• Tidak ada hasil yang ditemukan

NILAI-NILAI PENDIDIKAN KEPEMIMPINAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM (ANALISIS KITAB I’DHOTUN NASYIIN KARANGAN SYEIKH MUSTHAFA AL-GHALAYAINI) SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "NILAI-NILAI PENDIDIKAN KEPEMIMPINAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM (ANALISIS KITAB I’DHOTUN NASYIIN KARANGAN SYEIKH MUSTHAFA AL-GHALAYAINI) SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan"

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

NILAI-NILAI PENDIDIKAN KEPEMIMPINAN

DALAM PERSPEKTIF ISLAM (ANALISIS KITAB

I’DHOTUN NASYIIN KARANGAN SYEIKH

MUSTHAFA AL-GHALAYAINI)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan

Oleh:

Khikmatul Latifah

111-12-238

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

(2)
(3)

NILAI-NILAI PENDIDIKAN KEPEMIMPINAN

DALAM PERSPEKTIF ISLAM (ANALISIS KITAB

I’DHOTUN NASYIIN KARANGAN SYEIKH

MUSTHAFA AL-GHALAYAINI)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan

Oleh:

Khikmatul Latifah

111-12-238

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

(4)
(5)
(6)
(7)

MOTTO

Suatu bangsa takkan hidup baik tanpa pemimpin,

Dan tidak ada guna pemimpin, jika orang-orang bodoh tampil menjadi pemimpin.

Rumah takkan bisa berdiri tegak tanpa pilar,

Dan tiada pilar yang berdiri tanpa dasar,

Jika lengkap dasar dan pilar-pilar,

Maka suatu saat rakyat itu sampai pada apa yang diharap.

(8)

PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirobbil‟alamin dengan rahmat dan hidayah Allah SWT skripsi ini telah selesai. Skripsi ini saya persembahkan kepada:

1. Kedua orangtua saya, Bapak Muhklasin dan Ibu Sumtini yang senantiasa memberikan nasihat dan telah mendidik saya dari kecil sampai menikmati kuliah S1 di IAIN Salatiga ini, serta tidak lelah mendoakan tanpa henti untuk menjadi pribadi yang lebih baik dari hari ke hari.

2. Saudara-saudaraku tersayang, Ambarwati, Zahid Fatkhurrohman, dan Uslum Mufidatul Laila yang selalu mendoakan dan memberikan semangat sehingga skripsi ini bisa penulis selesaikan.

3. Sahabat-sahabatku dan seluruh keluarga besar PP Nurul Asna tercinta yang aku banggakan.

4. Bapak Mufiq, S.Ag., M.Phil. yang selalu membimbing dan memotivasi penulis.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadiran Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, dan hidayahnya, sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang merupakan tugas dan syarat yang wajib dipenuhi guna memperoleh gelar kesarjanaan pendidikan Agama Islam IAIN Salatiga.

Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi muhammad SAW. yang telah membawa risalah Islam yang penuh dengan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu-ilmu keislaman, sehingga dapat menjadi bekal hidup kita di dunia dan di akhirat kelak.

Suatu kebanggaan tersendiri, jika tugas dapat terselesaikan dengan sebaik-baiknya. Bagi penulis, penyusunan skripsi ini merupakan tugas yang tidak ringan. Penulis banyak hambatan yang menghadang dalam proses penyususnan skripsi ini, dikarenakan keterbatasan kemampuan penulis sendiri. Kalaupun akhirnya skripsi dapat terselesaikan,tentunya karena beberapa pihak yang membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya, khususnya kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku rektor IAIN Salatiga

2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan 3. Ibu Rukhayati, M.Ag. selaku Ketua Jurusan PAI

(10)

meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.

5. Bapak dan Ibuku tercinta yang telah mencurahkan kasih sayang, do’a dan

dukungan demi keberhasilan penulis.

6. Kakak-kakak dan adik tersayang yang selalu mendukung dan mendoakan. 7. Teman seperjuangan, PAI 2012, yang selama ini telah berjuang bersama. 8. Sahabat-sahabat tercinta dan teman-teman yang tidak bisa disebut satu

persatu.

9. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Atas jasa mereka, penulis hanya dapat memohon doa semoga amal mereka mendapat balasan yang lebih baik serta mendapat kesuksesan baik di dunia maupun di akhirat.

Penulisan dalam hal ini juga mengharap kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk menyempurnakan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pembanca pada umumnya.

Salatiga, 14 September 2016

Penulis

(11)

ABSTRAK

Latifah, Khikmatul. 2016. “Nilai-nilai Pendidikan Kepemimpinan Perspektif Islam (Analisis Kitab I‟dhotun Nasyiin Karangan Syeikh Musthafa Al- Ghalayaini)”. Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Mufiq, S.Ag., M.Phil.

Kata kunci: Nilai, Pendidikan Kepemimpinan, Kitab I’dhotun Nasyiin

Pada hakikatnya, semua manusia adalah pemimpin, namun kebanyakan dari mereka melupakan atau tidak tahu menahu atas apa yang menjadi tanggung jawabnya menjadi seorang pemimpin. Wewenang dan kekuasaan yang diberikan kepada seorang pemimpin tidak ringan di mata Allah, seringkali godaan setan dengan iming-iming keuntungan dunia telah memalingkan motivasi para pemimpin dari tujuan bersama. Banyak pemimpin yang hadir dengan tanpa mencerminkan sosok pemimpin yang seharusnya, terlihat adanya pemimpin-pemimpin yang jauh dari harapan rakyat, tidak peduli dengan nasib rakyat bawah, dan hampir tidak pernah berpikir untuk melayani masyarakat. Selama ini banyak sekali pemahaman yang keliru tentang arti kepemimpinan, pada umumnya orang melihat pemimpin sebagai sebuah kedudukan atau posisi semata. Akibatnya banyak orang yang mengejar untuk menjadi seorang pemimpin dengan menghalalkan banyak cara dalam mencapai tujuan tersebut.

Sehubungan dengan itu dilakukan penelitian dalam kitab I’dhotun Nasyiin

dengan rumusan masalah (1) Bagaimanakah Biografi Syeikh Musthafa

Al-Ghalayaini dan sistematika kitab I’dhotun Nasyiin?, (2) Bagaimanakah nilai-nilai

pendidikan kepemimpinan yang diajarkan dalam kitab I’dhotun Nasyiin?, (3)

Bagaimanakah relevansi nilai-nilai pendidikan kepemimpinan dalam kitab

I’dhotun Nasyiin dengan konteks kepemimpinan masa kini?. Jenis penelitian ini

adalah penelitian kepustakaan (Library Research). Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data atau bahan-bahan yang berkaitan dengan tema pembahasan dan permasalahan, yang diambil dari sumber-sumber kepustakaan.

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat kami simpulkan bahwa: (1) Syeikh Musthafa Al Ghalayaini adalah pengarang kitab I’dhotun Nasyiin, Beliau merupakan seorang sastrawan Arab, penyair, orator, politikus dan jurnalis.(2) Nilai-nilai kepemimpinan yang dapat diambil dalam kitab I’dhotun Nasyiin antara lain: (a) pemimpin harus rendah hati dan sederhana (b) pemimpin harus mempunyai sikap suka menolong (c) pemimpin harus sabar dan menjaga kestabilan emosi (d) pemimpin harus percaya pada diri sendiri (e) pemimpin harus bersikap jujur, adil dan dapat dipercaya, (3) Nilai-nilai pendidikan kepemimpinan

yang terkandung dalam kitab I’dhotun Nasyiin sangat relevan dengan konteks

(12)

DAFTAR ISI

SAMPUL ... i

LEMBAR BERLOGO ... ii

HALAMAN JUDUL ... iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

PENGESAHAN KELULUSAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... vi

MOTTO ... vii

PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

ABSTRAK ... xi

DAFTAR ISI ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

(13)

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Kegunaan Penelitian ... 9

E. Metode Penelitian ... 11

F. Penjelasan Istilah ... 14

G. Sistematika Penelitian ... 19

BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep Kepemimpinan... 21

1. Pengertian Kepemimpinan ... 21

2. ... Kepe mimpinan Perspektif Islam... 24

3. ... Sifat-sifat Pemimpin... 28

4. ... Fung si Kepemimpinan... 38

B. Pemikiran Syeikh Musthafa Al Ghalayaini tentang Nilai-Nilai Pendidikan Kepemimpinan dalam Kitab I’dhotun Nasyiin ... 41

(14)

2. ... Syara

t-Syarat Kepemimpinan dalam kitab I’dhotun Nasyiin... 46

3. ... Tipol ogi Kepemimpinan dalam kitab I’dhotun Nasyiin ... 48

4. ... Nilai Pendidikan Kepemimpinan dalam Kitab I’dhotun Nasyin ... 51

BAB III BIOGRAFI SYEIKH MUSTHAFA AL GHALAYAINI A. Latar Belakang Penulisan Kitab I’dhotun Nasyiin ... 61

