• Tidak ada hasil yang ditemukan

Endoftalmitis

Dalam dokumen Dokumen referensi: Daftar Isi (Halaman 96-102)

Endoftalmitis biasanya dikaitkan dengan inflamasi bola mata yang melibatkan vitreus dan segmen depan, namun kenyataannya juga dapat melibatkan koroid maupun retina. Pada prinsipnya endoftalmitis dibagi menjadi dua bentuk yaitu infeksi dan non- infeksi. Bentuk endoftalmitis yang paling sering dijumpai adalah endoftalmitis infeksi, yang dapat terjadi secara eksogen maupun endogen. Endoftalmitis non-infeksi disebut juga endoftalmitis steril, disebakan oleh stimulus non-infeksi misalnya sisa masa lensa pasca operasi katarak atau bahan toksik yang masuk ke dalam bola mata karena trauma.

Pada kebanyakan kasus endoftalmitis, sering dijumpai adanya penurunan tajam penglihatan, hipopion, dan vitritis. Penurunan tajam penglihatan mendadak dapat berkisar mulai ringan hingga berat. Nyeri sering menyertai kasus endoftalmitis, namun bukan merupakan gejala pokok. Selain itu, juga sering didapatkan hiperemia maupun kemosis konjungtiva, edema kelopak mata dan kornea.

Endoftalmitis eksogen

Secara umum, endoftalmitis infeksi paling sering terjadi secara eksogen, yaitu endoftalmitis infeksi pasca operasi. Kejadian endoftalmitis pasca bedah katarak dilaporkan berkisar antara 0,07%

hingga 0,33%, penetrating keratoplasty (keratoplasti tembus) 0,11%, dan vitrektomi pars plana 0,05%. Endoftalmitis pasca operasi merupakan akibat dari masuknya bakteri maupun mikroba pada saat operasi. Beberapa jenis bakteri yang sering menyebabkan endoftalmitis pasca operasi adalah Propionibacterium Acne, Staphylococcus, Corynebacterium sp., Actinomyces, dan Nocardia.

Endoftalmitis infeksi pasca operasi dapat terjadi secara akut maupun kronik. Kejadian akut apabila endoftalmitis terjadi dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu pasca operasi. Pada kasus endoftalmitis infeksi akut pasca operasi, pemeriksaan kultur bakteri biasanya menemukan adanya stafilokokus epidermidis. Tetapi apabila pada kultur tidak membuktikan adanya bakteri apapun, inflamasi diasumsikan karena faktor iritatif atau agen infeksius lain.

Kejadian kronik apabila endoftalmitis terjadi dalam kurun waktu lebih dari 4 minggu setelah operasi dan bahkan dapat juga beberapa bulan dan beberapa tahun setelah operasi.

Endoftalmitis post operative akut Endoftalmitis post operative berat

Endoftalmitis propioni bakteri acnes

Endoftalmitis endogen

Secara endogen, endoftalmitis dapat terjadi melalui penyebaran bakteri lewat aliran darah atau jamur saat septikemia.

Sumber infeksi dapat berasal dari organ yang jauh misalnya endokarditis, gangguan gastrointestinal, pielonefritis, meningitis, atau osteomielitis. Risiko terjadinya endoftalmitis endogen meningkat pada pasien dengan infeksi kronis, diabetes atau gagal ginjal kronis, gangguan sistem imun, penggunaan obat-obatan intravena, dan penggunaan kateter jangka lama.

Endoftalmitis endogen ditandai dengan onset akut yang disertai nyeri, penurunan tajam penglihatan, hipopion, dan vitritis yang kadang-kadang terjadi bersamaan pada kedua mata.

Penyebab paling umum adalah streptokokus yang berasal dari infeksi endokardium (endokarditis), stafilokokus aureus dari infeksi kulit, basilus pada penggunaan obat-obat intravena, neisseria meningitidis, haemophylus influenza, dan escherescia coli.

Diagnosis dan penatalaksanaan endoftalmits ditegakkan berdasarkan temuan organisme penyebab. Pada kasus endoftalmitis dengan jenis bakteri penyebab yang belum diketahui, penatalaksanaan sebaiknya menggunakan antibiotik berspektrum luas. Antibiotik dapat diberikan secara topikal, subkonjungtiva, maupun intraokular dan intravena.

Untuk pemeriksaan jenis bakteri penyebab, dilakukan pemeriksaan gram ataupun kultur dari cairan akuos maupun vitreus.

Pada saat pengambilan cairan akuos maupun vitreus, biasanya diikuti oleh injeksi antibiotik baik intrakameral maupun intravitreal.

