BAB VI PENALARAN INDUKTIF
A. DEFINISI DAN KONSEP PENALARAN INDUKTIF
Setiap tindakan kognitif yang dilakukan oleh manusia melibatkan penalaran. Ada banyak jenis penalaran yang telah dikemukakan. Pada kali ini akan dibahas secara mendalam mengenai penalaran induktif. Menurut (Feeney, 2007) tanpa penalaran induktif, kita tidak dapat menggeneralisasikan antara satu premis dengan premis yang lain, atau memprediksi sesuatu hal tanpa menggunakan penalaran induktif. Menurut (Stenberg dan Stenberg, 2012) Penilaian dan Pengambilan Keputusan digunakan untuk memilih berbagai pilihan atau untuk mengevaluasi kesempatan. Secara tidak disadari, kita sering menggunakan penalaran dengan pola induktif yang mana menyimpulkan kesimpulan berdasarkan hasil pengamatan, atau pun pengalaman yang telah kita lakukan. Misalnya dalam memilih jalan dengan lintasan terpendek dari tempat A melalui beberapa jalur jalan yang telah kita lalui untuk menuju tempat yang kita sebut dengan B. Untuk memilih lintasan terpendek ini tentunya kita harus memiliki pengalaman melalui semua jalur yang dapat dilalui untuk melakukan perjalanan dari A ke B. Dari setiap jalur perjalanan tentunya secara tidak disadari kita sudah merekam jejak mengenai jarak, waktu, spasial dari masing-masing jalan.
Kita sudah menanamkan konsep kepada diri kita bahwa misalnya jalur 1 dekat tapi macet, jalur 2 agak jauh namun banyak lampu merah, jalur 3 jauh namun bisa lebih cepat dan sebagainya. Secara tidak disadari kesimpulan- kesimpulan tersebut muncul berdasarkan hasil pengamatan dan pengalaman yang telah dilakukan. Masing-masing jalur punya karakteristik yang berbeda, ketika kita akan memilih jalur terpendek dengan karakteristik-karakteristik yang kita inginkan tentunya pertimbangan-pertimbangan pun dilakukan dalam pemilihan jalur yang kita inginkan. Berdasarkan pengamatan dan pengalaman yang telah dilalui tentunya, kita dapat melakukan pengambilan keputusan yang didasari penalaran induktif untuk melalui pilihan jalur yang disesuaikan dengan keadaan pada waktu tertentu.
95
(Feeney, 2007) mengemukakan alasan pentingnya dalam mempelajari penalaran induktif yakni : (1) Karena penalaran induktif berhubungan dengan probabilistik, kepastian, penalaran aproksimasi, dan tentunya berhubungan dengan penalaran diri seseorang dalam kejadian sehari-hari, (2) penalaran induktif merupakan aktivitas kognitif multifaset, ini dapat dipelajari dengan memberikan pertanyaan sederhana kepada seorang anak dengan menggunakan gambar kartun, atau memberikan pertanyaan kepada orang dewasa mengenai variasi argumen kompleks dan menanyakannya pada mereka mengenai penilaian probabilitasnya, (3) penalaran induktif berhubungan dengan, dan dapat dikatakan merupakan pusat, kegiatan kognitif, mengatagorisasi, menilai kesamaan, dan pengambilan keputusan. Dari ketiga alasan yang dikemukakan dapat diketahui bahwa, penalaran induktif amat penting perannya dalam pendidikan matematika.