B. Sistematika Penulisan Kitab I’dhotun Nasyiin ... 62

C. Biografi Syeikh Musthafa Al-Ghalayaini dan Sosio-Kulturnya ... 64

D. Karya-Karyanya ... 68

E. Corak Umum Pemikiran Syeikh Musthafa Al-Ghalayaini ... 69

F. Sinopsis Kitab I’dhotun Nasyiin ... 73

BAB IV RELEVANSI NILAI-NILAI KEPEMIMPINAN A. Analisis Nilai-nilai Pendidikan Kepemimpinan ... 77

(15)

a) ... Relev

ansi Materi pendidikan Kepemimpinan ... 85

b) ... Relev

ansi Metode Pendidikan Kepemimpinan ... 87

c) ... Relev

ansi Tujuan Pendidikan Kepemimpinan ... 91

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 94

B. Saran-saran ... 96

C. Kata Penutup ... 96

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam adalah agama yang sempurna. Seluruh ajarannya bersumber dari wahyu Ilahi yang tidak akan bisa berubah-ubah sampai kapanpun. Allah SWT telah memberikan aturan-aturan dengan rinci. Dengan aturan-aturan itu, seluruh problem makhluk-Nya dalam situasi dan kondisi apapun dapat diselesaikan dengan memuaskan tanpa ada satupun yang yang dirugikan. Aturan-aturan Islam senantiasa memuaskan akal dan sesuai dengan fitrah manusia, sebab Islam lahir dari Dzat yang menciptakan manusia. Dia Maha Tahu atas hakikat makhluk yang diciptakan-Nya.

(17)

Hadirnya manusia di muka bumi ini bukan atas kehendak dan kemauan sendiri, tetapi manusia diciptakan atas kehendak dan kekuasaan yang Maha Pencipta. Menurut Joko Suharto bin Matsnawi (2007:22) Diciptakannya manusia bukan tanpa maksud, tetapi sebagaimana firman

Allah SWT, bahwa “Dijadikan manusia adalah untuk menjadi khalifah atau

penguasa di muka bumi”. Amanat mengemban misi suci ini disebutkan

dalam surat al Ahzab ayat 72:

Artinya: “Sesungguhnya kami Telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh”. (QS. Al Ahzab:72)

Amanat tersebut telah pernah ditawarkan Tuhan kepada langit, bumi dan gunung-gunung, tapi semuanya enggan untuk memikulnya karena khawatir akan mengkhianatinya. Manusialah yang suka rela menerima untuk mengemban amanat tersebut (Musbikin, 2005:79).

(18)

Allah SWT ini, manusia mempunyai kemampuan untuk memimpin, memelihara, dan membangun kehidupan di dunia (Musbikin, 2005:22).

Islam sebagai rahmat bagi seluruh manusia, telah meletakkan persoalan pemimpin dan kepemimpinan sebagai salah satu persoalan pokok dalam ajarannya. Beberapa pedoman atau panduan telah digariskan untuk melahirkan kepemimpinan yang diridhai Allah SWT, yang membawa kemaslahatan, menyelamatkan manusia di dunia dan di akhirat kelak.

Pemimpin yang dicintai dan dipercaya serta diikuti oleh para pengikutnya adalah pemimpin yang memiliki kemampuan untuk memecahkan persoalan mereka. Ini dapat berupa masalah personal, publik, atau masalah yang berhubungan dengan kehidupan pribadi seseorang, komunitas sosial, persoalan ekonomi dan politik.

Maju mundurnya kelompok atau organisasi itu sangat tergantung oleh pemimpinnya. Seseorang pemimpin akan dikatakan berhasil jika dalam melakukan proses kepemimpinannya itu, ia mempunyai visi dan misi yang jelas. Sehingga dalam melakukan proses kepemimpinannya itu akan sesuai dengan arah yang sudah direncanakan.

(19)

suatu kelompok katakanlah organisasi, bila tidak mempunyai tujuan sama saja dengan membubarkan organsasi tersebut. Hal terebut bahkan berlangsung sampai kedalam tataran Negara. Dan hanya pemimpinlah yang mampu mengatur dan mengarahkan semua itu. Dan sejarah teori kepemimpinan menjelaskan bahwa kepemimpinan yang dicontohkan Islam adalah model terbaik. Model kepemimpinan yang disebut sebagai Prophetic leadership yang contoh nyatanya adalah orang teragung sepanjang sejarah kemanusiaan yaitu Rasullullah SAW.

Pentingnya pemimpin dan kepemimpinan ini perlu dipahami dan dihayati oleh setiap umat Islam di negeri yang mayoritas warganya beragama Islam ini. Pada prinsipnya menurut Islam setiap orang adalah pemimpin, Ini sejalan dengan fungsi dan peran manusia di muka bumi sebagai khalifatullah, yang diberi tugas untuk senantiasa mengabdi dan beribadah kepada-Nya.

Setiap manusia adalah pemimpin, namum kebanyakan dari mereka melupakan atau tidak menahu atas apa yang menjadi tanggungjawabnya sebagai seorang pemimpin, sehingga para penganutnya tidak terurusi. Manusia seperti itu telah lalai di dalam hidupnya dan kelak akan dimintai pertanggung jawaban atas segala perbuatan yang telah mereka lakukan. Pernyataan tersebut berkaitan dengan hadits nabi yang berbunyi:

يبل ٞش٘ضٌا ٓع ظٔٛ٠ بٔشبخأ يبل الله ذبع بٔشبخأ يبل ذّسِ ٓب ششب بٕثذز

(20)

ٍُع ٚ ٗ١ٍع الله

Artinya:“Telah menceritakan kepada kami Bisyr ibn Muhammad, dia berkata : “Telah mengabarkan kepada kami „Abdullah”, dia berkata :

“Telah mengabarkan kepada kami Yunus dari Zuhriy”, dia berkata : “Telah mengabarkan kepada kami Salim ibn „Abdillah dari Ibn Umar r.a” Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda : “Kalian adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Penguasa adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Suami adalah pemimpin keluarganya, dan akan dimintai pertanggungjawaan atas kepemimpinannya. Istri adalah pemimpin di

rumah suaminya, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas

kepemimpinannya. Pelayan adalah pemimpin dalam mengolah harta

tuannya, dan akan dimintai pertanggungjawaban tentang

kepemimpinannya. Oleh karena itu kalian sebagai pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.”HR. Bukhari (Albani, 2006:357).

Di dalam konsep Islam, seorang pemimpin menempati kedudukan yang sangat fundamental. Ia menempati posisi tertinggi dalam bangunan

masyarakat Islam. Dalam kehidupan berjama’ah, pemimpin ibarat kepala

(21)

seperti dalam QS. Al-Baqarah ayat 207: “Dan diantara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah dan Allah

Maha Penyayang kepada hamba-hamba-Nya” (Al-Baqarah:207).

Sebenarnya pemimpin yang harus diteladani adalah Rasulullah , karena semua yang beliau lakukan adalah berasal dari al-Qur’an. Beliau mendidik umatnya agar menjadi pemimpin yang berakhlak seperti apa yang beliau ajarkan kepada umatnya yaitu mengikuti al-Qur’an dan as-Sunnah. Nabi Muhammad mempunyai semua kualitas kepemimpinan yang diperlukan untuk keberhasilannya dalam segala aspek kehidupan. Akan tetapi yang lebih penting lagi adalah beliau mampu memimpin umatnya menuju keberhasilan di segala bidang. Beliau adalah sumber yang mengalirkan semua perkembangan selanjutnya yang berhubungan dengan komando, kenegaraan, agama, perkembangan spiritual dan sebagainya di seluruh dunia muslim. Beliaulah kiblat dari semua pendidik sekaligus pemimpin bagi umat Islam di dunia ini (Gulen, 2002:290).

(22)

Saat ini banyak sekali pemimpin-pemimpin yang muslim bahkan tidak sedikit yang menggunakan Islam sebagai identitas khasnya, tetapi malah menjadi petualang politik yang tidak berakhlak. Bahkan tidak sedikit pemimpin kita yang tampil ke tengah-tengah masyarakat dengan slogan memperjuangkan Islam dan kaum muslimin, namun nyatanya bertindak korupsi dan memalukan umat Islam sendiri di tengah-tengah publik.

