• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Oleh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Oleh"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

SYAHRAZAT MUFTY 150200020

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2019

(2)
(3)

mempertahankan kreativitas dan identitas yang sudah dibangun oleh sebuah perusahaan agar lebih dikenal oleh masyarakat luas. Pada dasarnya pemilik merek ingin meraih loyalitas konsumen yaitu perilaku puncak konsumen terhadap merek, dimana konsumen bersedia melakukan apa saja demi mempertahankan merek pilihannya. Logo adalah huruf atau lambang yang mengandung makna, terdiri atas satu kata atau lebih sebagai lambang atau nama (biasanya perusahaan dan sebagainya), dipahami juga sebagai suatu gambar atau sekedar sketsa dengan ahli tertentu, dan mewakili suatu arti, serta memiliki filosofi dan kerangka dasar berupa konsep dengan tujuan melahirkan sifat yang berdiri sendiri atau mandiri. Sedangkan simbol adalah lambang, sesuatu sebagai tanda (lukisan, lencana, dan sebagainya). Adapun permasalahan dalam skripsi ini antara lain Bagaimanakah pengaturan hak cipta merek di Indonesia, Apa sajakah bentuk pelanggaran terhadap hak pencipta logo dalam penggunaan sebagai merek dan Apakah akibat hukum yang ditimbulkan atas Putusan Mahkamah Agung No. 08/Pdt.Sus-Hak Cipta/2016/PN.Niaga.Jkt.Pst.

Penelitian ini bersifat deskriptif dan menggunakan pendekatan yuridis normatif. Data diperoleh melalui penelitian kepustakaan (library research) dan penelitian lapangan (field research). Penelitian Kepustakaan dilakukan dengan menganalisis Putusan Pengadilan Nomor 08/Pdt.Sus-Hak Cipta/2016/PN.Niaga.Jkt.Pst dikaitkan dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.

Hak cipta logo sebagai merek yang berfungsi sebagai pembeda tidak lagi dapat didaftarkan. Hal ini sesuai dengan ketentuan Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta Pasal 65 yang menyebutkan bahwa Pencatatan Ciptaan tidak dapat dilakukan terhadap seni lukis yang berupa logo atau tanda pembeda yang digunakan sebagai merek dalam perdagangan barang/jasa atau digunakan sebagai lambang organisasi, badan usaha, atau badan hukum. Maka sebagai langkah antisipasi adanya pelanggaran hak pencipta logo, maka logo dapat didaftarkan sebagai merek. Hak kebendaan dapat juga melekat pada hak cipta atas logo yang digunakan sebagai merek. Hal ini dapat dilihat bahwa hak cipta adalah hak kebendaan yang bersifat absolut dan hak kebendaan atas benda yang dipublikasikan. Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 1333 misalnya yang menyebutkan “suatu perjanjian harus mempunyai pokok berupa suatu barang yang sekurang-kurangnya ditentukan jenisnya.

Putusan Mahkamah Agung dengan Nomor Putusan 08/Pdt.Sus-Hak Cipta/2016/PN.Niaga.Jkt.Pst. tersebut telah memenuhi asas- asas yang terdapat dalam Undang-undang. Putusan ini tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Hak Cipta dan juga Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Kata kunci: Perlindungan Hukum, Logo, Hak Kekayaan Intelektual

*) Syahrazat Mufty

**) Prof. Dr. Saidin,SH.,M.Hum

***) Dr. Marianne Magda, SH.,Mkn

(4)

dengan judul “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENCIPTA SENI LUKIS BERUPA LOGO YANG DIGUNAKAN SEBAGAI MEREK ATAS PENGGANDAAN YANG TERDAPAT DI DAFTAR UMUM CIPTAAN MENURUT UNDANG- UNDANG NO. 28 TAHUN 2014 (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 08/Pdt.Sus-Hak Cipta/2016/PN.Niaga.Jkt.Pst)”

sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Hukum (S-1) pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak sekali mendapatkan bimbingan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini.

1. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum Selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

2. Prof. Dr. OK. Saidin, S.H., M.HumSelaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan Dosen Pembimbing I saya.

3. Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum Selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

4. Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum Selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(5)

SH,M.Hum selaku kepala jurusan Hukum Keperdataan di Fakultas Hukum USU.

6. Terima kasih saya ucapkan kepada bapak Syamsul Rizal, SH, M.Hum selaku sekretaris jurusan Hukum Keperdataan di Fakultas Hukum USU.

7. Terima kasih kepada Ibu Dr. Marianne Magda, SH.,Mkn selaku Dosen Pembimbing II saya.

8. Terima kasih kepada kedua orang tua saya yang selalu memberi dukungan dan semangat kepada saya baik secara moral maupun secara materi.

9. Terima kasih kepada rekan- rekan saya di Fakutas Hukum USU yang telah membantu saya selama pengerjaan skripsi ini.

Mudah- mudahan skripsi daya ini dapat bermanfaat khususnya dalam hal pengembangan ilmu pengetahuan dan berguna bagi masyarakat.

Medan, Maret 2019

Penulis

(6)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ... 10

D. Keaslian Penulisan ... 12

E. Tinjauan Pustaka ... 12

F. Metode Penelitian ... 20

G. Sistematika Penulisan ... 23

BAB II PENGATURAN HAK CIPTA LOGO YANG DIGUNAKAN SEBAGAI MEREK A. Pengaturan Hak Cipta Logo ... 25

B. Pengaturan Tentang Merek ... 31

C. Pengaturan Hak Cipta Logo yang Digunakan Sebagai Merek ... 39

BAB III STATUS HAK KEBENDAAN HAK CIPTA ATAS LOGO YANG TELAH DIDAFTARKAN SEBAGAI MEREK A. Definisi Tentang Hak Kebendaan ... 47

B. Asas- asas Hukum Kebendaan ... 50

C. Status Hak Kebendaan Hak Cipta Atas Logo Yang Telah Didaftarkan Sebagai Merek ... 55

BAB IV ANALISIS YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 08/Pdt.Sus-Hak Cipta/2016/PN.Niaga.Jkt.Pst) A. Pertimbangan dalam Memutuskan Sengketa Merek dan Logo ... 63

B. Analisis Terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 08/Pdt.Sus-Hak Cipta/2016/PN.Niaga.Jkt.Pst) ... 71

(7)

Hak Cipta/2016/PN.Niaga.Jkt.Pst) Terhadap Pencipta dan Pengguna Logo Sebagai Merek ... 76 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan...79 B. Saran...81 Daftar Pustaka...82 Lampiran:

Putusan Mahkamah Agung No. 08/Pdt.Sus-Hak Cipta/2016/PN.Niaga.Jkt.Pst)

(8)

1

khas suatu produk tersebut bisa dikenalkan dengan melalui merek. Karena dengan merek sebuah produk dapat mempunyai nilai jual yang tinggi dan sebagai tanda pembeda dengan produk lainnya. Merek ini dapat digunakan sebagai “tameng”

oleh para pengusaha untuk tetap mempertahankan produknya di dunia perdagangan bebas, dan merupakan hak pemilik merek untuk mempertahankannya dihadapan hukum. Oleh karena itu hak pemilik atas merek ini digunakan untuk tetap menjaga agar tidak terjadi persaingan usaha yang tidak sehat dalam dunia perdagangan. 1

Merek merupakan bagian cakupan Kekayaan Intelektual atau sering disingkat dengan HKI. Hak Kekayaan Intelektual adalah hak atas kekayaan yang timbul atau lahir dari kemampuan intelektual manusia. Hak Kekayaan Intelektual dikategorikan menjadi 2 kelompok yaitu Hak Cipta (Copy Rights) dan Hak Milik Perindustrian (Industrian Property Rights) yang terdiri dari Paten (Patent), Merek (Trademark), Desain Industri (Industrial Design), Rahasia Dagang (Trade

1 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis

(9)

Secret) dan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (Integrated Circuit lay Out Design). 2