Dalam psikologi kognitif (Stenberg dan Stenberg, 2012) mengemukakan dua alasan mengapa orang perlu menggunakan penalaran induktif yakni : (1) membantu untuk semakin mahir dalam mengerti tentang variabilitas yang besar dalam lingkungan. (2) membantu untuk memprediksi kejadian di lingkungan, dengan demikian ketidakpastian dari prediksi suatu kejadian terminimalisir
(Stenberg dan Stenberg, 2012) menyatakan bahwa penalaran induktif adalah proses penalaran dari fakta atau pengamatan khusus untuk mencapai kemungkinan kesimpulan yang dapat menjelaskan fakta-fakta. Penalaran Induktif kemudian dapat menggunakan kemungkinan kesimpulan untuk mencoba memprediksi kejadian selanjutnya. Menurut Johnson,Laird (dalam Stenberg dan Stenberg, 2012) orang yang melakukan penalran induktif dapat menggunakan kemungkinan kesimpulan untuk memprediksi
Dari definisi-definisi yang diungkapkan bahwa secara umum penalaran induktif merupakan kegiatan kognitif yang mana menyimpulkan secara umum dari kejadian-kejadian khusus yang telah diamati atau pengalaman. Pada umumnya, penalaran induktif biasanya berbentuk informal. Dikatakan berbentuk informal dikarenakan, subyek melakukan pengamatan terlebih dahulu tanpa perlu tahu akan teori yang telah ada dalam mendukung pengamatannya. Dari masing- masing pengamatan, subjek tentunya mempunyai kesimpulan dari hasil
96
pengamatan yang dilakukan. Ini terjadi dikarenakan subjek dapat mengambil kesimpulan dari bagian-bagian pengamatan yang telah dilakukan selama ini.
Penalaran induktif yang dilakukan masing-masing individu akan berbeda hasilnya. Seperti yang dikatakan bahwa penalaran induktif merupakan menyimpulkan kejadian secara umum berdasarkan kejadian khusus yang telah diamati atau pengalaman. Bisa disimpulkan pula bahwa pengalaman dan pengetahuan juga menjadi tonggak dasar dalam penalaran induktif ini. Dengan pengalaman dan pengetahuan yang mendalam, tentunya semakin dalam pula kemampuan penalaran induktifnya dan sebaliknya. Semakin luas pengetahuan yang dimiliki oleh manusia, semakin banyak pula kesimpulan-kesimpulan alternative yang dapat disusun.
Menurut (Feeney dan Heit, 2007) Induksi berbasis kategori biasanya melibatkan tiga komponen. Pertama, mengamati bahwa basis induktif atau
"premis" memiliki properti P (misalnya, bahwa hiu memiliki sirip); kedua, memutuskan bahwa X dan target atau "kesimpulan" item Y terkait dalam beberapa cara (misalnya, bahwa hiu dan ikan air tawar keduanya ikan); dan ketiga, menyimpulkan properti. Investigasi penalaran induktif anak-anak memungkinkan kita untuk menentukan kapan kemampuan pertama alasan ini muncul dan untuk memetakan perubahan yang berkaitan dengan usia penting dalam induksi. Ini juga merupakan alat yang berharga untuk memahami perkembangan anak-anak representasi kategori.
Pada katagori yang disebutkan di atas menyebutkan akan alasan yang muncul untuk memetakan per bahan berkaitan dengan usia. Ini bisa kembali kita kaitkan kembali kaitannya akan definisi penalaran induktif yang menyebutkan pengalaman. Usia bisa jadi memberikan pengalaman yang berbeda pada masing- masing manusia. Bertambahnya usia tentunya bertambah pula pengalaman manusia dalam menjalani hidup ini. Pada saat anak yang memiliki umur 5 tahun akan berbeda penalarannya dengan anak yang berumur 6 tahun ini dikarenakan anak yang berumur 6 tahun memiliki pengetahuan dan pengalaman yang lebih luas. Jadi, pengambilan kesimpulan dari suatu kejadian akan lebih luas pemahamannya dibandingkan dengan anak yang usianya lebih muda.
