• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI DALAM PENDIDIKAN

Dalam dokumen VARIASI KONSTRUK DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA (Halaman 166-182)

BAB IX PENALARAN STATISTIK

B. IMPLEMENTASI DALAM PENDIDIKAN

Garfield, J. dan Ben-Zvi, D. (2008) memberikan contoh dan bukan contoh penalaran statistik. Misalnya siswa diberikan suatu masalah statistik yang berkaitan dengan data bivariate untuk menentukan persamaan garis regresi, menentukan kemiringan dan titik potong garis-garis. Hal serupa juga dapat diberikan untuk masalah aljabar seperti bilangan dan rumus yang digunakan untuk menghasilkan persamaan garis. Pada beberapa kelas statistik yang diajarkan oleh matematikawan, masalah tersebut mungkin belum selesai pada tahap ini. Namun jika penalaran dan berpikir statistik dikembangkan, siswa mungkin dapat diberikan pertanyaan tentang konteks dari data, kemudian mereka diminta

155

menggambarkan dan menafsirkan hubungan antara variabel, serta menentukan apakah regresi linier sederhana merupakan prosedur dan model yang sesuai untuk data tersebut. Jenis penalaran dan pemikiran seperti ini berbeda dengan penalaran dan pemikiran matematis yang cenderung menghitung kemiringan dan titik potong menggunakan rumus aljabar. Faktanya pada beberapa kelas, siswa tidak diminta untuk menghitung kuantitas berdasarkan rumus tetapi lebih mengandalkan teknologi untuk menghasilkan angka. Fokus kemudian bergeser pada kegiatan meminta siswa untuk menafsirkan nilai-nilai dari konteks (misalnya: dengan menafsirkan kemiringan sebagai perubahan yang digunakan untuk memprediksi perubahan respon pada unit perubahan pada variabel penjelas).

Dalam membandingkan penalaran matematis dan penalaran statistik, delMas (2002) menjelaskan bahwa kedua istilah ini tampak mirip, beberapa perbedaannya mengarahkan pada tipe kesalahan yang berbeda. Dia berpendapat bahwa penalaran statistik harus menjadi tujuan ekplisit pembelajaran jika perlu untuk dipelihara dan dikembangkan. Dia juga menyarankan agar pengalaman di kelas statistik lebih memfokuskan pada aktivitas yang membatu siswa mengembangkan pemahaman mendalam tentang proses dan ide stokastik dibandingkan dengan mengajarkan perhitungan dan prosedur. Dalam rangka mendorong penalaran statistik, Moore (1998) merekomendasikan bahwa siswa harus mengalami secara langsung proses pengumpulan data dan eksplorasi data.

Pengalaman harus mencakup diskusi tentang bagaimana data diperoleh, bagaimana dan mengapa rangkuman statistik dipilih, dan bagaimana kesimpulan dapat diambil. Siswa juga perlu memperluas pengalaman dengan mengenali implikasi dan menarik kesimpulan untuk mengembangkan pemikiran statistik.

(Garfield, J., Ben-Zvi, D., 2008: 19)

Model Perkembangan Penalaran Statistik

Garfield (2002) mengembangkan 5 tahapan model perkembangan penalaran statistik pada siswa:

156

a. Idiosyncratic reasoning, siswa mengetahui beberapa kata dan simbol tentang distribusi sampel dan dapat menggunakannya tanpa benar-benar memahaminya, kadangkala salah, dan mungkin mempersulit mereka dengan informasi yang tidak relevan. Misalnya, siswa telah belajar istilah mean, median, dan standar deviasi sebagai rangkuman pengukuran, tetapi menggunakannya dengan tidak benar (misalnya, membandingkan mean dengan deviasi standar, atau membuat penilaian tentang rata-rata atau standar deviasi yang baik).

b. Verbal reasoning (penalaran verbal), siswa memiliki pengetahuan verbal tentang beberapa konsep tetapi tidak dapat mengaplikasikannya pada konteks.

