• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian Berpikir Spasial

BAB V BERPIKIR SPASIAL

A. Pengertian Berpikir Spasial

Berpikir spasial sangat penting untuk memecahkan masalah sehari-hari seperti bagaimana menggunakan peta untuk memandu seseorang menuju lokasi ketika berlibur, memarkir mobil, bermain game 3D, atau pada saat kita menginginkan untuk mengatur perabot rumah tangga pada suatu ruangan, dan mengatur ulang dekorasi ruangan. Menggunakan peta pada saat bepergian, seseorang akan melihat peta yang berbentuk dua dimensi maka dia akan mengkaitkan dengan kenyataan yang ditemui di sepanjang perjalanan. Ketika pada peta muncul ikon berupa gambar pom bensin pada jalan yang akan dilalui maka orang tersebut akan membayangkan bentuk pom bensin dipikirannya dan mencari pom bensin sesuai dengan lokasi yang tercantum pada peta di jalan yang dilaluinya. Demikian seterusnya hingga lokasi yang dituju dapat ditemukan dengan menggunakan peta.

Berpikir spasial, merupakan satu bentuk dari berpikir, yang merupakan salah satu kelompok keterampilan kognitif. Bentuk keterampilan kognitif terdiri dari pengetahuan deklaratif dan pengetahuan perseptual. Beberapa operasi kognitif dapat digunakan untuk mentransformasi, mengkombinasikan, atau operasi lain pada kedua pengetahuan ini. Seperti yang disampaikan The Committee on Support for Thinking Spatially (2006), berpikir spasial adalah kombinasi konstruktif tiga elemen yaitu konsep ruang, alat penyajian, dan proses penalaran. Berpikir spasial tidak hanya berdasar pada satu elemen saja misalnya hanya pada penguasaan konsep ruang saja. Namun seseorang yang berpikir spasial mengkombinasikan ketiga elemen tersebut. Konsep ruang dan maknanya merupakan bagian dari definisi, alat penyajian sebagai contoh adalah peta dan denah; proses penalaran misalnya tentang interpolasi.

Menurut Uttal dan Cohen (2013) berpikir spasial diistilahkan sebagai visualisasi spasial yaitu proses-proses menangkap, mengkodekan (encoding) dan memanipulasi secara mental bentuk spasial tiga dimensi. Proses menangkap

77

merupakan kegiatan fisik yang melibatkan panca indra pada saat bertemu dengan bentuk fisik suatu benda. Mengkodekan (encoding) mengacu pada bagaimana mengubah suatu fisik, input sensorik menjadi suatu bentuk representasi yang dapat ditempatkan ke dalam memori (Sternberg dan Sternberg, 2012). Proses mental selanjutnya adalah penyimpanan yang mengacu pada bagaimana mempertahankan informasi yang dikodekan dalam memori kemudian bagaimana seseorang mendapatkan akses ke informasi yang tersimpan dalam memori sehingga dapat menyajikannya kembali sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya (Sternberg dan Sternberg, 2012). Ketika seorang berpikir spasial, maka perhatiannya akan terpusat pada lokasi objek, bentuknya, hubungannya dengan bentuk yang lain dan bagaimana jika bentuk-bentuk tersebut dipindahkan (Newcombe, 2010). Menurut Uttal, Miller dan Newcombe (2013), berpikir spasial didefinisikan sebagai proses-proses mental pada penyajian, penganalisisan dan penggambaran inferensi dari relasi spasial. Relasi spasial ini bisa saja berupa relasi antara obyek-obyek (misalnya relasi antara landmark suatu kota) atau relasi di dalam suatu obyek (misalnya suatu bidang pada suatu balok). Seseorang dapat menganalisis relasi spasial sebagaimana dia dapat mengamati dan menyajikan (misalnya struktur kunci pada suatu sketsa mesin) atau membayangkan perubahan bentuk pada relasi spasial (misalnya, memutar secara mental suatu obyek tiga dimensi) (NRC, 2006).

Jadi berpikir spasial adalah proses-proses menangkap, mengkodekan dan memanipulasi secara mental bentuk-bentuk tiga dimensi dengan mengkombinasikan konstruksi tiga elemen yaitu konsep ruang, alat penyajian dan proses penalaran.

Berpikir Spasial dan Istilah yang Terkait

Terdapat istilah-istilah yang terkait dengan berpikir spasial, antara lain istilah konsep spasial (spatial concepts), penyajian spasial (spatial representation) dan penalaran spasial (spatial reasoning). Keterkaitan di antara istilah-istilah tersebut digambarkan ke dalam bentuk piramida seperti gambar 1.1 berikut ini.

78

Gambar 1.1 Konseptual skema berpikir spasial dan istilah terkait (Wakabayashi dan Ishikawa, 2011)

Piramida pada gambar 1.1 juga terdapat istilah lain yang menggunakan isilah spasial yaitu literasi spasial (spatial literacy), grafikasi (graphicacy) dan kemampuan spasial (spatial abilities). Literasi spasial didefinisikan sebagai kemampuan atau sikap seseorang untuk berpikir secara spasial dalam suatu cara yang tepat (Wakabayashi dan Ishikawa, 2011). Selanjutnya Wakabayashi dan Ishikawa (2011) menyatakan bahwa grafikasi (graphicacy) adalah suatu dasar pendidikan pada literasi, artikulasi dan numerasi, yang mulai berkembang sejak pendidikan dasar. Kemampuan spasial (spatial abilities) adalah keterampilan kognitif yang mendasari berpikir spasial, yang dikomposisikan oleh visualisasi spasial, orientasi spasial dan relasi spasial (Wakabayashi dan Ishikawa, 2011).

