• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENGARUH PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) DAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PENGARUH PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) DAN"

Copied!
154
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

ANALISIS PENGARUH PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) DAN INVESTASI RIIL SEKTOR INDUSTRI TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA PADA INDUSTRI PENGOLAHAN DI INDONESIA

TAHUN 1985 – 2011

Skripsi

Diajukan Untuk melengkapi Syarat-Syarat

Untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh: ANDI WIBOWO

F.0108033

JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

(2)
(3)
(4)

commit to user HALAMAN MOTTO

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah selesai dari satu urusan, kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain

dan hanya kepada Tuhanmu lah kamu berharap. (Q.S. Al Insyiroh 6 – 8).

If better is possible, good is not enough.

(Penulis)

Every great things start with a dream. (Penulis)

(5)

commit to user

HALAMAN PERSEMBAHAN

Sebuah karya kecil ini kupersembahkan kepada:

Ibu dan Bapakku, yang sangat aku cintai Adikku Rohmad, yang aku sayangi

Seluruh keluargaku yang selalu aku rindukan dan sahabat-sahabat sejatiku…

(6)

commit to user KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga atas bimbingan, pertolongan, dan kasih saying-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul : “Analisis Pengaruh Produk Domestik Bruto (PDB) dan Investasi Riil Sektor Industri Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri pengolahan Di Indonesia Tahun 1985 – 2011”.

Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar kesarjanaan pada Fakultas Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Persiapan, perencanaan, dan pelaksanaan hingga terselesaikannya penyususnan skripsi ini tidak terlepas dari peran dan bantuan berbagai pihak baik secara moril maupun materiil. Tiada yang dapat melukiskan kebahagian penulis selain rasa syukur yang mendalam. Oleh karena itu dengan kerendahan hati dan ketulusan yang mendalam penulis menghaturkan terima kasih kepada :

1. Bapak Drs. Sutomo, MS., selaku pembimbing yang dengan sabar, arif, dan bijak telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam membimbing dan memberikan masukan yang berarti dalam penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Wisnu Untoro, MSi., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Bapak Drs. Supriyono, M.Si., selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

(7)

commit to user

4. Ibu Dwi Prasetyani, SE, M.Si., selaku Pembimbing Akademik yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis.

5. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta beserta seluruh staff dan karyawan yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan pelayanan kepada penulis selama menuntut ilmu di Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

6. Seluruh staff dan karyawan di Pusdatin Badan Koordinasi Pasar Modal (BKPM) yang telah banyak membantu penulis dalam mengumpulkan data yang sangat berguna dalam penyusunan skripsi ini.

7. Bapak dan Ibu yang senantiasa selalu memberikan kasih sayang, selalu mendoakan, memberikan dorongan, dan bimbingan kepada ananda.

8. Sahabat-sahabatku di Generasi Baru Indonesia (Gen-BI) Surakarta dan komunitas penerima Beasiswa Bank Indonesia serta teman-temanku di Ekonomi Pembangunan 2008.

9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terima kasih atas segala bantuannya hingga terselesaikannya penelitian ini.

Demikian skripsi ini penulis susun dan tentunya masih banyak kekurangan yang perlu dibenahi. Oleh karena itu kritik dan saran membangun sangat diharapkan demi sempurnanya skripsi ini. Akhirnya dengan kerendahan hati semoga karya kecil ini bermanfaat bagi segenap pembaca dan pihak-pihak yang menbutuhkan.

Surakarta, Juni 2012 Penulis

(8)

commit to user DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……… i

ABSTRACT………. ii

ABSTRAKSI ………. iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……….. iv

HALAMAN PENGESAHAN ………. v

HALAMAN MOTTO……….. vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ……….. vii

KATA PENGANTAR ………. viii

DAFTAR ISI……….... x

DAFTAR TABEL……… xiv

DAFTAR GAMBAR………...…… xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah...………... 1

B. Perumusan Masalah.………... 13

C. Tujuan Penelitian………... 13

D. Manfaat Penelitian………... 13

E. Keterbatasan Penelitian………... 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tenaga Kerja………...………... 16

(9)

commit to user

2. Pengertian Penyerapan Tenaga Kerja………...17

3. Teori Permintaan Perusahaan Akan Tenaga Kerja…………22

4. Model Permintaan dan Gap Tenaga Kerja Keynes………....29

5. Elastisitas Permintaan Tenaga Kerja………... 37

B. Variabel-variabel yang Berpengaruh Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja………... 33

1. Hubungan PDB Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja………33

a. Teori Pertumbuhan PDB (Output) dan Tenaga Kerja: Argumen Konflik…..………... 34

b. Teori Pertumbuhan PDB (Output) dan Tenaga Kerja: Argumen Kesesuaian……….. 35

c. Teori Pertumbuhan PDB (Output) dan Tenaga Kerja: Hukum Okun (Okun Law)………..………….... 36

2. Hubungan Investasi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja….38 a. Teori Investasi Terhadap Kesempatan Kerja………….. 39

b. Investasi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja………… 41

C. Industri Pengolahan……… 42

D. Penelitian Terdahulu………... 44

E. Kerangka Pemikiran………... 49

1. Kerangka Pemikiran Teoritis……….49

2. Kerangka Pemikiran Bagan………...53

(10)

commit to user BAB IIIMETODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian………... 55

B. Ruang Lingkup Penelitian………. 55

C. Jenis dan Sumber Data……….. 56

D. Definisi Operasional Variabel………... 56

1. Variabel Dependen………...56

2. Variabel Independen………57

E. Metode Analisis Data……… 58

1. Sesifikasi dan Pemilihan Model………...58

a. Uji Pemilihan Model……… 58

b. Uji Normalitas……….. 61

2. Model Analisis Regresi Berganda OLS………...62

3. Uji Statistik………...64

a. Uji t (Uji Signifikansi Parameter Individual)…………...64

b. Uji F (Uji Signifikansi Parameter Simultan)…………... 66

c. Koefisien Determinasi………. 68

d. Koefisien Korelasi………... 69

4. Uji Asumsi Klasik……….69

a. Multikolinieritas………... 69

b. Heteroskedastisitas………... 71

(11)

commit to user BAB IV ANALISI DATA DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Perkembangan Industri Pengolahan………. 73

B. Deskripsi Perkembangan Variabel Penelitian………... 78

1. Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja Sektor Industri……..78

2. Perkembangan Produk Domestik Bruto Sektor Industri…..86

3. Perkembangan Investasi Riil Sektor Industri………...92

C. Hasil Analisis Data dan Pembahasan……….. 97

1. Deskripsi Data………97

2. Model Analisis………...99

a. Uji Pemilihan Model……… 99

b. Uji Normalitas……….. 101

c. Model Analisis Regresi Berganda OLS……….. 102

3. Uji Statistik………106

a. Uji t (Uji Signifikansi Parameter Individual)………….. 106

b. Uji F (Uji Signifikansi Parameter Simultan)…………... 108

c. Koefisien Determinasi………... 111

4. Uji Asumsi Klasik………..111

a. Multikolinieritas………... 112

b. Heteroskedastisitas……….. 113

c. Autokorelasi………. 116

(12)

commit to user BAB V PENUTUP A. Simpulan……….. 126 B. Saran……… 127 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(13)

commit to user DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Kontribusi Sektor Industri Pengolahan Terhadap PDB dan Total Tenaga Indonesia Tahun 2004 – 2011………....…….4 Tabel 1.2 Perkembangan Realisasi Investasi Sektor Industri di Indonesia

Periode Tahun 2005 – 2011………... 10 Tabel 2.1 Hasil Penelitian Terdahulu………. 47 Tabel 4.1 Tenaga Kerja Sektor Industri di Indonesia Periode Th. 1985-2011...81 Tabel 4.2 Kontribusi Sektor Industri Pengolahan Terhadap PDB Indonesia

Berdasarkan Harga Konstan 2000 Periode Tahun 1985 – 2011…….88 Tabel 4.3 Investasi Riil Pada Sektor Industri Pengolahan di Indonesia Periode

Tahun 1985 – 2011……….93 Tabel 4.4 Uji Pemilihan Model Linier Dengan Metode MWD Test…………..100 Tabel 4.5 Uji Pemilihan Model Log-Linier Dengan Metode MWD Test……..100 Tabel 4.6 Estimasi Model Regresi Log-Linier Dengan Metode OLS………... 105 Tabel 4.7 Hasil Uji Farrar dan Gruber Untuk Mendeteksi Multikolinieritas….113 Tabel 4.8 Hasil Uji White (no cross) Untuk Mendeteksi Heteroskedastisitas...114 Tabel 4.9 Hasil Uji White (cross term) Mendeteksi Heteroskedastisitas…….. 114 Tabel 4.10 Hasil Uji LM ARCH Untuk Mendeteksi Heteroskedastisitas………115 Tabel 4.11 Hasil Uji B-G Test Untuk Mendeteksi Autokorelasi.……….118