Banyak pemimpin yang pada awalnya bertekad untuk selalu berbuat adil. Keadilan ditegakkan tidak pandang bulu, jika ada yang melakukan kesalahan, siapapun orang tersebut akan diproses dan diadili sesuai dengan hukum yang berlaku. Hal itu disosialisasikan misalnya pada saat masa kampanye politik. Pada awal masa pemerintahannya, boleh jadi masih terlihat ketegasan dalam menjalankan sifat keadilan. Namun, lambat laun, seiring dengan waktu, tekad itupun sirna sedikit demi sedikit, lalu tampaklah sifat otoriternya. Sikapnya sudah melampaui batas. Manusia menjadi angkuh dan semena-mena atas kekuasaan yang dipegangnya. Pantaslah jika Allah mengkritik sifat tersebut dengan firman-Nya:

(23)

Sudah lama umat Islam yang merupakan mayoritas penduduk di Indonesia mendambakan pemimpin Islami dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Kepemimpinan Islami di sini adalah sikap kepemimpinan yang berasaskan norma-norma Islam seperti halnya bersikap adil, amanah, tabligh dan lain sebagainya. Meskipun di Indonesia ini kaum muslimin merupakan mayoritas, namun sikap Islami dalam kepemimpinan belumlah tampak dalam kehidupan sehari-hari sehingga kita dapat dengan mudah melihat tampilannya pemimpin muslimin yang tidak amanah, bahkan

terseret dalam pola politik “menghalalkan segara cara” (Zaenudin, 2002:7).

Berdasarkan fenomena di atas maka penulis terdorong mengkaji lebih lanjut tentang “NILAI-NILAI PENDIDIKAN KEPEMIMPINAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM (ANALISIS KITAB I’DHOTUN NASYIIN KARANGAN SYEIKH MUSTHAFA AL-GHALAYAINI)”.

B. Rumusan Masalah

Mengacu pada uraian di atas, maka permasalahan yang akan dibahas sebagai berikut:

1. Bagaimanakah Biografi Syeikh Musthafa Al-Ghalayaini dan sistematika

kitab I’dhotun Nasyiin?

2. Bagaimanakah nilai-nilai pendidikan kepemimpinan yang diajarkan

(24)

3. Bagaimanakah relevansi nilai-nilai pendidikan kepemimpinan dalam

kitab I’dhotun Nasyiin dengan konteks kepemimpinan masa kini?

C. Tujuan Penelitian

Berangkat dari latar belakang masalah dan rumusan masalah di atas, maka dapat ditetapkan beberapa tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui Biografi Syeikh Musthafa Al-Ghalayaini dan

sistematika kitab I’dhotun Nasyiin.

2. Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan kepemimpinan dalam

perspektif Islam yang diajarkan dalam kitab I’dhotun Nasyiin.

3. Untuk mengetahui relevansi nilai-nilai pendidikan kepemimpinan

dalam kitab I’dhotun Nasyiin dengan konteks kepemimpinan masa kini.

D. Kegunaan Penelitian

Adapun penelitian atau pembahasan terhadap masalah tersebut di atas mempunyai maksud agar berguna sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis

a. Memberikan sumbangan pemikiran ilmu tentang pendidikan kepemimpinan, terutama mengenai nilai-nilai pendidikan kepemimpinan dalam perspektif Islam yang diajarkan dalam kitab

I’dhotun Nasyiin.

(25)

pembahasannya berguna menambah literatur atau bacaan tentang nilai-nilai pendidikan kepemimpinan dalam perspektif Islam dalam

kitab I’dhotun Nasyiin.

c. Penelitian ini semoga dapat memberikan kontribusi positif bagi masyarakat sebagai calon pemimpin khususnya

d. penulis untuk mengetahui dan mendalami nilai-nilai pendidikan kepemimpinan dalam perspektif Islam yang diajarkan dalam kitab

I’dhotun Nasyiin. Dengan ini diharapkan dapat memperluas

kepustakaan yang dapat menjadi reverensi penelitan-penelitian setelahnya.

2.Manfaat Praktis

Memberikan kontribusi positif untuk dijadikan pertimbangan berfikir dan bertindak. Secara khusus penelitian ini dapat dipergunakan sebagai berikut:

a. Dapat menjadi inspirasi bagi calon pemimpin dalam mensosialisasikan nilai-nilai kepemimpinan di masyarakat sesuai dengan aturan ajaran agama Islam.

b. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan acuan khususnya bagi para calon pemimpin agar dapat mengaplikasikan nilai-nilai kepemimpinan Islam dalam kehidupan sehari-hari.

(26)

E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini tergolong penelitian pustaka (library research), karena semua yang digali adalah bersumber dari pustaka. Penulis mengacu pada pendapat M. Arifin (1990:135) yang menyebutkan bahwa penelitian literatur dimaksudkan sebagai studi kepustakaan, karena penulis meneliti dan menggali datanya dari bahan-bahan tertulis. Di mana data-data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah berbagai tulisan yang temanya sama dengan judul yang diangkat. Dengan mengumpulkan data-data yang diperlukan, baik yang primer maupun yang sekunder, dicari dari sumber-sumber kepustakaan (seperti buku, majalah, artikel dan jurnal) (Kuswaya, 2011:11).

Berkaitan dengan jenis penelitian literatur, pengumpulan data pada penulisan ini, penulis menggunakan metode studi kepustakaan dari buku-buku yang berkaitan langsung dengan pokok permasalahan dimulai dengan mengumpulkan kepustakaan, pertama-tama dicari segala buku yang ada mengenai tokoh dan topik yang bersangkutan (Bakker, 1990:63).

2. Sumber Data

(27)

a. Sumber data primer

Sumber data primer adalah sumber data utama yang akan dikaji dalam permasalahan. Karena sifat dan penelitian literatur, maka datanya bersumber dari literature. Adapun yang menjadi

sumber data primer adalah kitab I’dhotun Nasyiin dan Terjemah

I’dhotun Nasyiin.

b. Sumber data sekunder

Data sekunder yang diambil dalam penelitian ini yaitu data yang mengandung dan melengkapi sumber-sumber data primer. Adapun sumber data sekunder berupa buku-buku kepemimpinan, internet, dan informasi lainnya yang berhubungan dengan judul skripsi ini.

3. Metode Pengumpulan Data

(28)

4. Metode Analisis Data

Objek penelitian ini adalah buku-buku atau literatur yang termasuk dalam kategori penelitian kepustakaan sebagai datanya. Metode penulisan data yang digunakan penulis dalam penyusunan skripsi ini adalah:

a. Deduktif

Metode yang digunakan untuk menjelaskan nilai pendidikan kepemimpinan adalah metode deduktif sesuai dengan yang telah dicanangkan pemerintah yaitu tentang kepemimpinan. Yang dimaksud metode deduktif adalah metode berfikir yang didasarkan pada pengetahuan umum dimana kita hendak menilai suatu kejadian yang khusus (Hadi, 1990:42).

b. Induktif

(29)

F. Penegasan Istilah

Untuk menghindari kesalahan dan kekeliruan tehadap judul penelitian ini, maka penulis perlu untuk menjelaskan istilah-istilah yang terdapat dalam judul ini antara lain:

1. Nilai Pendidikan

Nilai dalam bahasa Inggris value yang berarti quality of being useful or desirable (Hornby, 1974:950) dan dalam bahasa Latin valere yang berarti berguna, mampu akan, berdaya, berlaku dan kuat. Nilai adalah sesuatu yang dipandang baik, disukai, dan paling benar menurut keyakinan seseorang atau kelompok orang sehingga preferensinya tercemin dalam perilaku, sikap, dan perbuatan-perbuatan (Maslikhah, 2009:106).

Nilai-nilai berasal dari kata “nilai” dapat diartikan dengan sifat -sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan (Poerwadarminta, 2006:801). Dalam definisi lain yang di sampaikan Noor Syam. Bahwa nilai adalah suatu penetapan atau suatu kualitas yang menyangkut suatu jenis apresiasi atau minat, sehingga nilai merupakan suatu otoritas ukuran dari subjek yang menilai, dalam artian koridor keumuman dan kelaziman dalam batas-batas tertentu yang pantas bagi pandangan individu dan sekelilingnya.

(30)

sehari-hari (Armai, 2002:40). Pendidikan dapat diartikan sebagai usaha sadar untuk meyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang (Mansur, 2004:57). Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang di perlukan dirinya, bangsa dan negara (Maslikhah, 2009:130).

Menurut pandangan Islam bahwa “Pendidikan” adalah tindakan

yang dilakukan secara sadar dengan tujuan memelihara dan mengembangkan fitrah insani menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil).

Dalam bahasa Arab “pendidikan” itu sama dengan at-Tarbiyyah,

sedangkan menurut Abdurrahman An-Nahlawi bahwa kata At-Tarbiyah berasal dari tiga bentuk. Pertama kata “Robbaa-yarbuu” yang berarti bertambah tumbuh. Kata kedua “Robiya-yarba” yang berarti menjadi besar dan yang ketiga adalah kata “robba-yarubbu” yang berarti menuntun, menjaga dan memelihara (Abdurrahman, 1992:31).

(31)

pengalaman-pengalaman. Lebih lanjut anak didik secara bertahab dengan memperhatikan usia kemampuan anak (al-Ghalayaini, t.t:189).

Dari beberapa pendapat di atas dapat dirumuskan bahwa nilai pendidikan merupakan batasan segala sesuatu yang mendidik ke arah kedewasaan, bersifat baik maupun buruk sehingga berguna bagi kehidupannya yang diperoleh melalui proses pendidikan. Proses pendidikan bukan berarti hanya dapat dilakukan dalam satu tempat dan suatu waktu. Dihubungkan dengan eksistensi dan kehidupan manusia, nilai pendidikan diarahkan pada pembentukan pribadi manusia sebagai makhluk individu, sosial, religius, dan berbudaya.

2. Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah suatu proses interaksi sosial untuk mempengaruhi. Teknisnya adalah mempengaruhi bagian-bagian dalam organisasi. Dalam hal ini berupa perilaku sengaja yang dijalankan oleh seseorang untuk mengatur aktivitas, pekerjaan dan cara-cara berhubungan di dalam sebuah kelompok/organisasi/lembaga, dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan (Karim, 2010:14).

Adapun kepemimpinan menurut Syeikh Musthafa Al-Ghalayaini

“Ummat tidak mungkin memiliki sutu negara yang kokoh dan kuat,

(32)

meluruskan mereka, baik kelakuan yang tampak atau akhlak dan tatakrama di kala menyimpang dan menyeleweng, menarik mereka di kala mereka jatuh dan menunjukkan jalan yang benar di kala mereka dalam keadaan tersesat. Empat itulah tugas pokok bagi setiap pemimpin ummat” (Al-Ghayalayaini, 2002:145).

Dari pengertian di atas dapat ditarik, kesimpulan bahwa kepemimpinan merupakan suatu hubungan proses mempengaruhi yang terjadi dalam suatu komunitas yang diarahkan untuk tercapainya tujuan bersama. Karena kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi, maka seorang pemimpin harus mempunyai kemampuan dalam bidang yang dipimpinnya, contoh kepala sekolah harus mempunyai kompetensi yang cukup dalam kependidikan agar mampu mempengaruhi orang-orang yang dipimpinnya dalam mewujudkan visi dan misi kepemimpinannya.

Sedangkan kepemimpinan Islam adalah konsep yang tercantum dalam al-Qur’an dan as-Sunnah, yang meliputi kehidupan manusia dari pribadi, berdua, kelompok, keluarga, bahkan sampai umat manusia. Konsep ini mencakup baik cara-cara memimpin maupun dipimpin demi terlaksananya ajaran Islam untuk menjamin kehidupan yang lebih baik di dunia dan akhirat sebagai tujuannya.

3. Perspektif Islam

(33)

Islam juga diartikan damai, tentram, atau agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw, dengan kitab suci Al-Qur’an. Arti utama kata tersebut adalah tenang, diam, telah menunaikan kewajiban, dan memenuhi kedamaian yang sempurna. Adapun arti lainnya adalah berserah diri pada Tuhan pencipta kedamaian (Ali, 2008:157-158).

Dilihat dari segi bahasa, al-Islam memiliki akar kata yang sama dengan as-Salam, yang berarti perdamaian. Kata al-Islam dan as-Salam sama-sama berasal dari akar kata sa-li-ma, yang berarti selamat dari bahaya atau terbebas dari gangguan. Dari kata itu terbentuk aslama yang artinya menyerahkan diri atau tunduk dan patuh (Madkour, 319). Sebagaimana firman Allah SWT QS. Al- baqarah:112

(34)

Islam mempunyai arti segala sesuatu yang ditelaah melalui sudut pandang Islam.

G. Sistematika Penulisan Skripsi

Untuk memberikan gambaran yang jelas dan menyeluruh sehingga pembaca nantinya dapat memahami tentang isi skripsi ini degan mudah, penulis berusaha memberikan sistematika penulisan dengan penjelasan secara garis besar. Skripsi ini terdiri dari lima bab yang masing-masing saling berkait yaitu sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan, Dalam hal ini penulis menjabarkan pokok permasalahan yang mencakup Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan Skripsi.

BAB II Landasan Teori, berisi tentang Diskripsi Pemikiran Syeikh Musthafa al-Ghalayaini tentang Nilai-Nilai Pendidikan Kepemimpinan dalam perspektif Islam yang di ajarkan dalam Kitab I’dhotun Nasyiin.

BAB III Biografi Syeikh Musthafa al-Ghalayaini, Dalam hal ini memuat beberapa pembahasan yang mencakup Latar Belakang Penulisan

Kitab I’dhotun Nasyiin, Sistematika Penulisan Kitab I’dhotun Nasyiin,

Biografi Syeikh Musthafa al-Ghalayaini dan konteks Sosio Kulturnya, karya-karyanya, corak umum pemikiran Syeikh Musthafa al-Ghalayaini,

(35)

BAB IV berisi tentang Relevansi Nilai-Nilai Pendidikan

Kepemimpinan dalam Perspektif Islam dalam Kitab I’dhotun Nasyiin

dengan Konteks Kepemimpinan Masa Sekarang.

(36)

BAB II

LANDASAN TEORI

Kehidupan manusia tidak dapat terlepas dari kepemimpinan baik menyangkut kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial. Selama menjalani masa hidupnya pasti seorang manusia telah melewati sebuah peran sebagai orang yang dipimpin maupun menjadi seorang pemimpin. Kepemimpinan merupakan sebuah fenomena universal. Siapa pun menjalankan tugas-tugas kepemimpinan, manakala dalam tugas itu dia berinteraksi dengan orang lain.

A. Konsep Kepemimpinan 1. Pengertian Kepemimpinan

Dalam kamus lengkap bahasa Indonesia, kepemimpinan berasal

dari kata “pimpin” yang berarti tuntunan, bimbingan, hasil memimpin.

Kepemimpinan yaitu tindakan atau perbuatan seseorang yang menyebabkan seseorang atau kelompok lain menjadi bergerak ke arah tujuan-tujuan tertentu. Seseorang dikatakan sebagai pemimpin apabila orang itu dapat mempengaruhi pikiran, perasaan, dan perilaku orang lain, baik dalam bentuk individu, maupun kelompok untuk mencapai suatu

tujuan tertentu. Makna kata “kepemimpinan” erat kaitannya dengan kata

“memimpin”. Kata memimpin mengandung makna yaitu kemampuan

(37)

sehingga dapat didayagunakan secara maksimal untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.

Jika pengertian secara harfiah yang tersaji di atas terkait dengan kata kerja yaitu memimpin, maka masih terdapat pengertian harfiah lainnya yang melekat pada kata atau konsep tersebut. Pemaknaan lain terkait dengan pengertian harfiah tersebut dapat dikupas dari aspek subjek atau pihak yang menjadi pelaku dalam kepemimpinan. Artinya kepemimpinan juga harus dipahami dari sisi pelaku kepemimpinan, yang disebut dengan istilah leader (pemimpin), yaitu orang yag melakukan aktivitas atau kegiatan untuk memimpin. Pemimpin merupakan orang yang menjalankan kepemimpinan atau dapat dimengerti sebagai a person who leads others a long way guidance (Utomo, 2008:10).

Sedangkan pemaknaan kepemimpinan secara definitif jauh lebih terstruktur dan mengedepankan upaya belajar dari fenomena, kemudian mengalami proses abstraksi, sehingga diperoleh pengertian konseptual yang relatif tertata. Adapun contoh definisi yang dikemukakan oleh para ahli kepemimpinan dalam bukunya Mohammad As’ad (1986:2) yang berjudul Kepemimpinan Efektif dalam Perusahaan : Suatu Pendekatan Psikologis, adalah:

a. Kepemimpinan

(38)

b. Kepemimpinan merupakan suatu proses atau tindakan untuk memengaruhi aktivitas suatu kelompok organisasi dalam usahanya untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan (Stogdill, 1977)

c. Kepemimpinan

adalah kemampuan untuk mengajak orang lain mencapai tujuan yang sudah ditentukan dengan penuh semangat (Davis, 1977)

d. Kepemimpinan

mengandung arti mempengaruhi orang lain untuk lebih berusaha mengarahkan tenaga dalam tugasnya, atau merubah tingkah laku mereka (Wexley & Yulk, 1977)

e. Kepemimpinan

adalah suatu seni atau proses mempengaruhi sekelompok orang sehingga mereka mau bekerja dengan sungguh-sungguh untuk meraih

tujuan kelompok (H. Koontz dan O’Donnell, 1982)

f. Kepemimpinan

merupakan kemampuan memperoleh konsensus dan keikatan pada sasaran bersama melempaui syarat-syarat organisasi yang dicapai dengan pengalaman, sumbangan dan kepuasan di pihak kelompok kerja (Cribbin, 1982)

g. Kepemimpinan

(39)

pemimpin dan pengikutnya (bawahan) yang menginginkan perubahan nyata yang mencerminkan tujuan bersamanya (Rost, 1993).

Para peneliti biasanya mendefinisikan “kepemimpinan” menurut

pandangan pribadi mereka, serta aspek-aspek fenomena dari kepentingan yang paling baik bagi para pakar yang bersangkutan.