97
Saya mempunyai pendapat secara pribadi, manusia dengan usia yang lebih muda memang dikatakan memiliki pengalaman dan pengetahuan yang lebih sedikit dibandingkan dengan manusia dengan usia yang lebih tua. Tapi saya punya pendapat walaupun, seseorang yang memiliki usia masih muda namun jika sering mengalami problema-problema yang mendewasakan dirinya sehingga memiliki pengalaman-pengalaman yang lebih banyak dibanding dengan seseorang dengan umur lebih tua namun, tidak mengalami problema-problema tidak akan memiliki pengalaman dan pengetahuan juga dalam menghadapi masalah. Ada pun tipe manusia yang selalu lari dari masalah, ini justru tidak akan menambah pengalaman dan pengetahuannya akan penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi. Jadi mungkin saja, mental ksatria juga mempengaruhi penalaran induktif disini dikarenakan mental ksatria akan selalu menghadapi masalah- masalah yang mendera dan menyelesaikan secara cerdas terntunya.
Misalkan seseorang mengalami permasalahan yang sama namun kejadiannya berbeda. Pada kejadian pertama tentunya memerlukan waktu dan usaha yang lebih besar dalam penyelesaian masalah tersebut. Pada kejadian kedua pastinya seseorang tersebut sudah memiliki kesimpulan tersendiri dalam menyelesaikan permasalahan-permasalah tersebut dengan waktu yang lebih sedikit, lebih cepat, dan usaha yang tidak sebesar pada permasalahan pertama dalam penyelesaiannya. Untuk permasalahan-permasalahan selanjutnya, tentunya seseorang tersebut sudah dapat memperkirakan solusi yang terbaik dalam penyelesaian masalah tersebut. Jadi bisa disimpulkan disini, pada setiap permasalahan ada kesimpulan-kesimpulan yang dibangun. Namun dengan seringnya masalah yang dihadapi akan membuat seseorang memiliki penalaran induktif yang lebih luas dan lebih akurat dalam penyimpulannya. Semakin sering seseorang menggeneralisasikan premis-premis khusus akan meningkatkan kemampuan penalaran induktifnya dalam menggeneralisasikan kesimpulannya yang didasarkan pada premis-premis khusus.
98 Karakteristik Penalaran Induktif
Untuk mengetahui karakterisasi dari penalaran induktif perlu diketahui terlebih dahulu mengenai perbedaan dari penalaran deduktif dan penalaran induktif. Untuk melihat perbedaan ini terdapat dua pandangan menurut (Hayes, 2007) berdasarkan “problem view” dan “process view”. Jika dipandang dari
“problem view” penalaran deduktif dan induktif mengarah pada jenis permasalahan yang dinalar. Jadi, ini masih menjadi perdebatan yang panjang.
Namun, jika dipandang dari “process view” lebih mengarah pada proses psikologis.
Perbedaan yang signifikan terjadi pada “process view” seperti ilustrasi yang penulis ambil kali ini berdasarkan alur dari gambar 1. Pada gambar 1 menggambarkan perbedaan yang sangat jelas antara penalaran deduktif dan induktif di mana tampak alur dari penalaran deduktif sangat bertolak belakang dengan penalaran induktif yang mana pada penalaran deduktif dimulai dari tahapan yang dinamakan teori dengan tujuan akhir adalah konfirmasi dan pada penalaran induktif dengan dimulainya observasi dan diakhiri dengan teori.
Gambar 1. Alur Penalaran Deduktif dan Induktif .
sumber http://www.b0chun.com/
99
Penalaran induktif berangkat pada tahap yang dinamakan observasi.
Dari masing-masing observasinya seseorang tersebut mencari pola keterkaitan yang dimiliki dari masing-masing observasi atau kejadian. Dari keterkaitan dari masing-masing kejadian atas hasil observasinya, seseorang dapat membuat kesimpulan sementara dari masing-masing hasil observasi dan kejadian. Hasil kesimpulan tersebut dinamakan dengan tentative hypothesis. Kesimpulan yang bersifat sementara ini diujikan kebenarannya dengan teori-teori yang telah berkembang.
Pada penalaran deduktif berawal pada teori terlebih dahulu, lalu dari teori tersebut akan dilakukan praktikum dimana sebelum dilakukannya praktikum seseorang memulai dengan dugaan-dugaan akan kejadian yang akan terjadi yang dinamakan dengan hyphotesis. Selanjutnya dilakukan observasi dan hasil observasi ini dikaitkan dengan hipotesis sementara yang kebenarannya diujikan dengan teori.
