• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK MENURUT SYAIKH MUSTHAFA AL-GHALAYAINI DALAM KITAB ‘IDHOTU AN-NASYIIN SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK MENURUT SYAIKH MUSTHAFA AL-GHALAYAINI DALAM KITAB ‘IDHOTU AN-NASYIIN SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK MENURUT

SYAIKH MUSTHAFA AL-GHALAYAINI DALAM

KITAB

‘IDHOTU AN

-NASYIIN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan Islam

Oleh

ULFATUN NIKMAH

NIM 11112136

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

(2)
(3)

iii

KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK MENURUT

SYAIKH MUSTHAFA AL-GHALAYAINI DALAM

KITAB

‘IDHOTU

AN-NASYIIN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan Islam

Oleh

ULFATUN NIKMAH

NIM 11112136

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

(4)
(5)
(6)
(7)

vii

MOTTO

ُةَيِعاَد ْيِّوَرَّ تلا َلْبَ ق ُعاَرْسِلإاَف ،ِهِدْيِوْجَت ِرْيَغ ْنِم ِلَمَعْلا ْيِف َعاَرْسِلإا َنْوُ تِباَّنلا اَهُّ يا اْوُرَذْحَاف

ْيِّ َ َّتلاَو ِااَ ْ ِلإا ُ َبَسَو ،ِةَبْيَللا

Berhati-hatilah, jangan sekali-kali tergesa-gesa dalam melakukan

pekerjaan, tanpa memperhitungkan kebaikan dan kesempurnaannya.

Sebab, sikaptergesa-gesa yang tidak didahului pemikiran yang matang,

menyebabkan kegagalan dan kerugian

(8)

viii

PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirobbil‟alamin, dengan penuh ketulusan hati dan segenap rasa syukur, skripsi ini saya persembahkan kepada :

1. Kedua orang tua saya, Bapak Siyamin dan Ibu Zumrosah yang senantiasa memberikan nasehat dan telah mendidik saya dari kecil sampai menikmati kuliah

S1 di IAIN Salatiga ini, serta tidak lelah mendo‟akan tanpa henti untuk menjadi

pribadi yang lebih baik dari hari ke hari.

2. Bapak KH Drs. Nasafi, M.pd.I dan Ibu Nyai Hj. Asfiyah Selaku pengasuh pondok Pesantren Nurul Asna.

3. Adik saya Tersayang Amak Haris Mallah Hudikun yang selalu mendo‟akan dan memeberikan semangat.

4. Sahabat-sahabat seperjuangan di pondokpesantren Nurul Asna yang senantiasa memberibantuan dan dorongan selama menyusun skripsi ini.

(9)

ix

KATA PENGANTAR

ميحرلا نمحرلا الله مسب

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayahnya, sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang merupakan tugas dan syarat yang wajib dipenuhi guna memperoleh gelar kesarjanaan Pendidikan Agama Islam IAIN Salatiga.

Sholawat serta salam tetap tercurahkan semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW. yang telah membawa risalah Islam yang penuh dengan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu-ilmu keislamaan, sehingga dapat menjadi bekal hidup kita di dunia dan di akhirat kelak.

Suatu kebanggaan tersendiri, jika tugas dapat terselesaikan dengan sebaik-baiknya. Bagi penulis, penyusunan skripsi ini merupakan tugas yang tidak ringan. penulis banyak hambatan yang mengandung dalam proses penyusunan skripsi ini, dikarenakan keterbatasan kemampuan penulis sendiri. kalaupun akhirnya skripsi dapat terselesaikan, tentunya karena beberapa pihak yang membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini, untuk itu, penulis menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya, khususnya kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.pd selaku Rektor IAIN Salatiga

2. Bapak Suwardi, M.pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan 3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku Ketua Jurusan PAI

(10)
(11)

xi

Abstrak:

Nikmah, Ulfatun. Konsep Pendidikan Akhlak Menurut Syaikh Musthafa Al-Ghalayaini dalam Kitab „Idhot An-Nasyiin, Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negri Salatiga. Pembimbing: Drs. Abdul Syukur, M.Si.

Kata kunci: Konsep, Pendidikan Akhlak, Kitab„Idhotu An-Nasyiin.

Pendidikan merupkan pengaruh, bantuan atau tututan yang diberikan oleh orang yang bertanggung jawab kepada anak didik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsep pendidikan Akhlak menurut SyaikhMusthafa al-Ghalayaini dalam kitab „Idhotu An-Nasyiin dan Relevansi pemikiran Syaikh Musthafa al-Ghalayaini terhadap pendidikan islam di Indonesia.

Skripsi ini menggunakan metode Library Research, yaitu penelitian yang dilakukan diperpustakaan yang obyek penelitiannya dicari lewat beragam informasi kepustakaan (buku, jurnal, Koran, majalah, dokumen) dan lain sebagainya. Penulis fokuskan penelitian ini pada pendidikan Islam di Indonesia. Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam penulisan ini adalah dengan metode dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah dan sebagainya. Karena obyekdalam penelitian adalah buku-buku, maka penulis menelaah dan mengkaji buku-buku yang dipilih sebagai bahan penelitian. Setelah data terkumpul, maka dilakukan penelaahan secara sistematis dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti, sehingga diperoleh data atau informasi untuk bahan penelitian. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan metode Content Analisis, Metode Analisa Historis dan Metode Analisa Deskriptif, yang menunjukkan bahwa:

(12)

xii

DAFTAR ISI

Halaman

Sampul ... i

Lembar Berlogo ... ii

Judul ... iii

Persetujuan Pembimbing ... iv

Pengesahan Kelulusan... v

Pernyataan Keaslian Tulisan ... vi

Motto ... vii

Persembahan ... viii

Kata Pengantar ... ix

Abstrak ... xi

Daftar Isi ... xii

Daftar Lampiran... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Kegunaan Penelitian ... 7

E. Penegasan Istilah... 8

F. Metode Penelitian ... 12

(13)

xiii

BAB II BIOGRAFI SYAIKH MUSTHAFA AL-GHALAYAINI

A.Biografi Syaikh Musthafa al-Ghalayaini ... 16

B.Latar Belakang Penulisan Kitab„Idhotun Nasyiin ... 21

C. Sistematika Penulisan Kitab„Idhotun Nasyiin ... 23

D. Karya-karya Syaikh Musthafa al-Ghalayaini……….. 24

E. Corak Umum Pendidikan menurut Syaikh Musthafa al-Ghalayaini……….. 25

F. Karakteristik Pemikiran Syaikh Musthafa al-Ghalayaini………… 28

G. Sinopsis kitab „Idotun Nasyiin……….30

BAB III KONSEP PENDIDIKAN MENURUT MUSTHAFA AL- GHALAYAINI A.Pendidikan Secara Umum ... 33

B. Pendidikan Menurut Syaikh Msthafa al-Ghalayaini ... 44

BAB IV RELEVANSI PEMIKIRAN SYAIKH MUSTHAFA AL-GHALAYAINI TERHADAP PENDIDIKAN DI INDONESIA A. Analisis Nilai-nilai Pendidikan ... 58

B. Relevansi Pendidikan Islam dalam Kitab„Idhotun Nasyiin ... 65

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 78

B. Saran ... 79

(14)

xiv Biografi Penulis

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Konsultasi Skripsi. Lampiran 2 Nilai SKK Mahasiswa

(15)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada era kehidupan umat manusia saat ini, masyarakat banyak yang pasrah pada pendidikan anak-anaknya di sekolah, padahal saat ini banyak diidentifikasikan adanya krisis kependidikan yang dikaitkan dengan faktor moralitas dan keterampilan yang kurang siap pakai dalam dunia kerja, maka umat Islam Indonesia perlu berani melakukan terobosan-terobosan baru dalam menerapkan yang mampu mengintegrasikan antara iman, ilmu dan tegnologi modern, bagaimana agar supaya iman dan taqwa anak didik menjadi daya pengendali kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sekaligus menjadi daya tangkal terhadap dampak-dampak negatif kemajuannya, bukan sebaliknya ilmu pengetahuan dan teknologi berdaya mengendalikan iman dan ketaqwaan anak didik atau manusia (Arifin,1991: 81).

(16)

2

melaksanakan tugas kehidupan di dunia (Arifin, 1991: 156). Untuk itu diperlukan adanya tuntunan atau bimbingan yang mengarah terlaksananya amanat dan tanggung jawab tersebut yaitu dengan adanya pendidikan.