Tujuan dari adanya penggolongan Hak Kekayaan Intelektual adalah untuk mempertahankan kreativitas dan identitas yang sudah dibangun oleh sebuah perusahaan agar lebih dikenal oleh masyarakat luas. Pada dasarnya pemilik merek ingin meraih loyalitas konsumen yaitu perilaku puncak konsumen terhadap merek, dimana konsumen bersedia melakukan apa saja demi mempertahankan merek pilihannya.3

Hak merek merupakan bagian dari hak kekayaan intelektual, sama halnya dengan hak cipta, dan paten serta hak kekayaan intelektual lainnya. Merek yang didaftarkan haruslah merek yang telah memenuhi syarat dan prosedur menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek sehingga memperoleh perlindungan hukum. Pendaftaran merek dilakukan oleh pemohon atau kuasanya sesuai dengan syarat dan prosedur yang telah diatur dalam Undang-Undang Merek kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI). Hak atas merek diperoleh sejak tanggal penerbitan sertifikat merek oleh Ditjen HKI.4

Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI) merupakan lembaga yang ditugaskan untuk memberikan perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual (HKI) seperti hak cipta logo. Tugas untuk melindungi hak kekayaan

2 Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), Jakarta : Rajawali Press, 2008 hal 16

3 Maulana, Insan Budi, Perlindungan Hukum Terhadap Merek Terkenal Asing Di Indonesia Dari Masa Ke Masa. Bandung : Citra Aditya Bakti, 1999 hal 91

4 Insan Budi Maulana, Perlindungan Merek Terkenal di Indonesia dari Masa Ke Masa, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2010 hal. 7

(10)

intelektual tersebut lahir karena Ditjen HKI merupakan lembaga yang memberikan legitimasi terhadap pendaftaran hak. 5

Pencipta dari suatu logo bisa mendapatkan perlindungan atas ciptaannya dengan cara mendaftarkan ciptaannya tersebut. Logo adalah huruf atau lambang yang mengandung makna, terdiri atas satu kata atau lebih sebagai lambang atau nama (biasanya perusahaan dan sebagainya), dipahami juga sebagai suatu gambar atau sekedar sketsa dengan ahli tertentu, dan mewakili suatu arti, serta memiliki filosofi dan kerangka dasar berupa konsep dengan tujuan melahirkan sifat yang berdiri sendiri atau mandiri. Sedangkan simbol adalah lambang, sesuatu sebagai tanda (lukisan, lencana, dan sebagainya) yang menyatakan suatu hal atau mengandung maksud tertentu, bisa berupa gambar, bentuk, atau benda yang mewakili suatu gagasan sesuatu (meskipun simbol bukanlah nilai itu sendiri, namun simbol sangatlah dibutuhkan untuk kepentingan penghayatan akan nilai- nilai yang diwakili, dapat digunakan untuk pengetahuan, kehidupan sosial maupun keagamaan). Terhadap logo, dianggap sangat penting untuk memberikan perlindungan bagi para seniman yang telah menciptakan karya seni berupa logo itu sendiri agar tidak menghilangkan hak pencipta logo tersebut atas karya seninya sendiri. 6

Perlu diketahui bahwa HKI, termasuk logo merupakan hasil kreativitas yang mengandung nilai komersil karena biasa digunakan dalam dunia usaha.

5 Surianto Ruslan, Mendesain Logo, Jakarta: Gramedia Pustaka, 2009 hal. 40

6 Afrillayanna Purba, Pemberdayaan Perlindungan Hukum Pengetahuan Tradisional dan

(11)

Berdasarkan hal tersebut maka HKI harus dilindungi, terutama perlindungan penjiplakan dari para kompertitor bisnis.7 Perlindungan hukum erat kaitannya dengan konsep pembentukan negara. Negara merupakan organisasi kekuasaan yang eksistensinya dipahami sebagai hasil bentukan masyarakat melalui penjanjian sosial antar warga masyarakat. Keberadaan negara merupakan kebutuhan bersama untuk melindungi dan memenuhi hak- hak individu warga negara serta menjaga tertib kehidupan sosial bersama.8

Sejak adanya pengaturan tentang hak cipta 3 (tiga) abad yang lalu, hak cipta sudah menjadi bagian dari industri kreatif yang tidak ingin karyanya dibajak, ditiru, atau diplagiasi oleh orang lain. Pada awalnya, hak cipta hanya menyentuh ranah karya tulis. Upaya untuk melindungi hak cipta tersebut adalah untuk menghindari dari duplikasi pihak lain yang tidak bertanggungjawab. Pada saat itu duplikasi atas karya orang lain tanpa mendapat izin dari pencipta atas karya tersebut marak dilakukan, baik untuk kepentingan komersil maupun untuk kepentingan lainnya. Seiring berjalan waktu, hak cipta kemudian berkembang dengan mencakup ranah lain, termasuk musik dan juga logo. 9

Sebagai suatu kekayaan intelektual yang berasal dari daya pikir manusia, suatu kekayaan intelektual perlu dilindungi, dengan alasan:10

1. Suatu kekayaan intelektual sebagai hasil kreasi manusia di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra serta bidang teknologi baru yang

7 Muhhaad Lailatul Qodri Z, Panduan Lengkap HRD dan GA, Bogor: RAS, 2014 hal. 44

8 Ibid.

9 Paul Goldstein, Hak Cipta: Dahulu, Kini dan Esok, Jakarta: YOI, 1997 hal. 2

10 Andriana Krinawati, TRIPs-WTO & Hukum HKI Indonesia, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005 hal. 12

(12)

mengandung langkah inovatif serta dapat diterapkan dalam industri harus diberikan suatu penghargaan dan pengakuan serta perlindungan hukum atas keberhasilan melahirkan kekayaan intelektual ciptaan baru itu. Secara umum perlindungan hak kekayaan intelektual adalah untuk melindungi hak moral dan ekonomi.

2. Hasil kreasi tersebut dalam masyarakat beradab diakui bahwa yang menciptakan boleh menguasai untuk tujuan yang menguntungkan.

Kreasi sebagai milik berdasarkan postulat hak milik dalam arti yang seluas- luasnya termasuk milik yang tidak berwujud dapat menguasai dan menggunakannya untuk kepentingan pemilik.

3. Hak kekayaan intelektual sebagai hasil ciptaan atau penemuan yang bersifat rintisan dapat membuka kemungkinan para pihak lain dapat mengembangkan lebih lanjut penemuan yang dihasilkan oleh penemu karya tersebut.

4. Bidang hak kekayaan intelektual lain selain rahasia dagang, seperti paten pada dasarnya bersifat terbuka, artinya penemuannya harus menguraikan atau membeberkan penemuannya dengan jelas dan terperinci sebagai salah satu syarat pendaftaran paten. Keadaan ini potensial menimbulkan risiko, karena orang lain dapat belajar atau melaksanakan penemuan tersebut secara tanpa hak. Oleh karena itu, sebagai imbalannya kepada penemu diberikan hak khusus untuk dalam jangka waktu tertentu melakukan eksploitasi atas penemuannya,

(13)

sehingga setiap pelanggaran atas hak itu dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana.

5. Mendorong bakat setempat dalam mencurahkan energinya untuk melahirkan suatu karya seni serta merangsang kreativitas nasional.

Oleh karena itu, negara harus memberikan jaminan perlindungan hak cipta secara efektif. Upaya- upaya kreatif dari seniman suatu negara mencerminkan jiwa dari bangsa itu sendiri serta menunjukkan adanya sifat moral, kebiasaan dna budaya untuk terus berkembang.

Selain memberikan kepastian hukum, perlindungan hak kekayaan intelektual yang efektif juga memberikan manfaat yang dapat dirasakan dari segi politis, ekonomi, sosial, maupun budaya. Bahkan, segi pertahanan kemanan juga dapat meraih manfaat dari adanya perlindungan hak kekayaan intelektual ini.

Secara garis besar kita dapat melihat beberapa keuntungan dan manfaat yang diharapkan dengan adanya perlindungan hak kekayaan intelektual, baik secara ekonomi mikro maupun ekonomi makro yaitu di antaranya: 11

1. Perlindungan hak kekayaan intelektual yang kuat dapat memberikan dorongan untuk meningkatkan landasan teknologi (technological base) nasional guna meningkatkan pengembangan teknologi yang lebih cepat lagi.

