahaan yang baik (good

corporate governance) pada perusahaan, tanggung jawab perusahaan terhadap

karyawan perusahaan dengan BPJS Ketenagakerjaan, implementasi BPJS

(20)

Ketenagakerjaan sebagai penerapan pengeloaan perusahaan yang baik pada PT.

Torganda.

Skripsi ini belum ditulis dan diteliti dalam bentuk yang sama, sehingga tulisan ini asli, atau dengan kata lain tidak ada judul yang sama dengan tulisan yang telah dilakukan di Fakultas Hukum manapun. Maka dari itu, keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah maupun secara akademik.

E. Tinjauan Pustaka

Adapun judul yang dikemukakan oleh adalah “Tinjauan Yuridis Tersedianya BPJS Ketenagakerjaan Bagi Karyawan dalam Perusahaan Ditinjau dari Aspek Hukum Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governence) Pada Perseroan Terbatas (Studi Kasus Pada PT. Torganda Medan).”

Dalam tinjauan dicoba untuk mengemukakan beberapa ketentuan dan batasan yang menjadi sorotan dalam mengadakan studi kepustakaan. Hal ini akan berguna untuk membantu melihat ruang lingkup skripsi agar tetap berada di dalam topik yang diangkat dari permasalahan di atas. Adapun yang menjadi pengertian secara etimologis daripada judul skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Perusahaan

Dalam Kitab Undang-Undang ini tidak menjelaskan secara rinci apa yang

dimaksud dengan Perusahaan. Pada Pasal 36 sampai dengan Pasal 56 diatur

mengenai Perseroan Terbatas, namun pengaturan mengenai Perseroan Terbatas

belum lengkap. Dikarenakan pengaturan mengenai Perusahaan dalam KUHD

tidak lengkap dan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan

kebutuhan masyarakat maka ketentuan ini telah dicabut dengan adanya Undang-

(21)

Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas jo Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007. Hal ini ditegaskan pada bagian Ketentuan Penutup Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 yang menyebutkan bahwa dengan berlakunya undang-undang ini, Buku Kesatu Titel Ketiga Bagian Ketiga Pasal 36 sampai dengan Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel, Staatslad 1847: 23) yang mengatur mengenai Perseroan Terbatas berikut segala perubahannya, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1971, dinyatakan tidak berlaku.

Dibentuknya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan bertujuan untuk mencatat bahan-bahan keterangan yang dibuat secara benar dari suatu Perusahaan dan merupakan sumber informasi resmi untuk semua pihak yang berkepentingan mengenai identitas, data, serta keterangan lainnya tentang Perusahaan yang tercantum dalam Daftar Perusahaan dalam rangka menjamin kepastian berusaha.

9

Untuk menyederhanakan tata cara penyimpanan, pemindahan, pemusnahan, dan penyerahan dokumen Perusahaan, yang penting artinya bagi efisiensi kegiatan Perusahaan seperti diuraikan di atas, undangundang ini memberikan wewenang kepada Perusahaan untuk melaksanakan penyimpanan, pemindahan, pemusnahan, dan penyerahan dokumen tersebut berdasarkan jadwal retensi baik menurut undang-undang ini maupun yang ditetapkan oleh pimpinan Perusahaan. Dengan diberlakukannya ketentuan yang mengatur dokumen Perusahaan, maka pembuatan, penyimpanan, pemindahan, pemusnahan, dan

9 Ahmad Yani dan Gunawan Wijaya, Seri Hukum Bisnis Kepailitan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002 hal.106

(22)

penyerahan dokumen Perusahaan dapat dilakukan dengan sederhana, efektif, dan efisien dengan tidak mengurangi kepastian hukum dan tetap melindungi kepentingan para pihak dalam suatu hubungan hukum. Menurut Pasal 1653 KUH Perdata ada 3 macam klasifikasi badan hukum berdasarkan eksistensinya yaitu apabila badan hukum yang dibentuk oleh pemerintah (penguasa) diantaranya, badan hukum yang diakui oleh pemerintah dan badan hukum yang didirikan untuk suatu maksud tertentu yang tidak bertentangan dengan Undang-Undang dan kesusilaan yaitu misalnya PT dan koperasi.

2. Good Corporate Governance (GCG)

Good Corporate Governance hadir sekitar tahun 1990-an. Pada saat itu terjadi krisis ekonomi di kawasan Asia dan Amerika Latin. Krisis ini terjadi karena adanya kegagalan Good Corporate Governance yang diterapkan oleh perusahaan. Beberapa hal yang menyebabkan kegagalan Good Corporate Governance pada saat itu yaitu diantaranya sistem hukum yang buruk, tidak konsistennya standar akuntansi dan audit, praktek-praktek perbankan yang lemah dan kurangnya perhatian Board of Directors (BOD) terhadap hak-hak pemegang saham minoritas.