Misalnya, siswa dapat memilih atau memberikan definisi yang benar tetapi tidak secara penuh memahami konsep (contohnya, mengapa rata-rata lebih besar dari median pada distribusi sampel yang kemencengannya positif).

c. Transitional reasoning (penalaran transisional), siswa mampu mengindentifikasi satu atau dua dimensi dari proses proses statistik secara benar tanpa sepenuhnya mengintegrasikan dimensi ini, contohnya, suatu ukuran sampel yang besar mengarah kepada interval kepercayaan yang kecil, standar error yang kecil juga mengarah kepada interval kepercayaan yang kecil.

d. Procedural reasoning (penalaran prosedural), siswa mampu mengindentifikasi satu atau dua dimensi konsep atau proses statistik secara benar tetapi tidak sepenuhnya mengintegrasikan dan memahami proses tersebut untuk menghasilkan proses tersebut. Contohnya, siswa mengetahui bahwa korelasi tidak berarti sebab-akibat tetapi tidak dapat menjelaskan secara penuh mengapa pernyataan tersebut benar.

e. Integrated process reasoning (penalaran proses terpadu), siswa memiliki pemahaman yang lengkap tentang proses sampling serta mampu menyesuaikan aturan dan konteks yang dihadapi. Siswa dapat menjelaskan proses tersebut dengan kata-kata mereka dengan pecaya diri. Contohnya, siswa dapat menjelaskan apa makna interval kepercayaan 95% dalam hal proses sampling yang berulang kali dari suatu populasi.

157 Penilaian Kemampuan Penalaran Statistik

Garfield and Chance (2000) menawarkan beberapa teknik asesmen kelas untuk mengevaluasi penalaran statistik, yang meliputi:

1. Studi kasus atau tugas autentik: bentuk detail permasalahannya sesuai dengan konteks nyata yang menyatakan strategi dan interpretasi siswa dalam menyelesaikan permasalahan.

2. Peta konsep: representasi visual yang mengubungkan antar konsep yang dilengkapi atau dikonstruks sendiri oleh siswa.

3. Kritik terhadap ide atau isu statistik pada berita: laporan tertulis singkat yang menyatakan seberapa baik siswa memberi alasan mengenai informasi dalam suatu artikel berita; termasuk komentar terhadap informasi yang hilang maupun terkait kesimpulan dan interpretasu yang disajikan dalam artikel.

4. Minute papers: Komentar tertulis tanpa nama yang diberikan siswa yang mencakup penjelasan tentang apa yang telah mereka pelajari, membandingkan konsep atau tehnik dan sebagainya.

5. Enhanced multiple-choice items: item yang mengharuskan siswa untuk mencocokkan konsep atau pertanyaan dengan penjelasan yang tepat, dapat digunakan untuk menangkap penalaran siswa dan mengukur pemahaman konseptual.

6. The Statistical Reasoning Assessment: suatu test multiple-choice yang didesain untuk menilai benar dan salahnya siswa dalam bernalar tentang suatu konsep statistik tertentu.

C. PENELITIAN TERKAIT

Studi tentang penalaran statistik mulai menjadi trend 20 dekade terakhir.

semenjak tatistika menjadi ilmu yang memiliki peran penting dalam kehidupan pada era modern. Fakta yang dikumpulkan menjadi data, diolah, dianalisis dan diinterpretasi sangatlah bermanfaat terutama dalam hal pengambilan keputusan.

Berbagai sendi kehidupan masa kini banyak ditentukan oleh data-data empirik

158

yang diperoleh dari analisis statistik. Pengkajian tentang bagaimana statistik diajarkan pada siswa kini menjadi hal yang sangat penting.

Berbagai kajian penelitian tentang penilaian penalaran statistik (sebagaimana dalam Garfield: 2002), menunjukkan bahwa kadangkala siswa dapat menjalani pembelajaran statistik dengan baik, mendapatkan nilai yang baik pada pekerjaan rumah, ujian, dan proyek-proyek, namun masih berkinerja buruk pada pengukuran penalaran statistik seperti Statistical Reasoning Assessment (Garfield 1998b). Hasil ini menunjukkan bahwa guru statistik tidak secara spesifik mengajar siswa bagaimana menggunakan dan menerapkan berbagai jenis penalaran. Sebaliknya, sebagian besar guru cenderung mengajarkan konsep dan prosedur, memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja dengan data dan perangkat lunak, dan berharap menghasilkan pengembangan penalaran. Namun, nampaknya penalaran tidak benar-benar berkembang dengan cara ini. Penelitian saat ini (delMas, Garfield dan Chance: 1999) difokuskan pada eksplorasi dan menggambarkan perkembangan (dan penilaian) keterampilan penalaran statistik, khususnya di bidang statistik inferensial.