2. Pada dasarnya, pemberian perlindungan hukum terhadap hak kekayaan intelektual dimaksudkan agar upaya untuk mewujudkan iklim yang

11 Mahadi, Hak Milik Immateriil, Jakarta: Bina Cipta, 1985 hal. 4

(14)

lebih baik lagi tumbuh dan berkembangnya gairah mencipta atau menemukan sesuatu di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra.

3. Pemberian perlindungan hukum terhadap hak kekayaan intelektual bukan saja merupakan pengakuan negara terhadap hasil karya, karsa manusia, tetapi secara ekonomi makro merupakan penciptaan suasana sehat untuk menarik penanaman modal asing, serta memperlancar perdagangan internasional.

Jika mengacu pada HKI, logo dimasukkan dalam kualifikasi ciptaan, akan tetapi tidak dapat didaftarkan di Kemenkumham. Pengaturan tersebut mereduksi perlindungan hukum bagi pemegang hak cipta logo, karena tidak ada pencatatan terkait dengan siapa pemegang hak cipta logo pertama. Tidak tercatatnya logo tersebut mempunyai akibat hukum kesulitan penentuan siapa yang berhak atas ciptaan logo tersebut. Keadaan ini tentunya akan menimbulkan konflik di dalam masyarakat.

Hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Hak cipta merupakan hak bagi pencipta atau pemegang hak cipta atas ciptaannya. Dalam Pasal 1 Undang- undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta menentukan hak cipta. Terdapat perbedaan antara pencipta dengan pemegang hak cipta. Jika pencipta adalah pembuat logo, maka pemegang hak cipta belum tentu pencipta

(15)

logo tersebut, melainkan bisa pihak lain yang menggunakan jasa pencipta tersebut untuk membuatkan logo tertentu. Hal ini sangat sering terjadi dalam pembuatan logo sebuah perusahaan.12

Dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 mengatur terkait dengan bidang- bidang ciptaan yang dilindungi, menyatakan bahwa semua ciptaan dalam berbagai bidang prinsipnya mendapatkan perlindungan dalam ruang lingkup HKI. Pasal 40 ayat (1) huruf (f) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 menentukan bahwa ciptaan yang dilindungi salah satunya adalah gambar.13 Makna gambar tersebut tersebut kemudian dijelaskan dalam penjelasan pasal 40.

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka jelas bahwa logo termasuk dalam ciptaan yang dilindungi oleh hak cipta dalam hukum Indonesia. Hal ini karena terdapat hak cipta yang tidak dilindungi hak cipta sebagaimana diatur dalam Pasal 41 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 yang menentukan pengertian tentang hak cipta. Meskipun hak cipta logo termasuk dalam ciptaan yang dilindungi, akan tetapi hak cipta logo termasuk dalam kualifikasi hak cipta yang tidak dapat dicatatkan untuk mendapatkan surat pencatatan atau surat pendaftaran ciptaan maupun petikan resmi. Hal ini sebagaimana diatur dalam pasal 65 Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Permasalahan yuridisnya adalah pada satu sisi, logo diakui sebagai ciptaan yang dilindungi, akan tetapi pada satu sisi logo tidak dapat dicatatkan.

Perlindungan seperti apa yang diberikan jika logo yang ada tidak didaftarkan. Hal

12 Tim Visi Media, Panduan Resmi Hak Cipta, Jakarta: Visi Media, 2015 hal. 11

13 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, Tambahan Lembaran Negara Nomor: 5599

(16)

ini tentu menimbulkan kerancuan dan akibat hukum yaitu logo yang ada akan mudah dijiplak atau diplagiasi dan membutuhkan pembuktian yang sulit mengenai siapa pencipta logo yang sebenarnya karena tidak tercatat. Hal ini tentunya akan merugikan para pihak yang merupakan pencipta logo yang hasil karyanya diplagiasi atau digunakan tanpa seizin dari pencipta logo tersebut. Tentunya yang bersangkutan akan mengalami kesulitan dalam hal pembuktian apabila bersengketa di dalam pengadilan. 14

Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tersebut, maka logo tidak bisa didaftarkan atau dicatatkan. Hal tersebut berakibat terhadap keberadaan pencipta atau pemegang logo tidak mempunyai bukti sebagai pemegang hak cipta. Logo yang ada tidak terdaftar sebagai hak cipta dan tidak jelas siapa pemegang haknya. Akibat dari hal tersebut beberapa pemegang atau pemilik hak cipta logo mendaftarkan logonya kepada Direktorat Merek.

Pendaftaran kepada Direktorat Merek tersebut dilakukan untuk produksi perdagangan dan jasa. Hal tersebut merupakan sebuah penyimpangan karena logo merupakan termasuk dalam ranah hak cipta, bukan hak merek bila logo tidak dipergunakan pada kegiatan perdagangan barang/ jasa.

Tentunya keadaan ini akan menimbulkan kebingungan di lingkungan masyarakat mengenai perlindungan bagi seniman yang menciptakan sebuah logo yang kemudian digunakan sebagai merek. Salah satunya adalah sengketa gugatan yang terjadi di Jakarta Pusat. Gugatan tersebut adalah Gugatan Nomor 08/Pdt.Sus-

(17)

Hak Cipta/2016/PN.Niaga.Jkt.Pst. Pada inti gugatannya adalah menuntut perlindungan terhadap seniman sebagai pencipta logo yang digunakan sebagai merek atas penggandaan atau plagiasi.

Berdasarkan hal- hal di atas, maka dirasa perlu untuk melakukan penelitian dan melakukan penggalian lebih mendalam tentang perlindungan hukum bagi seniman pencipta logo. Adapun penelitian ini dituangkan dalam bentuk tulisan skripsi dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Pencipta Seni Lukis Berupa Logo yang Digunakan Sebagai Merek Atas Penggandaan yang Terdapat di Daftar Umum Ciptaan Menurut Undang- Undang No. 28 Tahun 2014 (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 08/Pdt.Sus-Hak Cipta/2016/PN.Niaga.Jkt.Pst)”.

B. Rumusan Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas maka beberapa permasalahan yang perlu dikaji, yakni:

1. Bagaimanakah pengaturan tentang hak cipta logo yang digunakan sebagai merek?

2. Bagaimanakah status hak kebendaan hak cipta atas logo yang didaftarkan sebagai merek?

3. Apakah akibat hukum yang ditimbulkan atas Putusan Mahkamah Agung No. 08/Pdt.Sus-Hak Cipta/2016/PN.Niaga.Jkt.Pst?

C. Tujuan Penelitian

(18)

Berdasarkan rumusan masalah yang telah di uraikan di atas maka tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah :

1. Untuk mengetahui tentang pengaturan hak cipta merek di Indonesia.

2. Untuk mengetahui tentang bentuk pelanggaran terhadap hak pencipta logo dalam penggunaan sebagai merek.

3. Untuk mengetahui tentang akibat hukum yang ditimbulkan atas Putusan Mahkamah Agung No. 08/Pdt.Sus-Hak Cipta/2016/PN.Niaga.Jkt.Pst.

Sedangkan manfaat penelitian ini adalah untuk mencapai hal- hal sebagai berikut ini:

1. Manfaat Teoritis

Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum keperdataan, yang terkhusus berkaitan dengan Perlindungan Hukum Terhadap Pencipta Seni Lukis Berupa Logo yang Digunakan Sebagai Merek Atas Penggandaan yang Terdapat di Daftar Umum Ciptaan.

2. Manfaat Praktis

a. Dapat menjadikan sebagai pedoman dan bahan rujukan bagi rekan mahasiswa, masyarakat, maupun pihak lainnya dalam penulisan- penulisan ilmiah lainnya yang berhubungan.

b. Agar menambah pengetahuan kepada masyarakat berkaitan dengan Perlindungan Hukum Terhadap Pencipta Seni Lukis Berupa Logo

(19)

yang Digunakan Sebagai Merek Atas Penggandaan yang Terdapat di Daftar Umum Ciptaan.

c. Dapat dijadikan sebagai rujukan bagi pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap Pencipta Seni Lukis Berupa Logo yang Digunakan Sebagai Merek Atas Penggandaan yang Terdapat di Daftar Umum Ciptaan.

