BAB 61
BEBERAPA HAL TENTANG PENDAPATAN NASIO NAL, DAJABELI DAN TINGKAT HIDUP RAKJAT
§ 731. Tentang pendapatan nasional (National Income)
a. Anti Pendapatan Nasional.
Pendapatan nasional adalah sedjumlah nilai rupiah jang menun djukkan nial daripada seluruh produksi barang2 dan djasa2 sebagai
hasil aktivitet2 ekonomi negara dalam keseluruhannja. Djadi, kalau
kita djumlahkan nilai (dihitung pada harga2 pasar) dari seluruh
hasil pertanian, hasil industri, hasil dari sektor djasa2 (termasuk
segala djasadjasa kepemerintahan), maka terd'apatlah jang disebut Gross National Product.
Kalau dari pendjumlahan2 ini kita kurangi djumlah jang telah di
bajar untuk segala padjak2 indirect atas pendjualan (misalnja, ada
padjak pendjualan sedjumlah kira2 Rp. 0,50 untuk tiap liter bensin
jang dibeli oleh konsumen) maka kita akan mendapat National Product at factor cost.
Nilai dari national product ini dapat djuga ditjotjokan dengan perhitungan djumlah pendapatan dari faktor2 produksi, dihitung
setjara langsung. Artinja djumlah dari produksi (nilai rupiahnja) harus sama dengan djumlah dari pendapatan2 dari faktor2 produksi
jang ikut menghasilkan produk itu, ja'ni tenaga kerdja, modal, dan tanah (plus entrepreneurship, kalau mau).
Pendekatan ketiga dari pendapatan nasional adalah liwat sudut pengeluaran. Djumlah pendapatan tentu harus sama dengan djum lah pengeluaran. Djadi, kalau perekonomian dibagi dalam misalnja lima sektor (pertanian, perindustrian dan lain2) dan didjumlahkan
berapa tiap2 tahun dikeluarkan oleh tiap2 sektor, maka djumlahnja
djuga harus sama dengan nilai dari pendapatan nasional. ekonomi, bagaimanakah statistik2 dari national income ini diguna
kan ? Statistik national income itu selalu harus dilihat baik dengan komponen2nja, maupun dalam keseluruhannja. Misalnja komponen2
dari national product mengatakan bahwa dalam tahun ini negeri kita telah menghasilkan bahan2' pertanian (diperintji tersendiri)
sekian djuta rupiah, hasil dad industri bernilai'sekian djuta rupiah, dan lain2 sebagainja. Dan seluruh national income berdjumlah
Untuk menilai suatu perkembangan ekonomi kita memerlukan jang disebut suatu time series, ja'ni angka2 dari tahun ketahun. Misalnja, Biro Perantjang Negara telah mengumpulkan angka2 national income
dari tahun 1953 sampai tahun 1958. Kami persilahkan pembatja mempeladjari Laporan Pelaksanaan Rentjana Pembangunan Lima Tahun 1956 — 1960, jang dikeluarkan oleh Biro Perantjang Negara. Kita simpulkan disini beberapa dari angka2nja itu (vide halaman III
laporan itu) :
TahunSektor bukan
pertanian Sektor per taniandjumlah national income 1953 Rp. 62,2 57% Rp. 46,9 43%Rp. 109,1 (100%) 1954 Rp. 67,7 58% Rp. 49,0 42%Rp: 116,7
1955 Rp. 66,6 56% Rp. 52,3 44%Rp. 118,9 1956 Rp. 68,5 55% Rp. 56,0 45%Rp. 124,5 1957 Rp. 70,7 52,6% Rp. 63,8 47,4%Rp. 134,5 1958 Rp. 65,5 56% Rp. 51,6 44%Rp. 117, (menurut harga2 dalam tahun 1955, dalam Rp. miljard)
Tjatatan : time series demikian ini untuk dapat dipakai untuk per bandingan dari tahun ketahun iharus dinjatakan dalam „constant prices”, ja'ni disini misalnja semua angka2 national income dihitung kembali berdasarkan harga2 tahun 1955. Perhitungan kembali sematjam ini artinja penting sekali, kalau kita tidak mau terkelabui oleh in flasi. Inflasi akan menaikkan national income tidak karena produksi naik, tetapi karena tingkat harga2 naik.
Sekarang, apakah jang dapat kita peladjari dari time series demikian itu ? Dua hal perlu diamatamati, jakni perkembangan dari tingkat (level) national income perubahan2 dalam kamposisi national incame
itu.