Pendidikan bukan hanya berarti pewarisan nilai-nilai budaya berupa kecerdasan dan ketrampilan dari generasi tua kepada generasi muda, tetapi juga berarti pengembangan potensi-potensi inividu untuk kegunaan individu itu sendiri dan selanjutnya untuk kebahagiaan masyarakat. Sebab penemuan-penemuan ilmiah dan ciptaan-ciptaan baru dalam tegnologi bermula dari ndividu. Tanpa ndividu yang kreatif, masyarakat tidak ubahnya seperti beras dalam karung, banyak tetapi tidak bisa berbuat apa-apa (Langgulung, 1986: 261)

Permasalahan pendidikan merupaan permasalahan yang tidak pernah tuntas untuk dibicarakan, karena ia menyangkut persoalan manusia dalam rangka memberi makna dan arah moral eksistensi fitrahnya, dan di dalam Islam permasalahan pendidikan ini sudah dibicarakan semenjak hadirnya Islam itu sendiri. Isyarat ini dapat dilihat melalui pernyataan Rasulullah SAW:

َلاَق َةَزْيَزُه ْيِبَأ ْنَع

:

ُبُلْطَي اًقْيِزَط ُكُلْظَي ٍلُجَر ْنِماَم ملطو هيلع الله ىلؿ الله ُلْوُطَر َلاَق

ُهُ َظَ ِهِب ْ ِزْظُي ْمَ اُهُلَ َع ِهِب َ َطْبأ ْنَمَو اِ هَّ َ ْ َ ْيِزَط ِهِب ُهَ ُالله َلهَّ َط َ ِ ااً ْلِع ِهْيِ

.

(17)

Dari Abu Hurairah, Ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : “Tidaklah orang yang meniti jalan untuk menuntut ilmu kecuali Allah akan memudahkan jalannya menuju surga, sedangkan orang yang memperlambat dalam mengamalkannya maka tidak akan cepat mendapatkan nasabnya (keberuntungan).” (Shahih:Muslim) (Shahih Sunan Abu Daud,2006:655)

Dalam Al-Qur‟an, isyarat akan kemuliaan dan keutamaan ilmu yang didapat dari proses pendidikan banyak diungkap di dalamnya. Satu di antaranya, Allah akan mengangkat derajat seseorang yang beriman dan berilmu pengetahuan beberapa derajat. Pendidikan dalam maknanya yang luas senantiasa menstimulir dan menyertai perubahan-perubahan dan perkembangan-perkembangan umat manusia. Upaya pendidikan senantiasa mengantar dan membimbing perubahan perubahan dan perkembangan hidup serta kehidupan umat manusia. Menurut John C. Bock dalam bukunya Jindar Wahyudi menyataan bahwa pendidikan juga dipandang sebagai agen tunggal yang paling penting bukan hanya untuk melatih generasi muda akan peranan-peranan orang dewasa yang mapan, tetapi lebih penting lagi untuk mensosialisasikan kompetesi-kompetensi baru kepada mereka yang dituntut oleh kebutuhan-kebutuhan peranan yang timbul dari masyarakat yang berubah (Wahyudi, 2006: 5).

(18)

4

peran yang sangat penting dalam menciptakan kehidupan masyarakat yang cerdas, pandai berilmu pengetahuan yang luas, berjiwa demokratis serta berakhlaqul karimah. Sedangkan pendidikan sendiri adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengemban potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (UU RI No. 20, 2003: 72)

(19)

Pendidikan adalah hal yang paling penting bagi kemajuan suatu bangsa. Bila dalam suatu negara terdapat pendidikan yag berkualitas, maka tentu akan berpengaruh terhadap produk generasi bangsa yang berkualitas pula. Untuk itu bila suatu bangsa ingin maju, tingkatkanlah terlebih dahulu kualitas para generasi bangsa dengan cara meningkatkan mutu pendidikan, terutama konteks pendidikan yang dialami oleh bangsa Indonesia dewasa ini, yaitu permasalahan yang tidak pernah putus karena menyangkut persoalan manusia dalam rangka memberi makna dan moral. Ada banyak hal yang harus dibenahi menyangkut persoalan yang datang dari luar dunia pendidikan mulai dari masalah birokrasi pendidikan yang masih tumpang tindih. Simpang siur dan tidak terkoordinasi dengan baik sampai dengan masalah internal pendidikan itu sendiri. Yakni mengenai konsep pendidikan yang tepat dan akurat bagi kondisi bangsa.

Rendahnya tingkat intelektualitas dan kepribadian pada akhirnya melahirkan banyak output pendidikan yang sudah tidak mampu membedakan mana perilaku yang benar dan mana perilaku yang salah. Hal ini mengindikasikan bahwa sebenarnya dunia pendidikan di Indonesia ini sedang mengalami sakit yang sudah akut. Munculnya banyak sekali tindakan asusila dan kriminalitas yang dilakukan oleh para pelajar, seperti banyaknya anak didik yang terlibat tawuran antar pelajar konsumsi miras serta obat-obatan terlarang.

(20)

6

tawuran antar Sekolah yaitu SMKN 4 Tangerang dengan SMK PGRI 2. tawuran yang terjadi di kawasan taman potret dan menggunakan senjata tajam ini berhasil dibubarkan oleh pihak kepolisian. Kasus lain juga terjadi pada siswa di SMP3 Sungguminasa, Gowa, Sulawesi Selatan, pada hari Rabu tanggal 06 April 2016 dini hari, tiga siswa ditagkap oleh petugas Somba Opu diduga membakar sekolah karena kesal sering tertangkap tangan merokok diarea sekolah. Terjadi juga pada tiga bocah berusia 13 tahun di Polewali Mandar, Sulawesi barat, nekat membobol rumah kosong yang ditinggal pemiliknya liburan tahun baru. Terjadi pada hari Jumat 0I Januari 2016, tertangkap setelah warga memergokinya, kemudian warga melapor pada petugas kepolisian dan membawanya ke Polres Polewali Mandar (SindoNews.com). Demikian itu adalah bukti bahwa output pendidikan yang diharapkan dari dunia pendidikan itu sendiri pada saat ini telah mencapai titik yang sangat menghawatirkan.

Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa tidak sedikit permasalahan-permasalahan yang muncul pada pendidikan, terutama pada pendidikan masa kini yang semakin banyak menuai permasalahan dan kurang antisipasi obyek permasalahan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut dengan baik. Oleh karena itu, penulis mengambil judul tentang KONSEP PENDIDIKAN MENURUT SYAIKH MUSTHAFA ALGHALAYAINI DALAM KITAB

‘IDHOTUN NASYIIN. Semoga mampu memberikan kesegaran dalam

(21)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penulis dapat merumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana konsep pendidikan menurut Syaikh Musthafa Alghalayaini dalam kitab ‘Idhotun Nasyiin ?

2. Bagaimana relevansi pemikiran Syaikh Musthafa al-Ghalayaini terhadap pendidikan islam di Indonesia

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui konsep pendidikan menurut syaikh Musthafa al-Ghalayaini dalam kitab Idhotun Nasyiin.

2. Mengetahui relevansi pemikiran Syaikh Musthafa al-Ghalayaini terhadap pendidikan islam di Indonesia ?

D. Kegunaan Penulisan

Kegunaan dari penulisan ini dapat dikemukakan menjadi dua bagian, yaitu 1. Kegunaan Teoritis

Penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis, berupa pengetahuan tentang konsep pendidikan yang terkandung dalam kitab ‘Idhotun Nasyiin karya Syaikh Musthafa Alghalayaini serta dapat menambah wawasan bagi dunia pendidikan khususnya pendidikan islam. 2. Kegunaan Praktis

a. Bagi Penulis

(22)

8

b. Bagi Lembaga pendidikan

1) Memberikan informasi kepada praktisi pendidikan tentang konsep pendidikan menurut Syaikh Musthafa Alghalayaini dalam kitab ‘Idhotun Nasyiin

2) Sebagai bahan pertimbangan dan evaluasi untuk diterapkan dalam dunia pendidikan pada lembaga-lembaga pendidikan yang ada di Indonesia terutama pendidikan islam (madrasah diniyah, pondok pesantren) sebagai solusi terhadap permasalahan pendidikan yang ada.

c. Bagi Ilmu Pengetahuan

Menambah kebaikan mengenai nilai pendidikan yeng terdapat dalam kitab ‘Idhotun Nasyiin sehingga mengetahui betapa pentingnya pendidikan dalam sehari-hari dan sebagai bahan referensi dalam ilmu pendidikan terutama pendidikan islam

E. Penegasan Istilah

Untuk memperjelas judul di atas serta menghindari kesalahan dalam memahami istilah, maka perlu kiranya penulis jelaskan istilah-istilah dalam judul skripsi ini sebagai berikut :

1. Konsep

(23)

2. Pendidikan

Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan (KBBI, 2007 :204). Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. (Jumali, 2004: 163).

Jadi, pendidikan merupakan ikhtiar manusia untuk membantu dan mengarahkan perkembangan manusia sampai kepada titik maksimal yang dicapai sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.