D. Keaslian Penulisan

Penelitian ini dilakukan atas ide dan pemikiran dari peneliti sendiri atas masukan yang berasal dari berbagai pihak guna membantu penelitian dimaksud.

Sepanjang yang telah diketahui dan ditelusuri di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, penelitian tentang Perlindungan Hukum Terhadap Pencipta Seni Lukis Berupa Logo yang Digunakan Sebagai Merek Atas Penggandaan yang Terdapat di Daftar Umum Ciptaan Menurut Undang- Undang No. 28 Tahun 2014 (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 08/Pdt.Sus-Hak Cipta/2016/PN.Niaga.Jkt.Pst), belum pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya.

Dengan demikian, jika dilihat kepada permasalahan yang ada dalam penelitian ini, maka dapat dikatakan bahwa penelitian ini merupakan karya ilmiah yang asli, apabila ternyata dikemudian hari ditemukan judul yang sama, maka dapat dipertanggungjawabkan sepenuhnya.

E. Tinjauan Kepustakaan

Adapun judul yang dikemukakan oleh penulis adalah “Perlindungan Hukum Terhadap Pencipta Seni Lukis Berupa Logo yang Digunakan Sebagai

(20)

Merek Atas Penggandaan yang Terdapat di Daftar Umum Ciptaan Menurut Undang- Undang No. 28 Tahun 2014 (Studi Putusan Mahkamah Agung No.

08/Pdt.Sus-Hak Cipta/2016/PN.Niaga.Jkt.Pst)” Dalam tinjauan dicoba untuk mengemukakan beberapa ketentuan dan batasan yang menjadi sorotan dalam mengadakan studi kepustakaan. Hal ini akan berguna bagi penulis untuk membantu melihat ruang lingkup skripsi agar tetap berada di dalam topik yang diangkat dari permasalahan yang telah diangkat di atas. Adapun yang menjadi pengertian secara etimologis daripada judul skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak- hak yang diberikan oleh hukum atau dengan kata lain perlindungan hukum adalah berbagai upaya hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum hak yang diberikan oleh hukum untuk memberikan rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak manapun.15

Menurut Muchsin, yang dikuti dari buku Nashriana perlindungan hukum merupakan kegiatan untuk melindungi individu dengan menyerasikan hubungan nilai-nilai atau kaidah-kaidah yang menjelma dalam sikap dan tindakan dalam menciptakan adanya ketertiban dalam pergaulan hidup antar sesama manusia.16

15

(21)

Perlindungan hukum merupakan suatu hal yang melindungi subyek- subyek hukum melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:17

a. Perlindungan Hukum Preventif

Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam peraturan perundangundangan dengan maksud untuk mencegah suatu pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalam melakukan sutu kewajiban.

b. Perlindungan Hukum Represif

Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran.

Menurut Philipus M. Hadjon, bahwa sarana perlindungan Hukum ada dua macam, yaitu :

a. Sarana Perlindungan Hukum Preventif

Pada perlindungan hukum preventif ini, subyek hukum diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif.

Tujuannya adalah mencegah terjadinya sengketa. Perlindungan hukum

17 Ibid, hal. 20

(22)

preventif sangat besar artinya bagi tindak pemerintahan yang didasarkan pada kebebasan bertindak karena dengan adanya perlindungan hukum yang preventif pemerintah terdorong untuk bersifat hati-hati dalam mengambil keputusan yang didasarkan pada diskresi. Di indonesia belum ada pengaturan khusus mengenai perlindungan hukum preventif.

b. Sarana Perlindungan Hukum Represif

Perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Penanganan perlindungan hukum oleh Pengadilan Umum dan Pengadilan Administrasi di Indonesia termasuk kategori perlindungan hukum ini. Prinsip perlindungan hukum terhadap tindakan pemerintah bertumpu dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia karena menurut sejarah dari barat, lahirnya konsep-konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia diarahkan kepada pembatasanpembatasan dan peletakan kewajiban masyarakat dan pemerintah. Prinsip kedua yang mendasari perlindungan hukum terhadap tindak pemerintahan adalah prinsip negara hukum. Dikaitkan dengan pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia mendapat tempat utama dan dapat dikaitkan dengan tujuan dari negara hukum.

(23)

Pengertian perlindungan menurut ketentuan Pasal 1 butir 6 Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban menentukan bahwa perlindungan adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada Saksi dan/atau Korban yang wajib dilaksanakan oleh LPSK atau lembaga lainnya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.

2. Hak Cipta

Hak cipta ialah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang- undangan yang berlaku. Dari pengertian ini, hasil ciptaan seseorang merupakan hasil karya dalam bentuk yang khas dan menunjukkan keaslian konsep dalam lapangan pendidikan, ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Sementara itu, pencipta ialah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.

Adapun ciri-ciri hak cipta yang diantaranya yaitu:

a. Jangka waktu perlindungan ialah seumur hidup dan tambahan waktu 50 tahun setelah pemegang hak meninggal dunia.

b. Hak cipta didapatkan secara otomatis, tidak ada kewajiban mendaftarkan. Namun demi kepentingan pencipta atau pemegang hak

(24)

cipta surat pendaftaran ciptaan tetap penting, terutama jika da permasalahan hukum pada kemudian hari. Surat pendaftaran dapat dijadikan sebagai alat bukti awal untuk menentukan siapa pencipta atau pemegang hak cipta yang lebih berhak atas suatu ciptaan.

c. Bentuk-bentuk pelanggaran, misalnya terdapat bagian-bagiannya telah disalin secara sinstantif, memiliki kesamaan, diperbanyak atau diumumkan tanpa izin.

d. Sanksi pidana yang dikenakan jika terbukti bersalah melakukan pelanggaran hak cipta, hukuman yang dikenakan maksimum tujuh tahun dan atau denda lima milyar rupiah.

e. Dilindungi, misalnya ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra, musik, buku ceramah, seni tari, program komputer dan lainnya.

f. Kriteria benda atau hal-hal yang mendapatkan perlindungan hak cipta hanya ciptaan yang asli.

Fungsi adari hak cipta adalah sebagai berikut:

a. Hak cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b. Hak cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya yang

(25)

timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Logo

Logo merupakan suatu gambar atau sekadar sketsa dengan arti tertentu, dan mewakili suatu arti dari perusahaan, daerah, organisasi, produk, negara, lembaga, dan hal lainnya membutuhkan sesuatu yang singkat dan mudah diingat sebagai pengganti dari nama sebenarnya. Logo harus memiliki filosofi dan kerangka dasar berupa konsep dengan tujuan melahirkan sifat yang berdiri sendiri atau mandiri. Logo lebih lazim dikenal oleh penglihatan atau visual, seperti ciri khas berupa warna dan bentuk logo tersebut.18

Logo memiliki 5 unsur yang harus dipenuhi. Yaitu:

1. Kesatuan (berhubungan) 2. Dominasi (daya tarik) 3. Irama (ber-sikenambungan) 4. Proporsi (enak di pandang) 5. Keseimbangan (sama)

Logo yang baik bisa mewakili produk atau perusahaan dan juga mudah diingat.

4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta

18 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2013 hal. 417

(26)

Di Indonesia, masalah hak cipta diatur dalam Undang-undang Hak Cipta, yaitu, yang berlaku saat ini, Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014. Dalam undang-undang tersebut, pengertian hak cipta adalah "hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku" (pasal 1 butir 1).

Hak cipta di Indonesia juga mengenal konsep "hak ekonomi" dan "hak moral". Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan, sedangkan hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku (seni, rekaman, siaran) yang tidak dapat dihilangkan dengan alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan. Contoh pelaksanaan hak moral adalah pencantuman nama pencipta pada ciptaan, walaupun misalnya hak cipta atas ciptaan tersebut sudah dijual untuk dimanfaatkan pihak lain. Hak moral diatur dalam pasal 24- 26 Undang-undang Hak Cipta.