(14)

commit to user DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Fungsi Permintaan Terhadap Tenaga Kerja………….………...27

Gambar 2.3 Bagan Kerangka Pemikiran……….53

Gambar 3.1 Gambar Daerah Kritis Uji t……….65

Gambar 3.2 Gambar Daerah Kritis Uji F………67

Gambar 4.1 Jumlah Tenaga Kerja Pada Sektor Industri di Indonesia Periode Tahun 1985 – 2011………..84

Gambar 4.2 Pendapatan Domestik Bruto Sektor Industri pengolahan Terhadap PDB Indonesia Tahun 1985 – 2011……….90

Gambar 4.3 Perkembangan Investasi Riil Sektor Industri Pengolahan di Indonesia Periode Tahun 1985 – 2011……….94

Gambar 4.4 Uji Normalitas Jarque-Berra………. 102

Gambar 4.5 Daerah Kritis Uji t…... 107

Gambar 4.6 Daerah Kritis Uji F………. 109

(15)

commit to user

DAFTAR LAMPIRAN

1. Data Jumlah Tenaga Kerja (Orang), PDB Atas Harga Konstan 2000 (Milyar Rupiah), Penanaman Modal Asing (Milyar Rupiah), Penanaman Modal Dalam Negeri (Milyar Rupiah) Sektor Industri Pengolahan di Indonesia Tahun 1985 - 2011.

2. Produk Domestik Bruto Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha (Miliar Rupiah) Tahun 2004 – 2011.

3. Penduduk 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama (Orang) Tahun 2004 – 2011.

4. Uji Pemilihan Model Linear MWD 5. Uji Pemilihan Model Log-Linear MWD

6. Regresi Awal Estimasi Model Dengan Metode OLS 7. Uji Multikolinearitas PDB

8. Uji Multikolinearitas PMA 9. Uji Multikolinearitas PMDN 10. Uji Normalitas Jarque-Berra

11. Uji Heteroskedastisitas (White no cross term) 12. Uji Heteroskedastisitas (White cross term) 13. Uji Heteroskedastisitas LM ARCH

(16)
(17)

commit to user

ANALYZE INFLUENCE OF THE GROSS DOMESTIC PRODUCT (GDP) AND REAL INVESTMENT TO THE INDUSTRIAL SECTOR EMPLOYMENT IN THE MANUFACTURING SECTOR IN INDONESIA DURING THE PERIOD 1985-2011

ANDI WIBOWO F0108033 ABSTRACT

Manufacturing sector is the dominant sector (leading sector) in Indonesia, but employment in the sector is still lagging behind the Agricultural Sector, Sector Trading, and services. This study aims to analyze the influence of the Gross Domestic Product (GDP) and real investment to the industrial sector employment in the manufacturing sector in Indonesia during the period 1985-2011.

This research uses secondary data that is coherent time (time series) for the year 1985-2011 or 27 years. The data is sourced from the Central Bureau of Statistics and the Investment Coordinating Board several editions. This type of research is quantitative descriptive. Methods of data analysis used were multiple linear regression models with the method of Ordinary Least Square (OLS).

These results indicate that the significance test results of simultaneous variable Gross Domestic Product (GDP), Foreign Investment (FDI), and Domestic Investment (DCI), all these variables together have a positive and significant impact on employment in the sector processing industry in Indonesia. While the test results of individual parameter variable Gross Domestic Product (GDP) has a positive and significant impact on employment in the manufacturing sector in Indonesia. The next variable of foreign investment have a positive but not significant, and variable Domestic Investment (DCI) had no significant effect on employment in the manufacturing sector of Indonesia.

Based on the results of research has been done, then the things that can be recommended, among others: (1) handling simultaneously both GDP growth and the creation of supporting infrastructure investment to the industrial sector continues to be the "engine of growth" in the economy other than the primary at the same time continue to encourage employment growth in the sector. (2) Increase efforts to withdrawal of real investment (foreign and domestic) in the manufacturing sector in Indonesia by providing basic facilities and infrastructure, whether it is nature Directly Productive Activity (DPA) and the Social Overhead Capital (SOC) and continues to maintain a conducive investment climate . (3) The need for efforts to increase the focus and purpose of the industry sector investments, so investments in the manufacturing sector not only tend to focus on the development of capital-intensive industries (capital capital-intensive industry), but also directed at the development of labor-intensive industries (labor intensive industry).

Keywords: employment, industrial sector in real GDP, real investment (foreign and domestic) industry sector.

(18)

commit to user

ANALISIS PENGARUH PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) DAN INVESTASI RIIL SEKTOR INDUSTRI TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA PADA

INDUSTRI PENGOLAHAN DI INDONESIA TAHUN 1985 – 2011

ANDI WIBOWO F0108033

ABSTRAKSI

Sektor Industri Pengolahan merupakan sektor unggulan (leading sector) di Indonesia, tetapi penyerapan tenaga kerja pada sektor tersebut masih tertinggal dengan Sektor Pertanian, Sektor Perdagangan, dan Jasa-jasa. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Produk Domestik Bruto (PDB) dan investasi riil sektor industri terhadap penyerapan tenaga kerja pada sektor industri pengolahan di Indonesia selama kurun waktu tahun 1985-2011.

Penelitian ini menggunakan jenis data sekunder yang bersifat runtut waktu (time series) selama tahun 1985-2011 atau 27 tahun. Data tersebut bersumber dari Badan Pusat Statistik dan Badan Koordinasi Penanaman Modal beberapa edisi. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif deskriptif. Metode analisis data yang digunakan adalah model regresi linier berganda dengan metode Ordinary Least Square (OLS).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hasil uji signifikansi simultan variabel Produk Domestik Bruto (PDB), Penanaman Modal Asing (PMA), dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), semua variabel tersebut secara bersama-sama berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja pada sektor industri pengolahan di Indonesia. Sedangkan hasil uji parameter individual variabel Produk Domestik Bruto (PDB) mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja pada sektor industri pengolahan di Indonesia. Selanjutnya variabel Penanaman Modal Asing berpengaruh positif tetapi tidak signifikan, dan variabel Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) tidak berpengaruh signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja pada sektor industri pengolahan di Indonesia.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka hal-hal yang dapat disarankan antara lain: (1) Penanganan secara simultan baik terhadap pertumbuhan PDB maupun penciptaan prasarana penunjang investasi sektor industri agar dapat terus menjadi “mesin pertumbuhan” utama dalam perekonomian selain secara bersamaan terus mendorong pertumbuhan penyerapan tenaga kerja pada sektor tersebut. (2) Meningkatkan upaya penarikan investasi riil (PMA dan PMDN) pada sektor industri pengolahan di Indonesia dengan menyediakan sarana dan prasarana dasar, baik yang itu sifatnya Directly Productive Activity (DPA) maupun Social

Overhead Capital (SOC) serta terus memelihara iklim investasi yang kondusif. (3)

Perlunya upaya peningkatan fokus dan tujuan investasi sektor industri, sehingga investasi pada sektor industri pengolahan tidak hanya cenderung fokus pada pembangunan industri yang padat modal (capital intensive industry) tetapi juga diarahkan pada pembangunan industri yang padat karya (labor intensive industry). Kata kunci: penyerapan tenaga kerja, PDB riil sektor industri, investasi riil (PMA

(19)

commit to user

1

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah

Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusi-institusi nasional di samping terus mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan atau perubahan total suatu masyarakat/penyesuaian sistem sosial secara keseluruhan menuju kondisi yang lebih baik (Todaro, 2000: 18). Lebih lanjut disebutkan bahwa sumber pertumbuhan ekonomi dapat terdiri dari kenaikan kualitas dan jumlah tenaga kerja, penambahan modal melalui tabungan dan investasi, serta adanya penyempurnaan teknologi.

Proses pembangunan seringkali dikaitkan dengan proses industrialisasi. Proses industrialisasi dan pembangunan industri sebenarnya merupakan satu jalur kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam arti tingkat hidup yang lebih maju maupun taraf hidup yang lebih bermutu. Arsyad (1997: 68) menyimpulkan “pembangunan industri merupakan suatu fungsi dari tujuan pokok kesejahteraan rakyat, bukan merupakan kegiatan yang mandiri untuk hanya sekedar mencapai fisik saja”.

Pada banyak negara maju menganggap bahwa sektor industri merupakan motor penggerak bagi pertumbuhan perekonomian karena

(20)

commit to user

produk lainnya seperti pertanian. Belajar dari pembangunan negara-negara maju tersebut, muncul keyakinan pada banyak negara berkembang bahwa industrialisasi dipandang sebagai jalan pintas untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengejar ketertinggalan dari negara maju. Selain itu, industrialisasi diyakini dapat memacu pertumbuhan ekonomi nasional, disisi lain dapat mengikis keterbelakangan, kemiskinan dan mempercepat proses modernisasi. Atas dasar keyakinan itu banyak negara-negara sedang berkembang, meletakkan industri sebagai sektor unggul (leading sector) pada strategi dan kebijakan pembangunannya.

