• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lintasan Visual

Dalam dokumen Dokumen referensi: Daftar Isi (Halaman 39-45)

Lintasan visual merupakan lintasan yang dilalui impuls saraf sejak dari terbentuknya bayangan di retina sampai terbentuknya kesadaran mengenai adanya obyek yang dilihat. Lintasan visual mencakup retina, saraf optik, khiasma optikum, traktus optikus, korpus genikulatum laterale, radiasio optika (traktus genikulokalkarina), korteks visual (area striata/ area 17), dan tingkat kesadaran melihat.

Retina Sebagai Pilem Negatif

Agar suatu obyek dapat dilihat maka harus terjadi bayangan di retina dan bayangan ini harus dapat dihantarkan ke otak, yaitu ke korteks visual di fissura kalkarina untuk selanjutnya disadari. Jadi kita melihat obyek dengan mata dan dengan otak. Mekanisme melihat ini sangat rumit dan meliputi melihat bentuk, ruang, dan warna. Bola mata merupakan suatu sistem kamera atau alat potret yang mempunyai sistem lensa, diafragma, dan pilem. Sebagai sistem lensa-nya adalah kornea, cairan akuos, lensa mata, dan vitreum. Sebagai diafragma adalah palpebra dan pupil. Sebagai pilemnya adalah retina.

Suatu obyek dapat terlihat paling jelas kalau cahaya dari obyek tepat jatuh (terfokus) pada retina, tepatnya di makula lutea.

Dapat tidaknya cahaya dari jauh tak terhingga (sinar sejajar) terfokus pada retina saat mata istirahat (tidak berakomodasi) tergantung pada kekuatan refraksi mata dan panjang aksis bola mata. Apabila fokus tepat pada retina, maka mata tersebut dikatakan emetrop. Apabila fokus jatuh di depan retina maka dikatakan miop, dan apabila fokus jatuh di belakang retina (secara imajiner) maka dikatakan hiperop/hipermetrop. Jadi agar bayangan jelas, maka dibutuhkan media refrakta yang jernih dengan kekuatan refraksi yang cocok dengan panjang sumbu bola mata, serta retina sebagai penangkap bayangan yang baik.

Suatu obyek dapat dilihat jika obyek tersebut mengeluarkan cahaya (sebagai sumber cahaya) atau memantulkan cahaya.

Terjadinya bayangan di retina serta timbulnya impuls saraf untuk dikirim ke fissura kalkarina menyangkut perubahan kimia fotoreseptor (rodopsin) di sel-sel konus dan basilus. Bayangan yang terjadi di retina (kedua mata) dibandingkan dengan obyeknya adalah: lebih kecil, terbalik, hitam, dan dua dimensi (panjang dan lebar, atau datar). Bandingkan ini dengan hasil pilem negatif.

Nervus Optikus

Bayangan dari retina akan dibawa mula-mula oleh saraf optik untuk menuju fissura kalkarina. Satu nervus optikus tersusun kira- kira oleh 1,2 juta axon yang berasal dari sel-sel ganglion di retina.

Yang disebut nervus optikus adalah serabut saraf yang terletak antara papil nervus optikus sampai khiasma optikum, sedangkan yang dari khiasma optikum sampai korpus genikulatum lateral disebut traktus optikus. Sebenarnya serabut saraf tadi sejak dari sel ganglioner sampai korpus genikulatum laterale adalah traktus dan bukan saraf tepi, dan memiliki sifat fisiologis maupun patologis sebagai traktus. Namun demikian nama nervus optikus tetap dipakai untuk menamai bagian saraf yang terletak antara papil N II dan khiasma optikum, walaupun sebenarnya ini salah. Yang merupakan nervus optikus yang sebenarnya hanyalah serabut saraf yang sangat pendek yang berupa sel bipolar yang terletak pada retina yang menghubungkan fotoreseptor dengan sel ganglioner.

Nervus optikus memiliki panjang kira-kira 50 mm dari bola mata hingga khiasma optikum, dan dibagi menjadi empat bagian yaitu bagian intraokular (disebut sebagai papil nervus optikus),

bagian intraorbita, bagian intraosea, dan bagian intrakranial. Papil N II (diskus optikus, optic disc, optic nerve head, atau bintik buta) merupakan tempat berkumpulnya serabut-serabut saraf yang berasal dari sel-sel ganglioner dari seluruh permukaan retina.

Panjang papil saraf optik adalah 1 mm, dengan diameter 1,5 mm.

Bentuk papil tergantung pada besarnya foramen skleralis posterior (kanalis skleralis). Pada orang miopik, kanalis tadi besar sehingga papil tadi besar dan datar, dan terdapat cekungan yang lebih dalam.