Perkecualian hak cipta dalam hal ini berarti tidak berlakunya hak eksklusif yang diatur dalam hukum tentang hak cipta. Contoh perkecualian hak cipta adalah doktrin fair use atau fair dealing yang diterapkan pada beberapa negara yang memungkinkan perbanyakan ciptaan tanpa dianggap melanggar hak cipta.

Dalam Undang-undang Hak Cipta yang berlaku di Indonesia, beberapa hal diatur sebagai dianggap tidak melanggar hak cipta (pasal 14–18). Pemakaian ciptaan tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta apabila sumbernya disebut atau dicantumkan dengan jelas dan hal itu dilakukan terbatas untuk kegiatan yang

(27)

bersifat nonkomersial termasuk untuk kegiatan sosial, misalnya, kegiatan dalam lingkup pendidikan ilmu pengetahuan, kegiatan penelitian dan pengembangan, dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari penciptanya.

Kepentingan yang wajar dalam hal ini adalah "kepentingan yang didasarkan pada keseimbangan dalam menikmati manfaat ekonomi atas suatu ciptaan". Termasuk dalam pengertian ini adalah pengambilan ciptaan untuk pertunjukan atau pementasan yang tidak dikenakan bayaran. Khusus untuk pengutipan karya tulis, penyebutan atau pencantuman sumber ciptaan yang dikutip harus dilakukan secara lengkap. Artinya, dengan mencantumkan sekurang-kurangnya nama pencipta, judul atau nama ciptaan, dan nama penerbit jika ada. Selain itu, seorang pemilik (bukan pemegang hak cipta) program komputer dibolehkan membuat salinan atas program komputer yang dimilikinya, untuk dijadikan cadangan semata-mata untuk digunakan sendiri.

F. Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan maupun teknologi yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis, dan konsisten. Melalui proses penelitian tersebut diadakan analisa dan konstruksi terhadap data yang telah dikumpulkan dan diolah.

Oleh karena penelitian merupakan suatu sarana (ilmiah) bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka metodologi penelitian yang diterapkan harus senantiasa disesuaikan dengan ilmu pengetahuan yang menjadi induknya.

Penulisan skripsi ini, menggunakan metodologi penulisan sebagai berikut:

(28)

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar ilmiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Fenomena yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai Perlindungan Hukum Terhadap Pencipta Seni Lukis Berupa Logo yang Digunakan Sebagai Merek Atas Penggandaan yang Terdapat di Daftar Umum Ciptaan Menurut Undang- Undang No. 28 Tahun 2014 (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 08/Pdt.Sus-Hak Cipta/2016/PN.Niaga.Jkt.Pst). Penelitian ini juga didasarkan pada upaya untuk membangun pandangan subjek penelitian yang rinci, dibentuk dengan kata-kata, gambaran holistik dan rumit agar dapat membantu memperjelas hasil penelitian19.

2. Metode penelitian

Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu penelitian yang mengkonsepkan hukum sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in book) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan analitis (Analitical Approach).

19 Moeleong, Lexy.J, Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2007 hal 6

(29)

Pendekatan Analitis (Analitical Approach) tujuannya adalah mengetahui makna yang dikandung dalam peraturan perundang-undangan secara konsepsional, sekaligus mengetahui penerapannya dalam praktik.20 Penggunaan metode penelitian yuridis normatif dan pendekatan Analitis disesuaikan dengan judul penelitian ini yaitu Perlindungan Hukum Terhadap Pencipta Seni Lukis Berupa Logo yang Digunakan Sebagai Merek Atas Penggandaan yang Terdapat di Daftar Umum Ciptaan Menurut Undang- Undang No. 28 Tahun 2014 (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 08/Pdt.Sus-Hak Cipta/2016/PN.Niaga.Jkt.Pst).

Metode ini digunakan untuk menyesuaikan peraturan yang ada dengan realita di lingkungan sekitar.

3. Data dan sumber data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Data sekunder pada umumnya ada dalam keadaan siap terbuat.

b. Bentuk maupun isinya data sekunder telah dibentuk dan diisi olehpeneliti- peneliti terdahulu.

c. Data sekunder tanpa terikat/dibatasi oleh waktu dan tempat.

Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini dibedakan menjadi :

a. Bahan-bahan hukum primer, yang mencakup Putusan Mahkamah Agung No. 08/Pdt.Sus-Hak Cipta/2016/PN.Niaga.Jkt.Pst. Undang-

20 Ibrahim,Johny. 2007. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif (Edisi Revisi).

Malang: Bayu Media Publishing, hal. 303.

(30)

Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Insentif Kekayaan Intelektual.

b. Bahan-bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer seperti Jurnal mengenai Merek atau Sengketa Merek Nasional maupun Internasional, hasil-hasil penelitian.

c. Bahan-bahan hukum tersier,meliputi kamus hukum, kamus bahasa Indonesia.

G. Sistematika Penulisan

Bab I, merupakan pendahuluan, yang berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka dan metode penelitian serta sistematika penulisan.

Bab II, Pengaturan Hak Cipta Merek Di Indonesia. Bab ini berisikan Definisi dan Dasar Hukum Merek, Jenis- jenis dan Bentuk Merek, Mekanisme Permohonan Pendaftaran Merek, Pengaturan Merek di Indonesia.

Bab III, Pelanggaran Terhadap Hak Pencipta Logo Dalam Penggunaan Sebagai Merek. Bab ini berisikan Penggandaan Logo yang Dilakukan Secara Ilegal, Penggunaan Logo Sebagai Merek Tanpa Seizin Pencipta Logo,

(31)

Perlindungan Terhadap Pencipta Logo yang Digunakan Sebagai Merek Dengan Penggandaan Secara Ilegal.

Bab IV, Analisis Yuridis Putusan Mahkamah Agung No. 08/Pdt.Sus-Hak Cipta/2016/PN.Niaga.Jkt.Pst). Bab ini berisikan Pertimbangan dalam Memutuskan Sengketa Merek, Analisis Terhadap Putusan Mahkamah Agung No.

08/Pdt.Sus-Hak Cipta/2016/PN.Niaga.Jkt.Pst), Akibat Hukum Atas Putusan Mahkamah Agung No. 08/Pdt.Sus-Hak Cipta/2016/PN.Niaga.Jkt.Pst) Terhdap Pencipta dan Pengguna Logo Sebagai Merek.

Bab V, Penutup. Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang merupakan penutup dari penulisan skripsi ini. Dalam hal ini penulis menyimpulkan pembahasan- pembahasan sebelumnya dan dilengkapi dengan saran- saran.

(32)

A. Pengaturan Hak Cipta Logo

Pelanggaran hak cipta merupakan permasalahan hak cipta di Indonesia yang sampai sekarang masih belum dapat dilakukan penegakan hukum secara maksimal. Munculnya permasalahan hak cipta adalah seiring dengan masalah liberalisasi ekonomi yang berdampak pada keadaan sosial budaya masyarakat.

Liberalisasi telah menjadikan masyarakat Indonesia menjadi masyarakat transisi industrial. Masyarakat transisi industrial adalah masyarakat yang sedang mengalami perubahan dari masyarakat agraris yang berbudaya komunal/ social tradisional ke masyarakat yang berbudaya individual modern. Keadaan sosial budaya masyarakat Indonesia yang masih dalam proses perubahan sosial menuju masyarakat yang rasional dan komersial berdampak pada kurangnya pemahaman konsep hak cipta yang sebelumya belum pernah dikenal pada masyarakat tradisional. Pada keadaan masyarakat transisi industrial, tentunya hukum yang mengatur juga mengalami perubahan yaitu dari hukum tradisional menjadi hukum modern, contohnya adalah munculnya hukum yang mengatur masalah hak cipta.