10

Karena hal-hal tersebut di atas maka pada dasawarsa 1990-an munculah tuntutan-tuntutan agar Good Corporate Governance diterapkan secara konsisten dan komperhensif. Tuntutan ini datang secara beruntun. Tuntutan ini disuarakan oleh berbagai lembaga investasi baik domestik maupun mancanegara. Diantara lembaga-lembaga tersebut termasuk di dalamnya ialah World Bank, IMF, OECD,

10 Achmad Damiri, Good Corporate Governance: Konsep dan Penerapannya dalam Konteks Indonesia, Jakarta: Ray Indonesia, 2006, hal. 3

(23)

dan APEC. Lembaga-lembaga ini berkesimpulan bahwa prinsip-prinsip dasar Good Corporate Governance seperti transparancy, accountability, responsibility, independent dan fairness dapat menolong perusahaan dan membantu perekonomian negara yang sedang tertimpa krisis agar dapat bangkit kearah yang lebih sehat dan mampu bersaing, serta dikelola dengan dinamis dan profesional.

Tujuannya adalah agar mempunyai daya saing yang tangguh dan untuk mengembalikan kepercayaan investor. Good Corporate Governance diyakini sebagai kunci sukses bagi suatu perusahaan untuk tumbuh dan berkembang serta menguntungkan dalam jangka panjang.

11

Hubungan antara buruh atau karyawan dengan pemilik perusahaan pada awalnya adalah hubungan antara atasan dan bawahan, namun karena adanya penghargaan yang lebih baik pada buruh maka hubungan itu berubah, buruh dianggap sebagai mitra kerja pemilik atau majikan. Pada saat itu karyawan atau buruh mulai memiliki kekuatan untuk melakukan negosiasi. Dengan demikian pemilik atau pemegang saham di perusahaan menyerahkan pengelolaan perusahaan secara sepenuhnya kepada karyawan atau buruh sebagai agen. Dalam hal ini maka terdapat “kepentingan”, yaitu kepentingan pemilik perusahaan dan kepentingan agen sebagai pengelola perusahaan.

12

Ditahap ini bukan hanya ada kepentingan pemegang saham dan kepentingan buruh (agen), namun ditambah dengan kepentingan konsumen sebagai salah satu stakeholder yang penting. Sehingga pada tahap ini permasalahan governance semakin kompleks. Perkembangan ini mempunyai

11 Ibid, hal. 4

12 Ahmad Yani dan Gunawan Wijaya, Op.Cit, hal. 98

(24)

akibat yang signifikan bagi iklim pengelolaan korporasi dan berakibat baik pada perkembangan corporate governance.

3. Perseroan Terbatas (PT)

Perseroan Terbatas adalah perusahaan akumulasi modal yang dibagi atas saham-saham, dan tanggung jawab sekutu pemegang saham terbatas pada jumlah saham yang dimilikinya.

13

Istilah perseroan menunjuk pada cara penentuan modal dan istilah terbatas menunjuk pada batas tanggung jawab sekutu. Perseroan Terbatas adalah suatu bentuk usaha yang berbadan hukum, yang pada awalnya dikenal dengan nama Naamloze Vennootschaap (NY).

14

Sebenarnya, arti istilah Naamloze Vennootschaap tidak sama dengan arti istilah perseroan terbatas. Naamloze Vennootschaap, diartikan sebagai persekutuan tanpa nama dan tidak mempergunakan nama orang sebagai nama persekutuan, seperti firma, melainkan nama usaha yang menjadi tujuan dari perusahaan yang bersangkutan. Sedangkan perseroan terbatas adalah persekutuan yang modalnya terdiri atas saham-saham, dan tanggung jawab persero bersifat terbatas pada jumlah nominal daripada istlah Naamloze Vennootschaap, sebab arti istilah “perseroan terbatas” lebih jelas dan tepat menggambarkan tentang keadaan senyatanya, sedangkan arti istilah Naamloze

Vennootschaap kurang dapat menggambarkan tentang isi dan sifat dari perseroan terbatas secara tepat. Ada istilah Inggris yang isinya hampir mendekati istilah perseroan terbatas, yaitu Company Limited by Shares. Perseroan Terbatas

13 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Bandung: PT.Citra Aditya Bakti 1993 hal. 7

14 Zaeni Asyhadie, Op. Cit, hal. 33

(25)

ini di Jerman, Austria dan Swiss disebut Aktiengensellschaft dan di Prancis disebut Socite Anonyme.