Unsur-unsur pendidikan terdiri dari, tujuan, pendidik, anak didik, lembaga, kurikulum, metode, media dan evaluasi.

a. Tujuan

Tujuan pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepaa Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Suwarno, 2006 : 32).

b. Pendidik

(24)

10

merubah kepribadian orang lain menuju kearah kedewasaan. Bukan hanya guru dan orang tua saja, tetapi semua orang yang membantu dalam perkembangan kepribadian dan mengarahkan pada tujuan pendidikan disebut juga pendidik.

c. Anak didik

Anak didik ialah anak yang sedang tumbuh dan berkembang, baik dari segi fisik maupun dari segi mental psikologis (Jumali, 2004: 35). d. Lembaga

Lembaga merupakan wadah untuk menumpang semua yang terjadi dalam proses belajar mengajar. Lembaga dapat diartikan juga sebagai badan (organisasi) yang bermaksud melakukan sesuatu menyelidikan ilmuan atau melakukan suatu usaha (KBBI, 2007: 655) e. Kurikulum

(25)

f. Metode

Metode yaitu cara kerja yang teratur dan terpikir baik-baik yang digunakan untuk memberikan pelajaran kepada peserta didik, serta sebagai salah satu sarana yang amat penting untuk mencapai tujuan pendidikan (Aziz, 2003: 79).

g. Media

Media merupakan alat atau sarana komunikasi sebagai perantara, seperti, Koran, majalah, radio, televisi, spanduk dll (KBBI, 2007: 726). Jadi media adalah alat atau sarana yang dipergunakan untuk menyampaikan informasi dari sumber informasi kepada penerima informasi.

h. Evaluasi

Evaluasi adalah pengumpulan informasi untuk membantu mengambil keputusan dan didalamnya terdapat perbedaan mengenai siapa yang dimaksudkan dengan mengambil keputusan (Hasan, 2008: 33). Jadi evaluasi adalah suatu proses atau kegiatan untuk menentukan nilai, kriteria atau tindakan dalam pembelajaran.

3. ‘Idhotun Nasyiin

‘Idhotun Nasyiin adalah salah satu karangan Syaikh Musthafa

(26)

12

dapat membawa kearah kebaikan dan menjadi seorang berbudi pekerti santun dan berjiwa lembut khususnya pada generasi muda.

4. Syaikh Musthafa al-Ghalayaini

Adalah Musthafa bin Muhammad Salim Al-Ghalayaini beliau dilahirkan di Beirut, Libanon pada tahun 1303 H/1886 M. Beliau adalah seorang sastrawan Arab, penyair, orator, alih bahasa, politikus, dan jurnalis. Beliau wafat pada usianya yang ke 59 yaitu pada tanggal 17 Februari tahun 1364/1944 M di Beirut ibukota Libanon.

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian kepustakaan (library research) artinya sebuah studi dengan mengkaji buku-buku, naskah-naskah, atau majalah-majalah yang bersumber dari kepustakan yang relevan permasalahan yang diangkat dalam penelitian. Semua sumber berasal dari bahan-bahan tertulis yang berkaitan dengan permasalahan penelitian dan dokumenter literatur lainnya. (Hadi, 1980: 3).

Karena jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research), maka penulis dalam mengkaji konsep pemikiran pendidikan Musthafa al-Ghalayaini dengan bantuan buku yang penulis ambil dari tulisan beliau dan juga tulisan orang lain yang menceritakan tentang kehidupan maupun pemikiran Musthafa al-Ghalayaini

(27)

Adapun referensi yang menjadi sumber primer adalah kitab

‘Idhotun Nasyiin karya syaikh Musthafa al-Ghalayaini.

b. Sumber data sekunder

Kemudian yang menjadi sumber data sekunder adalah terjemah kitab ‘Idhotun Nasyiin, internet, buku-buku tentang pendidikan, dan buku-buku lainnya yang ada relevansinya dengan obyek pembehasan penulis.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam penulisan ini adalah dengan metode dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah agenda dan lain sebagainya (Arikunto, 2010: 202). Kemudian mengumpulkan buku yang menjadi sumber data primer yaitu kitab ‘Idhotun Nasyiin dan sumber data sekunder yaitu terjemahan kitab ‘Idhotun Nasyiin dan buku-buku yang relevan lainnya.

Setelah data terkumpul, maka dilakukan penelaahan secara sistematis dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti, sehingga diperoleh data atau informasi sebagai bahan penulisan.

4. Teknik Analisis Data

Teknik analisa data data yang digunakan penulis dalam penyusunan sekripsi yaitu:

(28)

14

naskah sehingga memperoleh makna dan nuansa uraian yang yang disajikan secara khas (Bekker. Zubair, 1990: 74).

b. Metode Analisa Historis, dengan metode ini penulis bermaksud untuk menggambarkan sejarah biografis Syaikh Musthafa al-Ghalayaini yang meliputi riwayat hidup, pendidikan, karir politik, serta karya-karyanya (Bekker. Zubair, 1990: 70).

c. Metode Analisa Deskriptif, yaitu metode yang menguraikan secara teratur seluruh konsepsi dari tokoh yang dibahas dengan lengkap tetapi ketat (Sudarto, 1997: 100).

G. Sistematika Penulisan Skripsi

Dibagian ini akan menjealaskan susunan secara keseluruhan dari penulisan, penulisan ini yang berkaitan dengan pemikiran atau kosep pendidikan menurut Syaikh Musthofa al-Ghalayaini dalam kitabnya

‘Idhotun Nasyiin. Sistematika penulisannya sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan

Pendahuluan ini merupakan garis besar penyusunan penulisan ini. Dalam hal ini akan dibahas sebagai berikut: Latar Belakang Masalah, Rumusan masalah, Tujuan Penulisan, Kegunaan Penulisan, Metode Penulisan, Penegasan Istilah, dan Sistematika Penulisan sebagai gambaran awal dalam memahami skripsi ini.

(29)

Pada bab ini membahas tentang riwayat hidup, latar belakang penulis kitab, sistematika penulisan kitab, serta karya-karya syaikh Musthafa al-Ghalayaini.

BAB III : Deskripsi pendidikan menurut Syaikh Musthafa al-Ghalayaini

Pada bab ini menjelaskan tentang pengartian pendidikan, metode pendidikan, tujuan pendidikan dan konsep pendidikan menurut Syaikh Musthafa al-Ghalayaini. BAB IV : Pembahasan

Membahas tentang relevansi pemikiran Syaikh Musthafa al-Ghalayaini terhadap pendidikan Islam di Indonesia.

BAB V : Penutup

(30)

16

BAB II

BIOGRAFI SYAIKH MUSTHAFA AL-GHALAYAINI

A. Biografi Syaikh Musthafa al-Ghalayaini

Nama lengkapnya adalah Musthafa bin Muhammad Salim al-Ghalayaini. Dalam kitab Mu’jam Muallafin Tarajum Mushanafi

al-Kutub al-Arabiyyah yang ditulis oleh Umar Ridha Kahalah. Ia

mengungkapkan bahwa Musthafa al-Ghalayaini dilahirkan pada tahun 1303 Hijriyah atau bertepatan pada tahun 1808 Masehi. Walaupun demikian, dengan dikaruniai umur sekitar 59 tahun ternyata telah banyak sekali predikat atau gelar yang beliau sandang diantaranya selain dikenal sebagai ulama yang berpandangan modern dan berkaliber internasional beliau adalah seorang sastrawan, penulis, penyair, urator, linguis, politikus, kolomnis maupun wartawan (Kahalah,1993:881).

(31)

Syaikh Al Ghalayini mendapatkan pendidikan pertamanya melalui halaqah-halaqah yang dibuka oleh para ulama di Jami Al Umry di Beirut Beliau belajar kepada syaikh Muhyiddin Al Khayyath, syaikh Abdul Bashith Al Fakhury, dan syaikh Shalih Al Rifa'i Al Tharabalsy. Setelah menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah ditanah kelahirannya, beliau kemudian melanjutkan perguruan tingginya di Mesir, tepatnya di Universitas Al-Azhar Al-Syarif, disana beliau berguru kepada orang yang di dunia islam dikenal sebagai pembaru pemikiran islam, yaitu Muhammad Abduh. Serta banyak ulama lain yang ahli dalam bahasa Arab dan ilmu syariat. (http:// ngalap berkahti yang soleh. blogspot.co.id /2014/01/

syekh-mustafa-al-ghalayini.html. pada hari senin tanggal 19 Desember 2016 jam 14.00).

Pengaruh pemikiran Muhammad Abduh terhadap Syaikh Musthafa al-Ghalayaini dalam kitab ‘Idhotun Nasyiin terlihat gaya penulisan dalam isi kitab ini. Kontribusi pembaharuan pemikiran Muhammad Abduh yang bersifat rasional sangat tampak dalam kitab ini. Hal tersebut sangat tampak dalam pembahasan tentang pembaharuan, kemerdekaan, rakyat dan pemerintah, yang menekankan pada kebebasan berpikir, berpendapat, dan bernegara. Pemikiran Muhammad abduh yang juga sangat jelas mempengaruhi pemikiran Syaikh Musthafa al-Ghalayaini dalam hal ini dijelaskan pentingnya seseorang memiliki sifat tawaqal. Dalam konteks ini, Muhammad Abduh menyatakan bahwa terdapat dua ketentuan yang sangat mendasari perbuatan manusia yaitu :

(32)

18

2. Kekuasaan Allah adalah tempat kembali semua yang terjadi (Sucipto, 2003: 152

Disamping itu Muhammad Abduh juga mempengaruhi pemikiran Syaikh Musthafa Al-Ghalayaini dalam hal gagasan dan gerakan pembaharuannya yang modernis. Muhammad Abduh adalah seorang reformis yang toleran, liberal dan kaya akan gagasan modern. Tapi di satu sisi, Muhammad Abduh dilihat sebagai seorang alim, Mujtahid, dan penganjur doktrin orisinalitas Islam (Sucipto,2003: 153).