Sedlmeier (1999) mengklaim bahwa penalaran statistik jarang diajarkan dan ketika diajarkan (yakni mengajarkan orang menggunakan aturan tertentu seperti yang dijelaskan oleh Nisbett dan rekan), jarang berhasil. Dia membahas

"penalaran statistik sehari-hari," merangkum penelitian tentang pelatihan untuk meningkatkan penalaran statistik, dan menyajikan beberapa program pelatihan sendiri yang dirancang untuk mengajarkan orang untuk menggunakan jenis tertentu penalaran secara benar (misalnya melibatkan probabilitas bersyarat, sampel, dan inferensi Bayesian).

Lovett (2001) menyarankan suatu model lingkungan belajar yang membantu siswa mengembangkan penalaran statistik dengan benar yang akan dievaluasi dalam kajian penelitian selanjutnya. Kemudian Garfield and Ben-Zvi (2008) mengemukakan suatu model bagi pembelajaran statistik pada level sekolah menengah dan perguruan tinggi untuk meningkatkan penalaran statistik. Model ini dikembangkan berdasarkan teori belajar konstruktivis, yang dinamakan Statistical Reasoning Learning Environment (SRLE). SRLE adalah suatu kelas statistik yang

159

efektif dan positif yang mengembangkan pemahaman yang mendalam dan bermakna siswa tentang statistik dan membantu siswa mengembangkan kemampuan mereka dalam berpikir dan bernalar secara statistik. Pendekatan ini dinamakan suatu lingkungan belajar karena adanya kombinasi interaktif antara teks materi, aktivitas dan budaya kelas, diskusi, teknologi, pendekatan dan penilaian pengajaran. Pada model ini terdapat enam prinsip desain pembelajaran sebagaimana yang dikemukakan Cobb and McClain (2004), yaitu:

1. Fokus pada ide sentral statistik, 2. Penggunaan data riil dan motivating,

3. Penggunaan aktivitas kelas untuk mengembangkan penalaran statistik siswa, 4. Mengintegrasikan alat teknologi yang sesuai,

5. Mendorong wacana kelas, dan 6. Melaksanakan alternatif asesmen

Terdapat pula suatu kerangka berdasarkan Taksonomi SOLO (Stucture of the Observed Learning Outcome) yang dapat digunakan untuk menilai penalaran inferensial informal mahasiswa pascasarjana telah dikembangkan oleh Mohd Nor, M, Noraini Idris (2010). Kerangka ini terdiri dari seperangkat deskriptor dari level penalaran dan interview task yang dapat digunakan untuk mengumpulkan bukti penalaran inferensial informal mahasiswa. Interview task terdiri dari suatu konteks penelitian hipotetik yang disertai dengan dua box plots yang merepresentasikan data yang dikumpulkan dalam penelitian tersebut dan dua pertanyaan, pertanyaan pertama meminta siswa menarik kesimpulan berdasarkan dua box plots dan menilai kesimpulan mereka, pertanyaan kedua menanyakan apakah kesimpulan mereka dapat digeneralisasi dan memberikan penjelasan tentang hal tersebut.

