• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia"

Copied!
176
0
0

Teks penuh

(1)

i

ANALISIS GAYA BAHASA NAJWA SHIHAB DALAM WAWANCARA EKSKLUSIF BERSAMA PRESIDEN JOKOWI “JOKOWI DIUJI

PANDEMI” DI YOUTUBE TAHUN 2020 (KAJIAN STILISTIKA PRAGMATIK)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Disusun oleh:

Paulina Desty Indah Sulistyowati 161224052

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2021

(2)

ii

(3)

iii

(4)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahan kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang selalu setia mendengarkan doa- doa, harapan sehingga saya mampu menyelesaikan tugas akhir dengan baik dan lancar.

2. Mendiang ayah Petrus Watoro yang selalu setia memberi semangat, dukungan sehingga saya mampu menyelesaikan skripsi dengan baik. Ibu Theresia Jatmiati yang tidak pernah lelah untuk selalu mendoakan dan memberi semangat serta dukungan, sehingga saya bisa menyelesaikan tugas akhir.

3. Kakak-kakak saya adalah Yohanes Chris Sandy Bayu Adi, Ferdinandus Yuan Ardy Kusuma dan Filipus Wendy Catur Putranto yang selalu memberi semangat, dukungan saya dalam mengerjakan tugas akhir.

4. Bulek Christin, Om Tomo, pakde, bude serta sepupu Maria Oktaviani yang selalu mendoakan dan memberi semangat untuk segera lulus menjadi sarjana S1.

5. Desmania Esela, Vera Kristina Kosho, Asih Bagus Prasetyo, Gretty Silvia, Dionysius Pamungkas, Brigita Erna, serta beberapa teman-teman PBSI kelas A-B Angkatan 2016 yang telah membantu, memberikan dukungan, semangat selama proses belajar dan saya mampu menyelesaikan skripsi.

(5)

v MOTTO

“Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan

meluruskan jalanmu. “(Amsal 3:5-6)

Tetap semangat jangan merasa cepat puas dengan segala sesuatu yang dimiliki.

Berjuang dan selalu berdoa. (Desty)

“Kuatkan dan teguhkan hatimu, janganlah takut dan jangan gemetar karena mereka, sebab Tuhan, Allahmu, Dialah yang berjalan menyertai engkau; Ia tidak

akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau.” (Ulangan 31)

(6)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya penulisan karya ilmiah.

Yogyakarta, 04 Maret 2021 Penulis,

Paulina Desty Indah Sulistyowati

(7)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Paulina Desty Indah Sulistyowati Nomor Induk Mahasiswa : 161224052

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan karya ilmiah ini kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma dengan judul:

ANALISIS GAYA BAHASA NAJWA SHIHAB DALAM WAWANCARA EKSKLUSIF BERSAMA PRESIDEN JOKOWI “JOKOWI DIUJI

PANDEMI” DI YOUTUBE TAHUN 2020 (KAJIAN STILISTIKA PRAGMATIK)

Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan karya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Yogyakarta, pada tanggal: 04 Maret 2021

Paulina Desty Indah Sulistyowati

(8)

viii ABSTRAK

Sulistyowati, Paulina Desty Indah. 2020. Analisis Gaya Bahasa Najwa Shihab dalam Wawancara Eksklusif Bersama Presiden “Jokowi Diuji Pandemi” di Youtube Tahun 2020” (Kajian Stilistika Pragmatik).

Skripsi. Yogyakarta: Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini membahas tentang analisis gaya bahasa Najwa Shihab dalam wawancara ekslusif bersama Presiden “Jokowi Diuji Pandemi” di Youtube tahun 2020 (Kajian Stilistika Pragmatik). Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dua masalah utama yaitu: (1) wujud gaya bahasa yang digunakan Najwa Shihab dalam wawancara eksklusif bersama Presiden “Jokowi Diuji Pandemi” di Youtube, (2) makna pragmatik yang terdapat dalam tuturan gaya bahasa Najwa Shihab dalam wawancara eksklusif bersama Presiden “Jokowi Diuji Pandemi” di Youtube Tahun 2020 ditinjau dari perspektif stilistika pragmatik.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data dalam penelitian adalah video acara Mata Najwa Shihab dalam wawancara eksklusif bersama Presiden Jokowi. Metode pengumpulan data peneliti menggunakan metode simak dan teknik sadap ini diikuti teknik lanjutan yang berupa teknik simak bebas libat cakap, dan teknik catat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Terdapat sekurang-kurangnya 10 wujud gaya bahasa yang digunakan Najwa dalam wawancara eksklusif bersama Presiden Jokowi, yaitu gaya asindeton, gaya metafora, gaya polisindeton, gaya innuendo, gaya koreksio atau epanortosis, gaya antiklimaks, gaya gaya litotes, gaya perumpaman atau simile, gaya klimaks, gaya eufemisme. (2) Terdapat sekurang-kurangnya 8 makna pragmatik dalam tuturan gaya bahasa Najwa Shihab dalam wawancara eksklusif bersama Presiden, yaitu menggambarkan, menanyakan, menegaskan, menjelaskan, mengkritik, memperbaiki kata, menginformasikan, dan memerintahkan.

Kata Kunci : Tuturan, Wujud Gaya Bahasa, dan Makna Pragmatik

(9)

ix ABSTRACT

Sulistyowati, Paulina Desty Indah. 2020. Language Style Analysis of Najwa Shihab in the Exclusive Interview with the President “Jokowi Diuji Pandemi” on Youtube 2020 (A Pragma-stylistic Study). Thesis.

Yogyakarta: Indonesian Language Education and Arts Study Program, Language Education and Arts Department, Faculty of Teachers Training and Education, Sanata Dharma University.

This research discusses the language style analysis of Najwa Shihab in the exclusive interview with the President “Jokowi Diuji Pandemi” on Youtube 2020 (A pragma-stylistic study. This study aims to describe two research problems, namely, (1) form of the language style used by Najwa Shihab in the exclusive interview with the President “Jokowi Diuji Pandemi” on Youtube, (2) the pragmatics meaning of language style used by Najwa Shihab in the exclusive interview with the President “Jokowi Diuji Pandemi” on Youtube reviewed from pragma-stylistic perspective.

This research uses the qualitative descriptive method in this study. The data were obtained from a video of Najwa Shihab in the exclusive interview with President Jokowi. The data-gathering technique of this research is listening method integrated with reading and note-taking technique.

The results showed that: (1) there are at least 10 forms of language styles used by Najwa Shihab in the exclusive interview with the President Jokowi such as asyndeton, metaphorical, polysyndeton, innuendo, corrective or epanortotic, anticlimax, litotes, imagery or simile, climax, and euphemism style. (2) There are at least 8 several pragmatic meanings in the language style used by Najwa Shihab in the exclusive interview with the President, namely describing, asking, affirming, explain, criticizing, repairing words, informing and commanding.

Keywords:, forms of language style, pragmatic meaning.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih karunia-Nya yang telah dilimpahkan sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Gaya Bahasa Najwa Shihab dalam Wawancara Eksklusif Bersama Presiden “Jokowi Diuji Pandemi” di Youtube Tahun 2020”

(Kajian Stilistika Pragmatik).” Penyusunan skripsi ini bertujuan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Peneliti menyadari bahwa selama menyelesaikan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak sehingga kerja keras peneliti, melainkan karena dukungan banyak pihak yang memberikan doa, bimbingan, arahan, dukungan, bantuan, motivasi, dan saran, baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga skripsi dapat terselesaikan dengan lancar dan baik. Sehubung dengan kesempatan ini, peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Yohanes Harsoyo, S. Pd., M. Si., selaku Dekan FKIP Universitas Santa Dharma Yogyakarta.

2. Rishe Purnama Dewi, S. Pd., M. Hum., selaku Kaprodi PBSI yang telah memberikan motivasi kepada penulis selama menyelesaikan skripsi.

3. Prof. Dr. Pranowo, M. Pd., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan masukan, meluangkan waktu, kesabaran selama pembimbingan skripsi.

4. Dr. R. Kunjana Rahardi, M. Hum., selaku dosen triangulator yang telah bersedia memberikan bantuan dengan melakukan triangulasi data peneliti.

5. Seluruh Dosen PBSI yang telah memberikan banyak ilmu pengetahuan dan wawasan kepada penulis selama belajar di Prodi PBSI, sehingga penulis mendapatkan bekal menjadi pengajar yang cerdas, humanis, dan professional.

(11)

xi

6. Perpustakan Universitas Sanata Dharma yang telah membantu serta menyediakan buku-buku sebagai pendoman selama penulis menyelesaikan skripsi dengan baik.

7. Theresia Rusmiyati, selaku sekretariat PBSI yang telah membantu penulis dalam hal menyelesaikan skripsi.

8. Bagi kedua orang tua, (Alm) Bapak Petrus Watoro dan Ibu Theresia Jatmiati yang tentu selalu setia, tak pernah berhenti mendoakan, memberikan dukungan, dan motivasi selama penulis menyelesaikan skripsi dengan lancar.