Istilah industri mempunyai dua arti. Pertama, industri dapat berarti himpunan perusahan-perusahaan sejenis. Kedua, industri dapat pula merujuk ke suatu sektor ekonomi yang di dalamnya terdapat kegiatan produktif yang mengolah bahan mentah menjadi barang jadi atau barang-barang setengah jadi. Kegiatan pengolahan itu sendiri dapat bersifat mesinal, elektrikal atau bahkan manual (Dumairy, 1997: 228). Istilah sektor industri dalam tulisan ini maksudnya adalah sektor industri pengolahan (manufacturing), yakni sebagai salah satu sektor produksi atau lapangan usaha dalam perhitungan pendapatan nasional menurut pendekatan produksi.

Perkembangan yang terjadi pada sektor industri seringkali digunakan sebagai indikator untuk menilai sejauh mana tahapan pembangunan yang sudah dilakukan oleh suatu negara. Pergeseran peran

(21)

commit to user

dipandang modern (industri dan jasa) diartikan sebagai suatu kemajuan dalam tahapan pembangunan. Secara garis besar industri pengolahan memiliki kontribusi dalam tiga bentuk yaitu: (1) kontribusi faktor produksi, yaitu diwujudkan dalam bentuk akumulasi kapital dan membuka lapangan kerja baru, (2) kontribusi devisa yaitu dari peningkatan penerimaan ekspor, dan (3) kontribusi pasar yang diwujudkan dalam bentuk sumbangan terhadap pembentukan PDB atau pendapatan nasional.

Sektor industri yang dipandang strategis adalah industri pengolahan. Industri pengolahan dipandang sebagai pendorong atau penggerak perekonomian. Seperti umumnya negara sedang berkembang, Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah dan setiap daerah memiliki keragaman keunggulan sumber daya alam. Di sisi lain Indonesia memiliki jumlah penduduk/angkatan kerja yang sangat tinggi. Sektor industri pengolahan menjadi media untuk memanfaatkan sumber daya alam yang melimpah, yang pada gilirannya akan mampu meyerap tenaga kerja yang besar dan mengurangi pengangguran.

Terwujudnya pembangunan di bidang industri diharapkan dapat menunjang pembangunan nasional, memperluas kesempatan kerja, serta pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang semakin optimal. Hal tersebut dapat menanggulangi permasalahan yang tengah menjadi sorotan di berbagai negara. Peranan utama dari sektor industri adalah sebagai penyedia lapangan kerja, motor utama penciptaan nilai

(22)

commit to user

peningkatan dan pemerataan pendapatan masyarakat, serta sebagai sumber devisa negara.

Sektor industri merupakan sektor yang memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi sektor tersebut terhadap pembentukan PDB nasional dan penyerapan tenaga kerja nasional. Selama periode 2004-2009 atas dasar harga konstan 2000 kontribusi sektor industri pengolahan terhadap pembentukan PDB adalah berkisar antara 25,75 persen hingga 28,37 persen. Kemudian untuk sumbangan terhadap penyerapan tenaga kerjanya berkisar antara11,81 persen hingga 13,26 persen (BPS, 2010).

Tabel 1.1

Kontribusi Sektor Industri Pengolahan Terhadap Pembentukan PDB dan Total Tenaga Kerja Indonesia Tahun 2004 – 2011

Sumber: Statistik Indonesia, BPS, 2004-2011, data diolah.

* = Angka sementara, ** = Angka sangat sementara. Lapangan Usaha Utama/Lapangan Pekerjaan Utama

Tahun PDB (Milyar Rupiah) Jumlah Tenaga Kerja (Orang)

Industri Pengolahan Indonesia Kontribusi (%) Industri Pengolahan Indonesia Kontribusi (%) 2004 469.952,4 1.656.516,8 28,37 11.070.498 93.722.036 11,81 2005 491.561,4 1.750.815,2 28,08 11.952.985 93.958.387 12,72 2006 514.100,3 1.847.126,7 27,83 11.890.170 95.456.935 12,46 2007 538.084,6 1.964.327,3 27,39 12.368.729 99.930.217 12,38 2008 557.764,4 2.082.456,1 26,78 12.549.376 102.552.750 12,24 2009 570.102,5 2.178.850,4 26,17 12.839.800 104.870.663 12,24 2010* 597.134,9 2.313.838,0 25,81 13.824.251 108.207.767 12,78 2011** 634.246,9 2.463.242,0 25,75 14.542.081 109.670.399 13,26

(23)

commit to user

pembentukan PDB nasional dapat dilihat bahwa PDB Sektor Industri Pengolahan terus mengalami peningkatan dalam kurun waktu tahun 2004-2011. Pada tahun 2004 industri pengolahan tercatat memberikan kontribusi PDB sebesar 469.952,4 milyar rupiah atau 28,37 persen dari total PDB Indonesia. Pada tahun 2008 tercatat menjadi 557.764,4 milyar rupiah atau 26,78 persen dari total PDB Indonesia, kemudian pada tahun 2011 PDB industri pengolahan telah membukukan angka sebesar 634.246,9 milyar rupiah atau 25,75 persen dari total PDB. Selama kurun waktu tersebut, Sektor Industri Pengolahan memberikan sumbangan tertinggi terhadap total PDB Indonesia dengan kontribusi rata-rata sebesar 27,02 persen. Sedangkan sektor yang menyumbang PDB paling sedikit adalah Sektor Listrik, Gas, dan Air Minum yang dalam kurun waktu tersebut paling tinggi tercatat hanya menyumbang sebesar 17.136,8 milyar rupiah pada tahun 2009 atau hanya sebesar 0,79 persen dari total PDB Indonesia. Sektor ini hanya mempunyai kontribusi rata-rata sebesar 0,72 persen selama kurun waktu tahun 2004-2011 (data terlampir, kontribusi 9 sektor ekonomi terhadap PDB Indonesia selengkapnya dapat dilihat pada lampiran).

Meskipun selama kurun waktu tahun 2004-2011 kontribusi sektor industri terhadap total PDB nasional cenderung mengalami penurunan, akan tetapi sektor tersebut masih menjadi leading sector bagi sektor-sektor lainnya dalam pembentukan PDB nasional. Hal ini sejalan dengan

(24)

teori-commit to user

dapat memimpin sektor lainnya, karena produk-produk industrial selalu memiliki “dasar tukar” (term of trade) yang lebih tinggi dan lebih menguntungkan serta menciptakan nilai tambah yang lebih besar dibandingkan produk-produk sektor lain (Dumairy, 1997: 227).

Peranan yang sangat dominan dari sektor industri pengolahan dalam pembentukan PDB nasional menunjukkan bahwa untuk saat ini sektor industri dapat dipandang sebagai sebagai “mesin pertumbuhan” utama dalam perekonomian Indonesia. Nanga (2001: 28) menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai peningkatan kemampuan suatu perekonomian dalam memproduksi barang-barang dan jasa-jasa.

Lebih lanjut, kontribusi sektor industri dalam perekonomian nasional adalah dalam penyerapan tenaga kerja. Industri pengolahan disebut sebagai industri yang strategis. Industri ini dipandang mampu mendorong perekonomian Indonesia yang sedang berkembang menuju kemajuan. Dengan didukung oleh sumber daya manusia yang melimpah, maka sektor industri pengolahan diharapkan akan mampu menyerap tenaga kerja yang besar sebanding dengan kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Pada kenyataannya penyerapan tenaga kerja pada sektor industri pengolahan kurang mampu untuk menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang tinggi.

(25)

commit to user

2002-2008, Sektor Industri Pengolahan hanya mampu menduduki peringkat ke-4 di antara 9 sektor ekonomi utama, dengan kontribusi sebanyak 12.440,14 ribu tenaga kerja dari total tenaga kerja nasional. Rata-rata kontribusi penyerapan tenaga kerja terbesar tahun 2002-2008 masih ditempati oleh Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan sebesar 42.689,63 ribu tenaga kerja, diikuti Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar 20.684,04 ribu tenaga kerja, dan Sektor Jasa Kemasyarakatan sebesar 12.778,15 ribu tenaga kerja dari total tenaga kerja nasional (Departemen Perdagangan, 2009).