Dari beberapa penjelasan tokoh mengenai definisi kepemimpinan dapat dikatakan bahwa kepemimpinan ialah suatu kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mempengaruhi, mengarahkan, membimbing, mengkordinir, melayani serta melindungi individu lainnya dalam proses pencapaian tujuan organisasi. Sebuah kepemimpinan di dalamnya juga terdapat unsur seperti pemimpin, orang yang dipimpin serta sebuah situasi atau keadaan dan pula tujuan bersama di dalam suatu organisasi.

2. Kepemimpinan Perspektif Islam

Hakikat diutusnya para Rasul kepada manusia sebenarnya hanyalah untuk memimpin umat dan mengeluarkannya dari kegelapan kepada cahaya. Tidak satupun umat yang eksis kecuali Allah mengutus orang yang mengoreksi akidah dan meluruskan penyimpangan para individu umat tersebut. Sehingga makna hakiki kepemimpinan dalam Islam adalah untuk mewujudkan khilafah di muka bumi, demi terwujudnya kebaikan dan reformasi (Madhi, 2001:1-2).

(40)

menyentuh juga maksud yang terkandung di dalam perkataan “amir

(yang jamaknya umara) atau penguasa. Oleh karena itu, kedua istilah ini dalam bahasa Indonesia disebut pemimpin formal. Namun, jika merujuk kepada firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 30 berbunyi :

"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:

"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."

Maka kedudukan non formal dari seorang khalifah juga tidak bisa dipisahkan lagi. Perkataan khalifah dalam ayat tersebut tidak hanya ditujukan kepada para khalifah sesudah nabi, tetapi adalah penciptaan Nabi Adam as yang disebut sebagai manusia dengan tugas untuk memakmurkan bumi yang meliputi tugas menyeru orang lain berbuat amar ma’ruf dan mencegah dariperbuatan mungkar.

(41)

pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya" (QS. An Nisa :59)

(42)

Artinya:“Telah menceritakan kepada kami Bisyr ibn Muhammad,

dia berkata : “Telah mengabarkan kepada kami „Abdullah”, dia berkata : “Telah mengabarkan kepada kami Yunus dari Zuhriy”, dia berkata : “Telah mengabarkan kepada kami Salim ibn „Abdillah dari Ibn Umar r.a” Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda : “Kalian adalah

pemimpin, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas

kepemimpinannya. Penguasa adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Suami adalah pemimpin

keluarganya, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas

kepemimpinannya. Istri adalah pemimpin di rumah suaminya, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Pelayan adalah pemimpin dalam mengolah harta tuannya, dan akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. Oleh karena itu kalian

sebagai pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas

kepemimpinannya.”HR. Bukhari (Albani, 2006:357).

Berdasarkan ayat Al-Qur’an dan Hadis Rasulullah SAW tersebut dapat disimpulkan bahwa, kepemimpinan dalam Islam adalah kegiatan menuntun, membimbing, memandu dan menunjukkan jalan yang diridhoi Allah SWT (Rivai, 2003:1-6).

(43)

3. Sifat-Sifat Pemimpin

Upaya untuk menilai sukses atau gagalnya pemimpin itu dalam melaksanakan proses kepemimpinan antara lain dapat dilakukan dengan mengamati dan mencatat sifat-sifat dan kualitas/mutu perilakunya, yang dipakai sebagai kriteria untuk menilai kepemimpinannya (Kartono, 2010:37).

Quraish Shihab dalam bukunya “Secercah Cahaya Ilahi

menuturkan bahwa setidaknya ada lima sifat pokok yang hendaknya dimiliki oleh sang pemimpin/imam. Kelima sifat tersebut terungkap dalam dua ayat, yaitu Surah As-Sajdah (32):24 dan Al-Anbiya (21): 73.

“Dan kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah kami ketika mereka sabar. dan adalah mereka meyakini ayat-ayat kami”. (QS. As-Sajdah(32):24).

“Kami Telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan Telah Kami wahyukan kepada, mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan Hanya kepada kamilah mereka

(44)

Sifat yang dimaksud adalah :

a) Kesabaran dan ketabahan, Kami jadikan mereka pemimpin-pemimpin ketika mereka tabah/sabar.

b) “Yahduna bi amrina”, mengantar (masyarakatnya) ke tujuan yang sesuai dengan petunjuk Kami (Allah).

c) “ Wa auhaina ilaihim fi‟la al khairat”, (telah membudaya pada diri mereka kebaikan).

d) “Abidin”, (Beribadah, termasuk melaksanakan shalat dan menunaikan zakat).

e) “Yuqinun”, (Penuh keyakinan).

Menurut Ordway Tead dalam buku Kartini Kartono (2010:38) sifat-sifat pemimpin terdiri dari:

a. Energi jasmaniah dan mental

Hampir semua pribadi pemimpin memilki tenaga jasmani dan rohani yang luar biasa yaitu mempunyai daya tahan, keuletan, kekuatan atau tenaga yang istimewa yang tampaknya seperti tidak akan pernah habis. Hal ini ditambah dengan kekuatan-kekuatan mental berupa semangat juang, motivasi kerja, kesabaran, ketahanan batin dan kemauan yang luar biasa untuk mengatasi semua permasalahan yang dihadapi.

b. Kesadaran akan tujuan dan arah

(45)

yang akan ditujunya, serta pasti memberikan manfaat bagi diri sendiri maupun bagi kelompok yang dipimpinnya.

c. Antusiasme (semangat, kegairahan, kegembiraan yang besar)

Pekerjaan yang dilakukan dan tujuan yang akan dicapai itu harus sehat, berarti, bernilai, memberikan harapan-harapan yang menyenangkan, memberikan sukses dan menimbulkan semangat kerja. Semua ini dpat membangkitkan antusiasme, optimisme, dan semangat besar pada pribadi pemimpin maupun para anggota kelompok.

d. Keramahan dan Kecintaan (friendliness and affection)

Kasih sayang dan dedikasi pemimpin dapat menjadi tenaga penggerak yang positif untuk melakukan perbuatan yang menyenangkan bagi semua pihak. Keramah-tamahan itu mempunyai sifat mempengaruhi orang lain juga membuka setiap hati yang masih tertutup untuk menanggapi keramahan tersebut.

e. Integritas (keutuhan, kejujuran, dan ketulusan hati)

Pemimpin itu harus bersifat terbuka, merasa utuh bersatu, sejiwa dan seperasaan dengan bawahannya bahkan merasa senasib dan sepenanggungan dalam satu perjuangan yang sama.

f. Penguasaan Teknis

(46)

tertentu, agar ia mempunyai kewibawaan dan kekuasaan untuk memimpin kelompoknya.

g. Ketegasan dalam mengambil keputusan

Pemimpin yang berhasil itu pasti dapat mengambil keputusan secara tepat, tegas dan cepat sebagai hasil dari kearifan dan pengalamannya. Selanjutnya ia mampu meyakinkan para anggotanya akan kebenaran keputusannya.

h. Kecerdasan (Intellegence)

Kecerdasan yang perlu dimiliki oleh setiap pemimpin itu merupakan kemampuan untuk melihat dan memahami dengan baik, mengerti sebab dan akibat kejadian, menemukan hal-hal yang krusial dan cepat menemukan cara penyelesaiannya dalam waktu singkat. i. Keterampilan mengajar (teaching skill)

Pemimpin yang baik itu adalah seorang guru yang mampu menuntun, mendidik, mengarahkan, dan mendorong, serta menggerakkan bawahannya untuk berbuat sesuatu. Sesuatu tersebut tidaklah akan terjadi tanpa dorongan dan bimbingan dari orang yang memimpinnya.

j. Kepercayaan (Faith)

(47)

bahwa pemimpin bersama-sama dengan anggota-anggota kelompoknya secara bersama-bersama rela berjuang untuk mencapai tujuan yang bernilai.

Dengan demikian sifat-sifat pemimpin tersebut merupakan landasan utama seorang pemimpin dapat membangun sebuah perilaku positif jika dilandasi oleh sifat yang positif. Dengan kata lain ketika seorang pemimpin memiliki sifat-sifat kepemimpinan yang baik, maka potensial untuk menerapkan gaya kepemimpinan yang baik, sehingga dapat mencapai efektivitas kepemimpinan pula. Jika sifat pemimpin tersebut buruk, maka seorang pemimpin cenderung mempraktikan gaya kepemimpinan yang kurang disukai orang lain sehingga menjadi kurang efektif.

Pada pembahasan sifat pemimpin ini, penulis akan menyajikan kepemimpinan Indonesia masa kini dan harapan atas pemerintahan

terpilih yang penulis ambil dari

(48)

legislatif maupun yudikatif di Era Reformasi ini menampakkan gairah yang luar biasa.

Kepemimpinan nasional mengalami penurunan kualitas, terlihat dari berbagai kasus penyimpangan yang dilakukan oleh pejabat publik telah merata di seluruh lembaga negara, baik di legislatif, eksekutif, maupun yudikatif. Hal itu membuktikan bahwa penurunan kualitas kepemimpinan nasional telah terjadi. Pejabat publik, yang seharusnya memberi contoh kepada masyarakat untuk keluar dari krisis nasional, telah keluar dari nurani kebangsaannya. Kepekaan terhadap pertanggungjawaban publik sudah hilang. Para pejabat tinggi pada instansi-instansi strategis bukannya memberi keteladanan, melainkan mempertontonkan perilaku buruk dalam mengelola otoritas publik.