9. Kakak-kakak saya, Yohanes Chris Sandy Bayu Adi, Ferdinandus Yuan Ardy Kusuma dan Filipus Wendy Catur Putranto yang selalu memberi semangat, dukungan saya dalam mengerjakan tugas akhir.

10. Bulek Christin, Om tomo, pakde, bude serta sepupu Maria Oktaviani yang selalu mendoakan dan memberi semangat untuk penulis bisa segera lulus menjadi sarjana S1.

11. Desmania Esela, Vera Kristina Kosho, Asih Bagus Prasetyo, Gretty Silvia, Dionysius Pamungkas, Brigita Erna, serta teman-teman kelas B 2016 yang telah membantu, memberikan dukungan, semangat selama saya menyelesaikan skripsi.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan.

Namun, penulis berharap skripsi ini dapat diharapkan memberikan manfat bagi khalayak dan pembaca.

Yogyakarta, 04 Maret 2021 Penulis,

Paulina Desty Indah Sulistyowati

(12)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Batasan Istilah ... 6

1.6 Sistematika Penyajian ... 8

BAB II LANDASAN TEORI ... 10

2.1 Penelitian yang Relevan ... 10

2.2 Kajian Teori ... 13

2.2.1 Pragmatik ... 13

2.2.2 Konteks dalam pragmatik ... 15

2.2.3 Stilistika ... 17

2.2.4 Stilistika Pragmatik ... 19

2.2.5 Majas... 20

2.2.6 Gaya Bahasa ... 22

2.2.7 Jenis-Jenis Majas atau Gaya Bahasa... 24

(13)

xiii

2.3 Kerangka Berpikir ... 44

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 46

3.1 Jenis Penelitian ... 46

3.2 Sumber Data dan Data ... 46

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 47

3.4 Instrumen Penelitian Data ... 48

3.5 Teknik Analisis Data ... 49

3.6 Triangulasi Data ... 51

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 52

4.1 Deskripsi Data ... 52

4.2 Analisis Data ... 55

4.2.1 Wujud Gaya Bahasa ... 56

1) Gaya Bahasa Asindeton ... 56

2) Gaya Bahasa Metafora ... 58

3) Gaya Bahasa Polisindeton ... 59

4) Gaya Bahasa Innuendo ... 61

5) Gaya Bahasa Koreksio atau Epanortosis ... 64

6) Gaya Bahasa Klimaks... 66

7) Gaya Bahasa Antiklimaks ... 67

8) Gaya Bahasa Eufemisme ... 68

9) Gaya Bahasa Litotes ... 69

10) Gaya Bahasa Perumpaman atau Simile ... 71

4.2.2 Makna Pragmatik Gaya Bahasa ... 72

1. Makna Menggambarkan ... 73

2. Makna Menanyakan ... 75

3. Makna Menegaskan ... 76

4. Makna Menjelaskan ... 78

5. Makna Mengkritik ... 82

6. Makna Memperbaiki Kata ... 83

7. Makna Menginformasikan ... 85

8. Makna Memerintahkan... 86

(14)

xiv

4.3 Pembahasan ... 87

4.3.1 Wujud Gaya Bahasa ... 88

4.3.2 Makna Pragmatik Gaya Bahasa ... 91

BAB V PENUTUP ... 94

5.1 Kesimpulan ... 94

5.2 Saran ... 95

DAFTAR PUSTAKA ... 96

LAMPIRAN ... 99

BIOGRAFI PENULIS ... 161

(15)

xv

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.3 Kerangka Berfikir ... 45

(16)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bahasa sangat berperan besar dalam kehidupan manusia terutama untuk berkomunikasi. Tanpa bahasa, manusia tidak mampu berkomunikasi.

Komunikasi dapat terjadi apabila manusia saling berinteraksi dan melakukan interaksi hubungan sosial. Dalam kehidupan sehari-hari manusia pasti memiliki keberagaman karakteristik yang berbeda-beda berdasarkan gaya bahasa yang dimilikinya. Keraf (1984:113) menyatakan bahwa gaya bahasa adalah cara mengungkapkan diri sendiri, entah melalui bahasa, tingkah laku, cara berpakaian, dan sebagainya. Itulah sebabnya sebagian besar orang yang melihat sesamanya menggunakan gaya tertentu, misalnya dalam gaya berbicaranya, gaya berpakaian, gaya berjalannya menarik perhatian orang yang melihatnya. Seseorang yang gaya berbicara dengan melantangkan suaranya, berbicaranya dengan tegas, lembut atau suara tidak begitu keras.

Sebaliknya, seseorang juga dapat berbicara dengan notasi tinggi. Seseorang yang menggunakan pilihan kata atau disebut dengan diksi.

Dalam berbicara, setiap orang juga berbeda, seperti cara berbicara dengan bahasa sederhana dan berbicara dengan ragam ilmiah. Jadi, setiap orang yang berada di dekat atau sekeliling kita, pasti memiliki perbedaan aspek dari gaya bahasanya sendiri. Cara kita bisa memahami perbedaan gaya bahasa tersebut bergantung pada konteks situasi dan kondisinya. Semakin baik gaya bahasa yang kita gunakan, semakin baik pula penilaian orang

(17)

terhadapnya, sebaliknya semakin buruk gaya bahasa seseorang, semakin buruk pula penilaian diberikan padanya. Selain itu, gaya bahasa yang baik harus mengandung tiga unsur, yaitu kejujuran, sopan santun, dan menarik.

Keraf (1984:113) menyatakan bahwa suatu gaya bahasa yang digunakan tidak menyinggung perasaan orang lain.

Masyarakat tentu tidak asing lagi dengan salah satu media sosial online, yaitu youtube. Youtube adalah aplikasi situs video yang sedang hangat diperbincangkan dan menarik perhatian dunia karena fitur yang disediakan lengkap dengan berbagai informasi berupa gambar gerak dan dapat digemari oleh semua kalangan seperti pelajar, mahasiswa, dan orang tua. Youtube menjadi salah satu hal utama setiap orang dalam kehidupan sehari-hari.

Informasi tentang agama, politik, musik dan lain sebagainya. Youtube dapat secara mudah diakses dimanapun dan kapanpun bahkan konten youtube yang isinya suatu karya-karya positif. Dengan adanya konten, seorang dapat menyalurkan informasi dengan mengunggah video siaran berita-berita mengenai politik ke youtube.

Najwa Shihab adalah sosok perempuan yang memilik kredibilitas tinggi. Najwa Shihab lahir di Makassar, 16 September 1977. Beliau mendapatkan penghargaan yang paling dikagumi. Kemudian, tahun 2007 dia juga mendapatkan pengakuan terhadap profesionalisme. Najwa tidak hanya terkenal di dalam negeri, tetapi terkenal juga sampai ke mancanegara.

Terakhir, Najwa masuk pada dua besar jajaran perempuan yang paling dikagumi di Indonesia pada tahun 2019 menurut survei online dari YouGOv

(18)

(lembaga survei independen yang berkantor pusat di Inggris). Banyak tokoh yang telah menjadi narasumber di program acara Mata Najwa, sebut saja BJ Habibie, Megawati Soekarno Putri, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dan lain sebagainya.

Peneliti tertarik dengan karakteristik gaya bahasa yang dibawakan oleh Najwa Shihab saat berbincang dengan Presiden Jokowi. Najwa memiliki ragam gaya bahasa yang digunakan dalam menyampaikan gagasan, baik berupa pertanyaan, kritikan dan masukan melalui tuturan lisan. Gaya bahasa yang terkadang tajam bertujuan untuk menggali informasi yang sebenarnya tentang perihal topik covid-19 tersebut.

Kajian yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah perpaduan antara stilistika dengan pragmatik. Kridalaksana (2008:157) menyatakan bahwa stilistika adalah ilmu yang menyelidiki bahasa yang dipergunakan dalam karya sastra; ilmu interdisipliner antara linguistik dan kesusastraan; penerapan linguistik pada penelitian gaya bahasa. Sedangkan, Putrayasa (2014:14) menyatakan bahwa pragmatik menjelaskan telaah penggunaan bahasa untuk meluangkan maksud dalam tindak komunikasi sesuai dengan konteks dan keadaan pembicaraan. Black (2011:336) menjelaskan bahwa teori stilistika pragmatik dikembangkan oleh Elizabeth Black. Kajian stilistika pragmatik dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip dari teori-teori pragmatik. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa stilistika pragmatik adalah ilmu yang mengkaji penggunaan bahasa dalam suatu tuturan berdasarkan konteks situasi.

(19)

Alasan peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini “Analisis Najwa Shihab Gaya Bahasa dalam Wawancara Eksklusif Bersama Presiden

“Jokowi Diuji Pandemi” di Youtube Tahun 2020” (Kajian Stilistika Pragmatik). Alasannya pertama adalah kekhasan gaya bahasa yang dilakukan Najwa Shihab dalam Mata Najwa, serta terdapat jenis-jenis majas atau gaya bahasa pada setiap tuturannya. Alasan kedua, peneliti mengkaji tentang makna pragmatik Najwa Shihab dalam wawancara eksklusif bersama presiden tahun 2020 dengan menggunakan kajian stilistika pragmatik.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah antara lain:

a. Wujud gaya bahasa apa saja yang digunakan Najwa Shihab dalam wawancara eksklusif bersama Presiden “Jokowi Diuji Pandemi” di Youtube Tahun 2020 ditinjau dari perspektif stilistika pragmatik?

b. Makna pragmatik apa saja yang terdapat dalam tuturan gaya bahasa Najwa Shihab dalam wawancara eksklusif bersama Presiden “Jokowi Diuji Pandemi” di Youtube Tahun 2020 ditinjau dari perspektif stilistika pragmatik?