Kalau suatu perekonomian tumbuh maka dua hal akan tampak, jakni pertama, level dari national income akan naik baik total mau pun per capita (setiap djiwa rata2) ; kedua, komposisi (pembagian) dari income itu berubah karena sektor pertanian setjara relatip mendjadi kurang penting dan sektor industri dan djasa2 mendjadi relatip lebih besar Relatip berarti persentage dari total. jang achir ini terdjadi karena perubabanP struktur jang selalu terdapat sebagai hasil dari pembangunan ekonomi. Kita sudah ketahui bahwa kalau ekonomi berkembang dan produktivitet tenaga kerdjanja bertambah, hal ini hanja mungkin sektor industri mendjadi semakin besar. Sektor pertan.ian djuga. akan mengatami pertambahan produksi, tetapi djumlah tenaga jang'bekerdja dilapang ini' hares berkurang, setidak tidaknja setjara relatip.
Apakah jang dapat kita lihat dari angka2 jang tertera diatas ?
Pertama, bahwa level of national income (dalam djumlahnja) telah naik dari tahun 1953 ketjuali dalam tahun 1958 jang tidak dapat disebut tahun normal karena pengusiran belanda dan pemberontakan djalannja ekonomi kita.
Kalau kita menghitung perkembangan national income per capita, maka kenenaikankenaikannja tidak begitu besar (hitung sadja tiap tahun djumlah penduduk bertambah dengan 2%), tetapi gedjala kenaikan (djadi perbaikan nasib) toch tetap masih ada. Djuga ter batja tanda2 adanja perubahan struktur jang positip, jakni bagian dari
„bukan pertanian” senantiasa meningkat, baik absolut maupun relatip, biarpun hanja sedikit, dan hanja mulai dari 1954. Djatuhnja angka perbandingan ini pada tahun 1958 dapat ditjari sebabnja dalam seretnja produksi sektor, industri ketika sektor ini (sekarang masih) sangat diganggu oleh kekurangan2 bahan mentah dan
hilangnja sebagian dari pasarpasarnja karena adanja pemberontak an dan sangat berkurangnja alat2 transport interinsulair.
c. Kesukaran2 dalam pengumpulan angka2 National Income.
Angka2 national income jang dikumpulkan oleh Biro Perantjang
Negara, berdasar atas penjelidikan. Dr. Gould, Saudara Muljatno, dan Dr. Charlesworth, hanja merupakan perkiraan2 jang agak
kasar. Sangat mungkin ada kesala'han2 dalam perkirakiraannja.
Tetapi kita tidak mempunjai dasar jang lebih baik untuk meng hitung angka2 national income ini. Alangkah baiknja kalau Peme
rintah memberi (misalnja kepada Biro Pusat Statistik) lebih banjak fasilitet2 (anggaran belandja, tenaga ahli, personil pelaksana) untuk
keperluan perhitungan dan pentjatatan ini. Dalam hal perlu disebut bahwa census akan sangat memudahkan perhitungan2 national income, national product, dan national expenditures. Maka kalau census jang sudah direntjanakan untuk dilakukan dalam tahun 1961 atau 1962 itu sungguh2 dapat dilaksanakan, dengan sendirinja
usaha2 perhitungan national income akan sangat dimudahkan, akan
mentjapai angka2 jang lebih banjak dapat dipertjajai.
§ 732. Tentang dajabeli dan tingkat hidup rakjat Indonesia
a Sedjak adanja laporan „gobang” beberapa puluh tahun jang lalu jang menarik perhatian challajak ramai pada salah satu masalah jang mengchawatirkan, ialah bahwa kemampuan beli dalam arti kata rill (jaitu tanpa menghiraukan nilai uang) atau dalam arti kata moneter adalah rendah bagi terbanjak orang2 di Indonesia, Seperti
dikatakan oleh laporan tersebut diatas itu, bahwasanja kebanjakan "man in the street" hidup setiap hari dengan biaja segobang".
b. Djikalau kita tak menghiraukan nilai uang, boleh dikatakan bahwa dari sudut produksi setjara per capita, dajabeli (purchasing power) ditentukan ceteris paribus oleh ratio : djumlah produksi barang2
dan services/djumlah orange. Terdjemahan djumlah barangbarang dan services ini per capita dalam matauang adalah kemampuan membeli per capita (per satu orang). Kenaikkan atau penurunan purchasing power ini ditentukan oleh djumlah perubahan dalam angka (djumlah) produksi dibandingkan idengan perubahan dalam djumlah orang.