(49)

Sejalan dengan paradigma pemerintahan yang baru menuntut kegiatan nyata pemimpin yang diarahkan kepada kegiatan-kegiatan yang kreatif, inovatif, orientasi kepentingan masyarakat, orientasi pelayanan dan pemberdayaan masyarakat. Seorang pemimpin tidak hanya cukup mengandalkan intuisi semata, tetapi harus didukung oleh kemampuan intelektual dan keahlian yang memadai, ketajaman visi serta kemampuan etika dan moral yang beradab, pemimpin dituntut untuk tanggap terhadap aspirasi yang berkembang dalam masyarakat serta harus mampu menyediakan barang dan jasa bagi kepentingan rakyat banyak. Dukungan terhadap pimpinan dalam sistem pemerintahan modern sangat ditentukan oleh kemampuannya untuk memberikan rasa aman serta meningkatkan kesejahteraannya.

Sistem politik yang selama ini di bangun di Indonesia sangat melekat dan diidentifikasi dengan tokoh pimpinan nasional tertentu. Sehingga kekeliruan dan kegagalan mereka dilihat sebagai kegagalan sistem politik secara keseluruhan. Idealnya seorang pimpinan nasional merupakan kombinasi dari “leader” dan “manager”. Seorang “leader” dapat mempersatukan pengikutnya serta dapat memberikan visi, misi dan semangat. Sedangkan “manager” mampu menyatakan dan melaksanakan tugas-tugas yang diembankan secara efektif dan efisien.

(50)

kekuatan ego yang tinggi, kemampuan berfikir strategis, analisa ke masa depan, dan suatu kepercayaan dalam prinsip fundamental perilaku manusia. Mereka mempunyai keyakinan yang kuat, dan tidak ragu-ragu terhadap keputusan yang diambilnya, cerdas, mempunyai kemampuan untuk menggunakan kekuasaan demi efisiensi dan kebaikan yang lebih

besar, serta mampu “masuk pada pikiran” orang yang berhubungan

dengan mereka.

Ada tiga karakter pemimpin yang diharapkan masyarakat: pertama, perencana. Masyarakat membutuhkan sosok pemimpin yang memiliki kapasitas intelektual memadai dan menguasai kondisi makro nasional dari berbagai aspek, sehingga dapat menjaga visi perubahan yang dicitakan bersama. Kedua, Pelayanan. Masyarakat rindu figur pemimpin yang seorang pekerja tekun dan taat pada proses perencanaan yang sudah disepakati sebagai konsensus nasional, menguasai detil masalah kunci kebangsaan dan mampu melibatkan semua elemen yang kompeten dalam tim kerja yang solid. Ketiga, Pembina. Masyarakat berharap pemimpin menjadi tonggak pemikiran yang kokoh dan menjadi rujukan semua pihak dalam pemecahan masalah bangsa, yang setia dengan nilai-nilai dasar bangsa dan menjadi teladan bagi kehidupan masyarakat secara konprehensif.

(51)

Krisis ekonomi-politik yang masih terus berlanjut menuntut tokoh yang kompeten di bidangnya dan memiliki visi yang jauh untuk menyelamatkan bangsa dari keterpurukan. Bencana alam dan sosial yang terjadi silih berganti menegaskan perlu hadir tokoh yang peka dan cepat tanggap terhadap penderitaan rakyat serta berempati dengan nasib mayoritas korban. Pemimpin baru seperti ini bukan hanya dibutuhkan segera di pentas nasional, juga di tingkat lokal. Karena itu, bangsa ini membutuhkan secara masif proses pengkaderan yang outputnya bisa diuji di tingkat regional bahkan global. Indonesia tidak mungkin memainkan peranan di arena antar bangsa tanpa anak-anak bangsa yang memiliki kualitas kepemimpinan yang mumpuni.

Di Indonesia ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses pembentukan kepemimpinan nasional di masa-masa mendatang. Indonesia memiliki tingkat kemajemukan masyarakat yang sangat tinggi. Seorang pemimpin yang dipandang terlalu ekstrim dalam menyuarakan aspirasi kelompoknya kemungkinan besar akan ditolak oleh kelompok-kelompok masyarakat yang lain. Dengan demikian, seorang pemimpin yang berpeluang menarik simpati, atau sekurang-kurangnya tidak ditolak oleh kelompok-kelompok di luar kelompoknya sendiri, adalah seorang yang bersikap moderat dan mampu merangkul berbagai pihak.

(52)

memainkan peranan yang semakin penting dalam diskursus politik nasional, termasuk dalam pemilihan pemimpin. Kehidupan nasional telah menjadi semakin kompleks, tuntutan terhadap tersedianya pelayanan umum juga semakin meningkat ditengah meningkatnya pendidikan dan daya kritis masyarakat. Pemimpin masa depan dituntut untuk tidak saja mahir mengubar janji, tetapi juga harus memiliki pengetahuan yang memadai dan kompetensi untuk merancang dan melaksanakan program-program pembangunan.

Pemimpin masa depan harus betul-betul mampu membangun komunikasi dengan rakyat. Masyarakat Indonesia telah menempatkan masalah kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) sebagai musuh utama bangsa yang harus diperangi. Pemimpin nasional masa depan dituntut untuk memiliki integritas dan moralitas yang tinggi, di samping menjunjung tinggi "rule of law" demi tegaknya "good governance" dan "clean government".

(53)

kepada rakyat. Kepemimpinan hanyalah satu bagian saja dari sistem pemerintahan nasional secara keseluruhannya. Yang sangat diperlukan ialah suatu sistem politik yang memiliki ketahanan dan kekenyalan terhadap goncangan-goncangan, antara lain dengan mempunyai kemampuan untuk melakukan koreksi dan pembaharuan terhadap dirinya sendiri secara terus menerus. Hal ini hanya mungkin diperoleh apabila suatu sistem politik memiliki basis dukungan dan legitimasi yang luas, yang senantiasi terbuka dan tanggap terhadap aspirasi dan kritik, serta dibatasi kekuasaannya. Melalui sistem inilah para pemimpin nasional dapat dijaring dan dikontrol. Dalam kerangka itu Negara dan bangsa Indonesia harus membangun kepemimpinan yang kuat dan berkarakter pada kelembagaan legislatif, yudikatif dan eksekutif, sehingga mampu menghadapi persaingan global dan keluar dari krisis multidimensi.

4. Fungsi kepemimpinan

Tentang eksistensi seorang pemimpin, dalam Al-Qur’an surat Al

(54)

"Dan dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Departemen Agama RI, 1995:119).

Berdasarkan ayat tersebut, seorang pemimpin berarti menjalani ujian dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya sebagai pemimpin. Menurut Zelznick sebagaimana disalin oleh Richard H. Hall dalam bukunya yang berjudul Organization Structure and Process, mengatakan bahwa seorang pemimpin memiliki fungsi sebagai berikut: a) Involes the definition of the institusional organization mission and

role

Di sini mempunyai arti bahwa seorang pemimpin harus bisa mendefinisikan misi dan peran organisasi, sehingga seorang pemimpin harus mengerti apa sebenarnya tujuan dan fungsi dari organisasi yang dipimpinnya. Walaupun berjalannya kinerja dari sebuah organisasi merupakan tanggung jawab dari semua pengurus, akan tetapi yang menjadi penggerak utama dari berjalannya kinerja pengurus adalah tanggung jawab dari seorang pemimpin.

b) The institusional embodiment of purpose

(55)

c) To defend the organnization‟s intregation

Menurutnya, seorang pemimpin harus mampu mempertahankan keutuhan organisasi. Keutuhan organisasi bisa bertahan, manakala seorang pemimpin mampu menghidupkan suasana kebersamaan, kekeluargaan, dan kekompakan antar anggota. Dari situ maka masing-masing dari anggota bisa bekerja secara profesional sesuai dengan visi dan misi yang mengarah pada tujuan akhir dari organisasi tersebut. d) The ondering of internal conflict

Seorang pemimpin harus memiliki kemampuan dalam mengendalikan konflik internal yang terjadi dalam organisasinya. Ini merupakan sebuah tantangan besar yang dihadapi pemimpin. Dalam menghadapi tantangan eksternal, sebuah organisasi bisa menghadapi dengan proses yang lancar apabila sudah ada kekompakan di tubuh internal, Akan tetapi, bila di tubuh internal sendiri sudah terjadi konflik, maka akan memicu kegagalan sebuah organisasi dalam mencapai tujuan akhir. Disinilah, seorang pemimpin di tuntut selalu bisa mengayomi anak buahnya tanpa adanya sentimen-sentimen pribadi (Husaini, 2006:251).