(20)

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat dipaparkan beberapa tujuan penelitian antara lain:

a. Mendeskripsikan wujud gaya bahasa yang digunakan Najwa Shihab dalam wawancara eksklusif bersama Presiden “Jokowi Diuji Pandemi” di Youtube Tahun 2020 ditinjau dari perspektif stilistika pragmatik.

b. Mendeskripsikan makna pragmatik yang terdapat dalam tuturan gaya bahasa Najwa Shihab dalam wawancara eksklusif bersama Presiden

“Jokowi Diuji Pandemi” di Youtube Tahun 2020 ditinjau dari perspektif stilistika pragmatik.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian membahas manfaat bagi pembaca yang dapat diperoleh dari penelitian ini sebagai berikut:

a. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan terkait bidang gaya bahasa berupa jenis-jenis majas atau gaya bahasa, dan teori kajian stilistika pragmatik dalam pemanfaatan bahasa khususnya tuturan gaya bahasa yang digunakan oleh Najwa Shihab dalam wawancara eksklusif bersama Presiden Jokowi. Penelitian ini dapat menambah wawasan bagi pembaca terkait gaya bahasa dalam video di youtube, sehingga pembaca dapat mengetahui bentuk gaya bahasa yang baik dalam berkomunikasi.

(21)

b. Manfaat Praktis

Manfaat praktis yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan informasi bekal pada calon guru Bahasa Indonesia mengenai jenis-jenis majas/gaya bahasa dan maknanya. Penelitian ini diharapkan dapat mampu membantu pembaca memahami makna gaya bahasa yang digunakan oleh Najwa Shihab dalam wawancara eksklusif bersama Presiden Jokowi, dapat diharapkan mampu memberikan inspirasi kepada peneliti lainnya untuk melakukan penelitian serupa yang lebih mendalam.

1.5 Batasan Istilah

Berikut ini dipaparkan mengenai batasan-batasan istilah yang digunakan dalam penelitian agar tidak terjadi kesalahan dalam pemahaman.

a. Pragmatik

Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (atau penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (atau pembaca) Yule (2006:

4).

b. Majas

Tarigan (dalam Prasetyono, 2011:12) majas adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis.

c. Gaya Bahasa

Dale [et all] (dalam Tarigan, 2013:4) gaya bahasa adalah bahasa indah yang digunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan

(22)

serta memperbandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum. Selain itu, pendek kata penggunaan gaya bahasa tertentu dapat mengubah serta menimbulkan konotasi tertentu.

d. Stilistika Pragmatik

Teori stilistika pragmatik dikembangkan oleh Elizabeth Black. Kajian stilistika pragmatik dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip dari teori-teori pragmatik agar bisa menjelaskan aspek-aspek dari teks sastra yang membuat teori-teori pragmatik menjadi menarik untuk digunakan sebagai sarana penafsiran Black (2011:336). Stilistika pragmatik berfungsi untuk meneliti maksud gaya bahasa dilihat dari konteksnya. Jadi, stilistika pragmatik adalah makna kebahasaan yang ada dalam suatu teks berdasarkan konteksnya.

e. Konteks

Leech (dalam Rahardi, 2003:18) memaparkan bahwa konteks situasi tuturan adalah menunjuk pada aneka macam kemungkinan latar belakang pengetahuan (background knowledge) yang muncul dan dimiliki bersama- sama baik oleh si penutur maupun oleh mitra tutur, serta aspek-aspek non- kebahasaan lainnya yang menyertai, mewadahi, serta melatarbelakangi hadirnya sebuah pertuturan tertentu.

(23)

1.6 Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini disusun dalam lima bab. Bab I adalah pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah, dan sistematika penulisan. Latar belakang berisi uraian alasan peneliti dalam memilih topik yang mengandung harapan serta kenyataan dari permasalahan. Rumusan masalah berisi permasalahan yang dipecahkan dalam penelitian yang berupa kalimat tanya. Tujuan penelitian berisi tujuan yang dicapai oleh peneliti serta sesuai dengan rumusan masalah yang sudah dibuat. Manfaat penelitian berisi kegunaan teoretis dan praktis dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Terakhir, batasan istilah berisi kegunaan untuk membatasi istilah yang diteliti.

Bab II adalah landasan teori yang terdiri dari penelitian yang relevan, kajian teori, dan kerangka berpikir. Penelitian yang relevan berisi tentang referensi untuk peneliti agar dapat melihat kajian yang sudah diteliti sebelumnya oleh orang lain sehingga peneliti dapat mengkaji lebih tajam.

Kajian teori berisi tentang ringkasan atau rangkuman dan teori yang ditemukan dari sumber bacaan (literatur) yang ada kaitannya judul yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini. Terakhir, kerangka berpikir berisi tentang rancangan penelitian yang dilakukan peneliti.

Bab III adalah metodologi penelitian yang terdiri dari jenis penelitian, sumber data dan data, metode dan teknik pengumpulan data, instrumen pengumpulan data, metode dan teknik analisis data, dan triangulasi data. Jenis penelitian, yakni pengkategorian penelitian berdasarkan data yang

(24)

didapatkan. Sumber data, yakni subjek yang berisi data penelitian. Data, yakni bahan yang diteliti. Metode dan teknik pengumpulan data berisi tentang metode serta teknik yang digunakan peneliti dalam penelitian. Instrumen pengumpulan data yang berisi tentang alat yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data penelitian. Metode dan teknik analisis data berisi tentang langkah-langkah yang dilakukan peneliti dalam menganalisis data.

Triangulasi data berisi tentang teknik pemeriksaan data yang digunakan dalam penelitian.

Bab IV adalah hasil penelitian dan pembahasan. Bab ini berisi tentang hasil pemecahan masalah yang terdapat di bagian rumusan masalah. Selain itu, hasil penelitian ini dikaji serta dibahas berdasarkan teori yang dianut oleh peneliti terdapat di bagian kajian teori. Bab V adalah penutup. Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran. Kesimpulan berisi tentang uraian pokok-pokok pikiran yang telah dianalisis. Terakhir, saran berisi tentang imbauan kepada peneliti selanjutnya yang meneliti gaya bahasa dengan kajian lainnya.

(25)

10 BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan

Penelitian yang pertama adalah penelitian berjudul Diksi dan Gaya Bahasa dalam Media Sosial di Instagram. Penelitian tersebut dilakukan oleh Rini Damayanti tahun 2018. Penelitian tersebut bertujuan untuk mendeskripsikan (1) penggunaan diksi dalam akun Instagram, dan (2) penggunaan gaya bahasa dalam akun instagram. Berdasarkan hasil penelitian adalah (1) penggunaan diksi dalam akun Instagram dibedakan menjadi dua, yaitu penggunaan makna konotasi dan penggunaan makna denotasi, sedangkan (2) penggunaan gaya bahasa dalam akun instagram dibedakan menjadi dua, yaitu penggunaan gaya bahasa personifikasi dan penggunaan gaya bahasa metafora.

Penelitian yang kedua berjudul Pemanfaatan Gaya Bahasa dalam Film Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak Karya Garin Nugroho; Kajian Stilistika Pragmatik. Penelitian tersebut dilakukan oleh Damaris Rambu Sebu Dairu tahun 2019. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan gaya bahasa dalam film Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak ditinjau dari perspektif Stilistika Pragmatik dan mengetahui makna pragmatik gaya bahasa dalam film Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak ditinjau dari perspektif Stilistika Pragmatik. Berdasarkan hasil penelitian tersebut gaya bahasa yang digunakan dalam film tersebut ada 24 gaya bahasa

(26)

yang masih-masih dari gaya bahasa tersebut mempunyai manfaat dalam film tersebut.

Penelitian yang ketiga adalah penelitian berjudul Gaya Bahasa dalam Majas Perulangan dan Majas Sindiran pada Naskah Drama Karma Sang Pendosa Karya Rosyed E. Abby (Kajian Stilistika Pragmatik). Penelitian tersebut dilakukan oleh Klementini Pneumatis Rana tahun 2019. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan wujud gaya bahasa dalam majas perulangan dan majas sinisme yang digunakan dalam naskah drama “Karma Sang Pendosa” karya Rosyed E. Abby dari perspektif stilistika pragmatik dan mendeskripsikan makna gaya bahasa dalam majas perulangan dan majas sinisme yang digunakan dalam naskah drama “Karma Sang Pendosa” karya Rosyed E. Abby dari perspektif stilistika pragmatik. Berdasarkan hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa (1) wujud gaya bahasa dalam majas perulangan dan majas sinisme yang digunakan dalam naskah drama “Karma Sang Pendosa” karya Rosyed E. Abby memiliki lima gaya bahasa, (2) makna gaya bahasa dalam majas perulangan dan majas sinisme yang digunakan dalam naskah drama “Karma Sang Pendosa” karya Rosyed E. Abby memiliki tujuh makna pragmatik.