Senada dengan itu, mencermati Tabel 1.1 yang disajikan di atas dari sisi kontribusi terhadap total tenaga kerja nasional, hingga akhir tahun 2011 perkembangan jumlah tenaga kerja sektor industri pengolahan juga belum mengalami perkembangan yang besar meskipun secara tren cenderung meningkat. Berdasarkan data periode tahun 2004-2011 sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor pertanian yang mempunyai kontribusi rata-rata 40,60 persen. Sedangkan industri pengolahan yang merupakan leading sector di Indonesia hanya mampu memberikan kontribusi rata-rata sebesar 12,49 persen. Tabel 1.1 di atas memperlihatkan bahwa perkembangan jumlah tenaga kerja yang dapat diserap oleh sektor industri pengolahan selama periode Agustus 2004 sampai dengan Agustus 2011 menunjukan kecenderungan peningkatan. Jumlah tenaga kerja yang dapat diserap meningkat dari 11.070.498 tenaga

(26)

commit to user

2011. Dengan demikian selama periode Agustus 2004 sampai dengan Agustus 2011 terdapat peningkatan penyerapan tenaga kerja pada sektor industri sebanyak 3.471.583 tenaga kerja (data terlampir, kontribusi 9 sektor ekonomi terhadap total tenaga kerja Indonesia selengkapnya dapat dilihat pada lampiran).

Kontribusi sektor industri pengolahan dalam hal penyerapan tenaga kerja di Indonesia dirasa belum sebanding dengan kontribusi sektor tersebut dalam hal pembentukan PDB nasional. Walaupun tren penyerapan tenaga kerja pada sektor industri pengolahan cenderung meningkat dalam kurun waktu 8 tahun terakhir, akan tetapi sektor ini hanya mampu menduduki peringkat ke-4 dalam hal penyerapan tenaga kerjanya seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Hal tersebut mengindikasikan ada sesuatu yang kurang tepat dalam kontribusi sektor industri pengolahan tersebut terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, dimana daya serap tenaga kerjanya sangat belum sebanding dengan kontribusinya.

Perkembangan jumlah tenaga kerja yang mampu diserap oleh sektor industri tentunya terkait dengan perkembangan yang terjadi pada sektor industri itu sendiri serta perkembangan kondisi perekonomian secara keseluruhan. Oleh karena itu, menjadi sangat penting untuk menjaga pertumbuhan sektor industri dan perekonomian secara keseluruhan guna terciptanya pertumbuhan penyerapan tenaga kerja pada sektor industri.

(27)

commit to user

Untuk melakukan fungsi-fungsi kontribusi tersebut di atas, kondisi industri pengolahan selalu mengalami pasang surut dari tahun ke tahunnya. Penurunan kontribusi tersebut tidak terlepas dari melemahnya kinerja sejumlah industri yang selama ini memberikan kontribusi besar bagi perekonomian nasional sehingga perkembangan industri secara umum terhambat. Selain itu hambatan-hambatan utama yang dialami adalah permodalan yang kurang ditujukan pada realisasi sektor industri pengolahan, tenaga kerja yang kompeten, bahan baku yang berkualitas, serta teknologi yang belum memadai.

Target pembangunan industri nasional dapat dicapai apabila berbagai masalah di sektor industri yang menyebabkan penurunan kontribusi khusunya dalam pembentukan PDB dan belum optimalnya kontribusi sektor tersebut dalam penyerapan tenaga kerja diperbaiki secara menyeluruh, dalam hal ini pemerintah perlu untuk membuat kebijakan yang dapat memberikan dampak bagi peningkatan pertumbuhan produk (output) dan penyerapan tenaga kerja industri pengolahan, baik pembangunan industri pengolahan di daerah maupun industri nasional. Pemerintah dalam hal ini Kementrian Perindustrian harus melakukan beberapa upaya untuk meningkatkan pertumbuhan produk industri pengolahan dan penyerapan tenaga kerja yang lebih banyak lagi, salah satunya adalah dengan menarik investasi baru baik untuk meningkatkan kapasitas maupun perluasan produksi.

(28)

commit to user Tabel 1.2

Perkembangan Realisasi Investasi Pada Sektor Industri di Indonesia Periode Tahun 2005 – 2011

PMDN PMA

Tahun Proyek Investasi Proyek Investasi

(Rp. Milyar) (US$ Juta)

2005 149 20.991,3 335 3.500,6 2006 96 13.012,7 361 3.602,5 2007 101 26.289,8 390 4.697,0 2008 189 15.914,8 495 4.515,2 2009 158 19.434,4 474 3.831,1 2010 419 25.612,6 1.096 3.357,0 2011 706 38.533,8 1.643 6.789,6 Jumlah 1.818 159.789 4.794 30.293 Rata-rata 260 22.827 685 4.328

Sumber: BKPM 2012, data diolah.

Dari tabel 1.2 di atas dapat dilihat bahwa pada tahun 2006 terjadi penurunan nilai realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) untuk sektor industri pengolahan yang cukup signifikan yaitu Rp. 13.012,7 miliar, nilai realisasi itu menunjukkan penurunan dari tahun 2005 dimana PMDN memberikan nilai realisasi Rp. 20.991,3 miliar. Penurunan nilai realisasi PMDN pada sektor industri pengolahan juga ditunjukkan pada tahun 2008 yaitu Rp. 15.914,8 miliar, nilai realisasi itu menunjukkan penurunan dari tahun 2007 dimana PMDN berhasil membukukan nilai realisasi Rp. 26.289,8

(29)

commit to user

miliar. Begitu pula dengan nilai realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) yang mengalami penurunan, dimana realisasi untuk tahun 2007 sebesar US$ 4.697,0 juta sedangkan untuk tahun 2008 hanya sebesar US$ 4.515,2 juta. Penurunan nilai realisasi PMA terus terjadi secara berturut-turut pada pada tahun 2009 dan 2010 yaitu sebesar US$ 3.831,1 juta dan US$ 3.357,0 juta. Hingga pada tahun 2011 nilai realisasi investasi riil (PMDN dan PMA) untuk sektor industri pengolahan kembali mengalami peningkatan dengan membukukan nilai realisasi investasi masing-masing Rp. 38.533,8 miliar dan US$ 6.789,6 juta.

Investasi pada sektor industri pengolahan diharapkan dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja pada sektor tersebut dan membantu memecahkan masalah pengangguran yang dihadapi oleh Indonesia. Namun kenyataannya realisasi investasi pada sektor industri pengolahan terus berfluktuatif dan cenderung mengalami penurunan.

Penurunan realisasi investasi ini membuktikan bahwa iklim penanaman modal di Indonesia, khususnya pada sektor industri masih jauh dari kondusif. Ekonomi biaya tinggi (high cost economy) yang bersumber sejak proses perijinan usaha hingga pemasaran produk, stabilitas keamanan, kepastian hukum, masih menjadi momok menakutkan bagi kegiatan investasi terutama pada sektor industri pengolahan. Selain itu perkembangan perindustrian juga tidak terlepas dari peranan tenaga kerja yang terlibat di dalamnya, banyaknya tenaga ahli yang didatangkan dari luar negeri

(30)

commit to user

menunjukkan bahwa pengembangan sumber daya manusia bidang industri belum memadai hingga berdampak pada rendahnya daya serap sektor industri terhadap tenaga kerja nasional. Perkembangan teknologi industri yang semakin maju menuntut SDM yang berkualitas dalam menanganinya sehingga kedepannya dapat mendorong pembangunan industri ke arah yang jauh lebih baik.

Sejak Indonesia merdeka, masalah ketenagakerjaan secara terus menerus telah menjadi problem berkepanjangan, hal tersebut disebabkan oleh ketidakmampuan ekonomi untuk menyerap tenaga kerja yang cukup besar dan meningkatnya pertumbuhan tenaga kerja yang relatif cukup tinggi setiap tahunnya (labor surplus economy), walaupun dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, bahkan disebut sebagai salah satu negara yang mengalami keajaiban ekonomi (miracle economy) sampai tahun 1996, dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 7,5% dari tahun 1970 – 1996, akan tetapi kondisi ketenagakerjaan (employment crisis) semakin nyata terjadi di Indonesia.

Industri pengolahan dipandang sebagai industri yang strategis dan mempunyai peranan penting bagi perekonomian Indonesia. Industri pengolahan merupakan salah satu sektor ekonomi yang memberikan kontribusi besar terhadap PDB nasional, hal tersebut terlihat dari angka kontribusi tertinggi yang disumbangkan apabila dibandingkan dengan sektor-sektor ekonomi lainnya. Sektor industri pengolahan diharapkan dapat

(31)

commit to user

berperan banyak dalam menciptakan lapangan kerja baru dan menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar sebanding dengan kontribusi sektor tersebut dalam pembentukan PDB nasional di Indonesia. Dari latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh Produk Domestik Bruto (PDB) dan Investasi Riil

Sektor Industri Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Pengolahan di Indonesia Tahun 1985 – 2011”.

2. Perumusan Masalah

Dari uraian latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apakah nilai Produk Domestik Bruto (PDB) di sektor industri berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja pada industri pengolahan di Indonesia tahun 1985–2011?

2. Apakah nilai investasi riil di sektor industri berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja pada industri pengolahan di Indonesia tahun 1985–2011?

3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini memiliki beberapa tujuan, yaitu:

(32)

commit to user

1. Untuk mengetahui pengaruh nilai Produk Domestik Bruto (PDB) sektor industri terhadap penyerapan tenaga kerja pada industri pengolahan di Indonesia;

2. Untuk mengetahui pengaruh nilai investasi riil sektor industri terhadap penyerapan tenaga kerja pada industri pengolahan di Indonesia.