Kemudian setelah menamatkan pendidikan di Universitas al-Azhar Kairo kemudian Al Ghalayini kembali ke Beirut dan menetap ke Jami Al Umry, tiada lain untuk mengamalkan seluruh ilmu yang telah didapat di Kairo. setelah beliau menerbitkan kumpulan tulisannya yang berjudul 'Al Ahram Al Mishriyyah' (Piramid-Piramid Mesir) yang berisi gagasan-gagasannya tentang perbaikan sistem pengajaran di Al Azhar Al Syarif. Setelah itu, beliau bergabung dengan perkumpulan pengajar di Universitas Uthmaniyyah (http:// ngalap berkah tiyang soleh. blogspot.co.id/ 2014/01/ syekh- mustafa -al-ghalayini .html.pada hari senin tanggal 19 Desember 2016

jam 14.00).

(33)

diri dari keterlibatannya di partai tersebut dan bergabung dengan Hizb al-I‟tilaf (Partai Koalisi). Sama seperti di partai sebelumnya, atas ketidak sepahaman pendapat dengan golongan elit terpelajar yang bergabung dengan partai itu, beliau lagi-lagi mengulangi keputusannya untuk menarik diri.

Menurutnya kejelekan mereka adalah terlalu mengabdikan diri kepada pemimpin keagamaan tradisional yang cenderung sektarian dan non-egaliter. Partai-partai politik yang ada juga tidak dapat diterimanya karna mereka cenderung akomodatif hanya terhadap salah satu kelompok saja dan tidak aspiratif serta mau berjuang dan membela masyarakat umum. Hal ini lah yang mendorong Syaikh Musthafa al-Ghalayaini beserta para intelektual lainnya dengan gagasan, visi dan misi yang sama terketuk untuk membentuk partai baru yang disebut dengan Hizb al-Ishlah (Partai Reformasi). Maka sesuai namanya maka partai ini lebih beriontasi kepada perjalanan Islam yang bernuansa reformasi dan modernis serta membela hak-hak yang tertindas dan mewujudkan masyarakat umum (Kahalah,1993: 881).

Setelah sekian lama berkecimpung dalam dunia politik, kemudia beliau diangkat menjadi ahli pidato untuk mendampingi pasukan ustmani IV pada perang dunia pertama. Beliau juga menyertainya dalam perjalanan dari

Damaskus menyebarangi gurun menuju zues dari arah Isma‟iliyah dan ikut

hadir di medan perang walaupun kemudian mengalami kekalahan.

(34)

20

mengbdikan diri kepada dunia pendidikan, beliau lagi-lagi ke Beirut dan aktif sebagai tenaga pengajar. Di sela-sela kesibukannya sebagai tenaga edukatif, beliau mendapatkan kepercayaan dari pemerintah yang waktu itu negara berada di bawah pemerintahan raja Faisal untuk mengunjungi kota Damaskus, dan disana beliau diangkat sebagai pegawai di kantor administrasi keamanan publik sekaligus juga sebagai tenaga sukarela pada tentara arab.

Al Ghalayini adalah seorang khatib yang banyak memberikan motivasi untuk melawan kekacauan yang bergejolak pada masa kepemimpinan raja Abdul Hamid, karena pengaruh dua gurunya, syaikh Muhammad Abduh dan syaikh Jamaluddin al Afghany. Pada tahun 1910 M beliau kemudian pergi ke Yordania karna Banyak pangkat yang al Ghalayaini peroleh kemudian dipilih sebagai anggota dewan militer dibawah kepemimpinan Abdullah. Abdullah pun menyerahkan pendidikan anaknya, Thalal dan Naif, kepada al Ghalayaini dengan mengajarkan mereka bahasa dan sastra Arab. Dalam waktu yang tidak lama, akhirnya al Ghalayini kembali ke Beirut. Tetapi sesampai di Beirut bukan malah mendapatkan suatu penyambutan yang meriah, melainkan suatu penahanan yang dilakukan oleh otoritas Prancis yang sudah lama berada di tanah Beirut dan kemudian beliau diasingkan ke Negara Palestina dan selanjutnya di Haifa (http://ngalapberkah tiyangsoleh. blogspot.co.id /2014/01/ syekh-mustafa-al-ghalayini.html. pada hari senin

tanggal 19 Desember 2016 jam 14.00).

(35)

Beliau ternyata masih mendapat kepercayaan dari rakyat untuk memangku beberapa jabatan kemudian al Ghalayaini terpilih sebagai ketua Majlis Islam,

hakim Syari‟ah serta penasehat pada Mahkamah Banding Syari‟ah Sunni

sekaligus terpilih sebagai anggota dewan keilmuan damaskus (Kahalah,1993: 881).

Beliau diangkat dan diberi kehormatan tersebut pada suatu perayaan yang meriah di Sekolah Tinggi Abbasiyyah, dengan dihadiri banyak ulama dari Beirut, Damaskus, Yerussalem, Baghdad, dan Mosul, yang bertempat di Haziran pada tahun 1932 M, dan pada saat itu umur al Ghalayaini 47 tahun. Setelah itu al Ghalayini diminta untuk menduduki kursi kehakiman di Beirut selama beberapa tahun, kemudian menjadi penasihat tinggi kehakiman di Beirut. Dan inilah pangkat terakhir yang beliau peroleh.

Setelah banyak memberikan perannya dalam berbagai bidang, aktifitas al Ghalayaini terhenti. Beliau terjangkit sebuah penyakit yang akhirnya menghentikan hidupnya. Al Ghalayini wafat pada tanggal 17 Februari 1945 M, tepat diusianya yang ke-59 tahun. Dan dimakamkan di Jabanah Al Basyurah, Beirut (http://ngalapberkah tiyangsoleh. blogspot.co.id /2014/01/ syekh-mustafa-al-ghalayini.html. pada hari senin tanggal 19 Desember 2016

jam 14.00).

B. Latar Belakang penulisan kitab ‘Idhotun Nasyiin

(36)

22

oleh Allah dan Rasul-Nya menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran . Sebagaimana firman Allah sebagai berikut :

menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung” (QS. Ali-Imran :104).

Setelah mengetahui bahwa Allah SWT menyeru manusia utuk berbuat kebajikan lantas beliau berusaha untuk mengamalkan atas apa yang diketahuinya. Salah satu bentuk amalan beliau adalah menyusun kitab

„Idhotun Nasyiin ini yang isinya terdapat nasehat-nasehat bagi manusia

khususnya kaum Remaja yang nantinya akan menjadi penerus bangsa berlandaskan dalil Al-qur‟an dan Hadist.

(37)

mereka mengusulkan agar artikel yang sudah pernah termuat itu dibukukan dan diedarkan dalam masyarakat luas, khususnya bagi kaum generasi belakangan yang belum sempat menikmatinya dari surat kabar tersebut (Al-Ghalayaini,t.t: 1V-V).

Setelah al-Ghalayaini memahami keinginan mereka kemudian beliau bertekad untuk mengedarkan nasehat-nasehat tersebut kepada seluruh kaum remaja dan pemuda harapan bangsa. Semoga nasehat-nasehat tersebut dapat digunakan sebagai penyuluh dan penerangan serta sbagai petunjuk dan pedoman hidup (Al-Ghalayaini, t.t: V1).

Melalui kitab ini Syaikh Musthafa al-Ghalayini seorang tokoh ulama modern memberikan nasihat dan petunjuk yang berguna bagi kaum remaja dan pemuda harapan bangsa sebagai penyuluh dan penerangan serta pedoman hidup untuk mencapai akhlak yang luhur.

C. Sistematika Penulisan Kitab ‘Idhotun Nasyiin

Kitab ‘Idzotun Nasyiin karya Syaikh Musthafa al-Ghalayaini memiliki

sistematika hampir sama dengan kitab lainnya, dengan halaman pertama judul, latar belakang, muqaddimah dan yang terakhir yaitu pembahasan.

Lebih simpelnya, sistematika penulisan kitab ‘Idzotun Nasyiin dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu :

1. Halaman judul

Halaman pertama yaitu judul yang diikuti dengan nama pengarangnya yaitu Syaikh Musthafa al-Ghalayaini.

(38)

24

Latar belakang penulisan kitab ‘Idhotun Nasyiin dengan bahasa halus dan penulisannya didahului dengan bacaan basmalah, biografi penulis serta diikuti dengan penjelasan tentang permulaan penulisan kitab

‘Idhotun Nasyiin.

3. Muqaddimah.

Berikutnya yaitu Muqaddimah yang isinya berupa anjuran pengamalan kitab kepada kaum remaja dan juga pentunjuk terahir serta mungulas sedikit tentang materi yang ada di dalam kitab ‘Idhotun Nasyiin.

4. Isi atau kandungan kitab, yang diakhiri dengan do‟a.

Selanjutnya yaitu tentang pembahasan materi yang berhubungan dengan kemasyarakatan, sosial budaya dan budi pekerti luhur yang diakhiri dengan do‟a. Penulisannya ditandai dengan bab-bab tertentu yang sesuai dengan pembahasan masalah dan diawali menggunakan sub judul yang bersangkutan.