Penelitian yang pertama adalah penelitian berjudul Analisis Gaya Bahasa Puisi K.H. Mustofa Bisri dalam Album Membaca Indonesia.

Penelitian tersebut dilakukan oleh Yadafle, Rosalia Imelda, Teguh Yuliandri Putra, dkk. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk gaya bahasa yang terdapat dalam puisi K.H. Mustofa Bisri dalam album Membaca

(27)

Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan memiliki 4 gaya bahasa yang terdapat dalam puisi K.H. Mustofa Bisri dalam album Membaca Indonesia.

Penelitian yang pertama adalah penelitian berjudul Analisis Gaya Bahasa dalam Syair Tari Tradisional Aceh. Penelitian tersebut dilakukan oleh Cut Zuriana dan Arnia tahun 2019. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan gaya bahasa yang terdapat syair tari tradisional Aceh dan mendeskripsikan gaya bahasa yang dominan dalam syair tari tradisional Aceh.

Berdasarkan hasil penelitian adalah syair tari tradisional Aceh terdapat beberapa gaya bahasa, yakni gaya bahasa pertentangan, gaya bahasa sindiran, gaya bahasa pengasan, dan gaya bahasa perbandingan.

Berdasarkan kelima penelitian yang terdahulu di atas, topik yang dibahas dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan judul Analisis Gaya Bahasa Najwa Shihab Dalam Wawancara Eksklusif Bersama Presiden Jokowi “Jokowi Diuji Pandemi” Di Youtube Tahun 2020 (Kajian Stilistika Pragmatik). Persamaan tersebut pada topik mengenai penggunaan gaya bahasa serta ada beberapa penelitian lainnya yang menggunakan kajian stilistika pragmatik. Namun, perbedaan tersebut terletak pada objek yaitu video yang diunggah di Youtube pada acara Mata Najwa serta peneliti yang menfokuskan mengenai wujud gaya bahasa dan makna pragmatik yang digunakan Najwa Shihab dalam wawancara bersama Presiden Jokowi.

(28)

2.2 Kajian Teori 2.2.1 Pragmatik

Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (atau penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (atau pembaca). Sebagai akibatnya studi ini lebih banyak berhubungan dengan analisis tentang apa yang dimaksudkan orang dengan tuturan-tuturannya daripada dengan makna terpisah dari kata atau frasa yang digunakan dalam tuturan itu sendiri.

Pragmatik adalah studi tentang maksud.

Tipe studi ini perlu melibatkan penafsiran tentang apa yang dimaksudkan orang di dalam suatu konteks khusus dan bagaimana konteks itu berpengaruh terhadap apa yang dikatakan. Diperlukan suatu pertimbangan tentang bagaimana cara penutur mengatur apa yang ingin mereka katakan dan disesuaikan dengan orang yang mereka ajak bicara, di mana, kapan, dan dalam keadaan apa. Pragmatik adalah studi tentang makna kontekstual.

Pendekatan ini juga perlu menyelidiki bagaimana cara pendengar dapat menyimpulkan tentang apa yang dituturkan agar dapat sampai pada suatu interpretasi makna yang dimaksudkan oleh penutur Yule (2006:4). Tipe studi ini menggali betapa banyak sesuatu yang tidak dikatakan ternyata menjadi bagian yang disampaikan. Pragmatik adalah ilmu bahasa yang mempelajari kondisi penggunaan bahasa manusia yang pada dasarnya sangat ditentukan oleh konteks yang mewadahi dan melatarbelakangi bahasa itu Rahardi (2005:49).

(29)

Levinson (dalam Tarigan, 1985:33) menyatakan pragmatik adalah telaah mengenai relasi antara bahasa dan konteks yang merupakan dasar bagi suatu catatan atau laporan pemahaman bahasa, dengan kata lain: telaah mengenai kemampuan pemakai bahasa menghubungkan serta menyerasikan kalimat-kalimat dan konteks secara tepat. Pragmatik merupakan telaah penggunaan bahasa untuk menuangkan maksud dalam tindak komunikasi sesuai dengan konteks dan keadaan pembicaraan Putrayasa (2014:14).

Heatherington (dalam Tarigan, 1986:33) menyebutkan bahwa pragmatik menelaah ucapan-ucapan khusus dalam situasi-situasi khusus dan terutama sekali memusatkan perhatian pada perilaku insan aneka ragam cara yang merupakan wadah aneka konteks sosial.

Dari pendapat beberapa para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pragmatik adalah cabang ilmu linguistik yang mempelajari makna dalam konteks penggunaannya. Tidak hanya bergantungan pada pengetahuan linguistik antara pembicara dan pendengar tetapi dilihat juga dari konteks penuturannya. Selain itu, mengkaji tentang makna yang disampaikan oleh penutur, pragmatik juga diperlukan konteks dalam tuturan. Melalui konteks seorang penutur dapat menyampaikan pesannya dengan baik, diterima baik pula oleh pendengar atau pembacanya yang disesuaikan dengan orang yang mereka ajak bicara, di mana, kapan, dan dalam keadaan apapun tersebut.

(30)

2.2.2 Konteks Pragmatik

Istilah “konteks” didefinisikan oleh Mey (dalam Nadar, 2009:3) situasi lingkungan dalam arti luas yang memungkinkan peserta pertuturan untuk dapat berinteraksi, dan membuat maksud ujaran mereka dapat dipahami.

Preston (dalam Supardo, 1988:46) menjelaskan istilah konteks adalah segenap informasi yang berada di sekitar pemakaian bahasa, bahkan termasuk juga pemakaian bahasa yang ada di sekitarnya. Dengan demikian, hal-hal seperti situasi, jarak tempat dapat merupakan konteks pemakaian bahasa. Mey (dalam Nadar, 2009:3) menekankan konteks dan mengatakan bahwa pragmatik adalah kajian tentang kondisi penggunaan bahasa manusia sebagaimana ditentukan oleh konteks masyarakatnya.

Pentingnya konteks dalam pragmatik ditekankan oleh Wijana yang menyebutkan bahwa pragmatik mengkaji tentang makna yang terikat konteks, dan oleh Serale dkk (dalam Nadar, 2009:4) menjelaskan bahwa pragmatik berkaitan dengan interpretasi suatu ungkapan yang dibuat mengikuti aturan sintaksis tertentu dan cara menginterpretasikan ungkapan tersebut tergantung pada kondisi-kondisi khusus penggunaan ungkapan tersebut dalam konteks.

Leech (dalam Rahardi, 2003:18) menyampaikan bahwa konteks situasi tuturan adalah menunjuk pada aneka macam kemungkinan latar belakang pengetahuan (background knowledge) yang muncul dan dimiliki bersama-sama baik oleh si penutur maupun oleh mitra tutur, serta aspek-aspek non-kebahasaan lainnya yang menyertai, mewadahi, serta melatarbelakangi hadirnya sebuah pertuturan tertentu. Konteks tuturan itu sendiri dapat dilihat situasi waktu dan tempat bagi

(31)

terjadinya pertuturan, aspek fisik, dan aspek social-kultural lainnya yang menjadi penentu makna bagi tuturan. Cutting (dalam Rahardi, 2017:150) menyebutkan bahwa konteks mencakup tiga hal, yaitu konteks situasi, konteks pengetahuan latar belakang dan kontekstual.

Konteks yang disampaikan Malinowsky pada tahun 1923, jauh sebelum para pakar pragmatik berbicara tentang konteks situasi atau context of situation. Artinya kehadiran konteks situasi yang mutlak untuk menjadikan tuturan benra-benar bermakna. Dalam bahasa Indonesia bisa saja orang menyebut seseorang dengan kata „anjing‟ sebagai pemarkah keakraban yang benar-benar baik, kental, tidak berjarak, dalam situasi yang dianggap sungguh santai. Lain itu juga, sebagaian orang mendengar kata „bajingan‟ sebagai pemarkah keakraban yang bagi kalangan anak muda dalam situasi dianggap bahasa santai. Sekali lagi harus ditegaskan bahwa penentu bagi makna tuturan itu (apakah kasar, vulgar, ataukah biasa-biasa saja) adalah kehadiran context of situation dinyatakan oleh Malinowsky.

Konteks adalah lingkungan yang dimasuki sebuah kata. Sesungguhnya dalam banyak hal kosa kata diperluas melalui sebuah konteks, baik lisan maupun tertulis. Pengertian kata yang diperoleh dengan cara itu tergantung dari ketajaman orang yang mengamati teks itu, atau bermacam-macam teks lainnya yang juga mengandung kata yang sama Keraf (1981:56). Konteks dapat membuat perbedaan pengertian yang sangat mencolok, bahkan kombinasi yang sama dari kata-kata dapat menghasilkan makna yang sangat berbeda dalam lingkungan kontekstual yang berlainan, misalnya:

(32)

a. Roman orang itu masih terbayang dalam ingatan saya.

b. Ia telah menyelesaikan roman itu dalam seminggu

Bila kita sungguh-sungguh waspada dan mengamati dengan saksama, maka konteks itu sendiri bisa memberi kepada kita gagasan yang jelas dari kata-kata yang baru dijumpai itu. Sehingga pada saat kita berjumpa sekali lagi dengan kata dalam konteks yang mirip atau berlainan, kita akan teringat kembali kepada perkiraan makna yang dahulu. Proses yang terjadi berulang kali itu lambat laun memperbanyak kosa kata yang tertera dalam ingatan kita.