15

Pada awalnya, Perseroan Terbatas ini diatur dalam KUHD, yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 dan diganti kembali menjadi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Menurut Pasal 1 Angka (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang dimaksud dengan Perseroan Terbatas adalah:

“Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.”

F. Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan maupun teknologi yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis, dan konsisten. Melalui proses penelitian tersebut diadakan analisa dan konstruksi terhadap data yang telah dikumpulkan dan diolah.

Oleh karena penelitian merupakan suatu sarana (ilmiah) bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka metodologi penelitian yang diterapkan harus senantiasa disesuaikan dengan ilmu pengetahuan yang menjadi induknya.

16

Penulisan skripsi ini, menggunakan metodologi penulisan sebagai berikut:

1. Metode Pendekatan

15 Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, Bandung:

ALumni 2004, hal.47

16Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif-Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: Rajawali Pers, 1990 hal. 1

(26)

Untuk memperoleh suatu pembahasan sesuai dengan apa yang terdapat di dalam tujuan penyusunan bahan analisis, maka dalam penulisan skripsi ini menggunakan metode pendekatan yuridis empiris, digunakan untuk memberikan pemahaman bahwa hukum bukan semata- mata sebagai perangkat perundang- undangan yang bersifat normatif belaka, melainkan hukum harus dilihat sebagai perilaku masyarakat yang menggejala dalam kehidupan masyarakat. Berbagai temuan di lapangan yang bersifat individual atau kelompok akan dijadikan bahan utama dalam mengungkapkan permasalahan yang diteliti dengan berpegang pada ketentuan yang berlaku.

17

2. Sifat Penelitian

Sifat penelitian dalam skripsi ini adalah bersifat deskriptif yaitu penelitian yang menggambarkan, menelaah, dan menjelaskan serta menganalisa suatu peraturan hukum.

18

3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam suatu penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam penulisan skripsi, karena melalui pengumpulan data ini akan diperoleh data yang selanjutnya bisa dipergunakan untuk analisa sesuai yang diharapkan berkaitan dengan hal tersebut, maka dalam penelitian ini menggunakan pengumpulan data sebagai berikut:

a. Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari responden, bukan dari bahan kepustakaan.

19

Dalam skripsi ini dilakukan wawancara terhadap

17Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Pers, 2010 hal. 45

18Ibid, hal. 6

(27)

staf atau pegawai PT. Torganda Medan, yaitu dengan bertanya langsung kepada staf personalia atau HRD. Sistem wawancara yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah wawancara bebas terpimpin, artinya terlebih dahulu dipersiapkan daftar pertanyaan sebagai pedoman tetapi masih dimungkinkan adanya variasi pertanyaan yang disesuaikan dengan situasi pada saat wawancara dilakukan.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan kepustakaan, bukan dari responden langsung.

20

Data sekunder terdiri dari:

1) Bahan-bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang bersifat autoritatif yang artinya mempunyai otoritas, bahan hukum primer ini terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim,

21

dalam penelitian ini bahan hukum primer yang digunakan antara lain:

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, dan Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

2) Bahan-bahan hukum sekunder, yaitu berupa publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen resmi, meliputi buku-buku teks, jurnal hukum, kamus hukum, komentar-komentar dan putusan pegadilan , bahan hukum yang digunakan dalam penulisan skripsi ini meliputi:

a) Buku-buku yang membahas tentang pengelolaan perusahaan yang baik;

19Anshari Siregar, Tampil, Metode Penelitian Hukum, Medan: Pustaka Bangsa Press, 2005 hal. 7

20Ibid, hal. 74

21 Mahmud Marzuki, Peter, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2005 hal. 141

(28)

b) Buku-buku yang membahas tentang Perseroan Terbatas;

c) Buku-buku yang membahas tentang perkembangan perburuhan;

d) Hasil wawancara tentang pemberian BPJS Ketenagakerjaan pada karyawan di PT. Torganda.

4. Teknik Analisa Data

Data diperoleh baik dari studi lapangan maupun studi dokumen merupakan data yang dianalisis secara kualitatif, yaitu setelah data terkumpul kemudian dituangkan dalam bentuk uraian logis dan sistematis, selanjutnya dianalisis untuk memperoleh kejelasan penyelesaian masalah, kemudian ditarik kesimpulan secara deduktif, yaitu dari hal yang bersifat umum menuju hal yang bersifat khusus.