Selain itu terdapat pula studi tentang aspek Pedagogical Content Knowledge pada guru yang mengajarkan data Bivariate (Quintas, S., Ferreira, R.T., Oliveira, H (2014). Hasil analisis PCK dua guru yang diamati ketika mereka mengajarkan data bivariate dalam statistika menunjukkan bahwa ada beberapa kesulitan pada dalam memproses dan mendukung siswa menganalisa dan menafsirkan koefisien korelasi serta pada penalaran tentang garis regresi dan

160

model regresi linier. Ketika mengamati scatterplot, hanya hubungan linier saja yang dieksplorasi bahkan pada grafik menunjukkan yang sebaliknya. Selain itu, tidak terdapat analisis tentang bentuk distribusi yang berkaitan dengan keradaan kelompok atau pencilan, atau bagaimana hal ini dapat berakibat pada nilai koefisien korelasi. Kedua guru ini nampaknya tidak memiliki pengalaman yang kuat dalam membahas data bivariate yang disajikan dengan scatterplot, yang berdampak secara negatif terhadap KCS mereka. Kedua guru ini perlu membantu siswa mengembangkan penalarannya secara lebih mendalam tentang hubungan bivariate, yang mencakup aspek struktur dan kekuatan, penyesuaian model dan aturan pada model regresi linier dalam memprediksi peristiwa. Sehingga perlu memelihara pemahaman siswa tentang konsep yang berkaitan dengan korelasi dan regresi ketika mereka menegjakan tugas menyertakan data bivariate pada konteks kelas.

Ben-Zvi (2006) menemukan bahwa penggunaan teknologi informasi berdampak positif terhadap perkembangan kemampuan penalaran statistik.

Penelitian pada siswa kelas 5 SD menunjukkan adanya peningkatan kemampuan argumentative dan menyimpulkan ide secara informal dengan menggunakan Tinker Plots software. Efek dari penggunaan software ini banyak dikaji oleh beberapa peneliti diantaranya Fitzallen & Watson (2010) yang menguji dampak pemanfaatan software TinkerPlots untuk mengembangkan penalaran statistik pada 26 siswa kelas 5 dan 6. Siswa dilibatkan dalam empat kali pembelajaran yang berkaitan dengan pengumpulan data, representasi data, ringkasan data dan inferensi data berdasarkan aktivitas olahraga dimana mereka harus mengukur denyut jantung sebelum dan setelah aktivitas tersebut kemudian menggunakan TinkerPlots untuk menganalisis data. Setelah dilibatkan dalam pembelajaran selama sebulan, siswa berkembang menjadi pengguna TinkerPlots yang independen. Mereka dapat berubah dari mengikuti prosedur yang diajarkan di dalam kelas menjadi siswa yang menggunakan TinkerPlots secara kereatif, serta dapat menyesuaikan dengan apa yang mereka butuhkan.

161

Terkait dengan asesmen penalaran statistik, telah banyak dikembangkan pada pembelajaran pentar statistik oleh beberapa peneliti (dalam Ziegler: 2014), diantaranya:

1. Statistics Reasoning Assessment (SRA; Garfield, 2003),

2. Statistics Concepts Inventory (SCI; Reed-Rhoads, Murphy, & Terry, 2006), 3. Comprehensive Assessment of Outcomes in a First Statistics Course (CAOS;

delMas et al., 2007),

4. Assessment Resource Tools for Improving Statistical Thinking (ARTIST;

Garfield et al., 2002)

5. Topic Scale tests, Quantitative Reasoning Test-Version 9 (QR-9; Sundre, Thelk, & Wigtil, 2008),

6. Goals and Outcomes Associated with Learning Statistics (GOALS; Garfield et al., 2012), dan

7. Basic Literacy In Statistics (BLIS; Ziegler, 2014)

Selain itu, Chan dan Ismail (2014) membuat alat penilaian (asesmen) yang dapat digunakan untuk memperhalus dan memvalidasi kerangka penalaran statistik awal. Terdapat 5 tugas dalam instrumen ini dan setiap itemnya diberi label berdasarkan empat kontruk kunci. Perangkat teknologi yang digunakan dalam menyelesaikan tugas ini adalah software matematika dinamik. Alat penilaian (asesmen) penalaran statistik berdasarkan teknologi dapat diaplikasikan untuk penelitian lanjutan.