Semuanya bersama-sama membentuk perbendaharaan kata atau kosa kata kita.

Kosa kata atau perbendaharaan kata itu tidak lain daripada daftar kata-kata yang segera kita ketahui artinya bila mendengarnya kembali, walaupun jarang atau tidak pernah digunakan lagi dalam percakapan atau tulisan kita sendiri.

2.2.3 Stilistika

Secara etimologis stilistika berkaitan dengan style yang berarti gaya.

Secara sederhana, stilistika didefinisikan sebagai ilmu tentang gaya bahasa (Ratna, 2009). Ratna menyatakan bahwa stilistika adalah ilmu yang berkaitan dengan gaya dan gaya bahasa. Stilistika adalah cara-cara penggunaan bahasa yang khas sehingga menimbulkan efek tertentu yang berkaitan dengan aspek- aspek keindahan. Maka pembahasan gaya bahasa ini biasanya berhubungan erat dengan kajian sastra, karena penggunaan bahasa dalam karya sastra selalu berhubungan dengan gaya bahasa.

(33)

Ratna (2009) menambahkan bahwa stilistika merupakan sarana yang dipakai pengarang untuk mencapai suatu tujuan. Selain itu stilistika merupakan cara untuk mengungkapkan pikiran, jiwa, dan kepribadian pengarang dengan cara khasnya. Tunner menyatakan bahwa stilistika merupakan ilmu bagian dari linguistik yang memusatkan diri pada variasi- variasi penggunaan bahasa (Pradopo, 2013). Berdasarkan pendapat tersebut, stilistika mengaji gaya bahasa baik dalam karya sastra atau teks yang lain.

Crystal (dalam Wicaksono, 2014 : 4) mengatakan stilistika adalah pengkajian yang sistematis dalam penggunaan bahasa, karakteristik gaya, baik individu maupun kelompok. Dalam kamus besar bahasa Indonesia (Tim Penyusun, 2009 : 489) menyatakan stilistika memiliki tata bahasa yang melipui kebiasan- kebisaan atau ungkapan-ungkapan dalam pemakaian bahasa yang mempunyai efek kepada pembacanya (menyelidiki pemakaian bahasa dalam hubungannya dengan gaya bahasa).

Pendapat lain tentang pengertian stilistika diungkap oleh Sudjiman.

Stilistika berasal dari kata style, yaitu cara yang digunakan seorang pembicara atau penulis untuk menyatakan maksudnya dengan menggunakan bahasa sebagai sarana. Berdasarkan pengertian menurut para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa stilistika adalah cabang linguistik yang mempelajari tentang gaya bahasa. Penggunaan gaya bahasa menimbulkan efek tertentu yang berkaitan dengan aspek-aspek keindahan yang merupakan ciri khas pengarang untuk mencapai suatu tujuan yaitu mengungkapkan pikiran, jiwa, dan kepribadiannya.

(34)

2.2.4 Stilistika pragmatik

Awal mula ditemukan istilah stilistika oleh seorang linguis Perancis Hough yang bernama Charles Bally pada tahun 1972. Sebenarnya, stilistika tidak dimaksudkan dalam studi sastra. Penemunya bernama Tunner. Tunner menyatakan bahwa stilistika merupakan ilmu bagian dari linguistik yang memusatkan diri pada variasi-variasi penggunaan bahasa Pradopo (2013:254).

Hal ini yang membedakan stilistika dalam studi sastra dengan stilistika dalam studi linguistik yang terdapat pada perbedaan objek kajiannya. Stilistika dalam studi sastra memfokuskan objek pada karya sastra, sedangkan stilistika dalam studi linguistik memfokuskan objeknya juga pada bidang penggunaan bahasa.

Oleh karena itu, stilistika pun dapat dipahami sebagai ilmu gabungan antara linguistik dan ilmu sastra. Hakikat stilistika adalah pemakaian ataupun penggunaan bahasa dalam karya sastra yang kesadarannya muncul dalam linguistik.

Peneliti mengutip dari beberapa para ahli yang menyatakan pendapat tentang pengertian stilistika. Kridalaksana (dalam Wicaksono, 2014:4) menjelaskan pengertian stilistika adalah (a) ilmu yang menyelidiki bahasa yang dipergunakan dalam karya sastra; ilmu interdisipliner atau linguistik dan kesusastraan, (b) penerapan linguistik pada penelitian gaya bahasa. Stilistika merupakan perwujudan penggunaan bahasa oleh seorang penulis untuk mengemukakan gambaran, gagasan, pendapat, dan membuahkan efek tertentu bagi pembaca sebagaimana cara yang digunakannya Wicaksono (2014:12).

(35)

Teori stilistika pragmatik dikembangkan oleh Elizabeth Black. Kajian stilistika pragmatik dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip dari teori-teori pragmatik agar bisa menjelaskan aspek-aspek dari teks sastra yang membuat teori-teori pragmatik menjadi menarik untuk digunakan sebagai sarana penafsiran Black (2011). Sebuah kajian linguistik bertujuan untuk mengungkapkan maknanya. Hal tersebut mengingat sekarang orang memiliki kecenderungan (yang mungkin memang lebih akurat) untuk memandang bahwa makna adalah hasil dari proses penafsiran. Hasil dari proses penafsiran seseorang terhadap sebuah teks memanglah tidak selalu sama. Setiap orang pasti memiliki cara dan pandanganya dalam memahami sebuah teks. Semakin banyak orang yang membaca sekaligus menafsirkan makna dari sebuah teks tetapi semakin tidak stabil pula makna dari sebuah teks tersebut dikarenakan teks ini tidak bisa dianggap memiliki satu makna yang sama untuk semua orang sebagai peran dari pembacanya. Oleh karena itu, pragmatik adalah kajian terhadap bahasa dalam penggunaannya dengan memperhitungkan unsur-unsur yang tidak dicakup oleh tata bahasa dan semantik, stilistika makin tertarik melibatkan pragmatik dan pemahaman Black (2011:1-2).

2.2.5 Majas

Majas tidak sama dengan gaya bahasa, melainkan bagian dari gaya bahasa. Sehubungan dengan itu, telah dikemukakan ihwal istilah gaya bahasa seperti yang dapat ditemukan dalam karangan Keraf (1991) atau Tarigan (1990) untuk merujuk ke pengertian majas itu sendiri. Istilah majas yang pertama kali digunakan Moeliono yang pendapatnya telah dikutip di atas, gaya

(36)

bahasa yang lebih dahulu dipakai dalam pengajaran bahasa Indonesia; dan oleh Keraf (1981:121) yang dipakai untuk menerjemahkan istilah trope dalam bahasa Inggris diartikan kata atau ungkapan digunakan dengan makna yang menyimpang dari makna yang biasa digunakan. Selain itu, gaya bahasa juga hakikatnya berbeda dengan majas.

Pemajasan (figure of speech) merupakan teknik pengungkapan bahasa, makna tidak menunjuk pada makna harfiah kata-kata yang mendukungnya, melainkan pada makna yang ditambahkan, dan makna yang tersirat Wicaksono (2014:29). Majas (figure of speech) adalah pilihan kata tertentu sesuai dengan maksud penulis atau pembicara dalam rangka memperoleh aspek keindahan Ratna (2009:164).

Dalam buku tentang Kembara bahasa : kumpulan karangan tersebar menjelaskan bahwa kategorisasi majas atas tiga macam, yaitu majas perbandingan, majas pertentangan, dan majas pertautan, Moeliono (1989:35).

Sarjana lainnya juga memberikan pendapat, menurut Tarigan (1990) membuat kategorisasi majas, namun tampaknya ia mengikuti pengkategorian Moeliono di atas. Dengan menambahkan satu kategori lagi maka kategorisasi majas dari Tarigan adalah majas perulangan. Kata “perulangan” ini yang dimaksudkan itu bukanlah majas (kiasan) melainkan alat gaya bahasa seperti majas itu sendiri. Jadi, menurut Moeliono (dalam Laksana, 2010) terdapat empat macam majas, yakni majas perbandingan, majas pertentangan, majas pertautan, dan majas perulangan. Dari keempat kategori majas yang di atas, dapat dibagikan ke dalam beberapa subkategori sesuai dengan cirinya masing-masing.

(37)

Selain itu, Tarigan (dalam Prasetyono, 2011:12) menyatakan bahwa majas adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis. Unsur-unsur kebahasaan antara lain pilihan kata, frasa, klausa, dan kalimat. Keraf (dalam Prasetyono, 2011:12) sebuah majas dikatakan baik jika mengandung tiga dasar, yaitu kejujuran, sopan santun, dan menarik. Senada dengan hal itu (dalam Prasetyono, 2011:12) menjelaskan majas sebagai susunan perkataan yang terjadi karena perasaan yang timbul atau hidup dalam hati penulis, yang menimbulkan suatu perasaan tertentu dalam hati pembaca.