22

Dalam melakukan penelitian ini, digunakan analisis data secara kualitatif.

Analisis data Kualitatif adalah suatu cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisis, yaitu yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan serta juga tingkah laku yang nyata, yang diteliti dan dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.

23

Metode penelitian ini menggunakan teknik analisis mendalam (in-depth analysis), yaitu mengkaji masalah secara kasus perkasus karena metodologi kualitatif yakin sifat suatu masalah satu akan berbeda dengan sifat dari masalah lainnya. Tujuan dari metodologi ini bukan suatu generalisasi tetapi pemahaman secara mendalam terhadap suatu masalah.

22 P. Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, 2006 hal. 87

23 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982 hal. 93

(29)

G. Sistematika Penulisan

Bab I: PENDAHULUAN, yang berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka dan metode penelitian serta sistematika penulisan.

Bab II: PENERAPAN PENGELOLAAN PERUSAHAAN YANG BAIK (GOOD CORPORATE GOVERNANCE) PADA PERUSAHAAN. Bab ini berisikan Sejarah Perkembangan Pengelolaan Perusahaan yang Baik di Indonesia, Prinsip- Prinsip dalam Pengelolaan Perusahaan yang Baik, Penerapan Pengelolaan Perusahaan yanh Baik di Indonesia dan Hambatan dalam Pelaksanaan Perusahaan yang Baik.

Bab III: TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN TERHADAP KARYAWAN PERUSAHAAN DENGAN BPJS KETENAGAKERJAAN. Bab ini berisikan Pemberian Upah yang Layak Terhadap Pekerja Sesuai dengan Upah Minimal Daerah, Perlindungan Pekerja dan Hubungan Pekerja, Tanggung Jawab Terhadap Jaminan Sosial Pekerja dan BPJS Ketenagakerjaan Sebagai Bagian Tanggung Jawab Keselamatan Pekerja.

Bab IV: IMPLEMENTASI BPJS KETENAGAKERJAAN SEBAGAI PENERAPAN PENGELOAAN PERUSAHAAN YANG BAIK PADA PT.

TORGANDA. Bab ini berisikan Profil Singkat PT. Torganda, Dasar Hukum dan

Mekanisme Kepesertaan Pekerja PT. Torganda pada BPJS Ketenagakerjaan dan

Analisis Pelaksanaan Tersedianya BPJS Ketenagakerjaan Sebagai Penerapan

Pengelolaan Perusahaan yang Baik di PT. Torganda.

(30)

Bab V: PENUTUP. Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang

merupakan penutup dari penulisan skripsi ini. Dalam hal ini ditarik kesimpulan

dari pembahasan- pembahasan sebelumnya dan dilengkapi dengan saran-saran.

(31)

A. Sejarah Perkembangan Pengelolaan Perusahaan yang Baik di Indonesia

Good Corporate Governance hadir sekitar tahun 1990-an. Pada saat itu

terjadi krisis ekonomi di kawasan Asia dan Amerika Latin. Krisis ini terjadi karena adanya kegagalan Good Corporate Governance yang diterapkan oleh perusahaan. Beberapa hal yang menyebabkan kegagalan Good Corporate Governance pada saat itu yaitu diantaranya sistem hukum yang buruk, tidak

konsistennya standar akuntansi dan audit, praktek-praktek perbankan yang lemah dan kurangnya perhatian Board of Directors (BOD) terhadap hak-hak pemegang saham minoritas.47

Karena hal-hal tersebut di atas maka pada dasawarsa 1990-an munculah tuntutan-tuntutan agar Good Corporate Governance diterapkan secara konsisten dan komperhensif. Tuntutan ini datang secara beruntun. Tuntutan ini disuarakan oleh berbagai lembaga investasi baik domestik maupun mancanegara. Diantara lembaga-lembaga tersebut termasuk di dalamnya ialah World Bank, IMF, OECD, dan APEC. Lembaga-lembaga ini berkesimpulan bahwa prinsip-prinsip dasar Good Corporate Governance seperti transparancy, accountability, responsibility, independent dan fairness dapat menolong perusahaan dan membantu perekonomian negara yang sedang tertimpa krisis agar dapat bangkit kearah yang lebih sehat dan mampu bersaing, serta dikelola dengan dinamis dan profesional.

47 Achmad Damiri, Good Corporate Governance: Konsep dan Penerapannya dalam Konteks Indonesia, Jakarta, Ray Indonesia, 2006, hal.3

(32)

Tujuannya adalah agar mempunyai daya saing yang tangguh dan untuk mengembalikan kepercayaan investor. Good Corporate Governance diyakini sebagai kunci sukses bagi suatu perusahaan untuk tumbuh dan berkembang serta menguntungkan dalam jangka panjang.