(Hayes, 2007) mengemukakan bahwa katagori berdasarkan penalaran induktif secara khusus melibatkan tiga komponen yakni mengamati premis- premis, memutuskan konklusi yang tepat didasarkan pada premis-premis, menyimpulkan apakah konklusi menjelaskan sifat dari premis. Adapun dasar yang menggiring seseorang untuk menarik kesimpulan secara induktif yakni : persamaan persepsi, hubungan taksonomi, hubungan hierarkis, menghubungkan premis-premis yang berkaitan dilihat dari perbedaan dan kesamaan, memiliki pengeetahuan mengenai ciri-ciri.
Kesamaan persepsi (Farrar, Raney, dan Boyer, 1992) menyatakan pengaruh pada persepsi pemikiran secara induktif seseorang pada masa keil (Osherson et al., 1990; Sloman, 1993) menyatakan kesamaan, tujuannya saling mendukung dalam hal structural antara dasar dan target induktif yang berperan penting dalam menentukan ketentuan dari pemikiran induktif.
Dalam menggeneralisasikan premis-premis khusus yang ada menjadi umum dilihat dari persamaan ciri-ciri yang dimiliki oleh masing-masing premis sehingga, menggiring seseorang untk menyimpulkan berdasarkan persepsi yang sama dari masing-masing premis.
100
Hubungan taknsonomi, (Hayes, 2007) menyatakan banyak penelitian yang menginterpretasikan bahwa seseorang memahami istilah sesuatu dengan memberikan informasi mengenai katagori keanggotaan dan angora yang memiliki persamaan katagori cenderung memisahkan antara kesamaan dan perbedaan dari masing-masing ciri-ciri. Ada dua cara untuk menginterpretasikan sesuatu. Pertama, pemberian istilah dapat memiliki efek tidak langsung terhadap penatikan kesimpulan secara induktuf yang befungsi sebagai isyarat yang mendasari dan menuju pada contoh yang berkatagori sama. Dengan kata lain, pemberian istilah yang sesuai dapat memberikan efek yang langsung dengna memberikan fitur yang identik dalam membuath kesimpulan dari persepsi yang serupa.
Hubungan hierarkis, (Rosch, Mervis, Gray, Johnson, dan Boyes, Braem, 1976) menyatakan bahwa hal yang penting mengenai tugas konseptual seperti katagorisasi dan penamaan merupakan hierarkis yang jelas secara dasar psikologis. Tingkat yang paling istimewa dapat didefinisikan sebagai level tertinggi dalam suatu hierarki dimana ada keyakinan yang kuat terhadap ciri-ciri objek dapat digeneralisasi menjadi level yang lebih tinggi.
Menghubungkan premis-premis yang berkaitan mengenai diversity dan monotonicity. Ketika seseorang akan menyimpulkan secara induktif maka, ia menggabungkan informasi lebih dari satu premis. Premis monotonicity merupakan premis dengan ciri-ciri tertentu yang memberikan kemungkinan besar untuk menggeneralisasi kesimpulan dengan mempertimbangkan kesamaan dari ciri-ciri masing-masing premis. (Osherson et al., (1990) premis diversity merupakan premis yang memiliki komponen yang lebih beragam namun, memiliki relevansi yang besar dan memberikan penguatan untuk melakukan penalaran induktif.
Pengetahuan mengenai ciri-ciri, ketika seseorang melakukan generalisasi dari ciri-ciri pernyataan tentang apa yang mereka ketahui, para ahli dan pemula mendasarkannya pada kesamaan ciri-ciri. Akibatnya, pengetahuan domainnya dihubungkan dengan lebih baik menggunakan
101
penalran induktif yang didasarkan pada interaksi antara katagori dan ciri-ciri spesifik.