Dalam tatarannya, gaya bahasa dengan majas sangatlah berbeda. Gaya bahasa merupakan bagian dari majas atau dengan kata lain majas disamakan dengan gaya bahasa. Namun, dari segi kualitasnya, gaya bahasa lebih luas dari majas, karena gaya bahasa memiliki pembicaraan dan maknanya yang tergantung pada pengarang untuk mencipta gaya dan membuat pembaca mampu untuk memahami maksud dari pengarang. Sedangkan pada majas memiliki keterbatasan.

2.2.6 Gaya bahasa

Gaya bahasa dikenal dengan istilah style. Kata style berasal dari bahasa Latin stilus artinya semacam alat untuk menulis pada lempengan lilin.

Style ketika dihubungkan dengan kegiatan menulis indah berubah menjadi kemampuan dan keahlian untuk menulis atau mempergunakan kata-kata secara indah. Gaya bahasa sebenarnya merupakan bagian dari pilihan kata

(38)

yang mempersoalkan cocok-tidaknya pemakaian kata, frasa, atau klausa tertentu untuk menghadapi situasi-situasi tertentu.

Gaya sebenarnya tidak lain dari pada cara mengungkapakan diri sendiri, entah melalui bahasa, tingkah laku, berpakaian, dan sebagainya. Itulah sebabnya kita biasa mengatakan „cara berpakaian menarik perhatian orang banyak‟, „cara menulisnya lain dari pada kebanyakan orang‟, yang memang sama artinya dengan „gaya berpakaian‟ dan gaya menulis‟. Dilihat dari segi bahasa, gaya bahasa memungkinkan kita dapat menilai pribadi, watak, dan kemampuan seseorang yang mempergunakan bahasa itu. Semakin baik gaya bahasanya, semakin baik pula penilaian orang terhadapnya; semakin buruk gaya bahasa seseorang, semakin buruk pula penilaian diberikan padanya.

Secara singkat, mengatakan bahwa style atau gaya bahasa dapat dibatasi sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis maupun pembicara (penggunaan bahasa). Sebuah gaya bahasa yang baik harus mengandung tiga unsur, berikut: kejujuran, sopan-santun, dan menarik Keraf (1981:113).

Santun tidaknya pemakaian bahasa dapat dilihat setidaknya dari dua hal, yaitu pilihan kata (diksi) dan gaya bahasa. Kesanggupan memilih kata seorang penutur dapat menjadi salah satu penentu santun-tidaknya bahasa yang digunakan. Pilihan kata adalah ketepatan pemakaian kata untuk mengungkapkan makna dan maksud dalam konteks tertentu sehingga menimbulkan efek tertentu pada mitra tutur. Selain itu, kesanggupan menggunakan gaya bahasa seorang penutur dapat terlihat tingkat

(39)

kesantunannya dalam berkomunikasi. Gaya bahasa bukan sekedar mengefektifkan maksud pemakaian bahasa, tetapi juga memperlihatkan keindahan tuturan dan kehalusan budi bahasa penutur tersebut Pranowo (2009 :18).

Persamaan stilistika dengan gaya bahasa ialah bahwa stilistika merupakan teknik pemilihan ungkapan kebahasaan yang dirasa dapat mewakili sesuatu yang akan disampaikan atau diungkapkan, sedangkan gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas seseorang yang memperlihatkan jiwa maupun kepribadian dari tutur bahasanya. Jadi, hubungan stilistika dengan gaya bahasa memiliki kesamaan, yaitu cara mengungkapkan apa yang ingin disampaikan melalui pikiran dengan kepribadian memperlihatkan ciri kekhasan saat bertutur.

2.2.7 Jenis-Jenis Majas atau Gaya Bahasa

Dalam buku tentang Diksi Dan Gaya Bahasa, gaya bahasa dapat ditinjau dari bermacam-macam sudut pandang, maka sulit diperoleh kata sepakat mengenai suatu pembagian yang bersifat menyeluruh dan diterima oleh semua pihak Keraf (1984:115). Pandangan atau pendapat-pendapat tentang gaya bahasa sejauh ini sekurang-kurangnya dapat kita bedakan berdasarkan titik tolak yang digunakan, yaitu:

a) Gaya bahasa berdasarkan pilihan kata (Gaya bahasa resmi, tidak resmi, dan Gaya bahasa percakapan).

(40)

b) Gaya bahasa berdasarkan nada (Gaya bahasa sederhana, Gaya bahasa mulia & bertenaga, dan Gaya bahasa menengah).

c) Gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat (klimaks, antiklimaks, paralelisme, antitesis, dan repetisi dapat dibagi menjadi delapan Gaya bahasa repetisi, yakni epizeuksis, tautotes, anafora, epistrofa, simploke, mesodiplosis, epanalepsis, dan anadiplosis).

d) Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna yang terkandung di dalamnya (1) gaya bahasa retoris meliputi aliterasi, asonansi, anastrof, apofasis atau preterisio, apostrof, asidenton, polisidenton, kiasmus, elipsis, eufemisme, litotes, histeron proteron, pleonasme dan tautologi, perifrasis, prolepsis, erotesis, silepsis dan zeugma, koreksio, hiperbola, paradoks, oksimoron; (2) gaya bahasa kiasan meliputi metafora, simile, alegori, personifikasi, alusi, eponim, epitet, sinekdoke, metonimia, antonomasia, hipalase, ironi, sinisme, dan sarkasme, satire, inuendo, antifrasis dan pun atau paronomasia).

Dalam buku tentang Kembaran Bahasa Kumpulan Karangan Tersebar menjelaskan bahwa kategorisasi majas atas tiga macam, yaitu majas perbandingan, majas pertentangan, dan majas pertautan Moeliono (1989:35).

Sarjana lainnya juga memberikan pendapat Tarigan (1990) membuat kategorisasi majas, namun tampaknya ia mengikuti pengkategorian Moeliono di atas. Dengan menambahkan satu kategori lagi maka kategorisasi majas dari Tarigan adalah majas perulangan. Kata “perulangan” ini yang dimaksudkan itu bukanlah majas (kiasan) melainkan alat gaya bahasa seperti majas itu

(41)

sendiri. Jadi, Moeliono (dalam Laksana, 2010:6) terdapat empat macam majas, yakni majas perbandingan, majas pertentangan, majas pertautan dan majas perulangan. Dari keempat kategori majas yang di atas, dapat dibagikan ke dalam beberapa subkategori sesuai dengan cirinya masing-masing.

Moeliono (dalam Laksana, 2010:6) terdapat empat aneka macam majas, yaitu majas perbandingan, majas pertentangan, majas pertautan, dan majas perulangan.

A. Majas Perbandingan adalah majas yang lebih bersifat memperbandingkan sesuatu dengan yang lain. Majas perbandingan dapat diungkapkan menjadi beberapa gaya bahasa, seperti gaya perumpamaan, gaya metafora, gaya personifikasi, gaya alegori, antitesis, pleonasme dan tautologi, koreksi atau epanortosis dsb.

1. Gaya Perumpaman adalah gaya bahasa yang membandingkan dua hal yang hakikatnya berlainan dan yang dengan sengaja kita anggap sama. Tarigan (2009:105) berpendapat bawa gaya bahasa perumpamaan adalah majas yang memperbandingkan suatu benda dengan benda yang lain yang dianggap memiliki kesamaan sifat. Adapun ciri-ciri gaya bahasa perumpaman adalah sering menggunakan kata-kata seperti, ibarat, laksana, umpama, dan sebagainya. Sebagai contoh, majas perbandingan yang diungkapkan dalam bentuk gaya bahasa perumpamaan adalah sebagai berikut.

Menaburkan ilmu pengetahuan memiliki banyak sekali manfaat bagaikan menabur benih, dari benih tersebut tumbuhlah pohon berbuah.

(42)

Ia ingin merasakan bau badannya yang wangi bagai bunga mawar di musim semi Wicaksono (2014).

2. Gaya Metafora adalah pemakaian kata atau ungkapan lain untuk objek atau konsep lain berdasarkan kias atau persamaan (Kridaklasana, 2008:152).

Metafora adalah perbandingan yang implisit, jadi tanpa kata seperti atau sebagai, di antara dua hal yang berbeda Moeliono (1984:3). Metafora adalah pemakaian kata-kata bukan arti yang sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan Poerwadarminta (1976:648).

Sedangkan metafora dapat juga diartikan sebagai membandingkan suatu benda dengan benda yang lain Wicaksono (2014: 35). Dapat disimpulkan bahwa metofora adalah sejenis gaya bahasa yang membandingan yang paling singkat, padat dan tersusun rapi. Sebagai contoh, majas perbandingan yang diungkapkan dalam bentuk gaya bahasa metafora adalah sebagai berikut.

Kata kaki (manusia atau binatang) dikiaskan menjadi kaki gunung, kaki surat , kaki meja, dan sebagainya. Kata batu (manusia atau benda) dikiaskan menjadi batu loncatan, batu ujian, batu akik, batu nisan, batu berani dan sebagainya.