4. Manfaat Penelitian

Penelitian mengenai analisis pengaruh Produk Domestik Bruto (PDB) dan investasi riil sektor industri terhadap penyerapan tenaga kerja pada sektor industri pengolahan di Indonesia tahun 1985–2011 ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Bagi pengambil kebijakan; hasil penelitian ini menjadi informasi yang dapat digunakan sebagai referensi dan bahan pertimbangan kebijakan pemerintah dalam Penanaman Modal Asing (PMA), Penanaman Modal dalam Negeri (PMDN) dan Produk Domestik Bruto (PDB) sektor industri dalam pengaruhnya terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri pengolahan;

2. Bagi masyarakat; hasil sosialisasi dari penelitian ini dapat memberikan pengetahuan mengenai pengaruh Produk Domestik Bruto (PDB) dan investasi terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri pengolahan;

(33)

commit to user

3. Bagi dunia akademis; hasil penelitian ini bisa menjadi literatur tambahan bagi penelitian selanjutnya sehingga mampu menjadi bahan acuan yang bermanfaat bagi banyak peneliti;

4. Bagi peneliti; hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi bagi berbagai penelitian. Penelitian ini juga sekiranya dimanfaatkan sebagai acuan untuk pelaksanaan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh Produk Domestik Bruto (PDB) dan investasi terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri pengolahan di Indonesia.

5. Keterbatasan Penelitian

Cakupan penelitian yang dilakukan adalah bersifat agregat nasional dan agregat sektor. Oleh karena itu, analisis terhadap penyerapan tenaga kerja sektoral, khususnya sektor industri pengolahan, juga bersifat agregat nasional. Hal tersebut bermakna bahwa penelitian yang dilakukan tidak mempertimbangkan aspek regional. Dengan demikian pengaruh keragaman karakteristik daerah dan kebijakan pemerintah daerah yang turut mempengaruhi kenerja suatu sektor industri pengolahan khusunya dalam hal penyerapan tenaga kerjanya tidak tergambar dalam penelitian tentang pengaruh PDB dan investasi riil sektor industri terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri pengolahan di Indonesia tahun 1985–2011 ini.

(34)

commit to user

Di samping itu, penelitian ini juga tidak menggolongkan sektor industri berdasarkan skala industri (besar, sedang, kecil, dan rumah tangga). Dalam penelitian ini, suatu sektor industri dipandang sebagai satu kesatuan agregat yang merupakan gabungan dari berbagai skala industri yang ada. Oleh karena itu, analisis karakteristik masing-masing skala industri dan pengaruhnya terhadap penyerapan tenaga kerja suatu sektor industri juga tidak tergambarkan dalam penelitian ini.

(35)

commit to user BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Tenaga Kerja

1. Pengertian Permintaan Tenaga Kerja

Jika perusahaan atau seorang pengusaha melakukan permintaan terhadap suatu faktor produksi, maka hal itu dilakukannya bukan untuk memperoleh kepuasan langsung yang diharapkannya dari faktor produksi tersebut. Pengusaha tersebut menginginkan faktor-faktor karena harapan akan hasil yang daripadanya, misalkan permintaan pengusaha akan tenaga kerja (Simanjuntak, 1985: 74).

Permintaan pengusaha atas tenaga kerja berlainan dengan permintaan konsumen terhadap barang dan jasa. Konsumen membeli barang karena barang itu memberikan kepuasan (utility) kepada konsumen tersebut. Akan tetapi pengusaha mempekerjakan seseorang membantu memproduksikan barang dan jasa untuk dijual kepada masyarakat. Dengan kata lain, permintaan pengusaha terhadap tenaga kerja, tergantung dari pertambahan permintaan masyarakat terhadap barang yang diproduksinya. Permintaan tenaga kerja yang seperti itu disebut derived demand (Simanjuntak, 1985: 78).

Permintaan tenaga kerja merupakan sebuah daftar berbagai alternatif kombinasi tenaga kerja dengan input lainnya yang tersedia dan berhubungan dengan tingkat upah. Dalam proses produksi, tenaga kerja

(36)

commit to user

memperoleh pendapatan sebagai balas jasa dari yang telah dilakukannya, yaitu berwujud upah. Maka pengertian permintaan tenaga kerja dapat diartikan sebagai jumlah tenaga kerja yang diminta oleh pengusaha pada berbagai tingkat upah (Ananta, 1993: 57).

Permintaan tenaga kerja berkaitan dengan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan atau instansi tertentu. Biasanya permintaan akan tenaga kerja ini dipengaruhi oleh perubahan tingkat upah dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi permintaan hasil (Sumarsono, 2003: 36).

2. Pengertian Penyerapan Tenaga Kerja

Penyerapan tenaga kerja merupakan jumlah tertentu dari tenaga kerja yang digunakan dalam suatu unit usaha tertentu atau dengan kata lain penyerapan tenaga kerja adalah jumlah tenaga kerja yang bekerja dalam suatu unit usaha (BPS, 2007).

Penduduk yang terserap, tersebar di berbagai sektor perekonomian. Sektor yang mempekerjakan banyak orang umumnya menghasilkan barang dan jasa yang relatif besar. Setiap sektor mengalami laju pertumbuhan yang berbeda. Demikian pula dengan kemampuan setiap sektor dalam menyerap tenaga kerja. Perbedaan laju pertumbuhan tersebut mengakibatkan dua hal. Pertama, terdapat perbedaan laju peningkatan produktivitas kerja di masing-masing sektor. Kedua, secara berangsur-angsur terjadi perubahan sektoral, baik dalam penyerapan tenaga kerja

(37)

commit to user

maupun dalam kontribusinya dalam pendapatan nasional (Simanjuntak, 1985: 62). Jadi yang dimaksud dengan penyerapan tenaga kerja dalam penelitian ini adalah jumlah atau banyaknya orang yang bekerja di berbagai sektor perekonomian.

Menurut Handoko (dalam Ridha, 2008) penyerapan tenaga kerja ini dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal tersebut antara lain tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, pengangguran dan tingkat bunga. Dalam dunia usaha tidaklah memungkinkan mempengaruhi kondisi tersebut, maka hanyalah pemerintah yang dapat menangani dan mempengaruhi faktor eksternal. Sedangkan faktor internal dipengaruhi oleh tingkat upah, produktivitas tenaga kerja, modal dan pengeluaran non upah.

Sudarsono (dalam Tindaon dan Yusuf, 2009) menyatakan bahwa penyerapan tenaga kerja meupakan jumlah angkatan kerja yang bekerja yang tersedia di suatu daerah. Permintaan tenaga kerja berkaitan dengan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan atau instansi tertentu. Permintaan tenaga kerja ini dipengaruhi ileh perubahan tingkat upah dan perubahan faktor-faktor lain yang mempengaruhi permintaan hasil produksi, antara lain naik turunnya permintaan pasar akan hasil produksi dari perusahaan yang bersangkutan, tercermin melalui besarnya volume produksi, dan barang-barang modal yaitu mesin atau alat yang digunakan dalam proses produksi.

(38)

commit to user

Dengan demikian apabila mengacu pada uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa permintaan tenaga kerja adalah keseluruhan hubungan antara berbagai tingkat upah dan jumlah tenaga kerja yang diminta unruk dipekerjakan. Jadi yang dimaksud dengan penyerapan tenaga kerja dalam penelitian ini adalah jumlah atau banyaknya orang yang bekerja di berbagai sektor dalam hal ini adalah sektor industri pengolahan.

Penyerapan tenaga kerja dapat diartikan secara luas yakni menyerap tenaga kerja dalam arti menghimpun orang atau tenaga kerja di suatu lapangan usaha. Lapangan usaha yang tersedia tidak mampu menyerap tenaga kerja dalam kondisi yang siap pakai. Disinilah perlunya peranan pemerintah untuk mengatasi masalah kualitas tenaga kerja melaui pembangunan pendidikan, peningkatan kualitas tenaga kerja yang berkemampuan dalam memanfaatkan, mengembangkan dan menguasai IPTEK, serta pelatihan keterampilan dan wawasan yang luas sehingga mempermudah proses penyerapan tenaga kerja yang dibutuhkan (Sukirno, 2007: 104).

Kaum Klasik percaya bahwa perekonomian yang dilandaskan pada mekanisme pasar akan selalu menuju keseimbangan (equilibrium). Dalam posisi keseimbangan tidak akan terjadi kelebihan maupun kekurangan permintaan. Kalaupun terjadi ketidakseimbangan (disequilibrium), misalnya pasokan lebih besar dari permintaan, kekurangan konsumsi atau terjadi pengangguran, maka keadaan ini dinilai oleh kaum klasik sebagai

(39)

commit to user

suatu invisible hand yang akan membawa perekonomian kembali pada posisi keseimbangan.