Konsep hak cipta berasal dari negara Eropa dengan budaya masyarakat yang menjunjung tinggi hak individu, sedangkan masyarakat Indonesia dengan budaya timurnya lebih mengutamakan nilai sosial (komunal). Hal ini tentunya berdampak pada pemikiran bahwa munculnya perasan senang dan tersanjung jika hasil

(33)

dan dikenal publik.41

Budaya masyarakat tradisional di Indonesia tidak mengenal konsep hak cipta. Nilai budaya masyarakat Indonesia juga tidak mengenal kepemilikan individu atas karya cipta dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra.

Kepemilikan cenderung bersifat sosial/ komunal, artinya dimiliki oleh keluarga atau masyarakat hukum adatnya. Karya seni asli yang ada tidak pernah mencantumkan nama atau tanda lain sebagai tanda pengenal penciptanya.42

Hukum hak cipta melindungi karya intelektual dan seni dalam bentuk ekspresi. Ekspresi yang dimaksud adalah dalam bentuk tulisan seperti lirik lagu, puisi, artikel, dan buku, dalam bentuk gambar seperti foto, logo, gambar arsitektur dan peta, serta dalam bentuk suara dan video seperti rekaman lagu, pidato, video pertunjukan, dan video koreografi. Pada dasarnya dengan adanya perlindungan hukum terhadap hak cipta, berarti hak dan kepentingan pencipta diakui dan dilindungi oleh Undang-Undang, sehingga mereka dapat menuntut setiap orang yang melanggar hak dan kepentingannya atas karya cipta tersebut. Upaya hukum untuk menuntut para pelanggar hak cipta dapat dilakukan oleh pencipta atau organisasi yang terkait dengan ciptaan tersebut, melalui tuntutan pidana atau gugatan secara perdata. Berdasarkan uraian tentang perlindungan hukum hak cipta dapat diketahui bahwa ketentuan- ketentuan hukum yang mengatur tentang hak

41 Maryadi, Transformasi Budaya, Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2000 hal.

53

42 Riswandi, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004 hal. 140

(34)

perlindungan hak cipta. Namun demikian meskipun ketentuan hukum telah cukup memadai untuk memberikan perlindungan terhadap hak cipta, sebagaimana telah disebutkan masih ada saja hambatan yang sering menghadang dalam upaya penegakan hukum tersebut sehingga perlu ada solusi atau pemecahan terhadap hambatan tersebut.

Selama ini berbagai usaha untuk mensosialisasikan penghargaan atas Hak Kekayaaan Intelektual (HKI) telah dilakukan secara bersama-sama oleh aparat pemerintah terkait beserta lembaga- lembaga pendidikan dan lembaga swadaya masyarakat. Akan tetapi sejauh ini upaya sosialisasi tersebut tampaknya belum cukup berhasil. Ada beberapa alasan yang mendasarinya. Pertama, konsep dan perlunya HKI belum dipahami secara benar di kalangan masyarakat. Kedua, kurang optimalnya upaya penegakan, baik oleh pemilik HKI itu sendiri maupunaparat penegak hukum. Ketiga, tidak adanya kesamaan pandangan dan pengertian mengenai pentingnya perlindungan dan penegakan HKI di kalangan pemilik HKI dan aparat penegak hukum, baik itu aparat Kepolisian, Kejaksaan maupun hakim.43

Dalam praktik pergaulan internasional, HKI telah menjadi salah satu isu penting yang selalu diperhatikan oleh kalangan negara-negara maju di dalam melakukan hubungan perdagangan dan atau hubungan ekonomi lainnya. Khusus dalam kaitannya dengan dengan Amerika Serikat misalnya, hingga saat ini status Indonesia masih tetap sebagai negara dengan status

(35)

yang sangat identik dengan free market, free competition dan transparansi memberikan dampak yang cukup besarterhadap perlindungan HKI di Indonesia. Situasi seperti ini pun memberikan tantangan kepada Indonesia, dimana Indonesia diharuskan untuk dapat memberikan perlindungan yang memadai atas HKI sehingga terciptanya persaingan yang sehat yang tentu saja dapat memberikan kepercayaan kepada investor untuk berinvestasi di Indonesia.

Lebih dari itu, meningkatnya kegiatan investasi yang sedikit banyak melibatkan proses transfer teknologi yang dilindungi HKI-nya akan terlaksana dengan baik, apabila terdapat perlindungan yang memadai atas HKI itu sendiri diIndonesia. Mengingat hal- hal tersebut, tanpa usaha sosialisasi di berbagai lapisan masyarakat, kesadaran akan keberhargaan HKI tidak akan tercipta. Sosialisasi HKI harus dilakukan pada semua kalangan terkait, seperti aparat penegak hukum, pelajar, masyarakat pemakai, para pencipta dan yang tak kalah pentingnya adalah kalangan pers karena dengan kekuatan tinta kalangan jurnalis upaya kesadaranakan pentingnya HKI akan relatif lebih mudah terwujud.

Upaya sosialisasi perlu dilakukan oleh semua stake holder secara sistematis, terarah dan berkelanjutan. Selain itu target audience dari kegiatan sosialisasi tersebut harus dengan jelas teridentifikasi dalam setiap bentuk sosialisasi, seperti diskusi ilmiah untuk kalangan akademisi, perbandingan sistem hukum dan pelaksanaannya bagi aparat dan praktisi hukum, dan lain- lain. Berdasarkan praktik, belum begitu memasyarakatnya HKI menyebabkan

(36)

hak perlu melakukan langkah- langkah non-legal untuk menegaskan kepemilikan haknya, dan juga menegaskan kepada pihak-pihak lain bahwa mereka akan mengambil tindakan yang tegas terhadap segala upaya penggunaan atau pemanfaatan secara tidak sahatas haknya tersebut. Upaya perlindungan HKI di Indonesia tidak cukup dengan menyerahkan perlindungan kepada aparat atau sistem hukum yang ada, tetapi perlu langkah-langkah non-legal. Langkah itu diantaranya adalah pemberian informasi mengenai kepemilikan HKI oleh pemilik hak, survei lapangan,peringatan kepada pelanggar, dan sebagainya.44

Adapun tulisan ini dibahas mengenai penggunaan seni gambar berupa logo yang digunakan oleh Jemmy Wantono yang kemudian digugat oleh Diesel S.P.A.

Perkara didaftarkan di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dengan Nomor Gugatan:

08/Pdt-Sus/Hak Cipta/2016/PN. Niaga. Jkt. Pst tanggal 4 Februari 2016. Dalam gugatannya, penggugat menyatakan bahwa gambar berupa logo “motif abstrak berbentuk kepala orang dengan judul “Diesel- only- the brave”. Penggugat menyatakan bahwa dirinya adalah pemilik satu- satunya yang berhak atas merek tersebut.

Penggunaan tanpa hak dan/ atau tanpa izin terhadap logo Diesel dan Variasinya dalam hal ini merupakan pelanggaran hak kekayaan intelektual, dimana tergugat mendaftarkan logo tersebut sebagai ciptannya di Indonesia.

Ketika sebuah gambar (logo) digunakan tanpa hak dan/atau tanpa izin dari Pencipta atau pemegang Hak Cipta lalu dimanfaatkan untuk tujuan komersial

(37)

yang harusnya diterapkan untuk itu. Dalam Pasal 113 ayat (3) Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta disebutkan bahwa: Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/ atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/ atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Sedangkan menurut ketentuan Pasal 46 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta disebutkan bahwa:

1. Penggandaan untuk kepentingan pribadi atas ciptaan yang telah dilakukan Pengumuman hanya dapat dibuat sebanyak 1 (satu) salinan dan dapat dilakukan tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta.

2. Penggandaan untuk kepentingan pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat(1) tidak mencakup:

a. Karya arsitektur dalam bentuk bangunan atau kontruksi lain;

b. Seluruh atau bagian yang substansial dari suatu buku atau notasi musik;

c. Seluruh atau bagian substansial dari database dalam bentuk digital;

(38)

ayat (1);

e. Penggandaan untuk kepentingan pribadi yang pelaksanaannya bertentangan dengan kepentingan yang wajar dari Pencipta atau Pemegang.