Ratio ini setelah diterdjemahkar dalam matauang akan memberikan perubahan dalam purchasing power ini.
c. Dari sudut konsumsi boleh dikatakan, bahwa dengan assumption adanja suatu ratio tertentu antara djumlah produksi dan djumlah penduduk, perubahan dalam skala kebutuhan perseorangan dan kolektip akan pula merobah purchasing power perseorangan.
Misainja djika kebutuhan akan barang2 dan djasa berkurang boleti
dikatakan bahwa ceteris paribus (selainnja tidak berubah) purcha sing power djuga telah menaik. Akan tetapi melihat demonstration effects jang begitu kuat dan jang 'datang dari kebudajaan Barat modern, rupanja kebutuhan akan barang2 baru dan mahal akan naik keras disini.
Sebaliknja djikakebutuhan2 atau skala 'kebutuhan2 ini akan men
djadi lebih besar ceteris paribus purchasing power dapat dikatakan telah menurun.
d. Dilihat dari sudut distribusi rupanja pembagian Gross National Product, jaitu djumlah barang2 dan services jang telah dihasilkan tiap tahun di Indonesia adalah iberketjenderungan kearah suatu distribusi pendapatan jang dapat dilukiskan dengan apa jang di namakan : segi2 Pareto.
Pada basis segitiga ini dilukiskan djumlah2 penduduk. Garis tengah
melukiskan Skala djumlah2 pendapatan diukur dari putjuk segitiga ini.
Djadi pada tingkat2 pendapatan jang tinggi sekali ( puntjak segitiga).
hanja ada beberapa orang sadja.
Menurun kearah basis segitiga ini dengan arti kata kedjurusan djumlah2 pendapatan jang makin rendah, kita dapat melihat makin
banjaknja djumlah orang. Dari sudut keadilan sosial, apa jang tidak sehat, adalah sangat tjiutnja segitiga Pareto untuk Indonesia kini.
Pemetjahan masalah ini rupanja antara lain terutama terletak pada pemupukan proses pembangunan ekonomi setjepattjepatnja, terutama investments kearah sektor2 perekonomian dimana "value added per unit
of input" adalah tertinggi.
Misalnja penjaluran penganggur2 tak kentara kearah pembuatan social
overheads seperti djalanan2 clam sebagainja.
e. Djikalau assumption kita adalah benar, bahwa untuk terbanjak pen duduk Indonesia kemampuan membeli adalah kurang memuaskan, efekefeknja atau akibatakibatnja adalah bahwa ini memberikan suatu pendjelasan mengapa djumlah2 investasi melihat kebutuhan
proses pembangunan ekonomi adalah sangat rendah.
Menurut perkiraan2 hanja ± 5% dari GNP Indonesia diperuntuk
kan bagi investments jang berguna bagi pembangunan ekonomi. Menurut W. W. Rostow paling sedikit 10% daripada GNP harus disalurkan kepada productive investments supaja dapat meloloskan perekonomian suatu negara underdeveloped dad genggaman ling karanlingkaran tak berudjungpangkal, untuk menggunakan istilah2
R. Nurkse. Boleh dikatakan bahwa kekurangan akan kekuatan beli adalah satu taraf dari "underdevelopment equilibrium" . jang pula ada di Indonesia. Disini permintaan akan modal adalah rendah, oleh karena rendahnja inducement to invest, sebagai akibat terba tasnja size of the market (terbatasnja purchasing power) jang di sebabkan rendahnja real income, berhubung dengan rendahnja pro duktiviteit, karena kurangnja intensiteit modal, sebagai akibat ren dahnja demand for capital.
Pemetjahan masalah lingkaran2 tak berudjung pangkal ini negara
jang masih terbelakang setjara ekonomis, adalah pokok proses pembangunan ekonomi.