Corona jelas batu ujian bagi kepala negara, bagaimanakah kepala negara menyikapinya (Jokowi Diuji Pandemi).

Sehingga diriku tak ubahnya patung batu (pudarnya pesona Cleopatra, hal:8).

3. Gaya Personifikasi adalah gaya bahasa yang meletakkan sifat-sifat manusia kepada benda mati dan ide yang abstrak. Sebagai contoh, majas

(43)

perbandingan yang diungkapkan dalam bentuk gaya bahasa personifikasi adalah sebagai berikut.

Angin berdendang,

Penanya menari-nari di atas kertas Tarigan (2009).

Dinding-dinding kamarnya seakan hendak menggenjet Wicaksono (2014).

4. Gaya Alegori adalah menceritakan sesuatu dalam bentuk lambang- lambang. Alegori sering berhubungan dengan sifat-sifat moral atau spiritual manusia. Biasanya juga gaya bahasa alegori dapat berbentuk puisi dan prosa Tarigan (2009:105). Sebagai contoh, majas perbandingan yang diungkapkan dalam bentuk gaya bahasa alegori adalah sebagai berikut.

Sang Kancil dan Sang Buaya Tom and Jerry Tarigan (2009).

5. Gaya Antitesis adalah sejenis gaya bahasa yang mengadakan komparasi atau perbandingan antara dua antonim, yaitu kata-kata yang mengandung ciri- ciri semantik yang bertentangan. Sebagai contoh, majas perbandingan yang diungkapkan dalam bentuk gaya bahasa antitesis adalah sebagai berikut.

- Pak guru Bahasa Indonesia yang baru itu sangat disiplin, ia memperlakukan siswa laki-laki maupun perempuan dengan adil tanpa adanya pilih kasih.

- Banyak yang sudah tidak peduli dengan tinggi rendahnya angka penularan Covid-19.

6. Gaya Pleonasme dan Tautologi adalah acuan yang mempergunakan kata-kata lebih banyak daripada yang diperlukan untuk menyatakan satu pikiran atau gagasan. Namun, ada perbedaan di antara keduanya tersebut.

Suatu acuan disebut pleonasme bila kata yang berlebihan itu dihilangkan,

(44)

artinya tetap utuh. Sebaliknya, acuan ini disebut tautologi kalau kata yang berlebihan itu sebenarnya mengandung perulangan dari sebuah kata yang lain Tarigan (1985:29). Sebagai contoh, majas perbandingan yang diungkapkan dalam bentuk gaya bahasa Pleonasme dan tautologi adalah sebagai berikut.

Gadis itu tiba jam 05.00 subuh waktu setempat.

Saya telah mendengar hal itu dengan telinga saya sendiri.

7. Gaya Perifrasis adalah sejenis gaya bahasa yang mirip dengan pleonasme. Kedua-duanya mempergunakan kata-kata lebih banyak daripada yang dibutuhkan. Pada gaya bahasa perifrasis, kata-kata yang berlebihan itu terhadap prinsipnya dapat diganti dengan sebuah kata saja Tarigan (1985:31).

Sebagai contoh, majas perbandingan yang diungkapkan dalam bentuk gaya bahasa perifrasis adalah sebagai berikut.

Anak saya telah meyelesaikan studi kuliahnya di jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Yogyakarta (lulus atau berhasil).

8. Gaya Antisipasi atau Prolepsis adalah sejenis gaya bahasa yang berwujud penggunaan terlebih dahulu satu atau beberapa kata sebelum gagasan atau peristiwa yang sebenarnya terjadi Tarigan (1985:33). Dalam berbicara atau menulis, ada kalanya kita mempergunakan terlebih dahulu satu atau beberapa kata sebelum gagasan ataupun peristiwa yang sebenarnya terjadi. Sebagai contoh, majas perbandingan yang diungkapkan dalam bentuk gaya bahasa antisipasi atau prolepsis dalah sebagai berikut.

Pada pagi yang naas itu, ia mengendarai sebuah sedan biru.

(45)

9. Gaya Koreksio atau Epanortosis adalah sesuatu yang ingin ditegaskan kembali dengan memeriksa dan dan memperbaiki atau mengoreksi mana- mana yang salah Tarigan (2013:34). Dalam berbicara atau menulis, ada kalanya kita ingin menegaskan sesuatu, tetapi kemudian kita memperbaikinya atau mengoreksinya kembali. Koreksio atau epanortosis awalanya diungkapkan oleh pembicara, namun setelah pembicara atau orang yang berbicara mengetahui kesalahaannya, ia segera mungkin langsung memperbaiki dengan kata yang benar dalam waktu yang bersamaan. Koreksi atau epanortosis adalah Sebagai contoh, majas perbandingan yang diungkapkan dalam bentuk gaya bahasa koreksi atau epanortosis dalah sebagai berikut.

Solo selain terkenal dengan tempat Malioboro juga akrab disapa sebagai kota pelajar. Maaf, maksud kami Yogyakarta.

Contoh kata di atas, kata yang mengandung gaya bahasa koresio atau epanortosis adalah sesuatu yang ingin ditegaskan kembali dengan memeriksa dan dan memperbaiki atau mengoreksi mana-mana yang salah. Dapat dilihat dari contoh kalimat di atas solo dan maaf, maksud kami Yogyakarta. Gaya bahasa koresio atau epanortosis karena apa yang dikatakan sebelumnya itu salah setelah itu penutur membenarkan pernyataan tersebut.

B. Majas Pertentangan adalah majas yang mengekspresikan sesuatu dengan menggunakan kata-kata yang berlawanan. Majas pertentangan dapat diungkapkan menjadi beberapa gaya bahasa, seperti gaya hiperbola, gaya

(46)

litotes, gaya ironi, gaya oksimoron, gaya paronomasia, gaya paralipsis, gaya innuendo, gaya antifasis, gaya klimaks, gaya antiklimaks, gaya apostrof, gaya apofasis, gaya zeugma dsb.

1. Gaya Hiperbola adalah gaya bahasa yang bersifat melebih-lebihkan sesuatu sehingga tidak sesuai lagi dengan yang sesungguhnya Keraf (1981:135).

Sebagai contoh, majas pertentangan yang diungkapkan dalam bentuk gaya bahasa hiperbola adalah sebagai berikut.

Atas kejadian itu, hatinya remuk, hidup tidak bergairah lagi, bumi ini terasa gelap, tidak ada lagi harapan masa datang, seakan lebih baik memilih mati saja dari pada hidup Tarigan (2009).

Kemarahanku sudah menjadi-jadi hingga hampir-hampir meledak aku.

2. Gaya Litotes adalah gaya bahasa litotes yang lebih bersifat merendah- merendahkan, mengurang-ngurangi, mengecil-kecilkan dari yang sebenarnya terjadi. Selain itu gaya bahasa litotes digunakan seseorang dengan maksud menjatuhkan dari sifat sombong dan sifat angkuh. Litotes mengurangi atau melemahkan kekuatan kenyataan yang sebenarnya Moeliono (1989:176).

Sebagai contoh, majas pertentangan yang diungkapkan dalam bentuk gaya bahasa litotes adalah sebagai berikut.

Kedudukan saya ini tidak ada artinya sama sekali.

Saya tidak akan merasa bahagia bila mendapatkan warisan satu milyar rupiah.

(47)

3. Gaya Ironi adalah sindiran halus yang menyatakan sesuatu dan memiliki makna kebalikan. Ironi atau sindiran adalah semacam acuan yang ingin mengatakan sesuatu dengan makna atau maksud yang berlainan dari apa yang terkandung dalam rangkaian kata-katanya. Ironi merupakan suatu upaya literer yang efektif karena ia menyampaikan impresi yang mengandung pengekangan yang besar Keraf (1981:118). Sebagai contoh, majas pertentangan yang diungkapkan dalam bentuk gaya bahasa ironi adalah sebagai berikut

Cepat betul gadis ini pulang, baru jam 5. (Padahal sudah subuh).

Bagus perangaimu, senang ibu melihatnya. (Padahal dalam hatinya marah betul). Tarigan (2009).

4. Gaya Oksimoron adalah gaya bahasa yang mengandung penegakan atau pendirian suatu hubungan sintaksis antara dua antonim. Oksimoron adalah gaya bahasa yang mengandung pertentangan dengan mempergunakan kata- kata yang berlawanan dalam frasa yang sama, dan sebab itu sifatnya lebih padat dan tajam dari paradox Keraf (1981:127). Sebagai contoh, majas pertentangan yang diungkapkan dalam bentuk gaya bahasa oksimoron adalah sebagai berikut

Olahraga panjat pinang memang menyenangkan walaupun sangat berbahaya.

Olahraga sepedaan gunung sungguh menarik walaupun sangat berbahaya.

Tarigan (2009).