D. Karya-karyanya

Menurut Heri Sucipto Syaikh Musthafa al-Ghalayaini menulis beberapa karya ilmiah dalam berbagai kajian keilmuan diantara karya-karyanya ialah :

a) „Idhotun Nasyiin.

(39)

b) Lubib al-Khiyar fi Sirah al-Nabi al-Mukhtar.

Kitab ini membahas tentang sejarah kehidupan perjalanan nabi Muhammad SAW.

c) Jami‟ al-Durus al-„Arabiyah.

Kitab ini membahas berbagai macam permasalahan terkait tata Bahasa Arab yang diuraikan secara lengkap dan sistematis sehingga mudah dipahami dan diaplikasikan.

d) Al-Tsuroyya al-Madhiyah fi al-Dhurus al-„Arudhiyah.

Kitab ini membahas tentang kaidah-kaidah dalam mengubah syair. e) Uraij al-Zahr.

Kitab ini berisikan himpunan kata bijak, karya beliau sendiri. Adapaun karya-karya lain Syaikh Musthafa al-Ghalayaini dalam bidang bahasa Arab, yaitu:

1.Al Thurayya Al Mudhiyyah fi Al Durus Al 'Arudhiyyah. 2.Al Qawaid Al 'Arabiyyah.

3.Rijal Al Mu'allaqat Al 'Asyr. 4.Al Durus Al Arabiyyah.

5.Nadzarat fi Al Lughati wa Al Adab.

E. Corak umum pendidikan menurut pemikiran Syaikh Musthafa al-Ghalayaini

(40)

26

yang dilengkapi dengan solusi dan langkah-langkah ke depan yang lebih baik. Disamping itu juga mengandung berbagai macam persoalan etika serta hikmahnya.

Untuk memahami pemikiran seorang cendekiawan secara objektif, kita harus memberikan perhatian pada situasi dan kondisi yang melingkupi realitas zamanya. Karena kondisi itulah yang mendorong seorang cendekiawan untuk mengartikulasi gagasan, pandangan, dan sikapnya. Kondisi itulah yang mendorong untuk menentukan metode yang dia tempuh untuk mengekspresikan segala ide-idenya. Bahkan, cendekiawan yang berhasil adalah mereka yang mampu menjadikan dirinya cermin atas realitas zamanya. Kemudian, dia juga berusaha menjadikan pemikirannya sebagai solusi efektif untuk memecahkan tantangan realitas yang semakin maju. Dia akan dianggap lebih berhasil, apabila dia sanggup mengubah sisi negatif bagi perjalanan kehidupan ke depan, dan memanfaatkan perubahan yang ada demi

kemaslahatan masyarakat (Mu‟thi, 2000: 84).

Sedangkan pendapat yang lain mengatakan bahwa, beberapa faktor yang mewarnai pemikiran seseorang diantaranya adalah :

1) Kebutuhan masyarakat dan penguasa akan sistem ajaran tertentu.

2) Ortodoksi yakni paham yang dianut oleh mayoritas kaum muslimin yang pembentukannya tidak lepas dari kepentingan-kepentingan keduniawian. 3) Sumber ajaran Islam, al-Qur‟an dan al-Hadist, yang tertuang dalam bahasa

(41)

itu menimbulkan persoalan pemahaman bagi orang-orang yang masa hidupnya jauh dari masa hidup Nabi Muhammad SAW.

4) Adanya kecenderungan manusia untuk bebas dari suatu pihak yang lain. 5) Adanya pertentangan kepentingan.

Pada bab diatas telah disinggung mengenai latar belakang kehidupan, perjalanan menempuh pendidikan, serta pergulatannya dengan dunia karir al-Ghalayaini, walaupun tidak begitu lengkap dan mndetail. Namun demikian, setidaknya dengan pemaparan di atas bisa menjadi sebuah patokan tersendiri untuk menelusuri sejauh mungkin paradigma berpikirnya al-Ghalayaini tentang konsep pendidikan akhlak, etika dan sosialnya yang dituangkan dalam menulis kitab ‘Idhotun Nasyiin tersebut. Sebab karya karya tersebut boleh dibilang bukan sebuah karya utuh dan sistematis sebagai sebuah tulisan ilmiah berbentuk buku sebagaimana karangan-karangan yang lain. Tulisan tersebut merupakan essai bebas yang beliau tulis dari balik jeruji besi. Karena di situlah beliau mengalami proses pencerahan diri yang sangat luar biasa berartinya, yakni penceraha secara intelektual dan spiritual.

(42)

28

Lebih jauh al-Ghalayaini dalam sejarah kehidupan kaya akan pengalaman bergumul dengan gejolak sosial dan politik yang sudah mengarah pada konsisi anomie, kondisi masyarakat dimana agama, pemerintah dan moralitas telah memudar keefektifannya, akibat keakutan dan krisis Psiko-sosial yang terjadi. Al-Ghalayaini dengan getol melakukan refleksi krisis dengan menggagas lahirnya tata kehidupan yang normatif-etis. Dalam kondisi yang serba sulit itulah, tidak dapat dipungkiri akan kemungkinan terjadinya benturan. Pemikiran dan kepentingan berbagai pihak baik kalangan atas maupun kalangan masyarakat bawah yang dihadapi al-Ghalayaini sangat mirip dengan kondisi sekarang ini. Dengan demikian, kajian terhadap pemikirannya terutama terkait dengan akhlak yang belum banyak disentuh, disatu sisi sebagai upaya untuk memberikan penemuan problem masalah kontemporer dan di sisi lain sebagai upaya untuk memperbanyak pemikiran teoritis khusus akhlak dan pendidikan (Subairi, 2005: 36)

Dalam pandangan al-Ghalayaini fungsi akal merupakan sumber keutamaan dan sumber moral (akhlak), akal tidak hanya sekedar berfungsi untuk mengetahui sesuatu melainkan sebagai pemutus atau penentu baik dan buruk. Dengan demikian maka perlu adanya pendidikan akal, sebab dengan akal manusia mampu memahami taklif Allah dan bisa mengatur kehidupan di dunia ini.

(43)

kuasa untuk hidup dengan kemampuan usaha dan tenaganya sendiri. (al-Ghalayaini, 2000 : 315).

F. Karakteristik pemikiran Syaikh Musthafa al-Ghalayaini

Secara umum karakteristik pemikiran pendidikan islam yang berkembang sejak awal kemunculan peradapan Islam hingga sekarang adalah sangat variatif yang dipengaruhi oleh setting sosio kultural, politik dan keagamaan yang selalu berkembang. Disamping itu pengalaman pribadi seseorang juga turut andil dalam mempengaruhi pemikiran tersebut.

Karakteristik Musthafa al-Ghalayaini dalam kitab ‘Idhotun Nasyiin kental dengan muatan keagamaan seperti : pendidikan, budi pekerti dan sosial budaya. Untuk itu kitab ‘Idhotun Nasyiin karangan Syaikh Musthafa al-Ghalayaini dapat dikategorikan menjadi 3 hal :

1. Hal-hal yang berupa pengembaraan seseorang dalam menjalani proses kehidupan di mana kemudian akan menemukan sebuah bentuk jati diri yang sejati, tetapi hal tersebut harus ditunjang dengan sikap dan perilaku yang baik tentunya. Karena dengan menemukan sebuah bentuk jati dirinya ia akan berkembang menjadi kenal sesama maupun Tuhannya. 2. Hal-hal yang berbicara tentang perenungan seseorang untuk melalui

berbuat baik terhadap sesamanya sebagai bentuk manifestasi dari ajaran Islam. Karena dengan menjadikan Islam sebagai ajaran agama maka keselamatan akan mudah diraih. Baik di dunia maupun di akhirat.

(44)

30

berbagai macam kepentingan antar kelompok sehingga memunculkan sebuah pemikiran adanya suatu masalah dalam pemerintah yang kontra konsep dan realitas.

G. Sinopsis Kitab ‘Idhotun Nasyiin

Selanjutnya berkenaan dengan sinopsis kitab ‘Idhotun Nasyiin, bahwa kitab ‘Idhotun Nasyiin secara keseluruhan berisi tentang ajaran moral dan menjalani proses kehidupan dengan nuansa pribadi yang penuh optimisme. Sehingga kemudian akan tercipta sebuah komunitas masyarakat yang benar-benar menjunjung tinggi moral dan mencegah akan terjadinya dekadensi moral yang sudah demikian parah.