Di Indonesia terutama dalam aktivitas bisnis, istilah Good Corporate Governance baru dikenal sejak satu dekade terakhir. Peraturan perundang- undangan di Indonesia seperti Undang-Undang Perseroan Terbatas dan Undang- Undang Pasar Modal pun belum mengenal istilah Good Corporate Governance.

Namun istilah ini sudah sangat dikenal di dalam aktivitas bisnis di Eropa dan Amerika Serikat.

48

Sejak ambruknya beberapa perusahaan dunia pada awal dekade 2000-an seperti Enron, Worldcom di Amerika Seriikat, HIH Insurance dan One-tel di Australia mulailah perbincagan dan perdebatan mengenai prinsip-prinsip Good Corporate Governance. Kejadian ambruknya beberapa perusahaan dunia ini menyadarkan kalangan bisnis dan pemerintahan terutama negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris dan Australia betapa pentingnya penerapan prinsip Good Corporate Governance dalam kegiatan bisnis.

49

A.Davies dalam bukunya yang berjudul “Strategic Approach to Corporate Governance” yang diterbitkan tahun 1999 menyatakan istilah governance dipergunakan pertama kali bukanlah oleh kalangan bisnis namun terdapat dalam berbagai peraturan gereja. Perkembangan “governance” awal mulanya hanya dikenal melalui berbagai peraturan yang dibuat atau dikeluarkan oleh gereja.

48 Joni Emirzon, Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance: Paradigma Baru Dalam Praktik Bisnis Indonesia, Yogyakarta, PT. Genta Press, hal.75

49 Ibid.

(33)

Lama kelamaan istilah ini digunakan juga dalam konsep-konsep revolusi industri sampai dengan kapitalisme. Sejak abad pertengahan, perdagangan sudah dikenal dan sudah mulai berkembang. Namun pada masa itu ajaran gereja masih sangat kuat, sehingga paham keagamaan yang dianut pada waktu itu berpengaruh pada perdagangan. Pedagang yang mengambil banyak keuntungan dianggap melanggar ajaran agama. Keadaan ini mengakibatkan perkembangan perdagangan dan aktivitas bisnis terhambat.

50

Menurut Gunardi Endro setelah revolusi industri ada pergeseran kekuatan ekonomi dari aristokrat dan tuan tanah penguasa lahan kepada para bisnis di kota.

Dalam revolusi industri ini diterapkan secara praktis penemuan-penemuan baru yang mengakibatkan munculnya mekanisme industri. Produktivitas industri semakin meningkat sehingga banyak penduduk urbanisasi ke kota. Mulai saat itu kekuatan kapitalisme menguasai perdagangan dan tenaga kerja yang terus berkembang hingga saat ini. Kaum kapitalis menguasai perekonomian dunia dan dianggap sebagai pelapor bagi terbentuknya pasar bebas.

51

Menurut Andre Gorz berkembang kekuatan kapitalisme tidak diikuti dengan kesejahteraan buruh atau pekerja. Pola governance korporasi pada awal abad 19 sangat didominasi oleh kapitalisme. Kapitalisme bertujuan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya sesuai dengan sifat kapitalisme itu sendiri. Namun hal ini menyebabkan kelas pekerja justru semakin ditekan.

Kekuatan produksi yang besar yang seharusnya mensejahterakan kelas pekerja

50 Ibid. hal. 76

51 Achmad Damiri, Op.Cit, hal. 57

(34)

justru berbalik menekan mereka. Kelas pekerja tidak banyak diuntungkan dengan besarnya kekuatan produksi tersebut.

A. Davies menyatakan pada abad ini mulai tumbuh serikat pekerja yang mulai mengimbangi dominasi perusahaan. Dominasi perusahaan ini sebelumnya mampu menekan tingkat upah buruh serendah mungkin guna memenangkan pasar bebas. Pada akhir abad 19 kekuatan serikat kerja semakin berkembang dan bertambah kuat. Hal ini tidak terlepas dari dukungan organisasi internasional seperti International Labour Organization (ILO) dan beberapa lembaga non pemerintah/Non Governance Organization (NGO) lainnya. Eksistensi buruh atau karyawan semakin dihargai. Dan sebagai akibat dari bertambahnya kekuatan serikat buruh pekerja munculah hubungan antara pemegang saham dan Board of Directors. Keseluruhan hal ini menambah kompleksitas fenomena governance pada masa itu.