Sebuah forum penelitian internasional yang bertujuan untuk mendorong penelitian yang memfokuskan pada berpikir dan bernalar siswa yang dinamakan The International Collaboration for Research on Statistical Reasoning, Thinking and Literacy (SRTL) yang diinisiasi oleh Joan Garfield dan Dani Ben-Zvi mulai tahun 1999. Pada awalnya forum ini memfokuskan pada perbedaan tipe penalaran statistik (SRTL-1, 1999; SLTR-1, 2001), penalaran tentang variasi (SLTR-3, 2002), dan penalaran tentang distribusi (SLTR-4, 2005). Mulai tahun 2007 forum ini memfokuskan kajiannya pada penalaran inferensial, penalaran inferensi statistik (SLTR-5, agustus 2007), peranan bukti dan konteks dalam penalaran

162

inferensial informal (SLTR-6, 2009), penalaran tentang sampel dan pengambilan sampel (SLTR-7, 2011) dan penalaran tentang uncertainty (SLTR, 2013).

Studi terkini telah memfokuskan penelitian pada pemahaman pengembangan ide tentang kesimpulan statistik informal pada siswa sebagai suatu cara membangun pemahaman konseptual mereka tentang dasar pengambilan keputusan statistik dari ide yang lebih formal. Kelompok peneliti ini menamakan tipe penalaran ini sebagai penalaran IIR (Informal Inference Reasoning) dan memandangnya sebagai hal yang penting bagi siswa pada seluruh tingkatan untuk dikembangkan dan digunakan untuk membuat prediksi dan keputusan tentang data. (Garfield, et.al.: 2015).

Review literature tentang berpikir expert dan berpikir statistik memberikan pertimbangan bagi pengajaran siswa pada berbagai level pendidikan. Ketika matematikawan membuat inferensi, mereka menggunakan domain pengetahuan tertentu yang berkaitan dengan sampling variability (seperti pengetahuan tentang ukuran sampel dan sample variability) untuk membuat generalisasi atau perbandingan. Mereka juga memanfaatkan pengetahuan kontekstual (misalnya, metode pengumpulan data, konteks masalah) dan juga pengalaman masa lalu untuk membuat perkiraan dan keputusan yang masuk akal. (Garfield, et al: 2015).

Beberapa implikasi pedagogis antara lain (Garfield, et al: 2015):

1. Mengatur kurikulum untuk mengenali pola bermakna dari pengetahuan (seperti: jaringan pengetahuan, visualisasi konsep kunci, relasi antar konsep menggunakan peta konsep).

2. Memberikan siswa permasalahan data otentik (kompleks, menakjubkan, bertentangan) daripada masalah pada buku yang sifatnya kanonikal.

3. Membantu siswa mengenali nilai kedalaman 1 mil dibandingan degan luasnya pengetahuan yang dapat membantu kita mendesain pembelajaran berbasis proyek.

4. Mendesain pembelajaran yang memungkinkan siswa melihat bagaimana expert menyelesaikan masalah, menghadapi kesulitan dan seterusnya.

5. Menggunakan media pembelajaran yang dinamis dan interaktif yang membantu siswa memiliki pengalaman investigasi seperti expert

163

6. Mengajarkan siswa menggunakan berpikir metakognisi tidak sekedar berpikir statistik.

7. Mulai menggunakan pendekatan informal dalam pengambilan kesimpulan statistik awal pada pendidikan dasar dan secara terus menerus membangun pendekatan ini seperti aktivitas “mengembangkan suatu sampel” (Bakker:

2004, Ben-Zvi: 2006)

8. Memanfaatkan teknologi inovatif (seperti TinkerPlot) yang mendukung eksplorasi data seperti pendekatan modeling pada usia yang relative awal.

Suatu penelitian logitudinal ini yang bertujuan untuk mengetahui dampak jangka panjang pembelajaran pada mahasiswa tingkat Sembilan, tiga tahun setelah mereka terlibat dalam intervensi tiga tahun (tingkat 4 – 6) pada Connection Program menunjukkan bahwa mahasiswa mengikuti program melebihi kemampuan mahasiswa yang tidak mengikuti program pada tiga bagian yaitu: (1) pemahaman konseptual, (2) inferensi statistik informal dan (3) penyatuan pandangan tentang suatu distribusi. Namun penelitian ini dikatakan memiliki keterbatasan pada kajian idiosyncratic circumstances. (Gil & Ben-Zvi: 2014).