Dalam hal ini, keberadaan undang-undang tersebut di atas dapat memberikan perlindungan hukum yang memadai atas masalah pembajakan terhadap karya cipta seni rupa gambar dalam hal ini berupa logo yang digugat di atas. Dapat pula dipahami, bahwa perlindungan yang diberikan oleh undang- undang terhadap hak cipta adalah untuk menstimulir atau merangsang aktivitas para pencipta agar terus mencipta dan lebih kreatif.

B. Pengaturan Tentang Merek

Salah satu perkembangan yang aktual dan memperoleh perhatian seksama dalam masa sepuluh tahun terakhir ini dan kecenderungan yang masih akan berlangsung di masa yang akan datang adalah semakin luasnya arus globalisasi, baik di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang- bidang kehidupan lainnya.

Perkembangan teknologi informasi dan transportasi telah menjadikan kegiatan di sektor perdagangan meningkat secara pesat dan bahkan telah menempatkan dunia sebagai pasar tunggal bersama. 45 Era perdagangan global

45

(39)

memegang peranan yang sangat penting yang memerlukan sistem pengaturan yang lebih memadai. Berdasarkan pertimbangan tersebut dan sejalan dengan perjanjian-perjanjian internasional yang telah diratifikasi Indonesia serta pengalaman melaksanakan administrasi merek, diperlukan penyempurnaan Undang-Undang Merek yaitu Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 81) sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 31) selanjutnya disebut Undang-Undang Merek lama dan sebagai gantinya adalah Undang- Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001 serta terakhir adalah Undang-undang Merek Nomor 20 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (selanjutnya disebut UUM 2016).46 Ada beberapa perbedaan yang cukup mendasar antara UU Merek 2016 dengan UU Merek 2001. Perbedaan pertama terdapat pada penamaan dari Undang-Undang tersebut. Apabila pada UU Merek 2001 hanya disebutkan dengan Undang-Undang tentang Merek, pada UU Merek 2016 disebutkan Undang-Undang tentang Merek dan Indikasi Geografis.

Penyebutan Indikasi Geografis pada penamaan UU Merek 2016 bukanlah tanpa sebab. Apabila di dalam UU Merek 2001 Indikasi Geografis hanya dibahas sedikit sekali dan cenderung lebih banyak dituangkan di dalam Peraturan Pemerintah, dalam UU Merek 2016 Indikasi Geografis diuraikan lebih jelas dan

46 UUM 2016 diundangkan pada tanggal 25 November 2016, yang menjadi latar belakang diundangkannya UUM 2016 yaitu dalam rangka menghadapi era perdagangan bebas, serta untuk mempertahankan iklim persaingan usaha yang sehat, juga sebagai tindak lanjut penerapan konvensi-konvensi internasional tentang merek yang telah diratifikasi oleh Indonesia, terutama tentang Indikasi Geografis

(40)

tersebut mengurai hal-hal terkait dengan pihak yang dapat memohon Indikasi Geografis (Lembaga yang mewakili masyarakat di kawasan tertentu dan Pemerintah Daerah Provinsi atau Kabupaten Kota) dan Produk yang dapat dimohonkan (Sumber daya alam, Barang kerajinan tangan dan hasil industri dari masyarakat ataupun lembaga di kawasan geografis tertentu).

Beberapa perbedaan yang menonjol dalam undang-undang ini dibandingkan dengan Undang-Undang yang lama, antara lain menyangkut pemeriksaan substantif dilakukan setelah permohonan dinyatakan memenuhi syarat secara administratif. Semula pemeriksaan substantif dilakukan setelah selesainya masa pengumuman tentang adanya permohonan. Dengan perubahan ini dimaksudkan agar dapat lebih cepat diketahui apakah permohonan tersebut disetujui atas ditolakdan memberi kesempatan kepada pihak lain untuk mengajukan keberatan terhadap permohonan yang telah disetujui untuk didaftar.47 Jangka waktu pengumuman dilaksanakan selama 2 (dua) bulan, lebih singkat darijangka waktu pengumuman berdasarkan Undang-Undang merek lama.

Dengan dipersingkatnya jangka waktu pengumuman, secara keseluruhan akan dipersingkat pula jangka waktu penyelesaian permohonan dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

Berkenaan dengan hak prioritas, dalam Undang-Undang ini diatur bahwa apabilapemohon tidak melengkapi bukti penerimaan permohonan yang pertama kalimenimbulkan hak prioritas dalam jangka waktu tiga bulan setelah berakhirnya

(41)

menggunakan hak prioritas.

Hal lain adalah berkenaan dengan ditolaknya permohonan yang merupakankerugian bagi pemohon. Untuk itu, perlu pengaturan yang dapat membantu pemohon untuk mengetahui lebih lanjut alasan penolakan permohonannya dengan terlebih dahulu memberitahukan kepadanya bahwa permohonan akan ditolak.48 Perlindungan terhadap merek dagang dan merek jasa dalam undang-undang diatur juga perlindungan terhadap indikasi geografis, yaitu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang karena faktor alam atau faktor manusia atau kombinasidari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan.49

Selain itu juga diatur mengenai indikasi asal. Mengingat merek merupakan bagian dari kegiatan perekonomian/ dunia usaha, penyelesaian sengketa merek memerlukan badan peradilan khusus, yaitu Pengadilan Niaga sehingga diharapkan sengketa merek dapat diselesaikan dalam waktu yang relatif cepat. Sejalan dengan itu, harus pula diatur hukum acara khusus untuk menyelesaikan masalah sengketa merek seperti juga bidang hak atas kekayaan intelektual lainnya. Adanya peradilan khusus untuk masalah merk dan bidang- bidang hak atas kekayaan intelektual lain, juga dikenal di beberapa negara lain, seperti Thailand. Dalam Undang-Undang ini pun pemilik merek diberi upaya perlindungan hukum yang lain, yaitu dalam wujud penetapan sementara pengadilan untuk melindungi

48 OK. Saidin. Op. Cit, hal. 337

49 Republik Indonesia, Undang-Undang Merek 2016, Pasal 53

(42)

memberikan kesempatan yang lebih luas dalam penyelesaian sengketa, dalam Undang-Undang ini dimuat ketentuan tentang Arbitrase atau Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Melalui undang-undang ini terciptalah pengaturan merek dalam satu naskah (single text) sehingga lebih memudahkan masyarakat menggunakannya.

Dalam hal ini ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Merek substansinya tidak diubah, dituangkan kembali dalam Undang-Undang ini. Secara keseluruhan, UUM 2016 antara lain mengatur tentang50 :

a. proses permohonan pendaftaran;

b. jangka waktu pengumuman;

c. hak prioritas;

d. merek dagang dan merek jasa;

e. indikasi-geografis;

f. penyelesaian sengketa merek;

g. penetapan sementara pengadilan.

(43)

satunya undang- undang yang saat ini dijadikan pedoman bagi hukum merek dan hal- hal lain yang terkait dengan merek.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “merek” diartikan sebagai tandayang dikenakan oleh pengusaha (pabrik, produsen dan sebagainya) pada barang yang dihasilkan sebagai tanda pengenal (cap, tanda) yang menjadi pengenal untuk menyatakan nama.51 UUM 2016 menjelaskan bahwa merek yaitu tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/ atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/ atau jasa.52

Menurut Molengraaf, merek yaitu dipribadikan sebuah barang tertentu, untuk menunjukkan asal barang, dan jaminan kualitasnya sehingga bisa dibandingkan dengan barang- barang sejenis yang dibuat, dan diperdagangkan oleh orang atau perusahaan lain. Dari pengertian ini pada mulanya merek hanya diakui untuk barang, pengakuan untuk merek jasa barulah diakui Konvensi Paris padaperubahan di Lisabon tahun 1958 mengenai merek jasa tersebut di

51 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2005 hal. 736

52 Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, Pasal 1 angka 1

(44)

tentang merek.53

Harsono Adisumarto menjelaskan bahwa merek adalah tanda pengenal yang membedakan milik seseorang seperti pada pemilikan ternak dengan memberi tanda cap pada punggung sapi yang kemudian dilepaskan ditempat bersama yang luas. Cap seperti itu memang merupakan tanda pengenal untuk menunjukkan bahwa hewan yang bersangkutan adalah milik orang tertentu.