Hubungan antara buruh atau karyawan dengan pemilik perusahaan pada

awalnya adalah hubungan antara atasan dan bawahan, namun karena adanya

penghargaan yang lebih baik pada buruh maka hubungan itu berubah, buruh

dianggap sebagai mitra kerja pemilik atau majikan. Pada saat itu karyawan atau

buruh mulai memiliki kekuatan untuk melakukan negosiasi. Dengan demikian

pemilik atau pemegang saham di perusahaan menyerahkan pengelolaan

perusahaan secara sepenuhnya kepada karyawan atau buruh sebagai agen. Dalam

hal ini maka terdapat “kepentingan”, yaitu kepentingan pemilik perusahaan dan

kepentingan agen sebagai pengelola perusahaan.

(35)

Ditahap ini bukan hanya ada kepentingan pemegang saham dan kepentingan buruh (agen), namun ditambah dengan kepentingan konsumen sebagai salah satu stakeholder yang penting. Sehingga pada tahap ini permasalahan governance semakin kompleks. Perkembangan ini mempunyai akibat yang signifikan bagi iklim pengelolaan korporasi dan berakibat baik pada perkembangan corporate governance. Perkembangan corporate governance juga merupakan suatu upaya untuk mengakomodasi berbagai kepentingan stakeholders yang berbeda-beda dalam suatu korporasi. Keberadaan corporate governance ini dapat ditelusuri hingga abad 18 masehi. Adam Smith dalam karyanya The Wealth Nation dianggap sebagai filosof pertama yang meletakan dasar dalam upaya konsep corporate governance.

52

DK Denis dan Mc.Comel menyatakan ada 2 (dua) tahap generasi perkembangan kosep Good Corporate Governance hingga adab ke-21. Generasi pertama dibidangi oleh Berle dan Means yang menekankan pada konsekuensi dari terjadinya permisahan antara kepemilikan dan kontrol atas suatu perusahaan modern (the modern corporation). Menurut Berle dan Means jika perusahaan berkembang semakin besar maka pengelolaan perusahaan yang dipegang oleh pemilik (owner manager) harus diserahkan pada profesional. Menurut mereka ada pemisahan tegas antara kepemilikan dan pengelola usaha.

Menurut Denis dan Mc.Conel pada tahap pertama perkembangan konsep Good Corporate Governance muncul pemikir terkenal dalam ilmu manajemen yaitu Jansen Meckling. Pemikirannya terkenal dengan teori keagenan (Agency

52 Ibid.

(36)

Theory) yang merupakan perkembangan riset yang luar biasa di bidang governance. Melalui teori keagenan ini berbagai bidang ilmu seperti sosiologi, manajemen strategi, manajemen keuangan, akuntansi, etika bisnis dan organisasi mulai menggunakan teori keagenan untuk memahami fenomena corporate governance. Hal ini mengakibatkan perkembangan corporate governance menjadi multi dimensi. Pada periode sebelumnya manfaat dari teori tersebut hanya didominasi oleh para ahli hukum dan ekonomi. Berbagai teori keagenan hasil dari sintesis melalui proses dialektika dari berbagai bidang ilmu diatas muncul pada era generasi pertama ini.

53

Perkembangan generasi kedua corporate governance ditandai dengan hasil karya La-Porta dan koleganya pada tahun 1998. Berbeda dengan Berle dan Means menurut LLSV penerapan corporate governance di suatu negara dipengaruhi oleh perangkat hukum yang ada pada negara tersebut, bagaimana kondisi perangkat hukum di suatu negara tersebut dalam upayanya melindungi kepentingan pihak- pihak yang terkait dengan perusahaan, khususnya pemilik minoritas. Pada tahap ini perkembangan corporate governance semakin meluas dan kompleks.

Permasalahan beralih dari konflik kepentingan masing-masing stakeholder pada konsentrasi kepemilikan saham yaitu pemilik saham mayoritas atas dominasi pemilik saham mayoritas juga dijadikan permasalahan. Menurut LLSV, negara lain selain AS dan Inggris, kepemilikan sahamnya sangat terkonsentrasi. Hal ini mengakibatkan terjadi konflik kepentingan antara pemilik mayoritas yang kuat dan pemilik minoritas yang lemah.

53 Catur Ari Wulandari, Tinjauan Pelaksanaan Good Corporate Governance, Universitas Indonesia, Jakarta,2009, hal. 5

(37)

Good Corporate Governance mencapai puncaknya pada awal dekade tahun 2000-an, pada saat itu beberapa perusahaan besar di dunia bangkrut.