Adapun tema-tema yang yang tertuang dalam kitab ‘Idhotun Nasyiin terdiri dari empat puluh empat, diantaranya sebagai berikut :

1. Berani maju kedepan 2. Sabar dan tabah hati 3. Kemunafikan 4. Keikhlasan 5. Berputus asa 6. Harapan

(45)

10. Kemaslahatan umum 11. Kemuliaan

12. Langkah dan waspada 13. Perombakan adabiyah 14. Bangsa dan pemerintah 15. Tertipu oleh prasaan sendiri 16. Pembaharuan

17. Pemborosan 18. Agama 19. Madaniyah 20. Kebangsaan 21. Kemerdekaan

22. Macam-macam kemerdekaan 23. Kemauan

24. Kepemimpinan

25. Para perindu kepemimpinan 26. Dusta dan benar

27. Kesederhanaan 28. Kedermawanan 29. Kebahagiaan

30. Melaksanakan kewajiban 31. Dapat dipercaya

(46)

32

33. Tolong-menolong 34. Sanjungan dan kritikan 35. Kefanatikan

36. Para pewaris bumi 37. Peristiwa pertama

38. Nantikanlah saat kebinasaannya 39. Memperbaguskan pekerjaan 40. Wanita

41. Berusaha dan tawakal 42. Percaya pada diri sendiri 43. Tarbiyah atau pendidikan 44. Nasehat terahir

(47)

33

BAB III

DESKRIPSI PEMIKIRAN MUSTHAFA AL-GHALAYAINI TENTANG KONSEP PENDIDIKAN DALAM KITAB ‘IDHOTUN NASYIIN

Manusia merupakan makhluk yang bergelut secara intens dengan pendidikan. Itulah sebabnya manusia dijuluki sebagai animal educandum dan animal enducandus secara sekaligus, yaitu sebagai makhluk yang dididik dan makhluk yang mendidik. Dengan kata lain, manusia adalah makhluk yang senantiasa terlibat dalam proses pendidikan, baik yang dilakukan terhadap orang lain maupun terhadap dirinya sendiri.

Persoalan pendidikan merupakan persoalan yang kompleks karena membutuhkan jalinan pemikiran teoritis sebagai dasar pijak dalam pengambilan keputusan kependidikan serta pemahaman beragam gejala yang faktual dan aktual yang melibatkan pembicaraan berbagai unsur yang terkait langsung di dalam proses pendidikan. Oleh sabab itu, banyak unsur yang terkait dalam pendidikan, maka tidaklah mengherankan apabila dalam proses pendidikan pada umumnya, dan pembelajaran khususnya, sering pula muncul berbagai masalah. Maka dari itu pada bab ini akan menerangkan sedikit tentang konsep pendidikan.

A. Pendidikan Secara Umum 1. Pengertian pendidikan

Dari segi etimologis, pendidikan berasal dari bahasa Yunani Paedagogike. Ini adalah kata majemuk yang terdiri dari karta PAES yang

(48)

34

Paedagogike berarti aku membimbing anak. Orang yang pekerjaannya membimbing anak dengan maksud membawanya ketempat belajar dalam bahasa Yunani disebut Paedagogos. Jika kata ini diartikan secara simbolis, maka perbuatan membimbing seperti dikatakan diatas itu, merupakan inti perbuatan mendidik yang tugasnya hanya untuk membimbing saja, dan kemudian pada suatu saat itu harus melepaskan anak itu kembali (ke dalam masyarakat). (Ahmadi, Uhbiyati, 2015: 70).

(49)

Sedangkan dari segi essensialis, mendidik dapat dirumuskan, sebagai berikut :

a) Prof. Dr. M.Y. Langeveld : Mendidik ialah mempengaruhi anak dalam Usahanya membimbing anak, agar supaya menjadi dewasa.

b) Prof. Y.H.E.Y. Hoongeveld: Mendidik adalah membantu anak, supaya anak itu kelak cakap menyelsaikan tugas hidupnya atas tanggungan sendiri.

c) Dr. Sis Heyster : Mendidik adalah membantu manusia dalam pertumbuhan, agar ia kelak mendapat kebahagiaan batin yang sedalam-dalamnya yang dapat tercapai olehnya dengan tidak mengganggu orang lain.

d) Prof. S. Brojonagoro : Mendidik berarti memberi tuntutan kepada manusia yang belum dewasa dalam pertumbuhan dan perkembangan, sampai tercapainya kedewasaan dalam arti rohani dan jasmani.

(50)

36

Sedangkat istilah pendidikan dalam Islam disebut dengan istilah Tarbiyah, dengan kata kerja rabba yang juga dalam bentuk kata benda,

kata “rabba” ini digunakan untuk “Tuhan” (Darajat,2011:25-26) dari sini

bisa kita tarik beberapa kesimpulan yaitu: pertama, pendidikan merupakan kegiatan yang benar-benar memiliki tujuan, sasaran dan target. Kedua, pendidik yang sejati adalah Tuhan. Ketiga, pendidikan menuntut terwujudnya progam berjenjang melalui peningkatan kegiatan pendidikan dan pengajaran selaras dengan langkah-langkah yang sistematis yang membawa anak dari suatu perkembangan menuju perkembangn lainnya, dan keempat, peran seorang pendidik harus sesuai dengan tujuan Tuhan menciptakannya.

Beberapa tokoh pendidikan Islam mengemukakan beberapa pengertian tentang pendidikan Islam diantaranya yaitu:

a) Drs. Ahmad D. Marimba.

Pendidikan islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran agama Islam.

b) Drs. Usman Said. Pendidikan islam ialah segala usaha untuk terbentuknya atau membimbing/menuntun rohani dan jasmani seseorang menurut ajaran islam.

(51)

d) Dr. H. Zuhairini. Pendidikan Islam ialah suatu aktifitas atau usaha pendidikan terhadap anak didik menuju kearah terbentuknya kepribadian muslim yang Muttaqim (tagwa kepada Allah) (Ahmadi. Uhbiyati,2015:110-111).

2. Tujuan Pendidikan

Tujuan pendidikan merupakan arah bagi anak didik akan dibawa kearah mana anak didik. oleh karena itu, tujuan sebagai suatu patokan untuk dicapai, yang dilakukan pendidik dan anak didik secara bersama-sama dan dengan komitmen berbersama-sama-bersama-sama pula harus dilakukan dengan baik. Tujuan pendidikan dapat dicapai dengan menggunakan berbagai alat dan metode yang tepat. Tujuan pendidikan dari suatu bangsa adalah cita-cita hidup untuk mencapai dan menuju kepada kepribadian bangsa yang berkualitas dan berakhlak luhur. (Surya.Dkk,2010:29)

a. Tujuan Pendidikan Nasional

Tujuan itu menunjukkan ketentuan arah dari pada suatu usaha, sedangkan arah itu menunjukkan jalan yang harus dilalui. Jalan yang harus dilalui itu dimulai dari titik start dan berahir pada titik finis.

(52)

38

Dengan demikian dapatlah dikemukakan tentang dasar-dasar dari pada Tujuan Pendidikan Nasional bagi bangsa Indonesia sebagai berikut :

1. Pancasila di samping sebagai dasar negara, ia juga sebagai tujuan, yaitu cita-cita yang ingin dicapai oleh bangsa Indonesia, maka pendidikan sebagai alat pun juga berlandaskan Pancasila, agar bisa menghasilkan anak didik menjadi manusia-manusia Pancasila yang taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

2. Pada alinea ke empat disebutkan : Untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia, berdasarkan pancasila.

3. UU Pendidikan dan Pengajaran No. 12 Tahun 1954 Bab II pasal 3 yang berbunyi : Tujuan pendidikan dan pengajaran ialah membentuk manusia susila yang cakap dan warganegara yang demokratis, yang bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air. 4. TAP MPR No. II/MPR/1978

Ketetapan MPR No. II/MPR/1978 tentang P-4 (Eka Presetia

Pancakarsa) menyatakan “Dengan keyakinan akan kebenaran

(53)

Dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa, bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan karenanya manusia Indonesia percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. 5. TAP MPR No. IV/MPR/1978

Tentang Garis-garis Besar Haluan Negara mengenai pendidikan disebutkan : Pendidikan Nasional berdasarkan atas pancasila dan bertujuan untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa (Ahmadi.Uhbiyati,2015:196-197).

H. Alamsyah Ratu Prawira Negara (selaku Mentri Agama) dalam pengarahannya di depan Konferensi Pusat PGRI II tanggal 24 November 1981 di Jakarta dengan judul :

(54)

40

efektif (mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan.

Dapat disimpulkan bahwa Tujuan Pendidikan Nasional yaitu : Membangun kualitas manusia yang bertaqwa kepada tuhan Yang Maha Esa dan selalu dapat meningkatkan kebudayaan dengan-Nya sebagai warga negara yang berjiwa pancasila mempunyai semangat dan kesadaran yang tinggi, berbudi pekerti yang luhur dan berkepribadian yang kuat, cerdas, trampil, dapat mengembangkan dan menyuburkan sikap demokrasi, dapat memelihara hubungan yang baik antara sesama manusia dan dengan lingkungannya, sehat jasmani, maupun mengembangkan daya estetik, berkesanggupan untuk membangun diri dan masyarakatnya ( Ahmadi.Uhbiyati,2015 :196-198)

b. Tujuan Pendidikan Islam

Adapun menurut islam, tujuan pendidikan ialah membentuk manusia supaya sehat, cerdas, patuh dan tunduk kepada perintah Tuhan serta menjauhi laranan-larangan-Nya. Sehingga ia dapat berbahagia hidupnya lahir bati , dunia akhirat. Dan masih banyak lagi tujuan-tujuan pendidikan menurut keinginan bangsanya sendiri-sendiri. (Ahmadi.Uhbiyati,2015:99).