Kaum Klasik juga percaya bahwa dalam keseimbangan semua sumber daya, termasuk tenaga kerja akan digunakan secara penuh (full

employed). Dengan demikian di bawah sistem yang didasarkan pada

mekanisme pasar tidak ada pengangguran. Kalau tidak ada yang bekerja, daripada tidak memperoleh pendapatan sama sekali, maka mereka bersedia bekerja dengan tingkat upah yang lebih rendah. Kesedian untuk bekerja dengan tingkat upah yang lebih rendah ini akan menarik perusahaan untuk mempekerjakan mereka lebih banyak (Sukirno, 2007: 112).

Teori Say yang mengatakan bahwa “penawaran akan menciptakan permintaan sendiri” dikritik habis-habisan oleh Keynes sebagaisesuatu yang keliru. Dalam kenyataannya, demikian Keynes, biasanya permintaan lebih lebih kecil dari total produksi. Kalaupun kekurangan ini bisa dieliminir dengan menurunkan harga-harga, maka pendapatan tentu turun, dan sebagai akibatnya tetap saja permintaan lebih kecil dari penawaran. Karena konsumsi lebih kecil dari pendapatan berarti tidak semua produksi akan diserap masyarakat.

Kritik Keynes (1883-1946) yang lain termasuk system klasik yang juga sangat diperhatikan ialah pendapatnya yang mengatakan bahwa tidak ada mekanisme penyesuaian (adjustment) otomatis yang menjamin bahwa

(40)

commit to user

perekonomian akan mencapai keseimbangan pada tingkat penggunaan tenaga kerja penuh. Hal ini sangat jelas dalam analisisnya tentang tenaga kerja (Todaro, 2000: 137).

Sebelumnya sudah dijelaskan bahwa kaum klasik percaya bahwa dalam posisi keseimbangan semua sumber daya, termasuk didalamnya sumber daya tenaga kerja, akan dimanfaatkan secara penuh (full

employed). Jika seandainya terjadi terjadi pengangguran, pemerintah tidak

perlu melakukan tindakan/kebijaksanaan apapun. Pandangan klasik ini tidak diterima oleh Keynes. Menurut pandangan Keynes, dalam kenyataannya pasar tenaga kerja tidak bekerja sesuai dengan pandangan klasik di atas. Dimanapun pekerja mempunyai semacam serikat kerja (labor union) yang akan berusaha memperjuangkan kepentingan buruh dari penurunan tingkat upah. Dari sini Keynes mengecam analisis kaum klasik yang didasarkan pada pengandaian- pengandaian yang keliru dengan kenyataan kehidupan hidup sehari-hari.

Kalaupun tingkat upah diturunkan, tingkat pendapatan masyarakat tentu akan turun. Turunnya pendapatan sebagian anggota masyarakat akan menyebabkan turunnya daya beli masyarakat, yang pada gilirannya akan menyebabkan konsumsi secara keseluruhan akan berkurang. Berkurangnya daya beli masyarakat akan mendorong turunnya harga. Kalau harga-harga turun, maka kurva nilai produktivitas marginal labor yang dijadikan sebagai patokan oleh pengusaha dalam mempekerjakan

(41)

commit to user

tenaga kerja akan turun. Jika penurunan dalam harga-harga tidak begitu besar, maka kurva nilai produktivitasnya hanya turun sedikit. Meskipun demikian jumlah tenaga kerja yang bertambah tetap saja lebih kecil dari jumlah tenaga kerja yang ditawarkan. Lebih parah lagi kalau harga-harga turun drastis, ini menyebabkan kurva produktivitas marginal labor drastis pula, dan jumlah tenaga kerja yang tertampung jadi semakin kecil, dan pengangguran menjadi semakin luas (Sukirno, 2007: 152).

3. Teori Permintaan Satu Perusahaan Akan Tenaga Kerja

Permintaan adalah jumlah suatu komoditi yang bersedia dibeli individu selama periode waktu tertentu yang besarannya dipengaruhi oleh harga komoditi itu, pendapatan nominal, harga komoditi lain, dan citarasa (Salvatore, 1992: 86). Permintaan terhadap tenaga kerja merupakan sebuah daftar berbagai alternatif kombinasi tenaga kerja dengan input lainnya yang tersedia yang berhubungan dengan tingkat upah (Ananta, 1990: 77).

Teori permintaan menerangkan tentang ciri hubungan antara jumlah permintaan dengan harga. Sehubungan dengan tenaga kerja, permintaan tenaga kerja berarti hubungan antara tingkat upah dengan kuantitas tenaga kerja yang dikehendaki oleh majikan (pengusaha) untuk dipekerjakan (dibeli). Permintaan pengusaha atas tenaga kerja berlainan dengan permintaan konsumen terhadap barang dan jasa. Konsumen membeli barang karena barang itu memberikan kepuasan (utility) kepada

(42)

commit to user

konsumen tersebut. Akan tetapi pengusaha memperkerjakan seseorang itu membantu memproduksikan barang atau jasa untuk dijual kepada masyarakat. Dengan kata lain, permintaan pengusaha terhadap tenaga kerja, tergantung dari pertambahan permintaan masyarakat terhadap barang yang diproduksinya. Permintaan tenaga kerja yang seperti itu disebut derived demand (Simanjuntak, 1985: 89). Pengusaha mempekerjakan seseorang karena membantu memproduksi barang/jasa untuk dijual kepada konsumen. Oleh karena itu, kenaikan permintaan pengusaha terhadap tenaga kerja, tergantung dari kenaikan permintaan masyarakat akan barang yang diproduksi.

Menurut Mankiw (2003: 46-47), keputusan suatu perusahaan untuk meningkatkan dan mengurangi penggunaan tenaga kerja tergantung pada perbandingan value marginal productivity of labor dengan upah nominalnya. Jika fungsi keuntungan perusahaan adalah:

П = P. f (K, L) – wL – rK……….………(2.1)

maka, tingkat perubahan keuntungan sebagai akibat dari perubahan tenaga kerja didefinisikan sebagai berikut:

(43)

commit to user

“P” adalah harga output, “fL” adalah marginal productivity of labor dan “w” adalah upah. Dengan demikian persamaan tersebut dapat didefinisikan kembali sebagai berikut:

………...(2.3)

P . MPL – w = 0………...………(2.4)

……….……….(2.5)

Berdasarkan persamaan tersebut, jika MPL > w/P atau upah riil, maka perusahaan dapat memutuskan untuk meningkatkan penggunaan tenaga kerjanya. Sebaliknya jika MPL < w/P atau upah riil, maka perusahaan akan mengurangi penggunaan tenaga kerja, karena tambahan output menjadi lebih kecil dibandingkan dengan tambahan biaya tenaga kerjanya. Dengan demikian perusahaan tidak akan menambah maupun mengurangi tenaga kerja jika tambahan produktivitas akibat penambahan tenaga kerja sama dengan tingkat upah riilnya (MPL = w/P). Dengan kata lain perusahaan akan mengurangi maupun menambah tenaga kerja ketika tambahan outputnya sama dengan tambahan biayanya.

Menurunkan fungsi permintaan tenaga kerja dengan turunan pertama fungsi keuntungan menurut Bellante dan Jackson (1990) adalah sebagai berikut:

(44)

commit to user

П= TR – TC...(2.7)

Persamaan (2.7) merupakan persamaan keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan dimana:

TR = P . Q………(2.8)

TC= rK + wL...(2.9)

Menurut Bellante (1990) diasumsikan bahwa kapital diukur dengan tingkat bunga (r), sedangkan tingkat upah dapat diukur dengan upah yang diberikan oleh perusahaan kepada pekerja (w).

Persamaan (2.6), (2.8), dan (2.9) disubtitusikan dengan persamaan (2.7), maka akan diperoleh persamaan berikut:

П= TR – TC

П = P . Q – (rK + wL)

П = P . Q – rK – wL………...(2.10)

Keuntungan (П) maksimum diperoleh dari turunan pertama fungsi keuntungan di atas harus sama dengan nol, maka diperoleh persamaan:

П = P . Q – rK – wL 0 = P . f(K, L) – rK – wL

(45)

commit to user Sehingga,

L = P . f(K, L) – rK.L / w………(2.12)

Dimana:

L = permintaan tenaga kerja, P = harga barang per unit;

K = kapital (modal), r = tingkat suku bunga;

w = upah tenaga kerja, Q = output (PDB/PDRB).

Berdasarkan persamaan di atas, diketahui bahwa permintaan tenaga kerja (L) merupakan fungsi dari kapital/modal (K), tingkat suku bunga (r), upah tenaga kerja (w) dan output/PDB (Q).