Biasanya, untuk membedakan tanda atau merek digunakan inisial dari nama pemilik sendiri sebagai tanda daya pembeda.54

Merek adalah sesuatu yang ditempelkan atau dilekatkan pada suatu produk, tetapi bukan produk itu sendiri. Barang atau jasa dapat dibedakan berdasarkan merek yang digunakannya. Merek merupakan hak kekayaan yang bersifat immaterial sehingga tidak dapat dilihat secara nyata. Menurut Muhammad Ahkam Subrotodan Suprapedi merek mencakup nama dan logo perusahaan, nama dan simbol dari produk tertentu dari perusahaan dan slogan perusahaan.55

Merek harus memiliki daya pembeda yang cukup (capable of distinguishing), artinya memiliki kekuatan untuk membedakan barang atau jasa produk suatu perusahaan dari perusahaan lainnya. Agar mempunyai daya

53 Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual (Sejarah, Teori dan Prakteknya di Indonesia), Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003 hal. 164

54 OK. Saidin. Op. Cit, hal. 345

55

(45)

barang atau jasa yang bersangkutan.56

Pada hakikatnya suatu merek digunakan oleh produsen atau pemilik merek untuk melindungi produknya, baik berupa jasa atau barang dagang lainnya. Jadi, suatu merek memiliki fungsi sebagai berikut:57

a. fungsi pembeda, yakni membedakan produk satu perusahaan dengan produk perusahaan lain;

b. fungsi jaminan reputasi, yakni selain sebagai tanda asal usul produk, juga secara pribadi menghubungkan reputasi produk bermerek tersebut denganprodusennya sekaligus memberi jaminan kualitas akan produk tersebut;

c. fungsi promosi, yakni merek juga digunakan sebagai sarana memperkenalkan produk baru dan mempertahankan reputasi produk lama yang diperdagangkan sekaligus untuk menguasai pasar;

d. fungsi rangsangan investasi dan pertumbuhan industri, yakni merek dapat menunjang pertumbuhan industri melalui penanaman modal, baik asing maupun dalam negeri dalam menghadapi mekanisme pasar bebas.

56 Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Bandung:

PT. Citra Aditya bakti, 2007 hal. 130

57 Endang Purwaningsih, Perkembangan Hukum Intellectual Property Rights, Bogor:

Ghalia Indonesia, 2005 hal. 11

(46)

disimpulkan bahwa merek adalah suatu tanda (sign) untuk membedakan barang- barang atau jasa yang sejenis yang dihasilkan atau diperdagangkan oleh seseorang atau kelompok orang dengan barang-barang atau jasa yang sejenis yang dihasilkan oleh orang lain, yang memiliki daya pembeda maupun sebagai jaminan atas mutunya dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.

C. Pengaturan Hak Cipta Logo yang Digunakan Sebagai Merek

Merek atau juga biasa dikenal dengan istilah brand adalah penanda identitas dari sebuah produk barang atau jasa yang ada dalam perdagangan.

Namun tidak hanya sebagai identitas semata, merek juga berperan penting mewakili reputasi tidak hanya produknya, namun juga penghasil dari produk barang/jasa yang dimaksud. Tak heran jika branding menjadi bagian yang sangat penting dalam pelaksanaan pemasaran suatu produk/ jasa.

Hak Merek adalah bentuk perlindungan HKI yang memberikan hak eksklusif bagi pemilik merek terdaftar untuk menggunakan merek tersebut dalam perdagangan barang dan/atau jasa, sesuai dengan kelas dan jenis barang/jasa untuk mana merek tersebut terdaftar.

Suatu merek yang dapat didaftar harus memiliki daya pembeda dan dipergunakan dalam perdagangan barang/jasa, dan dapat berupa:58

a. gambar, seperti lukisan burung garuda pada logo Garuda Indonesia atau gambar kelinci pada logo Dua Kelinci;

b. kata, seperti Google, Toyota, atau Mandiri;

(47)

d. frasa, seperti Sinar Jaya atau Air Mancur;

e. kalimat, seperti Building for a Better Future atau Terus Terang Philip Terang Terus;

f. huruf, seperti huruf "F" pada logo Facebook atau huruf "K" pada logo Circle-K;

g. huruf-huruf, seperti IBM atau DKNY;

h. angka, seperti angka "7" pada logo Seven Eleven atau angka "3" pada logo provider GSM Three;

i. angka-angka, seperti merek rokok 555 atau merek wewangian 4711;

j. susunan warna, seperti pada logo Pepsi atau Pertamina;

k. bentuk 3 (tiga) dimensi;

l. suara;

m. hologram;

n. kombinasi dari unsur-unsur tersebut.

Dalam putusan ini, logo yang digugat yaitu Diesel- only- the brave yang telah lebih dulu digunakan oleh penggugat sebagai merek produknya berupa produk parfum. Kemudian oleh Tergugat di Indonesia mempergunakan logo tersebut sebagai merek di bidang fashion. Maka kemudian timbul perdebatan apakah logo dapat dilindungi atau tidak.

Adanya perlindungan hukum terhadap hak cipta yang tertuang dalam bentuk peraturan perundang-undangan di bidang hak cipta merupakan wujud dari pembangunan di bidang hukum dimana dimaksudkan juga untuk mewujudkan iklim yang lebih baik bagi berkembangnya gairah mencipta di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Perubahan dan pembaharuan peraturan perundang-

(48)

rangka perlindungan terhadap hak cipta, ternyata belum mencapai hasil yang diharapkan. Dalam realitanya, pelanggaran hak cipta masih terus berlangsung bahkan dapat dilihat dan dirasakan dalam kehidupan sehari- hari. Dampak dari pelanggaran tersebut antara lain :

1. Merusak tatanan kehidupan bangsa di bidang ekonomi, hukum, dan sosial budaya.

2. Mengakibatkan lesunya hasrat untuk berkarya di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra.

3. Berkurangnya penghasilan atau pemasukan negara berupa pajak penghasilan yang seharusnya dibayar oleh pencipta atau pemegang hak cipta.

Menurut ketentuan Pasal 40 ayat (1) Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta disebutkan bahwa ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pegetahuan, seni dan sastra:

a. Buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasilkarya tulis lainnya;

b. Ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan sejenis lainnya;

c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan

(49)

e. Drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;

f. Karya seni rupa dalam segala bentukseperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase;

g. Karya seni terapan;

h. Karya arsitektur;

i. Peta;

j. Karya seni batik atau seni motif lain;

k. Karya fotografi;

l. Potret;

m. Karya sinematografi;

n. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi,aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi;

o. Terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi budaya tradisional;

p. Kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan Program Komputer maupun media lainnya;

Referensi

Dokumen terkait

Data diperoleh melalui penelitian kepustakaan (library research) dan penelitian lapangan (field research). Penelitian Kepustakaan dilakukan dengan menganalisis Putusan

1) Selama masih dalam pemeriksaan dan untuk mencegah kerugian yang lebih besar, pemilik Merek dan/atau penerima Lisensi selaku penggugat dapat mengajukan permohonan

Seperti diantaranya adalah praktik perjanjian jual beli tanah hak milik oleh pihak asing dengan cara pinjam nama (nominee) yang seolah-olah bahwa pembeli tanah

Keterkaitannya dengan illegal fishing terletak pada pengaturan garis batas ZEE yang sering digunakan oleh pelaku illegal fishing sebagai tempat pelarian dari

Teknik pengumpulan data yang digunakan studi kepustakaan (library research dan Penelitian lapangan (field research), dengan metode kualitatif. Akibat hukum terhadap

dan saksi Dedi Irwanto Tarigan (Anggota Kepolisian Ditresnarkoba Polda Sumut) melakukan penyamaran dengan berpura-pura akan membeli kosmetik berupa Temulawak Cream

Bahwa Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Melakukan usaha pertambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK” sebagaimana yang didakwakan

Pasal tersebut menyatakan bahwa asuransi pada umumnya adalah suatu persetujuan dimana penanggung dengan menikmati suatu premi mengikat dirinya terhadap tertanggung