Adapun tujuan pendidikan Islam menurut beberapa ahli sebagai berikut :

(55)

“Pembentukan moral yang tinggi adalah tujuan-tujuan utama

dari pendidikan islam”

Sebelumnya beliau menyatakan :

“Pendidikan budi pekerti adalah jiwa dari pendidikan Islam,

dan Islam telah menyimpulkan bahwa pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam. Mencapai suatu akhlak yang sempurna adalah tujuan sebenarnya dari pendidikan. Tapi ini tidak berarti bahwa kita tidak mementingkan pendidikan jasmani atau akal atau ilmu ataupun segi-segi praktis lainnya tetapi artinya ialah bahwa kita memperhatikan segi-segi pendidikan akhlak seperti juga segi-segi lainya itu”.

b) Drs. Abd. Rahman Sholeh

Tujuan Pendidikan Agama Islam ialah memberikan bantuan kepada manusia yang belum dewasa, supaya cakap menyelesaikan tugas hidupnya yang diridhai Allah SWT. Sehingga terjalinlah kebehagiaan di dunia dan di akhirat atas kuasanya sendiri.

c) Drs. Ahmad D. Marimba

Tujuan terahir pendidikan Islam ialah terbentuknya kepribadian muslim. Dimaksud dengan kepribadian muslim menurut Drs. Ahmad D. Marimba adalah sebagai berikut :

(56)

42

jiwanya, maupun filsafat hidup dan kepercayaannya menunjukkan pengabdian kepada Tuhan, penyerahan diri kepada-Nya”.

Memang tujuan pendidikan Islam harus selaras dengan tujuan diciptakan manusia oleh Allah SWT. Yaitu menjadi hamba Allah dengan kepribadian Muttaqin yang diperintahkan oleh Allah, karena hamba yang paling mulia di sisi Allah adalah hamba yang paling taqwa.

Tujuan Allah SWT. menciptakan manusia dapat kita ketahui pada firman Allah sebagai berikut :

Artinya : “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku” (QS.Az-Zariyat:56).

(57)

Apabila tujuan pendidikan Islam hanya mendasarkan ayat tersebut saja, maka orang awam akan memahami bahwa tujuan pendidikan agama hanya ibadah saja, artinya ibadah dalam arti sempit yakni ubudiyah di masjid-masjid atau langgar-langgar, seperti

shalat, dzikir, i‟tikaf, tadarusan dan lain sebagainya. Sedangkan

ibadah dalam arti luas, yaitu menyangkut amal dunia dan akhirat. Amal dunia yang diniati ibadah juga menyangkut efeknya pada akhirat (Ahmadi.Uhbiyati,2015:113).

Islam tidak menghendaki pendidikan yang diarahkan agar anak didik kita membenamkan diri pada pekerjaan ibadah saja dalam arti sempit. Dan tidak pula islam menghendaki hanya kebaikan di dunia saja, seperti yang tercantum dalam firman Allah :



“Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, Maka berdzikirlah dengan menyebut Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu, atau (bahkan)

(58)

44

dunia", dan Tiadalah baginya kebahagiaan (yang menyenangkan) di akhirat” (QS. Al-Baqarah:200).

Jadi Islam tidak menghendaki umatnya mengesampingkan yang satu dengan meninggalkan lainnya ataupun sebaliknya.

Tujuan pendidikan Islam selain untuk menjadi abdi Allah telah disebutan di muka dengan dasar firman Allah yang menyatakan tentang tujuan diciptakannya manusia oleh Allah, juga bertujuan terbentuknya kepribadian yang muttaqin.

Allah berfirman dalam QS. Maryam ayat 63 sebagai berikut :

hamba Kami yang selalu bertakwa” (QS. Maryam :63).

Dengan ayat tersebut maka ketaqwaan harus menjadi tujuan pendidikan Islam.

Pengertian taqwa adalah melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Allah dan menjauhi apa yang dilarang oleh Allah.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah terbentuknya anak didik menjadi hamba Allah yang taqwa dan bertanggung jawab melaksanakan pekerjaan duniawi dan ukhrowi (Ahmadi.Uhbiyati,2015:115).

B.Pendidikan menurut Syaikh Musthafa al-Ghalayaini dalam kitab ‘Idhotun

Nasyiin

(59)

a. Pengertian Pendidikan dalam Kitab ‘Idhotun Nasyiin

Pembahasan mengenai masalah pendidikan menjadi sangat penting karena pendidikan menuntun manusia untuk meraih suatu kehidupan yang jauh lebih baik. Pendidikan sangat dibutuhkan manusia untuk membantu pengembangan dirinya. Karena tanpa pendidikan manusia tidak akan mencapai semua yang akan diharapkan. Dengan demikian, pendidikan menjadi sangat penting bagi setiap manusia karena pendidikan dan manusia merupakan suatu kesatuan yang utuh yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.

Mengenai materi pendidikan al-Ghalayaini berpendapat bahwa

Al-Qur‟an beserta kandungannya adalah merupakan ilmu pengetahuan.

Isinya sangat bermanfaat bagi kehidupan, membersihkan jiwa memperindah akhlak, dan mendekatkan diri pada Allah SWT (Nizar,2002:90). Ini berarti materi pendidikan adalah semua yang terkandung dalam Al-Qur‟an antara lain materi keimanan, akhlak dan kemasyarakatan.

(60)

46

hal-hal yang baik, maka dia akan tumbuh menjadi pribadi yang baik pula, begitu juga sebaliknya (Al-Ghalayaini,t.t:299).

Jelas bahwa keluarga itu merupakan ajang pertama dimana sifat-sifat kepribadian akan bertumbuh dan terbentuk. Seseorang akan menjadi warga masyarakat yang baik sangat tergantung pada sifat-sifat yang tumbuh dalam kehidupan keluarga dimana anak dibesarkan. Kelak kehidupan anak tersebut juga mempengaruhi masyarakat sekitarnya sehingga pendidikan keluarga itu merupakan dasar terpenting untuk kehidupan anak (Ahmadi.Uhbiyati,2015:118)

Al-Ghalayaini mengatakan dalam kitabnya ‘Idhotun Nasyiin bahwasanya:

“sesungguhnya anak itu akan menjadi orang dimasa mendatang, apabila anak dibiasakan berakhlak yang baik, yang dapat meninggikan derajat mereka dan berhasil mempelajari ilmu-ilmu yang bermanfaat untuk dirinya dan bermanfaat untuk negara, maka anak-anak itu berarti menjadi dasar yang kokoh bagi kebangkitan umat” (Al-Ghalayaini,t.t:297)

(61)

Pembentukan kebiasaan yang demikian ini menunjukkan bahwa keluarga berperan penting, karena kebiasaan dari kecil itu akan diperbuatnya di masa dewasa tanpa rasa berat.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan menurut Syaikh Musthafa al-Ghalayaini adalah :

ُ َيِبْزهَّ َ

usaha dan tenaganya sendiri. Semuanya itu tidak cukup ditanamkan saja, tetapi bagaikan benih yang ditancapkan di dalam bumi, perlu sekali diberi siraman dengan air, sedangkan menanamkan sesuatu dalam jiwa anak-anak yang berupa akhlak dan budi pekerti itu, bahan penyiramnya ialah memberikan petunjuk yang benar dan nasihat yang berguna, sehingga didikan-didikan yang mereka terima itu tidak hanya mengembang, semacam gabus di atas air, tetapi betul-betul menjadi malakah yakni hal-hal yang meresap kalbu dan jiwa secara mendalam skali. Manakala sudah menjadi malakah, maka buahnyapun akan tampak di luar, yaitu berupa amal perbutan yang utama, kebaikan, kegemaran, bekerja untuk kepentingan tanah, Negara dan bangsa (Al-ghalayaini,t.t: 315).

Jadi pendidikan merupakan suatu keharusan bagi manusia, yang berlangsung sepanjang hayat karena dengan pendidikan dapat memperoleh ilmu pengetahuan mengenai hal baik dan buruk, yang akan diterapkan melalui perilaku kesehariannya, keputusan setiap bertindak, dan berinteraksi dengan masyarakat.

(62)

48

Syaikh Musthafa al-Ghalayaini dengan pemikiranya dalam kitab

„Idhotun Nasyiin menekankan pada akhlak, etika dan kemasyarakatan.

Kitab ini berisi bimbingan untuk generasi muda muslim, agar menjadi individu-individu yang bersih dari sifat-sifat yang tidak terpuji, berakhlak mulia, dan mengerti, sebagaimana ia bersikap, menghadapi segala peristiwa yang dialami bangsanya.

Anak-anak didik yang masih kecil sekarang ini kelak dimasa mendatang akan menjadi pemimpin-pemimpin. Apa bila mereka membiasakan diri dengan akhlak yang baik yang dapat meninggikan derajat mereka dan berhasil mempelajari ilmu-ilmu yang bermanfaat untuk dirinya dan bermanfaat untuk negara, maka anak-anak itu berarti menjadi dasar yang kokoh bagi kebangkitan umat. Sebagaimana keterangannya Syaikh al-Ghalayaini : keberanian, maju, kedermawanan, kesabaran, ikhlas dalam beramal, mementingkan kemaslahatan umum di atas kepentingan pribadi, kemuliaan jiwa, harga diri, keberanian yang beradab, pemahaman agama yang bersih dari khurafat, peradaban yang bersih dari kerusakan, kebebasan berbicara dan bertindak yang baik dan cinta tanah air. (Al-Ghalayaini,t.t:300).