Kebangkrutan perusahaan-perusahaan dunia tersebut adalah karena lemah dan kurangnya penerapan Good Corporate Governance. Semenjak kebangkrutan perusahaan besar tersebut, semakin banyak kalangan yang mulai menyadari pentingnya penerapan Good Corporate Governance.

54

B. Prinsip- Prinsip dalam Pengelolaan Perusahaan yang Baik

Sebagai suatu konsep, dipandang perlu untuk menentukan dasardasar atau kaidah yang menjadi landasan dalam menjabarkan konsep Good Corporate Governance. Landasan atau prinsip ini dimaksudkan akan menjadi pegangan dalam penjabaran tindakan dan langkah-langkah yang hendak dilakukan dalam mewujudkan Good Corporate Governance serta menjadi patokan dalam pengujian keberhasilan aplikasi Good Corporate Governance dimasing-masing perusahaan.

55

Sejak diperkenalkan oleh OECD, prinsip-prinsip corporate governance tersebut dijadikan acuan oleh banyak negara di dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Prinsip-prinsip tersebut disusun seuniversal mungkin, sehingga dapat dijadikan acuan bagi semua negara atau perusahaan dan dapat diselaraskan dengan sistem hukum, aturan, atau nilai yang berlaku di negara masing-masing.

Bagi para pelaku usaha dan pasar modal prinsip-prinsip ini dapat menjadi

54 I Nyoman Tjager, Corporate Governance Tantangan dan Kesempatan bagi Komunitas Bisnis Indonesia, Jakarta, PT. Prehilindo, 2003, hal.28

55 Dhiah Indah Astanti, Implementasi Good Corporate Governance pada Perusahaan Asuransi, Universitas Diponegoro,Semarang, 2007, hal.62

(38)

guidance atau pedoman dalam mengelaborasi best practices bagi peningkatan nilai dan keberlangsungan suatu perusahaan.

56

Menurut Pasal 3 Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor : PER – 01/MBU/2011 Tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance) Pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Prinsip-prinsip Good Corporate Governance adalah:

1. Transparansi (transparency), yaitu keterbukaan dalam melaksanakan keputusan dan keterbukaan dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan;

2. Akuntabilitas (accountability), yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban Organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif;

3. Pertanggungjawaban (responsibility), yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat;

4. Kemandirian (independency), yaitu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat;

56 Catur Ari Wulandari, Op.cit, hal.5

(39)

5. Kewajaran (fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak pemangku kepentingan (stakeholders) yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan.

Selain yang dijelaskan oleh Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor : PER- 01/MBU/2011 Tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance) Pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), berikut penjelasan lebih lanjut mengenai prinsip-prinsip Good Corporate Governance:

1) Transparansi (Transparancy)

Transparansi yaitu keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi maateriil dan relevan mengenai perusahaan.

57

Prinsip ini merupakan prinsip yang sangat penting dalam penerapan Good Corporate Governance. Keterbukaan dalam pengambilan keputusan berarti seluruh pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan mengetahui dengan jelas pertimbangan dan alasan-alasan untuk pengambilan keputusan dan untuk apa keputusan diambil.

2) Akuntabilitas (Accountability)

Yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggung jawaban organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. Perusahaan harus dapat mempertanggung jawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur

57 Achmad Daniri, Op.cit, hal.4

(40)

dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.

58

Prinsip ini diwujudkan antara lain menyiapkan laporan keuangan (Financial Statement) pada waktu yang tepat dan dengan cara yang tepat mengembangkan Komite Audit dan Resiko untuk mendukung fungsi pengawasan oleh Dewan Komisaris, mengembangkan dan merumuskan kembali peran dan fungsi internal audit sebagai mitra bisnis strategik berdasarkan best prestice. Transformasi menjadi “Risk- based” Audit, manajemen kontrak yang bertanggung jawab dan menangani pertentangan, penegakan hukum, menggunakan External Auditor yang memenuhi syarat (berbasis profesionalisme).

3) Tanggung Jawab (responsibility)

Pertanggungjawaban perusahaan adalah kesesuaian (kepatuhan) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku.

59

Prinsip ini diajukan dengan kesadaran tanggung jawab merupakan konsekuensi logis dari adanya tanggung jawab sosial, menghindari penyalahgunaan kekuasaan, menjadi profesioal dan menjunjung etika, memelihara lingkungan bisnis yang sehat.