5. Gaya Paronomasia adalah gaya bahasa yang terdiri deretan kata-kata yang sama bunyinya, tetapi memiliki makna yang berbeda. Paronomasia adalah permainan kata-kata yang didasarkan pada kemiripan bunyi tetapi

(48)

terdapat perbedaan besar dalam maknanya Keraf (1984:145). Sebagai contoh, majas pertentangan yang diungkapkan dalam bentuk gaya bahasa paronomasia adalah sebagai berikut

Sayang, aku akan sinari hatimu dengan penuh kasih sayang, sinari yang tak akan pernah pudar selamanya.

A: Setiap negara punya pendekatan berbeda, tetapi yang terbukti efektif ketika pengetatan itu dilakukan secara lebih tegas adalah kurva pertambahan angka positif melandai.

B: Disiplin yang kuat itu sangat menentukan yang urusan sering kita sampaikan belajar di rumah, pekerja di rumah, beribadah di rumah, urusan yang sama cuci tangan, masker, jaga jarak, jauhi kerumunan. Kalau melakukan ini dengan disiplin yang kuat itu akan mengurangi dan menyelesaikan masalah segera. Soal efektivitas lockdown yang dilakukan negara lain.

6. Gaya Paralipsis adalah gaya bahasa formula yang dipergunakan sebagai sarana untuk menerangkan bahwa seseorang tidak mengatakan apa yang tersirat dalam kalimat itu sendiri. Sebagai contoh, majas pertentangan yang diungkapkan dalam bentuk gaya bahasa paralipsis adalah sebagai berikut Semoga Tuhan Yang Mahakuasa menolak doa kita ini, (maaf) bukan maksud saya mengabulkan.

Tidak ada satu teman yang menyukai kamu (maaf) yang saya maksud membenci kamu di ruangan ini. Tarigan (2009).

7. Gaya Innuendo adalah semacam sindiran dengan mengecilkan kenyataan yang sebenarnya Keraf (1984:144). Innuendo termasuk gaya bahasa yang unik karena mengecilkan fakta dan tidak malah melebih-lebihkannya. Sebagai contoh, majas pertentangan yang diungkapkan dalam bentuk gaya bahasa innuendo adalah sebagai berikut.

(49)

Pria itu berhasil naik pangkat dengan sedikit menyuap.

Jangan terlalu dipikirkan, besok pagi juga musibah ini hanya akan menjadi mimpi buruk semalam saja.

8. Gaya Antifasis adalah semacam ironi yang berwujud penggunaan sebuah kata dengan makna kebalikannnya, yang bisa saja dianggap ironi sendiri, atau kata-kata yang dipakai untuk menangkal kejahatan, roh jahat, dan sebagainya Keraf (1984:144). Sebagai contoh, majas pertentangan yang diungkapkan dalam bentuk gaya bahasa antifasis adalah sebagai berikut

Lihatlah sang Raksasa telah tiba (maksudnya si Cebol).

Hadirin harap berdiri, mahasiwa teladan akan memasuki ruangan.

9. Gaya Klimaks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung urutan- urutan pikiran yang setiap kali semakin meningkat kepentingannya dari gagasan-gagasan sebelumnya Keraf (1984:124). Klimaks merupakan penyampaian gagasan secara berturut-turut untuk menyampaikan hal yang bersifat sederhana meningkat pada hal yang penting maupun kompleks.

Sebagai contoh, majas pertentangan yang diungkapkan dalam bentuk gaya bahasa klimaks adalah sebagai berikut.

Pemberian ASI eksklusif yaitu 8 kali sehari dimulai dari usia nol sampai enam bulan.

Pemakaian bahasa dalam akademis perkuliahan diwujudkan dari karya tulis ilmiah seperti, rangkuman buku, makalah, skripsi tesis, dan disertasi.

Pentingnya pembentukan kepribadian dalam sebuah keluarga perlu disosialisasikan mulai dari anak sampai kepala keluarga.

10. Gaya Antiklimaks adalah suatu acuan yang gagasan-gagasannya diurutkan dari yang terpenting berturut-turut ke gagasan yang kurang penting.

Antiklimaks sering kurang efektif karena gagasan yang penting ditempatkan

(50)

pada awal kalimat, sehingga pembaca atau pendengar tidak lagi memberi perhatian pada bagian-bagian berikutnya dalam kalimat itu Keraf (1984:125).

Sebagai contoh, majas pertentangan yang diungkapkan dalam bentuk gaya bahasa antiklimaks adalah sebagai berikut

Upacara bendera dilaksanakan secara khidmat dengan dihadiri kepala sekolah, guru, dan murid yang berdiri tegap penuh disiplin.

Dalam menjalankan kebersihan lingkungan harus dijalankan tidak pandang bulu, mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, hingga rakyat harus turut andil menjaga lingkungan untuk masa depan cucu nanti.

Presiden, menteri, DPR, sampai rakyat dalam setiap tindaknnya harus berpegang teguh pada agama, pancasila, dan norma yang ada di Indonesia.

11. Gaya Apostrof adalah gaya bahasa yang berupa penghilangan amanat dari yang hadir kepada yang tidak hadir. Dalam pidato yang disampaikan kepada suatu massa, sang orator tiba-tiba mengalihkan pembicaraannya langsung kepada sesuatu yang tidak hadir atau kepada yang gaib, misalnya kepada orang yang telah meninggal dunia, yang membuat dia seolah-olah tidak berbicara kepada yang hadir Tarigan (1985:83). Sebagai contoh, majas pertentangan yang diungkapkan dalam bentuk gaya bahasa apostrof adalah sebagai berikut:

Hai kamu dewa-dewa yang berada di surga, datanglah dan bebaskanlah kami dari belenggu penindasan ini.

Wahai roh-roh nenek moyang kami yang berada di negeri atas, tengah, dan bawah, lindungilah warga desaku ini.

12. Gaya Apofasis atau Preterisio adalah gaya bahasa yang digunakan oleh penulis, pengarang, atau pembicara untuk menegaskan sesuatu tetapi tampaknya menyangkalnya Tarigan (1985:86). Sebagai contoh, majas

(51)

pertentangan yang diungkapkan dalam bentuk gaya bahasa apofasis atau preterisio adalah sebagai berikut:

Saya tidak ingin membeberkan beberapa fakta dalam ruangan rapat ini bahwa Saudara telah menggelapkan ratusan juta rupiah uang negara.

Sayang sekali reputasimu yang baik itu hancur karena ulahmu yang suka mabuk-mabuk.

13. Gaya Zeugma adalah gaya bahasa bentuk koordinasi dua kata yang memiliki ciri-ciri semantik bertentangan, seperti abstrak dan konkret. Sebagai contoh, majas pertentangan yang diungkapkan dalam bentuk gaya bahasa zeugma adalah sebagai berikut:

Anak itu memang nakal dan suka menyayangi pada teman-temannya.

C. Menurut I Ketut Darma Laksan (2010:89) memaparkan bahwa majas pertautan menggunakan istilah “teracu” dan “mengacu”. Teracu adalah apa yang diacu oleh pengacu, sedangkan mengacu adalah ungkapan yang digunakan dalam proses pengacuan. Majas pertautan adalah kata-kata kiasan yang berhubungan atau bertautan dengan sesuatu yang ingin disampaikan.

Majas pertautan dapat diungkapkan menjadi beberapa gaya bahasa, seperti gaya metonimia, gaya sinekdoke, gaya alusio, gaya eufemisme, gaya eponim, gaya epitet, gaya erotesis atau pertanyaan retoris, gaya asidenton, gaya polisidenton dsb.

1. Gaya metonimia adalah gaya yang menggunakan nama ciri atau nama hal yang ditautkan dengan orang, barang, atau hal sebagai penggantinya Tarigan (2009:131). Keraf (2007:142) berpendapat bahwa metonimia adalah suatu gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata untuk menyatakan suatu hal

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan kedudukannya, ditemukan adanya sapaan yang digunakan kepada kerabat dan bukan kerabat. Kerabat di sini terbagi lagi menjadi dua, yaitu kerabat yang terbentuk karena

Hasil penelitian ini menunjukan beberapa hal berikut, yaitu (1) ada dua versi kisah asal-usul Reyog Ponorogo, yaitu (a) versi sindiran terhadap Kerajaan Majapahit dan (b)

Dua puluh lima tipe struktur wacana brosur dalam kemasan obat-obatan tersebut meliputi wacana brosur dengan tipe struktur komposisi, efektivitas, indikasi, dosis, cara

Penelitian ini bertujuan:(1) mendeskripsikan tingkat kemampuan berempati mahasiswa Angkatan 2016 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Relevansi penelitian pertama dengan penilitian hubungan antara lingkungan keluarga, dukungan teman, sarana belajar, dan prestasi belajar dalam pembelajaran Bahasa

Pada soal nomor dua telah diketahui dua sudut dan satu sisi. Dalam menyelesaikan soal nomor dua ini, terdapat dua tahapan, yaitu menentukan sudut yang belum diketahui yang

Hasil yang dicapai setelah pelaksanaan tindakan melalui penerapan model CORE selama dua siklus adalah: a) Meningkatnya hasil keterampilan berdiskusi siswa. Hal ini

Secara rinci kemampuan mahasiswa semester V angkatan 2007 dalam mendeskripsikan objek wisata budaya di kota Semarang ke dalam bahasa Prancis dapat dilihat per kriteria