LAMPIRAN bersifat technis seperti Sidang2 Working Party (Sidang Kerdja), sidang2
Experts, sidang2 Seminar, dah lainlainnja. Sidang jang baru lalu ini
adalah sidang Working Party oleh Economic Development and Planning. Working Party jang membahas masalah2 pembangunan ekonomi dan
perentjanaan ini sampai sekarang sudah berkumpul 5 kali sedjak 1954. Soal perentjanaan telah didekati dari sudut berbagaibagai sektor (sec torbysector approach), misalnja sektor pertanian, sektor industri, sektor perdagangan, dan lainlainnja. Maka kali ini jang dibahas adalah sektor sosial ; dibahas pula hubungan pembangunan dilapangan sosial dengan pembangunan ekonomi sesuatu rumus jang dapat didjaga keseimbangan jang sehat telah ditjari pula.
Indonesia diwakili oleh tiga orang : Dr Moh. Sadli dari Universitas Indonesia (Ketua), Sdr. Sugiarto.Djojosoetjipto dari Departemen Sosial (anggauta), dan Sdr. Soegondo dari Kedutaan R. I. di Bangkok (Seker taris). Sifat Working Party menghendaki bahwa anggautanja berbi tjara lebih banjak sebagai ahli daripada sebagai wakil negara semata2.
Walaupun demikian sifat politis sebagai wakil negara, kadang2 tidak dapat
dihindarkan, dan tempo2 berbagaibagai ideologi negara agak meliputi
djuga diskusi2 sidang itu. Akan tetapi dapat dikatakan bahwa sifat tehnis
lebih utama dari sifat politis ini. Apa artinja Pembangnnan Sosial.
Diantara ahli2 ekonomi dan para perantjang ada perasaan bahwa
sudah lama orang hanja memperhatikan pembangunan pabrikpabrik, bendungan2, saluran2 irigasi, djaringan kereta api, dan lainlain sebagai
nja, kalau mereka merentjanakan pembangunan suatu negeri. Segi ke manusiaan dari pembangunan semesta seolaholah diabaikan atau kurang mendapat perhatian. Ini tidak berarti bahwa projek2 sosial sama
sekali tidak dilakukan. Bukan demikian, tetapi sering perhatian terhadap projek2 demikian itu kurang, djumlah modal jang disediakan untuk ke
terdjamin pula.
Tetapi apakah jang dimaksudkan dengan pembangunan dilapangan sosial ? Ini soal interpretasi. Working Party pada hakekatnja tidak membabas soa12 sosial jang bersifat politis, biarpun sidang mengakui
bahwa "social structure" seriing mendjadi penighambat pembangunan ekonomi.
Sebagai pengertian umum untuk pembangunan sosial disebut pem bangunan dilapangan pendidikan, kesehatan, perumahan, kesedjahtera an sosial (social welfare), kesedjahteraan buruh (labor standards), kesedjahteraan gizi (nutrition standards).
Pendidikan tidak diartikan dalatn artinja jang tehnis tetapi meliputi djuga penerangan dan bimbingan sosial untuk merubah sikap hidup, untuk menanam nilainilai baru, jang semuanja itu harus mempermudah pembangunan ekonomi dan sosial. Sebab diakui bahwa berbagaibagai nilai hidup dan nilai sosial dibeberapa negara, atau masjarakat jang masih terbelakang betul2 menghambat pembangunan ekonomi dan
usaha kearah industrialisasi.
Pengertian pembangunan sosial djuga tidak terbatas pada penge luaranpengeluaran sadja untuk berbagaibagai projek —dilapangan so sial. Pembangunan dilapangan sosial dapat dilakukan dengan hanja sedikit atau hampir tidak pengeluaran2 keuangan. Misalnja dilapangan
kesedjahteraan kaum kerdja pemerintah dapat bertindak hanja dengan berdasar Undang2, atau dengan peraturan2, jang melindungi kepentingan2
kaum buruh atau jang memberi djaminan sosial lebih banjak kepada mereka ini. Dilapang pembangunan masjarakat desa banjak projek2
sosial djuga dilakukan dengan tidak banjak2 memerlukan pengeluaran
keuangan.
Persoalan (probleem stellingen) pembangunan Sosial.
Dengan pengertian jang telah diberikan kepada pembangunan sosial seperti diatas ini apakah sekarang soalnja jang patut kita ketahui dalam lapangan perentjanaan ?