(63)

a. Keberanian

Dasar utama keberhasilan berbagai pekerjaan itu terletak pada diri pelaksanaan itu sendiri, yaitu rendahnya dalam jiwa pelaksana terdapat keberanian yang mendorongnya terus bekerja. Dia tidak akan mundur setelah berhasil mendapatkan sesuatu yang dicita-citakan.

Para pekerja (pejuang) tidak mungkin berhasil tanpa sifat atau perangai yang mulia ini. Keberanian dapat membuat orang yang memiliki sifat menguasai berbagai persoalan penting dan segala kesulitan dapat teratasi.

Menurut Syaikh Musthafa al-Ghalayaini dalam kitab ‘Idhotun

Nasyiin, mengatakan bahwa “keberanian adalah garis yang

menengahi antara dua sifat yang tidak terpuji, yaitu antara sifat

pengecut dan an sikap kecerobohan. Di dalam sifat pengecut terdapat keteledoran dan di dalam sikap ceroboh terdapat pengawuran, sedangkan dalam sifat berani ada keselamatan” (Al-Ghalayaini,t.t:37).

Maka dari itu sifat berani dapat menyelamatkan umat dari bahaya dan juga keberanian adalah benteng yang kukuh dan tempat berlindung yang paling aman (Al-Ghalayaini,t.t:38)

b. Dermawan

(64)

50

dermawan akan berusaha keras mendapatkan harta, namun tidak akan mencintai kekayaan secara berlebihan. Orang yang dermawan menginginkan kekayaan untuk berbagi dengan yang lainya, karna di dunia ini kita tidak sendiri kita pasti membutuhkan kehadiran orang lain juga untuk membantu kita, begitu juga sebaliknya. Intinya kita sebagai manusia saling membutuhkan satu sama lain.

Harta kekayaa itu hanyalah suatu perantara untuk dapat hidup perkecukupan, digunakan untuk membantu meringankan beban penderitaan orang-orang yang tidak mampu. Maka dari itu sifat kikir dan bakhil harus dibuang jauh-jauh dari relung kehidupan kita, karena sifat kikir dan bakhil pada akhirnya akan menghalangi untuk bisa hidup senang dan tentram dan juga akan menggiring seseorang pada kesengsaraan. dalam al-Qur‟an Allah SWT mengingatkan dalam firmannya yang berbunyi :

“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal” (QS.Al-Isra‟:29).

(65)

hal, inilah yang menyebabkan kita terhindar dari bencana. Menjadi manusia yang berakal, hendaklah memberikan nafkah kepada keluarga yang menjadi tanggung jawabnya, juga orang-orang yang membutuhkan pertolongan dan bantuan, demikian pula untuk usaha sosial lainnya, yang jelas akan membawa kemanfaatan dan keuntungan di seluruh lapisan masyarakat.

Sebagai nasehat terhirnya Syaikh Musthafa al-Ghalayaini memberikan nasihat bahwa sudah seharusnya kita berpegang teguh dengan sifat kedermawanna itu. Sebagaimana penjelasannya beliau sebagai berikut :

orang-orang tersebut. tirulah jejak orang-orang dermawan yang mulia, sebab jejak para dermawan itu adalah jalan yang jelas dan lurus. sesungguhnya kedermawanan itu adalah sikap sedang dalam membelanjakan harta. Disitulah tempat tumpukan permohonan bantuan, itulah sifat yang diidam-idamkan setiap orang dan medan amal orang-orang mulia”.

c. Kesabaran

(66)

52

Musthafa al-Ghalayaini memberikan pengertian bahwa dalam jiwa yang berakal tertanam rasa ketenangan dan didalamnya telah meresap cara apa yang hendak dilakukan dengan teratur. Sebab setiap akan melakukan sesuatu perbuatan selalu dipikirkan secara matang serta dilakukannya dengan kesabaran dan tabah hati yang dalam.

Adapun jiwa orang-orang bodoh itu selalu bingung setiap kali menghadapi kesulitan, meskipun itu sangat kecil. sebab ia telah berkeyakinan, bahwa dirinya tidak sanggup menghadapinya, ia sudah merasa kalah sebelum berusaha. dengan keyakinan tersebut tentu saja semua rintangan tidak akan menyingkir dan semakin lama kesulitan akan menjadi bertumpuk-tumpuk. Itu dikarenakan didalam jiwa tidak memiliki sifat kesabaran dan ketabahan.

Al-Ghalayaini dalam memberikan nasehat kepada generasi muda “Allah SWT pasti akan memberikan pahala yang setimpal terhadap umat yang berjiwa sabar dan tabah untuk memberikan didikan pada jiwanya, didikan yang diridhai oleh-Nya, juga akan mengangkat mereka ke derajat yang dapat dicapai oleh manusia yang

telah memperoleh petunjuk-Nya, serta menjauhkan mereka dari lembah ketidak tentuan, jurang kebingungan, sehingga tidak dapat membedakan antara kabaikan dan keburukan” (Al-Ghalayaini,t.t:7) d. Keikhlasan

(67)

ُؽ َلَْخِلإْ ُهُ ْوُر مٌمْظِج ُلَ َعْ َ

Artinya yaitu : “Amal perbuatan itu ibarat jasad, sedangkan rohnya berupa ikhlas”.

Maksudnya ialah al-Ghalayaini menggambarkan amal perbuatan kita seperti tubuh, maka yang merupakan roh atau jiwa dalam tubuh itu adalah keikhlasan hati. Sebuah tubuh apabila telah ditinggalkan oleh rohnya, sedangkan kita tahu bahwa roh itulah yang menyebabkan hidupnya dan berharga bagi orang lain, bahkan itulah sendi atau serta pengatur hidupnya. maka jelaslah tubuh itu hanya sebuah mayat atau sepotong bangkai yang tidak berarti sama sekali.

Betapa sering kita melihat kaum yang berjuang, tetapi kita belum melihat kesan baik (manfaat) dari usaha pejuang mereka, bahkan sebagian besar mereka gagal, tidak dapat mencapai apa yang mereka cita-citakan. karena kebanyakan manusia berusaha dan berbuat sesuatu karena ingin memperoleh keuntungan yang berlipat ganda demi dirinya dan keluarga. Syaikh Musthafa al-Ghalayaini menganggap bahwa hal ini merupakan tindakan yang tidak mulia, bukan keutamaan bahkan bukan pula sesuatu yang patut dibanggakan karena jiwa yang mulia adalah jiwa yang ikhlas dalam berjuang.

sebagaimana penjelasannya beliau yaitu :

(68)

54

e. Kemuliaan Jiwa

Kemulian jiwa merupakan hal yang sangat penting bagi para generasi muda, kemuliaan seseorang itu tergantung pada kemuliaan umatnya, kelangsungan hidup seseorang itupun terletak dalam kehidupan umat yang dapat merasakan kenikmatan lahiriyah dan batiniyah, bukan terletak pada harta yang melimpah, kekuasaan maupu kekuatan.

Kemuliaan yang sebenarnya itu selalu berhubungan erat dengan kejayaan yang dapat dirasakan. ke dua hal tersebut yaitu kemuliaan dan kejayaan itu hanya dapat dimiliki oleh orang atau bangsa yang hatinya penuh dengan keperwiraan, penuh perikemanusiaan, cukup mempunyai keberanian yang bukan dibuat-buat, suci dalam pemikiran, berbuat jujur serta menjauhi penyelewengan yang melanggar hukum agama dan negara. Disinilah letak kemuliaan dan kejayaan sejati.

Referensi

Dokumen terkait

Bismillahirrahmanirrahim ... Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan manusia dengan sangat sempurna dan memberikan ilmu pengetahuan lebih dari makhluk lain. Syukur

Akhlak dalam hubungan horisontal merupakan perwujudan dari baik-buruknya dalam hubungan vertikal (akhlak terhadap Allah). Metode pendidikan akhlak yang telah

Bekerja dilakukan dengan semangat jihad, menempatkan tujuan utama bekerja bukan berupa materi, melainkan sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt;

Ibnul Qayyim menerangkan disebut qalbun salim karena sifat bersih dan sehat telah menyatu dengan hati. Hati bersih yang dimaksut adalah bersih dari syubhat, bersih dalam

Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa : (1) konsep pendidikan karakter yang terdapat dalam Al- Qur‟an surat Luqman ayat 12-19 hasil telaah kitab tafsir

Oleh karena itu, strategi beliau bisa relevan di zaman sekarang dengan cara mampu berinovasi, kreatif dan mentransformasikan nilai-nilai Islam dari karya dan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai-nilai pendidikan akhlak dalam surat al- An‟am ayat 151 -153 terdapat akhlak yang baik dan buruk, diantaranya: tidak berbuat

Analisis Konsep Pendidikan Akhlak Menurut Sayyid Muhammad Al- Maliki Dalam Kitab At-Tahliyah Wat Targhib Fi Al Tarbiyah Wa Al Tahdzib. Konsep pendidikan akhlak