Selanjutnya Kartini Kartono (2001:81) mengutarakan bahwa :

(56)

Dari beberapa fungsi kepemimpinan tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa fungsi kepemimpinan adalah memandu, membimbing, memotivasi, mengkoordinir, menjalin jaringan, dan memberi supervisi yang efisien kepada anak buahnya serta membawa organisasi yang dipimpin pada sasaran dan sesuai program kerjanya.

B. Pemikiran Syeikh Musthafa Al Ghalayaini tentang Nilai-Nilai Pendidikan Kepemimpinan dalam Kitab I’dhotun Nasyiin.

1. Arti Kepemimpinan dalam kitab I’dhotun Nasyiin

Manusia adalah makhluk sosial yang menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri dan menjadi pemimpin bagi orang lain. Menjadi pemimpin berarti menjadi seseorang yang memiliki tanggung jawab lebih dalam hidup.

Hukum Allah (Sunatullah) telah menetapkan, bahwa dalam setiap bentuk makhluk yang diciptakan Allah, pasti ada yang memimpin dan ada yang dipimpin. Ada yang mengatur dan ada yang diatur. Hal itu agar pemikiran-pemikiran itu tidak tumpang tindih dan keinginan-keinginan tidak bersimpang siur, yang mengakibatkan keretakan kerukunan, putus tali kasih sayang, pudar persatuan dan perselisihan (Al-Ghalayaini, t.t:149).

(57)

yang gelap gulita (dalam keadaan panik dan bingung mengatasi kesulitan yang dihadapi).

Para pemimpin setiap bangsa adalah roh persatuan mereka dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Apabila para pemimpin itu rusak, maka rusaklah umat dan bangsa itu, dan jika mereka baik, maka umat atau bangsa itu menjadi baik juga. Karena, umat akan berdiri tegak, kokoh dan sejahtera, manakala pemimpin-pemimpin umat itu menggerakannya. Jika mereka (umat) sedang loyo, lalu mereka meluruskannya ketika bengkok, menarik tangannya ketika mereka (umat) jauh dan membimbingnya ketika sedang sesat (Al-Ghalayaini, t.t:150-151).

Al Ghalayaini mengatakan dalam kitabnya “idhotun Nasyiin” bahwasannya:

“Manusia adalah khalifah Allah yang diserahi tugas memakmurkan

(58)

Pencipta, yakni Allah swt, maka manusia seperti itulah yang benar-benar dinamakan khalifah Allah swt dan semua urusan pengendalian

tugas-tugas berada di tangan kekuasaannya” (Al-Ghalayaini, t.t:251).

Sebaliknya, barangsiapa yang buruk perilakunya dan tidak baik dalam melaksanakan tugas-tugas yang diserahkan kepadanya, sesuai hukum-hukum Allah serta melupakan apa yang sudah diamanatkan, maka manusia seperti itu akan dikenai apa yang telah dialami oleh manusia yang semacam dengannya. Keadaannya berbalik total, kalau semula mulia berubah menjadi hina. Kalau semula tinggi kedudukannya berbalik menjadi rendah. Kalau semula berkuasa, berbalik dikuasai (hilang kekuasaanya). Kalau semula kaya berbalik menjadi miskin. Apa yang dimilikinya (berupa kehormatan dan kekayaan) dicabut oleh Allah dan diwariskan kepada orang lain. Kekuasaan yang ada padanya dicabut oleh-Nya dan diberikan kepada orang lain. Hal ini sudah dijelaskan oleh Allah dalam firman-Nya QS. Al- Anbiyaa:105

“Dan sungguh Telah kami tulis didalam Zabur sesudah (Kami tulis

dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi Ini dipusakai hamba-hambaKu

yang saleh”.

(59)

menyebarkan ilmu pengetahuan, menegakkan keadilan, berhati-hati menghadapi lawan dan menciptakan usaha-usaha yang bermanfaat, seperti bidang pertanian, perindustrian, dan perdagangan. Jadi, kata Ash-Shalihun tersebut, sama sekali bukan orang-orang yang rukuk dan sujud, sementara enggan berusaha melakukan hal-hal yang menyebabkan dapat menguasai bumi. Masalah ibadah adalah masalah spiritual (keagamaan), yang membuatnya hanya kembali pada yang melakukannya saja di akhirat nanti, sedangkan urusan menata bumi adalah persoalan material (duniawi) yang tidak mungkin ditempuh, kecuali melalui usaha yang telah ditunjukkan oleh Allah swt dan perantaraan-perantaraan yang siapa saja mau menggunakan lantaran itu, pasti dapat memegang atau menguasai kekuasaan di bumi ini (Al-Ghalayaini, t.t:252-254).

Pemimpin yang baik ialah pemimpin yang disayangi rakyat atau orang bawahannya. Oleh karena itu seorang pemimpin hendaklah memupuk kesetiaan masyarakat kepada kepemimpinannya dan jangan melakukan sesuatu yang melemahkan kepercayaan mereka dan kesetiaan mereka.

ِمٌْبِب ،ُءِٝش بٌَّٕابَُّٙ٠َأ َهْ١ٍََعَف

،ِدُْٛخٌُْٛا ُذُْٚس َُِّٗٔاَف ،ِبِخاٌَْٛبِب َِبَ١

. ِقَلاْخَلأْا ُطْأَسَٚ ،ِْاَشُّْعٌْاُّشِعَٚ

“Wahai generasi muda, kalian wajib melaksanakan apa yang telah

menjadi kewajiban kalian semua, sebab memenuhi kewajiban itu merupakan roh setiap barang yang ada di dunia ini. Ia merupakan

(60)

.ُُُْٙغُفَْٔأ ِِْٓ َنُْٛفِصَْٕ٠ ،َهِغْفَٔ ِِْٓ َطبٌَّْٕا ِفِصَْٔأ

“Bersikap adil kepada orang lain, mereka pasti bersikap adil kepada kalian”.

َع ِبِخاٌَْٛبِب ُُْلَٚ

َنَْٛسَٔ ِْٗ١ٍََع ِبِخاٌَْٛبِب ُُْمَ٠ َنِشْ١َغَْٛسَٔ َهْ١ٍَ

“Kerjakanlah kewajiban yang menjadi tanggung jawab kalian

terhadap orang lain, pasti orang lain pun akan melaksanakan

kewajibannya kepadamu”.(Al Ghalayaini, t.t:199).

Seorang pemimpin itu wajib melaksanakan kewajibannya terhadap rakyatnya, dengan cara menjalankan tugas dengan jujur, tidak boleh melarikan diri dari tanggung jawabnya, dan rakyat hendaklah dilayani dengan adil dan seksama. Di setiap langkah sebagai seorang pemimpin, Allah akan memberikan peringatan bagi kaum Muslimin agar selalu berhati-hati tentang apa yang akan dilakukan sebagai khalifah Allah di bumi.

(61)

2. Syarat-Syarat Kepemimpinan dalam kitab I’dhotun Nasyiin

Menjadi seorang pemimpin bukan perkara yang mudah, pemimpin harus memenuhi syarat-syarat tertentu agar bisa menjalankan roda kepemimpinan dengan maksimal. Syarat pemimpin merupakan segala sesuatu yang harus dipenuhi seorang pemimpin agar dalam menjalankan masa kepemimpinan bisa berjalan dengan lancar dan lebih disegani bawahannya.

Menurut Syeikh Musthafa Al-Ghalayaini dalam kitabnya “Idhotun

Nasyiin”, mengatakan bahwa :

َلَٚ

“Seorang pemimpin itu belum bisa dianggap sebagai pemimpin

yang sejati, kecuali dia telah memenuhi syarat-syarat kepemimpinan, yakni berpikiran cerdas, berwawasan luas, baik pendapatnya, bisa mengendalikan diri, perkasa, bersih atau tulus hatinya, baik perilakunya, dermawan, banyak memberikan bantuan keuangan demi kesejahteraan umat dan giat menyebarkan ilmu pengetahuan ke seluruh pelosok tempat tinggal umat. Barangsiapa yang jejak perjalanannya seperti itu dan sanggup memikul tanggung jawab berat sebagaimana tersebut, maka dia

(62)

menjadi pemimpin, karena gila pangkat semata” (Al-Ghalayaini, t.t:151).