Perentjanaan selalu menghadapi persoalan bagaimana membagi2
sumber pembelandjaan jang terbatas kepada objek2 pembangunan jang
banjak. Maka orang harus memilih projek2 mana jang didahulukan jang
lebih bermanfaat atau berguna sekali dalam rangka pembangunan se muanja. Maka demikianlah timbul soal bagaimana mentjari keseim bangan antara projek2 sosial dan projek2 ekonomi. Dua prinsip meliputi
soal keseimbangan ini, ialah prinsip hubungan saingan dan prinsip hu bungan komplementaritet. Projek2 sosial dan projek2 ekonomi bersaingan
dalam hal kebutuhan pembelandjaan. Uang jang telah dikeluarkan untuk membangun sekolah, rumahsakit, dll.nja, tidak dapat digunakan lagi untuk membangun suatu pabrik, atau bendungan. Uang hanja dapat digunakan sekali sadja dan orang harus memilih antara maksud2 jang
projek pemberantasan malaria dan t.b.c. jang berhasil akan merendah kan tingkat kemadjuan, dan dengan demikian meninggikan angka per tumbuhan penduduk, jang pada dirinja akan menjukarkan pembangunan ekonomi kalau djumlah penabungan dan penanaman tidak dapat ber djalan sedjadjar.
Sebaliknja, projek2 sosial dan projek2 ekonomi tidak selalu bersaing
an dalam effeknja, dalam buah atau gunanja. Kalau kita mendirikan banjak pabrik2 maka kita perlukan djuga banjak sekolah untuk mendidik
kader2 tehnik, dan kita perlukan djuga rumah2 sakit untuk perawatan
kaum kerdja. Dalam hal ini projek ekonomi dan projek sosial dapat dikatakan komplementer, artinja jang satu membutuhkan jang lain. Komplementaritet antara kedua kategori projek2 pembangunan ini tidak
hanja bersifat langsung seperti dimisalkan diatas ini. Suatu masjarakat jang masih sangat sederhana tidak dapat diindustrialisasikan sekali gus. Untuk keperluan industrialisasi diperlukan jang disebut "sosial pre condition" misalnja jang berhubungan dengan tenaga pekerdja untuk industri. Orang2 dari pertanian tidak dapat begitu sadja didjadikan pe
kerdja industri ; pandangan hidupnja, perasaan disiplin kerdja, ketang kasan kerdja, sering djuga keadaan kesehatannja, semuanja ini mungkin masih perlu ditjotjokkan kepada kebutuhan2 lapangan kerdja jang baru.
Untuk melaksanakan perubahan2 mental dan phisik dari kaum kerdja
diperlukan usaha2 dilapangan sosial sebelum usaha industrialisasi dimulai
dengan sungguh2. Usahausaha sosial jang dimaksudkan sebagai "pre
condition for industrialisation" ini tidak langsung dan seketika komple menter dengan projek2 ekonomi tetapi buahnja jang komplementer baru
dapat dipetik setelah beberapa lama. Persoalan Keseimbangan.
Bagi seorang perentjana sangat panting sampai batas mana projek2
sosial ini komplementer, sampai mana projek2 ini bersaingan (dalam menelan pembelandjaan) atau bertentangan dalam effeknja, dengan projek2
ekonomi. Disinilah keistimewaan harus ditjari.
Selaras dengan apa jang kita bitjarakan diatas ini komplementaritet ini mempunjai berbagai pengertian :
(1) dalam anti kata bahwa projek2 sosial dan projek2 ekonomi saling
membutuihkan dan merupakan bagian2 darn projekprojek pemba ngunan jang chas. Projek sosial menguatkan effek dari projek ekonomi dan sebaliknja ; effek dari kedua projek bersamasama lebih basal: dari djumlah effek masing2 projek kalau dipisahkam..
Dapat kita katakan bahwa projek2 sosial dalam tjontoh:fni "external
economies" kepada projek2 ekonomi.
(2) dalam arti bahwa beberapa projek2 sosial tidak komplementer seketika
dengan projek2 ekonomi, tetapi diperlukan untuk memberi kemungkinan timbulnja "cumulative growth" dikemudilan hari. Misalnja, memperbaiki hal gizi (nutrition standards), hal kesehatan
umum (public health) mendirikan berbagaibagai lembaga research dan pengetahuan, semuanja ini mungkin tidak memberi buah seke tika, tetapi memberi kemungkinan mempertjepat pertumbuhan ekonomi dikemudian hari.
Tetapi apakah keseimbangan antara projek2 ekonomi dan sosial selalu harus diukur dalam prinsip komplementaritet ini ? Tjobalah kita melihat konsekwensi2nja.