Jenis antibiotik Campuran

Gentamisin/ tobramisin 0,2 mg 0,2 ml dari 80 mg/ 2 ml gentamisin/ tobramisin + 3,8 ml NaC  0,1 ml = 0,2 mg gentamisin/ tobramisin

Vancomisin 1 mg 500 mg vancomisin + 5 ml akuades atau NaCl  0,2 ml larutan ini + 1,8 ml NaCl  0,1 ml = 1 mg vancomisin

Ceftazidim/ cefazolin 2,25 mg 500 mg ceftazidim/ cefazolin + 5 ml akuades atau NaCl  0,45 ml larutan ini + 1,55 ml akuade atau NaCl  0,1 ml = 2,25 mg ceftazidim/ cefazolin

Tabel 3.1. Pembuatan régimen antibiotik intrakameral/

intravitreal

Pengambilan cairan akuos dan injeksi intrakameral dilakukan dengan jarum suntik nomor 27 ataupun 30. Pertama kali dilakukan anestesi lokal dengan pantokain topikal, kemudian margo palpebra dibersihkan dengan cotton bud yang mengandung 10% povidon iodine. Setelah itu lapangan operasi dibersihkan dengan povidone iodine yang telah diencerkan dengan pengenceran 10:90, 10%

povidon iodine dan 0,9% NaCl. Setelah dibersihkan, dilakukan anestesi lokal dengan injeksi subkonjungtica atau peribulbar dan mata difiksasi dengan forsep konjungtiva. Jarum nomor 27 atau 30 dengan syringe 1 ml kemudian disuntikkan ke dalam bilik mata depan melalui kornea perifer. Sebanyak 0,1 – 0,2 ml cairan akuos diaspirasi dan diteteskan ke atas kaca obyek, agar darah, dan ke dalam dasar tabung thioglycollate atau agar sabouraud. Setelah itu, antibiotik diinjeksikan perlahan ke dalam bilik mata depan dengan bevel jarum mengarah ke atas.

Pengambilan cairan vitreus dan injeksi intravitreal dilakukan dengan jarum suntik nomor 23. Pertama kali dilakukan anestesi

lokal dengan pantokain topikal, kemudian margo palpebra dibersihkan dengan cotton bud yang mengandung 10% povidon iodine. Setelah itu lapangan operasi dibersihkan dengan povidone iodine yang telah diencerkan dengan pengenceran 10:90, 10%

povidon iodine dan 0,9% NaCl. Setelah dibersihkan, dilakukan insisi konjungtiva pada kuadran ínfero atau superotemporal 2,5 mm dari limbus, kauter sklera pada tempat yang akan dilakukan sklerotomi, dan dilakukan penjahitan preplaced dengan 8,0 vicryl atau 10,0 nylon. Fiksasi bola mata dengan forsep dan ditusukkan jarum nomor 23 dengan siringe 1 ml pada sklera yang sudah sipasang jahitan preplaced. Sebanyak 0,1 – 0,2 ml cairan vitreus diaspirasi dan diteteskan ke atas kaca obyek, agar darah, dan ke dalam dasar tabung thioglycollate atau agar sabouraud. Setelah itu, antibiotik diinjeksikan perlahan ke dalam bilik mata depan dengan bevel jarum mengarah ke atas dan jahitan preplaced dikencangkan.

Endoftalmitis yang disebabkan oleh bakteri maupun jamur kadang sulit dibedakan dengan inflamasi bola mata lain. Pada kondisi pasca operasi besar, sering dijumpai inflamasi berat tanpa adanya endoftalmitis. Oleh karena itu, kultur maupun pemeriksaan penyebab endoftalmitis perlu dilakukan dengan cermat agar tidak terjadi kekeliruan diagnosis.

Referensi

AAO 2003 - 2004. Intraocular inflammation and uveitis. BCSC Sec-9.

AAO - San Francisco.

Foster CS, Vitale AT. 2002. Diagnosis and Treatment of Uveitis. WB Saunders Company.

Friedberg MA, Rhee DJ, Pyfer MF (eds). 1999. Uveitis. Dalam: the Will’s Eye Manual: Office and Emergency Room Diagnosis and Treatment of Eye Disease. Philadelphia: Lippincott, Williams &

Wilkins.

Okada AA. 2006. Behçet Disease: General Concepts and Recent Advances. Curr Opin Ophthalmol 17:551-556. Vancouver:

Lippincott William & Wilkins.

Suhardjo. 1993. Oftalmia Simpatika: Laporan Kasus. Medika;

9;19:69-74.

Suhardjo, Asfani S, Harsini T. 1997. Fokus Infeksi Gigi, Sinusitis Paranasalis, dan Tuberkulosis Paru sebagai Faktor Risiko terjadinya Uveitis Anterior di RS dr. Sardito, Yogyakarta.

Dibacakan di Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) PERDAMI, Bandung.

BAB 4. LENSA MATA DAN KATARAK

Prof. dr. Suhardjo, SU, SpM(K) dr. Muhammad Bayu Sasongko

Pendahuluan

Dewasa ini fisiologi, biokimia, dan proses yang terkait dengan lensa mata menjadi topik penelitian yang sangat menarik dan menantang para ahli mata di seluruh dunia. Prevalensi kelainan lensa dan kemajuan penanganan kelainan lensa merupakan faktor yang membuat bahasan lensa menjadi topik penting dalam ilmu kesehatan mata secara keseluruhan. Salah satu permasalahan dalam bahasan lensa adalah ketika sampai saat ini belum ditemukan pencegahan terjadinya katarak pada lensa, disampign teori mengenai terbentuknya katarak yang juga masih kontroversial.

Dalam dokumen Dokumen referensi: Daftar Isi (Halaman 96-102)