58 I Nyoman Tjager, Op.cit, hal.52

59 Badai Sugondo Putra, Prinsip Good Corporate Governance, http://bankirnews.com/index.option=comview=articleid=106:tujuan-system-a-

prinsipgcgcatid=68:good-corporate-governanceItemid=101, diakses pada tanggal 5Juni 2019

(41)

4) Kemandirian (independency)

Independensi merupakan prinsip penting dalam penerapan Good Corporate Governance di Indonesia. Independensi atau kemandirian adalah suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.

60

Independensi sangat penting dalam proses pengambilan keputusan.

Hilangnya independensi dalam proses pengambilan keputusan akan menghilangkan objektivitas dalam pengambilan keputusan tersebut.

Kejadian ini akan sangat fatal bila ternyata harus mengorbankan kepentingan perusahaan yang seharusnya mendapat prioritas utama.

5) Kewajaran (fairness)

Yaitu keadilan dan kesetaraan didalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundangundangan yang berlaku. Perusahaan dalam melaksanakan kegiatannya, harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.

61

Suatu bentuk perlakuan yang adil dan setara didalam memenuhi hak hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian secara peraturan perundangan yang berlaku. Perusahaan harus memperhatikan

60 Erfina Nurmalasari, Op.cit, hal.50

61 Pedoman umum Good Corporate Governance Indonesia, Komite Nasional Kebijakan Governance Tahun 2006

(42)

kepentingan stakeholders berdasarkan asas kesetaraan dan kewajaran (Equal Treatment). Namun, perusahaan juga perlu memberikan kesempatan kepada stakeholders untuk memberikan masukan bagi kepentingan bank sendiri memiliki akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip keterbukaan.

62

Penerapan Good Corporate Governance pada perusahaan PT. Torganda yang berada di Medan, sudah mulai diterapkan secara bertahap sesuai dengan peningkatan Standar Operasional Perusahaan. Transparansi dilaksanakan oleh pihak PT. Torganda dalam setiap pengambilan keputusan, namun prinsip ini belum sepenuhnya dapat dilaksanakan, karena pada situasi tertentu pihak perusahaan melakukan beberapa pengambilan keputusan secara tertutup.

Akuntabilitas sudah dapat diterapkan secara penuh karena PT. Torganda selalu melaporkan keuangan perusahaan dan secara rutin diperiksa oleh instansi terkait.

Tanggung jawab, diterapkan salah satunya dengan penyediaan BPJS Ketenagakerjaan bagi setiap karyawan PT. Torganda. Bahkan sejak saat belum dikeluarkannya BPJS, PT. Torganda sudah menjalankan kewajibannya melalui Jamsostek. Kemudian prinsip mandirian sudah terlasana dengan baik sebab PT.

Torganda adalah perusahaan yang independen dan tidak berafiliasi kepada pihak tertentu. Terkahir, prinsip kewajaran, yaitu pengelolaan perusahaan yang tidak adanya ketimpangan. Setiap stakeholder mulai dari tingkat bawah sampai tingkat

62 Nur Hasanah, Analisis Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Perbankan, Universitas Islam Negeri, Jakarta, 2013, hal.46

Referensi

Dokumen terkait

Pasal tersebut menyatakan bahwa asuransi pada umumnya adalah suatu persetujuan dimana penanggung dengan menikmati suatu premi mengikat dirinya terhadap tertanggung

Data diperoleh melalui penelitian kepustakaan (library research) dan penelitian lapangan (field research). Penelitian Kepustakaan dilakukan dengan menganalisis Putusan

1) Selama masih dalam pemeriksaan dan untuk mencegah kerugian yang lebih besar, pemilik Merek dan/atau penerima Lisensi selaku penggugat dapat mengajukan permohonan

Seperti diantaranya adalah praktik perjanjian jual beli tanah hak milik oleh pihak asing dengan cara pinjam nama (nominee) yang seolah-olah bahwa pembeli tanah

3. suatu sebab yang halal. Pos Indonesia bergerak dalam bidang jasa, maka faktor yang sangat penting yang perlu di perhatikan adalah kepercayaan pengguna jasa, dimana

Ketidakterlaksanaannya suatu kontrak konstruksi dapat menimbulkan perselisihan atau yang sering disebut dengan “sengketa konstruksi” diantara pihak pengguna dengan pihak

3) Periksa dengan seksama kondisi kamera dan lensa tersebut, mulai dari kondisi fisik dan tombol-tombol fungsi produk. 4) Cek kelengkapan dari paket tersebut, mulai

Maka dengan demikian, berdasarkan pembahasan yang dijelaskan sebagaimana yang dimaksud di atas, timbul keinginan untuk mengkaji tentang keringanan pajak sebagai bentuk insentif