Salah satu projek sosial jang penting adalah projek kesehatan, misalnja pemberantasan malaria. Prinsip komplementaritet dalam hal ini mungkin menghendaki bahwa hanja daerah2 industri sadja jang me
merlukan, dan daerah2 jang tidak begitu produktip (karena sumber2
ekonomi kurang tersedia) ,,harus dilalaikan sementara.
Apakah ini keseimbangan jang memuaskan ? Sangat mungkin kita tidak dapat menjetudjuinja karena norma2 prikemanusiaaan jang mutlak
ini seolaholah dilepaskan. Ambil lagi suatu tjontoh, ialah pendidikan umum buat semua kanakkanak. Ini projek jang mahal.
Sampai berapa luas kita mau mendjalankannja ? Apakah hanja sampai suatu batas jang setjara langsung 'dapat membantu pembangunan
industri dalam lima tahun jang akan datang ini. Kalau prinsip komple mentarilet ini dipegang teguh maka mungkin hanja dapat 40% dari semua kanak2 dapat diberikan kesempatan bersekolah.
Uang selebihnja lebih baik digunakan untuk membuat djalan, bendungan, dan pabrik2. Apakah dapat dikatakan keseimbangan jang
sehat antara pembangunan ekonomi dan sosial ? Mungkin tidak ; kita insjafi bahwa faham keseimbangan diliputi oleh norma2 kesusilaan, dan
bukan merupakan suatu pengertian jang tehnis sematamata. Memang banjak projek2 sosial didjalankan, dan harus didjalankan, demi kepen
tingan prikemanusiaan, demi kepentingan pembangunan sosial an sich (pada dirinja sendiri). Artinja, beberapa projek pembangunan sosial tudjuannja sendiri (is an end in it self) dan tidak dipandang semata2
sebagai suatu bagian dari suatu projek ekonomi.
Semua aspek2 ini membuat persoalan mengenai imbangan sangat
peliknja, dan Working Party ini djuga tidak berhasil untuk menemukan suatu perumusan jang objektip, jang digunakan oleh semua negara, da lam segala keadaan, pada setiap tingkat dari pembangunannja. Soal imbangan masih diliputi oleh berbagaibagai faktor jang berlainan antara negara2, antara masjarakat, antara keadaan.
Djuga nilai2 susila dan perasaan keadilan sangat mempengaruhi pandangan sehingga tidaklah dapat diketemukan suatu rumus jang ber laku umum.
Akan tetapi, didalam proses perentjanaan, dimana kita berhadapan dengan kenjataan bahwa sumber2 pembelandjaan adalah terbatas dalam
djangka waktu jang agak pendek, sedangkan keperluan2 adalah banjak
sekali, maka terpaksa kita mengadakan sistim prioritet.
Professor Hans Singer, jang mendjadi penasehat dari Working Party ini telah membedakan lima kategori projek2 pembangunan sosial, jakni
(1) pembangunan sosial jang dianggap mendjadi keperluan mutlak di lihat dari sudut kesusilaan dan kebudajaan, misalnja usaha pendi dikan umum untuk semua kanaka, pemberantasan penjakit tular
(2) pembangunan sosial jang merupakan prasjarat (precondition) untuk pembangunan ekanomi, seperti jang sudah diuraikan diatas ini
(3) pembangunan sosial jang merupakan suatu bagian dari projek2
ekonomi, misalnja diperlukannja sekian banjak tenaga kedjuruan untuk mengisi sekian banjak pabrik baru ;
(4) pengeluaran2 dalam lapangan kesedjahteraan sosial jang dapat di
lakukan dan dibiajai kalau negeri sudah mentjapai tambahan pen dapatan, berkat pembangunannja ;
(5) beberapa .matjam rentjana kesedjahteraan jang biasanja dapat di
tunda karena sering hanja dilakukan oleh negeria jang sudah madju
dan terbangun, misalnja rentjana sosial security (penanggungan social terhadap kemungkinan pengangguran, sakit,dllnja).
Kategori (1); (2), dan (3) adalah jang terpenting untuk negeri2 jang
masih terbelakang. Tetapi tiap negara harus menentukan sendiri imbangan antara ketiga matjam projek sosial ini, tergantung dari sum bersumber pembelandjaannja, perasaan susilanja, tingkat pembangunan nja, dllnja. Untuk inipun tidak ada rumus jang mutlak. Setjara tehnis sudah Jtentu golongan (2) dan (3) adalah jang terpenting ; lagi pula antara ketiga golongan pertama ini sebetulnja tidak terdapat persaingan jang besar.