Dari beberapa syarat-syarat kepemimpinan tersebut, penulis dapat meyimpulkan bahwa syarat kepemimpinan itu diantaranya:

a. Mempunyai moralitas yang baik

Para pemimpin itu hendaklah berakhlak terpuji, senantiasa berkata jujur, teguh memegang amanah, tidak gemar melakukan perbuatan dosa dan maksiat seperti korupsi, manipulasi, dusta maupun khianat dan tidak suka bermaksiat kepada Allah.

b. Berilmu pengetahuan

Selayaknya seorang pemimpin mempunyai pengetahuan yang mencakup tentang administrasi negara, politik, hukum, maupun

agama. Allah menggambarkan tipe pemimpin itu dalam Al Qur’an

“Berkata Yusuf: "Jadikanlah Aku bendaharawan negara (Mesir); Sesungguhnya Aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan".(Qs Yusuf:55).

c. Mempunyai kemampuan

(63)

keberanian untuk menegakkan keadilan serta melaksanakan amar

ma‟ruf nahi munkar.

d. Mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap rakyat dan mempunyai sifat kasih sayang

Pemimpin itu selayaknya ialah orang yang mampu mengayomi dan bersedia berkorban untuk kepentingan rakyat yang lebih luas baik pemimpin di bidang agama, pemerintahan maupun sosial kemasyarakatan. Rakyat butuh pemimpin yang peduli, mampu melindungi dan memberikan rasa aman terhadap berbagai ketakutan.

3. Tipologi Kepemimpinan dalam kitab I’dhotun Nasyiin

Kecintaan terhadap jabatan kepemimpinan (ambisi menjadi pemimpin) adalah merupakan penyakit bangsa timur yang amat berbahaya, sedangkan berebut atau bersaing menjadi pemimpin adalah merupakan penyakit orang timur yang kronis. Begitu juga setiap ada pemimpin yang tampil, pasti timbul kecemburuan terhadapnya di hati bangsanya dan rasa dendam pada jiwa semakin membara. Lalu mereka melakukan adu domba, menjelek-jelekkan pemimpin tadi, mencurahkan segala kekuatan yang mereka miliki untuk menjatuhkannya, menyatakan terang-terangan menentang (menjadi oposisi) dan menghujatnya secara terang-terangan.

(64)

malah semakin teguh melanjutkan apa yang dia rencanakan, berupaya menciptakan kemakmuran untuk rakyatnya, tanpa mempedulikan hambatan-hambatan, pergolakan dan kesulitan-kesulitan serta tidak mau mengumpulkan massa untuk unjuk kekuatannya. Sebaliknya, apabila pemimpin tersebut guncang saat pertama kali mendapat tantangan, maka dia adalah orang yang lemah kemauan dan jiwanya. Semestinya, orang seperti ini tidak mau dijadikan pemimpin bangsanya (Al Ghalayaini, t.t:156).

Menurut Syeikh Musthafa Al-Ghalayaini bahwasannya jabatan kepemimpinan itu bukanlah seperti barang yang bisa dibeli dan bukan seperti baju, yang jika dipakai seseorang, lantas seseorang itu sudah dapat, maka dianggap menjadi pemimpin. Sesungguhnya, pemimpin itu roh umat atau bangsa, setiap bangsa yang dipimpin oleh orang yang tidak jelas pendiriannya, pemerintahannya dikendalikan oleh orang-orang yang bodoh dan pemuka-pemuka atau tokoh-tokoh mereka terdiri dari orang-orang yang rendah dan berakhlak tercela, maka bangsa itu positif bobrok, kacau dan akhirnya hancur (Al Ghalayaini, t.t:157-158).

(65)

yang sebenarnya ialah orang yang kepemimpinannya itu mencerminkan

budi pekertinya yang luhur”.

Kepemimpinan yang demikian itu tidak bakal terwujud, kecuali dalam diri orang yang telah dikenal sifat-sifat kemuliaannya, tidak berlaku negatif, murni gagasannya, teguh hatinya, tinggi cita-citanya, bersih janjinya (tanpa menginginkan timbal balik), cerdas pikirannya, kuat fisiknya, ramah, bersih kepribadiaannya, jelas moralnya, bersih nasabnya dari cacat moral, tanggap terhadap tuntutan rakyat, dan bekerja keras demi kepentingan dan kemajuan mereka. Barangsiapa yang memiliki sifat dan kepribadian seperti yang diuraikan di atas, maka dia pasti mempimpin dan memeritah orang banyak, semua ucapan dan petuahnya pasti didengar dan ditaati oleh rakyat, memiliki wibawa dan kedudukan yang tinggi di kalangan mereka (Al Ghalayaini, t.t:159).

Kepemimpinan yang bobrok dapat dilihat dari sekelompok orang, yang jika mengalami kegagalan dalam usahanya (memenuhi ambisinya) merebut kekuasaan (dari pemimpin yang sebenarnya sudah baik), yang mereka inginkan, maka mereka mulai bangkit memprovokasi umat dengan atas nama agama, padahal kelompok ini sebenarnya paling ingkar dengan agama. Mereka gampang mengatakan orang lain sebagai kafir, ateis, sesat dan fasik.

(66)

mencemarkan nama baik pemimpin-pemimpin itu, sehingga terjadi krisis kepercayaan, yang akhirnya terjadi kefakuman. Situasi seperti itu oleh golongan tersebut dimanfaatkan sebagai jalan mencapai apa yang mereka maksud, yaitu mengambil alih kekusaan dan kepemimpinan, sehingga mereka bisa menjadi pemimpin. Padahal mereka tidak menyadari, bahwa apa yang telah mereka lakukan itu sebenarnya membuka cacat dan kejahatan mereka sendiri, yang pada akhirnya rakyat menjauhi mereka, tidak memperhatikannya, bahkan membenci dan marah kepada mereka (Al-Ghalayaini, t.t:160-161).

4. Nilai-nilai Pendidikan Kepemimpinan dalam kitab I’dhotun Nasyiin Syeikh Musthafa Al Ghalayaini dengan pemikirannya dalam kitab Idhotun Nasyiin menekankan pada akhlak, etika dan kemasyarakatan. Kitab ini berisi bimbingan untuk generasi muda muslim, agar menjadi individu-individu yang bersih dari sifat-sifat yang tidak terpuji, berakhlak mulia dan mengerti, sebagaimana ia bersikap, menghadapi segala peristiwa yang dialami bangsanya.

Sebagaimana Al Ghalayaini dalam pidatonya yang ditulis dalam kitab Idhotun Nasyiin terdapat nilai-nilai pendidikan kepemimpinan, dapat dilihat dari beberapa kriteria sifat-sifat pemimpin yang baik yaitu sebagai berikut:

a. Rendah hati dan sederhana

(67)

“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia

(karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang

sombong lagi membanggakan diri” (QS. Luqman:18).

Dari ayat tersebut sudah jelas bahwa seberapapun kita lebih unggul dari orang lain kita tetaplah makhluk yang kecil di hadapan sang Pencipta, dengan hendaklah selalu rendah hati.

Dalam pidatonya yang disampaikan Syeikh Musthafa Al-Ghalayaini dimana telah dikutip dalam kitab Idhotun Nasyiin, “Wahai generasi muda, berpegang teguhlah dengan sikap moderat (sedang). Janganlah kalian membiarkan setan mendorongmu bersikap terlampau berlebihan (ekstrem) atau terlampau kurang (konservatif). Sebab, perkara yang paling baik adalah yang tengah-tengah, karena didalamnya terdapat kemuliaan, dan kemuliaan itualah yang dicari oleh orang-orang yang menginginkan hidup mulia” (Al-Ghalayaini, t.t:174).

Kesederhanaan merupakan sikap tengah-tengah dalam setiap persoalan. Menurut kaidah umum, segala sesuatu yang telah melampaui batas maksimal, yang terjadi justru adalah sebaliknya. Dalam hal ini Syeikh Musthafa Al-Ghalayaini memberikan gambaran bahwa ketakwaan yang melampaui batas justru menumbuhkan rasa was-was dalam hati.

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan dengan itu penulis mencoba melakukan penelitian kepustakaan dalam kitab Al-Akhlaq li Al-Banin, berdasarkan hasil penelitian ini, dapat kami simpulkan

Temuan penelitian ini, menunjukkan bahwa nilai-nilai pendidikan akhlak yang ada dalam kitab Risalatul Mu’awanah karya Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad

Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa : (1) konsep pendidikan karakter yang terdapat dalam Al- Qur‟an surat Luqman ayat 12-19 hasil telaah kitab tafsir

maka ia dituntut untuk bersikap amanah. Karna seperti yang kita ketahui bahwa semua amanah yang diserahkan kepada kita dituntut pertanggungjawabanya. Amanah merupakan

Hasil penelitian menunjukan bahwa konsep pendidikan akhlak dalam kitab Washoya Al Aba’ Lil Abnaa’ meliputi; akhlak kepada Allah, akhlak kepada Rasulullah, akhlak kepada orang

Tujuan Pendidikan, Rahman mengemukakan bahwa Tujuan pendidikan Islam harus diorientasikan pada kehidupan dunia dan akhirat sekaligus bersumber pada Al- Qur‟an, beban

Selaras dengan berbagai tujuan yang telah ada di Indonesia maka tujuan pendidkan akhlak yang ada dalam Kitab Al-Akhlak li Al Banin karya Syaikh Umar Baraja tidak lain

Dengan demikian, setiap daerah baik itu yang mudah dijangkau ataupun daerah yang sulit dijangkau (pedalam), sabaiknya ada yang.. apabila terjadi kesalaah