Elemen Berpikir Spasial

Berpikir secara spasial melibatkan tiga elemen pengetahuan, yaitu ruang, penyajian dan penalaran (NRC, 2006).

(1) ruang (space)

Ruang menghasilkan kerangka konseptual dan analitis yang didalamnya memuat beberapa data yang dapat diintegrasikan, direlasikan dan distrukturkan menjadi sesuatu yang utuh (NRC, 2006). Dasar berpikir spasial adalah pemahaman ruang dengan mengabstraksikan ruang melalui konsep geometri, visualisasi, jarak, koordinat dan dimensi (Wakabayashi dan Ishikawa, 2011).

Contoh konsep ruang yaitu: hubungan antara unit-unit pengukuran (misalnya, kilometer vs mil), cara menghitung jarak (misalnya, mil, waktu perjalanan, biaya

Graphicacy

Spatial Literacy

Concepts

Representation

Reasoning

Spatial Thinking Spatial Abilities

79

perjalanan), dasar sistem koordinat (misalnya, Cartesian vs koordinat polar), sifat ruang (misalnya, jumlah dimensi [dua-vs tiga dimensi]).

Konsep ruang pada berpikir spasial diklasifikasikan ke dalam beberapa bagian. Beberapa pengklasifikasian disajikan pada table 1.1 berikut ini.

Tabel 1.1 Konsep Berpikir Spasial

Gershmehl & Gershmehl Golledge et al. Janelle & Goodchild

Condition Identity Object and Fields

Location Location Location

Connection Connectivity Network

Comparison Distance Distance

Aura Scale Scale

Region Pattern Matching Neighbohood and Region

Hierarchy Buffer Spatial Dependence

Analogy Adjacency, Classification Spatial Heterogeneity

Pattern Gradient, Profile

Spatial Association Coordinate

Pattern,Arrangement,

Distribution, Order, Sequence Spatial Association,

Overlay/Dissolve, Interpolation

Projection, Transformation Sumber : Bednarz dan Lee (2011)

(2) penyajian (representation)

Penyajian internal dan eksternal menghasilkan bentuk yang didalamnya terdapat informasi yang dapat disimpan, dianalisis, dikomprehensikan dan dikomunikasikan ke yang lainnya (NRC, 2006). Penyajian spasial secara internal fokus pada formasi dan manipulasi bayangan spasial di dalam pikiran, yang memerlukan kemampuan spasial pada visualisasi, orientasi dan relasi spasial, sedangkan penyajian spasial secara eksternal mengacu pada pengorganisasian, pemahaman dan pengkomunikasian informasi dengan peta, gambar dan grafik (Wakabayashi dan Ishikawa, 2011). Penyajian spasial tidak hanya terbatas pada

80

bentuk visual, namun didalamnya termasuk bentuk sensori lain seperti bentuk fisik, kinestetik dan auditori. Contoh penyajian spasial yaitu, hubungan antara pandangan (misalnya, rancangan gambar dibandingkan ketinggian bangunan sebenarnya, atau orthogonal terhadap peta perspektif), efek dari proyeksi, prinsip- prinsip desain grafis (misalnya, keterbacaan, kontras visual, dan pengorganisasin skala di pembacaan grafik dan peta).

Representasi spasial adalah alat kognitif yang kuat yang dapat meningkatkan kemampuan belajar dan berpikir. Posisi ini didasarkan pada tiga klaim, yang masing-masing memiliki implikasi yang signifikan untuk mengajar dan belajar tentang berpikir spasial (NRC, 2006). Pertama, menciptakan representasi spasial adalah cara yang ampuh untuk mengkodekan informasi baru yang seseorang ingin mengingat di lain waktu. Kedua, menghasilkan bayangan tentang informasi "lama" yang telah dipelajari dan situasi di mana ia dapat memberi bantuan belajar yang kuat dalam mengingat informasi di kemudian hari.

Ketiga, beberapa masalah lebih mudah dipecahkan menggunakan representasi spasial, sedangkan dalam kasus lain, mencoba untuk menggunakan representasi spasial dapat mempengaruhi pemecahan masalah.

(3) penalaran (reasoning)

Proses-proses penalaran menghasilkan makna dari pemanipulasian, penginterpretasian, dan penjelasan struktur informasi ( NRC, 2006). Penalaran spasial memuat proses kognitif pada tingkat yang lebih tinggi pada inferensi dari pengetahuan awal ke penyelesaian masalah atau pembuatan keputusan. Penalaran spasial diklasifikasi menjadi tiga level (Jo dan Bednarz, 2009). Tiga level tersebut yaitu :

Level masukan (input level), melalui pengumpulan informasi dari sense atau pemanggilan informasi dari memori-memori.

Level proses (processing level), pada level ini orang yang belajar menganalisa, mengklasifikasi, menjelaskan atau membandingkan informasi yang diperoleh pada level masukan.

81

Level keluaran (output level), pada level ini pembentukan generasi pengetahuan atau produk yang baru dari informasi yang diperoleh dari dua level yang pertama yaitu level masukan dan level pemrosesan.

Contoh penalaran spasial yaitu cara berpikir yang berbeda tentang jarak terpendek (misalnya, seperti seseorang berjalan dengan rute berjarak di jalan yang berubin berbentuk persegi sehingga dapat dihitung rute terpendek yang dapat dia tempuh), kemampuan untuk meramalkan kemungkinan dan interpolasi (misalnya, memproyeksikan hubungan fungsional pada grafik ke masa depan atau memperkirakan kemiringan bukit dari peta kontur), dan pengambilan keputusan (misalnya, laporan yang diberikan lalu lintas di radio, pemilihan jalan memutar alternatif).