Makar (2013) mengkaji gagasan awal anak-anak tentang rata-rata dalam satu kelas penyelidikan untuk pertanyaan “Is there a typical height for a student in year 3? If so, what is it?”. Serangkaian pembelajaran dianalisis pada siswa kelas tiga (26 orang siswa berusia 8 tahun) pada suburban school di Quensland Australia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat lima konsep kunci

typical” (rata-rata) yang diperdebatkan siswa, yaitu (1) a reasonable height, (2) the most common value or interval of data in the class, (3) the middle height, (4) the medium (normative) population height and (5) representative of a subpopulation. Penelitian ini memberikan saran bahwa elemen yang diidentifikasi mendukung penalaran inferensial informal adalah

a. Lingkungan belajar berbasis inkuiri, kelas dimana data digambarkan sebagai salah satu yang dikembangkan dalam penyelidikan matematika. Pertanyaan yang diberikan ill-structured dan ambigu.

b. Konsep dan alat bantu statistik. Anak-anak mungkin memahami gagasan tentang outliers, group comparisons, sampling variability,

164

representativeness, populations dan informal inference melalui suatu lingkungan belajar berbasis inkuiri. Penggunaan konsep statistik secara informal menunjukkan bahwa mereka membangun pengetahuan dasar yang selanjutnya mungkin dapat berkembang ketika mereka kembali menghadapi permasalahan yang lebih kompleks.

c. Konflik. konflik yang dihadapi siswa antara harapan dan pesan yang diinterpretasikan dalam data memberi mereka kesempatan untuk berdebat, memperjelas dan berusaha untuk menyelesaikan ide-ide mereka. Konflik ini muncul dari kompleksitas situasi otentik dan budaya penyelidikan yang mendorong konsep statistik muncul melalui perdebatan dan musyawarah.

Sebuah aspek kunci di sini adalah 'keterampilan guru dalam memprovokasi penalaran siswa serta pengembangan budaya kelas yang menghargai percakapan substantif

Pemahaman tentang konteks masalah berperan penting dalam investigasi statistik. Gil & Ben-Zvi (2011) mengkaji peranan penjelasan siswa dalam memaknai data dan belajar bernalar secara informal tentang inferensi statistik.

Hasil penelitian menjukkan bahwa terdapat 4 tipe penjelasan yang memunculkan penalaran inferensial informal siswa, yaitu:

1. Descriptive explanation, memberikan deskripsi statistik tentang bagaimana interpretasi atau inferensi berdasarkan representasi data.

2. Abductive explanation, memberikan catatan hipotetis tentang alasan kontekstual dan teoritis tentang fenomena yang diinvestigasi

3. Reasonableness explanation, memberikan suatu dasar bagi penegasan kewajaran/ ketidakwajaran suatu inferensi dan keperluan ekplorasi dan penjelasan lanjutan.

4. Conflict resolution,memberikan resolusi terhadap konflik antara suatu ekspektasi dengan inferensi yang diajukan.

Sedangkan Pfannkuch (2011) menemukan bahwa data-context dan learning-experience-contexts berperan penting dalam mengembangkan penalaran inferensial informal siswa. Studi ini menyarankan bahwa ketika mempertimbangkan "konteks" sebagai peran sentral dalam pengembangan

165

berpikir statistik, pengaruhnya dalam siklus penyelidikan (inquiry cycle) dan pada pengembangan konsep berdampak nyata. Implikasi dari penelitian ini adalah bahwa usaha untuk merancang kegiatan yang meningkatkan dan memajukan penalaran inferensial statistik siswa mungkin perlu diperhitungkan learning- experince-context dan bahwa guru dan peneliti perlu menyadari bagaimana mereka menggunakan data-context dan learning-experince-context untuk membentuk penalaran dalam siklus penyelidikan dan untuk mengembangkan konsep.

Prospek Penelitian Yang Dapat Dikembangkan

Studi tentang penalaran statistik di Indonesia masih jarang dilaksanakan.

Selama ini pembelajaran statistik baik di sekolah maupun di perguruan tinggi belum tereksplorasi secara mendalam, terlebih pada jenjang sekolah menengah.