Menurut Simanjuntak (2001: 69), ada beberapa faktor yang menyebabkan seorang pengusaha untuk menambah atau mengurangi jumlah tenaga kerja, yaitu:

a. Pengusaha perlu memperkirakan tambahan hasil (ouput) yang diperoleh pengusaha sehubungan dengan penambahan seorang tenaga kerja. Tambahan hasil tersebut dinamakan tambahan hasil marginal atau marginal physical product dari karyawan (MPPL).

b. Pengusaha perlu menghitung jumlah uang yang akan diperoleh pengusaha dengan tambahan hasil marginal tersebut. Jumlah uang lini dinamakan penerimaan marginal atau marginal revenue, yaitu nilai dari MPPL tadi. Jadi marginal revenue sama dengan nilai kdari MPPL,

(46)

commit to user

yaitu besarnya MPPL dikalikan dengan harganya per unit (P) (Simanjuntak, 2001: 72).

MR = VMPPL………..(2.13)

VMPP = MPPL . P………….……….…….………....(2.14)

Keterangan:

MR = Marginal Revenue, penerimaan marginal. VMPPL = Value Marginal Physical Product of Labor,

nilai pertambahan hasil marginal dari karyawan. MPPL = Marginal Physical Product of Labor

P = Price, harga jual barang yang diproduksi per unit.

Akhirnya pengusaha akan membandingkan MR tersebut dengan biaya mempekerjakan tambahan seorang karyawan tadi. Jumlah biaya yang dikeluarkan pengusaha sehubungan dengan mempekerjakan seorang karyawan adalah upahnya sendiri (W) dan dinamakan dengan biaya marginal atau marginal cost (MC). Bila tambahan penerimaan marginal (MR) lebih besar daripada biaya mempekerjakan tambahan orang tersebut akan menambah keuntungan pengusaha. Dengan kata lain, pengusaha akan terus menambah jumlah karyawan selama MR lebih besar daripada W. Apabila tenaga kerja terus ditambah sedangkan alat-alat dan faktor produksi lain jumlahnya tetap, maka perbandingan alat-alat produksi untuk setiap pekerja menjadi lebih kecil pula. Dengan kata lain, semakin

(47)

commit to user

bertambah tenaga kerja yang dipekerjakan, semakin kecil MPPL-nya dan nilai MPPL itu sendiri. Hal ini karena berlakunya law of diminishing

returns dan diluiskan dengan garis DD dalam Gambar 2.2 berikut ini:

Gambar 2.1

Fungsi Permintaan Terhadap Tenaga Kerja

Sumber: Simanjuntak, 1985 hal. 75

Gambar 2.1 menjelaskan mengenai kurva permintaan tenaga kerja yang memiliki kemiringan (slope) yang negatif. Kurva permintaan tersebut menjelaskan mengenai hubungan antara besarnya tingkat upah dengan jumlah tenaga kerja. Kurva tersebut memiliki hubungan yang negatif, artinya semakin tinggi tingkat upah yang diminta maka akan mengakibatkan penurunan jumlah tenaga kerja yang diminta. Sebaliknya

(48)

commit to user

apabila tingkat upah yang diminta semakin rendah maka jumlah jumlah permintaan akan tenaga kerja akan meningkat.

Garis DD menggambarkan besarnya nilai hasil marginal tenaga kerja (value marginal physical product of labor, VMPPL) untuk setiap tingkat penempatan pekerja. Apabila misalnya jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan sebanyak OA = 100 orang, maka nilai hasil kerja yang ke-100 dinamakan VMPPL dan besarnya sama dengan: MPPL . P = W1. Nilai ini lebih besar daripada tingkat upah yang sedang berlaku (W). Oleh sebab itu, laba perusahaan akan bertambah dengan menambah tenaga kerja baru. Pengusaha dapat terus menambah laba perusahaan dengan mempekerjakan orang hingga ON. Di titik N pengusaha mencapai laba maksimum dan nilai MPPL . P sama dengan upah yang dibayarkan kepada tenaga kerja. Dengan kata lain pengusaha mencapai laba maksimum bila:

MPPL . P = W………...(2.15)

Dalam menentukan ukuran untuk menambah atau mengurangi sejumlah tenaga kerja yang dilakukan oleh pengusaha (Matz, 1990: 53) adalah sebagai berikut:

a. Para pengusaha akan membutuhkan sejumlah uang yang akan diperoleh dengan tambahan perusahaan tersebut, demikian juga dengan tenaga kerja. Apabila jumlah output dihasilkan oleh perusahaan yang jumlahnya besar maka akan menghasilkan output

(49)

commit to user

yang besar pula, sehingga semakin banyak jumlah perusahaan/unit yang berdiri maka akan semakin banyak kemungkinan untuk penambahan output produksi.

b. Nilai output suatu daerah memperkirakan akan mengalami peningkatan hasil produksi dengan bertambahnya jumlah perusahaan yang memproduksi barang yang sama.

4. Model Permintaan dan Gap Tenaga Kerja Pandangan Keynes

Analisis Keynes lebih banyak memperhatikan aspek permintaan yaitu menganalisis mengenai peranan dari permintaan berbagai golongan masyarakat di dalam menetukan tingkat kegiatan ekonomi yang akan dicapai oleh suatu perekonomian. Pada hakikatnya analisis ini berpendapat bahwa tingkat kegiatan ekonomi negara ditentukan oleh besarnya permintaan efektif, yaitu permintaan yang disertai oleh kemampuan untuk membayar barang-barang dan jasa-jasa yang diminta tersebut, yang diwujudkan dalam perekonomian. Bertambah besar permintaan efektif yang terwujud dalam perekonomian, maka bertambah besar pula tingkat produksi yang akan dicapai oleh sektor perusahaan. Keadaan ini dengan sendirinya akan menyebabkan pertambahan tingkat kegiatan ekonomi dan penggunaan tenaga kerja dan faktor-faktor produksi (Sukirno, 2002: 80).

Dalam bentuk yang paling sederhana, permintaan agregat pada ekonomi tertutup terdiri dari tiga komponen fundamental, yaitu: (1)

(50)

commit to user

jumlah permintaan untuk semua barang dan jasa oleh konsumen swasta, (2) jumlah permintaan untuk barang-batang investasi oleh industri swasta, dan (3) permintaan barang-barang dan jasa baik untuk konsumsi maupun investasi oleh pemerintah. Komposisi tingkat pendapatan nasional, dapat disederhanakan sebagai berikut: Pendapatan Nasional (Y) = Konsumsi (C) + Investasi (I) + Pengeluaran Pemerintah (G) (Todaro, 1999: 326).

Y = C + I + G………...………...(2.16)

Tingkat output agregat diamsusikan berhubungan secara unik dengan tingkat tenaga kerja nasional (N) seperti yang dinyatakan dalam suatu fungsi produksi nasional, misalkan Y = f (N, K, t) dimana fN > 0 jdan

f’N < 0. Untuk teknologi (t) dan persedian modal tetap (K), jumlah output

agregat akan berhubungan positif dengan tingkat perbedaan tenaga kerja, yaitu tingkat output agregat yang lebih tinggi akan mengakibatkan tingkat tenaga kerja yang lebih tinggi pula (Todaro, 1999: 326).

Perbedaan teori Keynes dengan teori Klasik adalah kenyataan bahwa tidak ada kesatuan dalam perekonomian yang menjamin tingkat pendapatan nasional yang tercapai akan sama dengan tingkat pendapatan potensial pada tingkat penggunaan tenaga kerja penuh (full employed). Semuanya tergantung pada tingkat permintaan agregat (C + I + G). Jika tingkat output nasional yang tercapai kurang dari output nasional potensial pada tingkat penggunaan tenaga kerja penuh maka akan terjadi

(51)

commit to user

pengangguran. Oleh karena itu, menurut Keynes untuk mengurangi pengangguran maka harus menaikkan tingkat permintaan agregat melaui pengeluaran pemerintah secara langsung, atau dengan kebijakan-kebijakan pemerintah yang secara tidak langsung mendorong peningkatan investasi-investasi swasta (Todaro, 1999: 326-328).

Menurut Keynes, apabila kegiatan ekonomi bertambah tinggi dan lebih banyak faktor-faktor produksi yang digunakan, maka pengangguran dan faktor-faktor produksi lainnya akan berkutang. Dengan demikian tingkat penggunaan tenaga kerja dalam perekonomian tergantung pada sampai mana besarnya permintaan efektif yang tercipta dalam perekonomian. Makin besar permintaan efektif, maka makin kecil jurang diantara tingkat kegiatan ekonomi pada penggunaan tenaga kerja penuh. Sebagai akibatnya pengangguran akan menjadi bertambah kecil (Sukirno, 2003: 81).

5. Elastisitas Permintaan Tenaga Kerja

Elastisitas permintaan tenaga kerja yaitu persentase perubahan kesempatan kerja dalam jangka pendek karena perubahan satu persen tingkat upah. SR SR SR SR SR E w w E w w E E . / / D D = D D = d ...(2.17)

(52)

commit to user

Besar kecilnya elastisitas permintaan tergantung dari substitusi tenaga kerja dengan faktor produksi lain, elastisitas permintaan terhadap barang yang dihasilkan, proporsi biaya tenaga kerja terhadap seluruh biaya produksi, dan elastisitas penawaran dari faktor produksi pelengkap lainnya.