Faedah konperensi bagi Indonesia.
WORKINK PARTY ini sebetulnja merupakan medan pertukaran pi kiran antara perentjana dari berbagai negeri. Maka faedah untuk negeri2
itu tidak datang sebagai sesuatu jang langsung dan materiel, tetapi me lalui pengalaman para achli2 ini. Kalau para perentjana ini mendapat
kan pengetahuan dan pengertian jang lebih mendalam, maka tugas dapat dilakukan. dengan lebih sempurna.
Sudah dikatakan bahwa sidang tidak menemukan rumus2 jang umum
dan objektip mutlak untuk mendjaga keseimbangan antara pembangun an ekonomi dan sosial. Namun beberapa peladjaran dapat diambil dari tukar pikiran internasional itu dimana wakila negara banjak membitja
rakan pengalaman dan rentjana negerinja masingmasing.
Dibandingkan dengan .negara2 baru di Asia tenggara dan Asia timur
Indonesia kurang mengeluarkan uang untuk pembangunan dilapangan ini. Pembelandjaan dalam lapangan ini dalam rentjana pembangunan 5 tahun kita hanja merupakan 12% dari djumlah pengeluaran sedangkan
dilainlain negara prosentase ini terletak kirakira antara' 25% dan 33%
malahan Pilipina, Ceylon, Malaja mengeluarkan lebih banjak lagi relatip. Sudah barang tentu pengeluaran ini ada hubungannja dengan tingkat pendapatan nasional jang untuk ketiga negara ini lebih penting daripada di Indonesia.
1. Dari pembitjaraan2 disidang djuga terbukti bahwa pembangunan
masjarakat desa (community development) merupakan projek pem bangunan sosial (dan ekanomi) jang paling bermanfaat, artinja mempunjai perbandingan hasil dan ongkos jang terbesar.
2. Projek sosial jang kedua jang paling bermanfaat djuga, adalah pendidikan. Ini tersebut dari pengelaman dari hampir semua negara. 3 Projek nomor tiga adalah kesehatan, terutama pemberantasan
penjakit2 rakjat seperti malaria dan lain2nja. Manfaat ekonominja
besar sekali.
Pembangunan masih terlalu mahal diberbagaibagai negeri, tidak terketjuali di Indonesia. Pembangunan ini dapat dimasukkan golongan (4) dari Singer. Sementara negeri kita tidak tinggal diam sama sekali ; dengan biaja jang tidak benar usaha research untuk mentjari bahan2
untuk prumahan rakjat jang murah sedang dikerdjakan setjara sistima tis. Dalam lapangan nutrition standard Indonesia telah mengadakan research experimentation, dan propaganda. Projek Saridele adalah projek jang terkenal diluar negeri sebagai projek experimentil. Dalam lapangan labour standard banjak djuga jang dapat dan sudah dilakukan dan jang tidak memakan ongkos ba,njak, semua usaha ini diarahkan untuk meninggikan produktipitet serta kesedjahteraan buruh. Pokoknja sistim prioritet jang diandjurkan oleh working party tepat dan sudah kita praktekkan., Kategori pertama dari Singer menjebutkan usaha2 sosial
jang merupakan tudjuan pada diri sendiri (an end in itself) di Indonesia projek sematjam ini adalah usaha pendidikan umum untuk menjekolah kan kanak', terlepas dari pertimbangan apakah mereka nanti dapat pekerdjaan atau tidak ; djuga projek besar untuk memberantas malaria diseluruh Indonesia merupakan projek dalam kategori ini. Ada baiknja untuk mentjari bantuan materiil dari negeri' besar acing dan dari badan2
internasional untuk keperluan jang humanistis ini, sekedar untuk me ngurangi beban jang hares kita pikul sendiri. Pemberantasan malaria memang sudah mendapatkan bantuan jang demikian.
Dalam hal pembangunan sosial dalam kategori (2) kita harus menggunakan siasat untuk mendahulukan projek2 jang tidak besar akan
tetapi hasilnja banjak.
Salah satu projek dalam kategori (3) jang amat panting adalah pendidikan kedjuruan, dan ini biasanja memakan banjak ongkos. Tetapi projek ini wadjib diberikan top prioritet,. begitu pula usahausaha untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, seperti djuga dilakukan oleh Soviet Rusia dan R. R. T. Projek2' dalam kategori (4) sementara kita batasi sampai