Pembelajaran statistik di sekolah masih mengedepankan keterampilan prosedural dan kurang memanfaatkan software atau aplikasi alat bantu seperti TinkerPlot.

Sehingga perlu pengkajian tentang penalaran statistik siswa apabila dilibatkan dalam lingkungan belajar berbasis inkuiri dengan bantuan teknologi.

Selain itu, pengkajian tentang penalaran siswa terkait topik tertentu pada statistik, seperti: sample, variabilitas sampling, distrubusi sampel, inferensi statistik serta topik lainnya perlu digali secara mendalam. Berbagai instrumen yang telah dikembangkan sebagaimana disebutkan sebelumnya mungkin dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan penalaran siswa pada berbagai konsep.

Penelitian terkini yang sedang menjadi tren dalam pendidikan statistik adalah penalaran inferensial informal. Penalaran ini diyakini sangat penting dimiliki oleh siswa sebelum mereka bernalar secara lebih formal tentang ide statistik. Pengkajian ini mungkin menjadi prospek penelitian yang bagus untuk dikembangkan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikemukakan beberapa pertanyaan yang mungkin dapat dikembangkan menjadi penelitian lanjutan, yaitu:

1. Bagaimana proses penalaran statistik pada aspek yang berkaitan dengan masalah kehidupan sehari-hari?

166

2. Bagaimana perbedaan individu dalam bernalar statistik?

3. Bagaimana proses mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa pada penalaran statistika?

4. Bagaimana mengembangkan model pembelajaran matematika yang mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa pada penalaran statistika?

5. Bagaimana siswa memulai pengembangan konsep tentang inferensi statistik?

6. Bagaimanakah level penalaran inferensial informal pada siswa Sekolah Menengah?

7. Aspek apakah yang mendukung perkembangan penalaran inferensial informal siswa?

167 REFERENSI

Budẻ, L. (2006). Assessing Students‟ Understanding of Statistics. ICOTS-7.

Tersedia pada

http://www.ime.usp.br/~abe/ICOTS7/Proceedings/PDFs/InvitedPapers/6 G3_BUDE.pdf

Chan, S. W., Ismail, Z. A. (2014). Technology-Based Statistical Reasoning Assessment Tool Indescriptive Statistics For Secondary School Students, The Turkish Online Journal Of Educational Technology – January 2014, Volume 13 Issue 1

Chan, W. S., Ismail, Z. (2012). The role of information technology in developing students‟ statistical reasoning. Procedia - Social and Behavioral Sciences. 46 ( 2012 ) 3660 – 3664

delMas , Robert C. (2002). Statistical Literacy, Reasoning, and Learning: A Commentary, University of Minnesota, Journal of Statistics Education Volume 10, Number 3 (2002). Tersedia pada:

http://www.amstat.org/publications/jse/v10n3/delmas_discussion.html Fitzallen, Noleine. A Model of Students’ Statistical Thinking and Reasoning about

Graphs in an ICT Environment. Tersedia pada:

http://www.merga.net.au/documents/RP212006.pdf

Fitzallen, Watson. Developing Statistical Reasoning Falitated by TinkerPlots. In C. Reading (Ed.), Data and context in statistics education: Towards an evidence-based society. Proceedings of the Eighth International Conference on Teaching Statistics (ICOTS8, July, 2010), Ljubljana, Slovenia. Voorburg, The Netherlands: International Statistical Institute.

www.stat.auckland.ac.nz/~iase/publications.php

Garfield, J., Ben-Zvi, D. (2008a). Developing Students‟ Statistical Reasoning:

Connecting Research and Teaching, Springer Science+Bussines Media B.V.

Garfield, J., Ben-Zvi, D.(2008b). Preparing School Teachers to Develop Students‟ Statistical Reasoning. Proceeding of the ICMI Study 18 and 2008 IASE Round Table Conference

Garfield, J., Ben-Zvi, D. (2009). Helping Students Develop Statistical Reasoning: Implementing a Statistical Reasoning Learning Environment.

Artikel pada:

https://www.causeweb.org/workshop/aims/Statistical%20Reasoning%20 Learning%20Environment.pdf

Dalam dokumen VARIASI KONSTRUK DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA (Halaman 166-182)