Penduduk yang bekerja terserap dan tersebar di berbagai sektor seperti pertanian, keuangan, perdagangan dan lain sebagainya. Tiap sektor mengalami laju pertumbuhan yang berbeda. Laju pertumbuhan yang berbeda tersebut mengakibatkan dua hal. Pertama, terdapat perbedaan laju peningkatan produktivitas kerja di masing-masing sektor. Kedua, secara berangsur-angsur terjadi perubahan sektoral, baik dalam penyerapan tenaga kerja maupun dalam kontribusinya terhadap pendapatan nasional. Perbedaan laju pertumbuhan pendapatan regional dan kesempatan kerja tersebut, juga menunjukkan perbedaan elastisitas masing-masing sektor untuk penyerapan tenaga kerja. Elastisitas kesempatan kerja (E) yaitu perbandingan laju pertumbuhan kesempatan kerja ∆N/N dengan laju pertumbuhan ekonomi ∆Y/Y. Elastisitas tersebut dapat dinyatakan untuk keseluruhan perekonomian atau masing-masing sektor atau subsektor.

E = Y Y N N / / D D ...(2.18) E = i i i i Y Y N N / / D D ...(2.19)

(53)

commit to user

B. Variabel-variabel yang Berpengaruh Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja

1. Hubungan PDB Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja

Salah satu indikator pertumbuhan ekonomi adalah PDB yang menunjukkan kenaikan tingkat output total yang dihasilkan oleh negara tersebut. Peningkatan output bisa dilakukan melalui peningkatan kesempatan kerja. Kesempatan kerja meningkat akan berpengaruh pada peningkatan daya beli masyarakatnya dan akhirnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Pertumbuhan ekonomi adalah satu mesin paling tangguh untuk menghasilkan peningkatan jangka panjang standar hidup yang terjadi kepada standar hidup materi seseorang atau masyarakat yang bergantung pada pertumbuhan pendapatan nasional dengan diukur oleh Produk Domestik Bruto (PDB) dalam kaitannya dengan pertumbuhan penduduk (Lipsey, dkk, 1999: 24).

Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan angkatan kerja secara tradisional dianggap sebagai faktor yang positif dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti menambah jumlah tenaga produktif dan pertumbuhan penduduk yang lebih besar berarti menambah jumlah tenaga produktif dan pertumbuhan

(54)

commit to user

penduduk yang lebih besar berarti semakin besar ukuran pasar domestiknya.

Dalam penelitian ini, PDB yang digunakan adalah PDB atas dasar harga konstan, yang merupakan PDB atas dasar harga berlaku yang tidak memperhitungkan pengaruh perubahan harga. Hal ini mengandung maksud bahwa pertumbuhan ekonomi benar-benar merupakan pertumbuhan volume barang dan jasa, bukan nilai yang masih mengandung perubahan harga. Selain itu dalam penelitian ini, data PDB yang digunakan adalah PDB atas harga konstan pada sektor industri pengolahan karena penelitian ini menganalisis mengenai penyerapan tenaga kerja pada industri pengolahan.

a. Teori Pertumbuhan PDB (Output) dan Tenaga Kerja: Argumen Konflik

Eksistensi teori Keynes yang mendominasi berbagai teori pembangunan pada tahun 1950-an dan tahun tahun 1960-an berfokus pada kebijaksanaan-kebijaksanaan meningkatkan tingkat output nasional secara cepat dengan cara mempercepat pertumbuhan modal. Karena model Keynes yang statis, maka model ini menghubungkan tingkat penyediaan tenaga kerja dengan tingkat produk nasional bruto (GNP), maka negara-negara dunia ketiga dapat memaksimalkan tingkat penyerapan tenaga kerja. Alat teoritis yang dipergunakan untuk menjelaskan proses pertumbuhan adalah teori Harrod-Domar.

(55)

commit to user

Pertumbuhan Ekonomi dijelaskan sebagai hasil dari penjumlahan tabungan dan akumulasi modal fisik dan rasio modal-output. Oleh karena itu, untuk rasio modal output tertentu, tingkat output nasional dan pertumbuhan tenaga kerja dapat dinaikkan dengan cara memaksimalkan tingkat tabungan dan investasi (Todaro, 1999: 332). b. Teori Pertumbuhan PDB (Output) dan Tenaga Kerja: Argumen

Kesesuaian

Pada umumnya, kenaikan dalam produktivitas tenaga kerja sangat diharapkan. Akan tetapi apa yang lebih diharapkan itu sebenarnya adalah peningkatan jumlah faktor produktivitas output per unit dari semua sumber daya. Produktivitas tenaga kerja dapat ditingkatkan dengan berbagai cara diantaranya yaitu pendidikan yang lebih baik dan pelatihan-pelatihan manajemen. Akan tetapi, peningkatan dalam bidang produktivitas tenaga kerja sebagai hasil dari substitusi modal untuk tenaga kerja dalam proses produksi atau sebagai hasil dari adanya impor peralatan dan mesin-mesin yang mengakibatkan pengurangan penggunaan tenaga kerja. Hal ini akan merugikan negara-negara yang padat penduduknya.

Akumulasi modal ini tidak hanya membuang-buang sumber keuangan dalam negeri dan devisa, tetapi juga dapat menghambat pertumbuhan kesempatan kerja baru. Lebih lagi impor barang modal yang mengakibatkan penghematan tenaga kerja dalam kenyataannya

(56)

commit to user

justru akan mengurangi total faktor produktivitas sehingga akan menaikkan biaya produksi rata-rata. Dengan kata lain, jumlah biaya produksi rata akan meningkat walaupun biaya tenaga kerja rata-rata menurun sebagai akibat dari kapasitas produksi tenaga kerja yang tidak dipergunakan yang seringkali terjadi apabila peralatan mekanisme yang harganya mahal dan dirancang untuk produksi dalam skala besar di negara-negara yang sudah maju kemudian diimpor oleh negara-negara yang sedang berkembang yang pasaran dalam negerinya masih terlalu kecil untuk bisa memanfaatkan peralatan yang canggih ini secara efisien (Todaro, 1999: 333-334).

c. Teori Pertumbuhan PDB (Output) dan Tenaga Kerja: Hukum Okun (Okun Law)

Salah satu teori yang menjelaskan hubungan kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi adalah Hukum Okun. Hukum Okun menjelaskan antara output dan tingkat pekerja dengan asumsi bahwa output dan pekerja bergerak sama, jadi perubahan pada output akan menghasilkan perubahan yang sama pada pekerja juga.

Hukum Okun menerangkan mengenai hubungan output aktual dan potensial (GDP) dan pengangguran. Dimana Hukum Okun menyatakan bahwa untuk setiap penurunan 2 persen GDP yang berhubungan dengan GDP potensial, angka pengangguran meningkat sekitar 1 persen (Samuelson dan Nordhaus, 2001: 365).

Gambar

Tabel 1.1  Kontribusi Sektor Industri Pengolahan Terhadap PDB dan Total   Tenaga Indonesia Tahun 2004 – 2011………………………....…….4  Tabel 1.2  Perkembangan Realisasi Investasi Sektor Industri di Indonesia
Gambar 3.1  Daerah Kritis Uji t
Gambar 4.3: Investasi Riil Sektor Industri Pengolahan di Indonesia  Periode Tahun 1985 – 2011, data diolah

Referensi

Dokumen terkait

Uji Korelasi Pearson Pengetahuan dan Tingkat Ekonomi dengan Tindakan Pengobatan Mandiri pada Penyakit Batuk dengan Obat Batuk Tanpa Resep Responden di Desa Argomulyo Kecamatan

Maka dari itu untuk terhindar dari bahan asing dilakukan pemilahan mengenai bahan yang akan digunakan dalam pengomposan untuk mengantisipasi bahan yang tidak dapat dikomposkan

: Sejauh diketahui tidak ada peraturan nasional atau kedaerahan spesifik yang berlaku untuk produk ini (termasuk bahan-bahan produk tersebut).

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keberhasilan induksi embryo somatik melalui uji pengaruh penambahan 6-benzylamino purine (BAP) dan beberapa vitamin

Sebaliknya apabila manusia memilih amal munkar, maka apa yang mereka lakukan tiada nilai dihadapan Allah swt dalam kata lain yang dilakukan hanyalah amalan yang sia-sia atau

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas, dimana kegiatan penelitian menekankan pada pemecahan masalah-masalah yang berkonteks kelas dan diharapkan mampu

● Ensure the DRM law provides an umbrella for other laws that regulate disaster risks by establishing mechanisms for cross- sectoral coordination, especially with laws

masyarakat, Kepolisian Daerah Provinsi Lampung menggunakan pendekatan budaya dalam kinerjanya. Pendekatan budaya tersebut dilakukan sebagai bentuk upaya pemecahan