Pada mata hiperopik kanalis tadi lebih kecil sehingga papil tampak lebih menonjol. Hal ini disebabkan karena jumlah serabut saraf tiap orang relatif sama, sehingga pada mata miopik lubang yang dilewati adalah longgar dan pada mata hiperopik lubang yang dilewati lebih sempit sehingga pada mata hiperopik serabut sarafnya lebih berdesakan dan tampak seperti tergencet oleh kanalis skleralis dan tampak menonjol.

Nervus optikus intraorbita panjangnya kira-kira 20 – 30 mm, memanjang antara bola mata sampai foramen optikum, berbentuk huruf S dengan diameter 3 – 4 mm. Karena bentuknya seperti huruf S dan panjang, maka bola mata bisa bergerak bebas tanpa menyebabkan ketegangan nervus optikus. Nervus optikus intraosea (intrakanalikular) adalah nervus optikus yang berjalan pada kanalis optikus, dan panjangnya kira-kira 5 mm. Nervus optikus intrakranial merupakan bagian nervus optikus setelah keluar dari kanalis optikus ke kavum kranii sampai khiasma optikum, dan panjangnya kira-kira 10 mm. Perlu ditekankan bahwa pada perjalanannya serabut saraf dalam nervus optikus sampai di korpus genikulatum laterale terjadi perubahan-perubahan letak atau penataan yang rumit.

Kiasma Optikum

Ukuran anteroposterior khiasma kira-kira 8 mm, dan ukuran kanan-kirinya kira-kira 12 mm, serta tingginya 4 mm. Khiasma optikum merupakan setengah silang (hemidekusasio) nervus optikus kanan dan kiri.Pada khiasma ini serabut saraf dari retina temporal tidak menyilang, sedangkan yang dari nasal mengadakan persilangan. Pada khiasma tidak terjadi pergantian neuron, sehingga seperti dijelaskan di depan bahwa sebenarnya nervus optikus dan traktus optikus itu sama, yaitu suatu traktus.

Traktus Optikus

Kedua traktus optikus mulai dari tepi posterior khiasma, kemudian berjalan divergen, melingkupi pedunkuli serebri untuk berakhir pada korpus genikulatum laterale.

Korpus Genikulatum Lateral

Korpus genikulatum lateral merupakan akhir serabut aferen lintasan visual anterior. Di sini serabut yang menyilang maupun tidak tersusun sebagai lapisan berselang-seling. Dari korpus genikulatum lateral akan terdapat neuron visual akhir yang akan membentuk radiasio optika (traktus genikulokalkarina) untuk menuju korteks visual primer di fissura kalkarina.

Radiasio Optika

Radiasio optika berjalan menyebar dari korpus genikulatum laterale inferior, melingkupi bagian depan kornu temporal ventrikel lateral, kemudian ke belakang dan berakhir pada korteks kalkarina atau area striata di lobus oksipital.

Korteks Visual

Pada fissura kalkarina lobus oksipital terdapat korteks visual atau area 17. Di sinilah berakhir impuls dari retina. Fungsi korteks visual primer adalah untuk deteksi organisasi ruang dan pemandangan visual, yaitu deteksi bentuk obyek, kecerahan bagian-bagian obyek, bayangan, dan sebagainya. Pada korteks visual terdapat penataan retinotopik, artinya bahwa titik-titik tertentu pada retina mempunyai hubungan yang pasti dengan titik- titik tertentu pada korteks visual primer. Separuh kanan kedua retina berhubungan dengan dangan korteks visual kanan, dan separuh kiri kedua retina berhubungan dengan dangan korteks visual kiri. Selanjutnya makula sesuai dengan polus oksipital dan retina perifer sesuai dengan daerah konsentris di depan polus oksipital. Bagian atas retina sesuai dengan bagian atas korteks visual dan bagian bawah sesuai dengan bagian bawah korteks visual.

Fovea yang kecil itu, karena fungsinya amat penting, yaitu untuk ketajaman penglihatan dan penglihatan detil, maka menempati daerah seluas 35% korteks visual primer. Pada korteks visual primer terdapat sel-sel untuk deteksi cahaya bulat, deteksi garis, orientasi garis, perubahan orientasi, deteksi panjang garis, dst. Di samping itu juga tersapat deteksi warna. Rangsang dari

kedua mata juga disatukan di sini (fusi). Di luar area 17 terdapat area 18 (area parastriata) dan area 19 (area peristriata). Kedua area ini disebut sebgai korteks visual sekunder. Area-area ini berfungsi untuk pemrosesan visual lebih lanjut.

Tingkat Kesadaran Penglihatan

Tingkat kesadaran penglihatan belum jelas benar, mungkin di korteks serebri tertentu, atau mungkin juga secara difus atau juga ada asosiasinya dengan korteks temporal. Mungkin juga proses psikologis ikut berperan dalam kesadaran penglihatan.

Memang dalam proses melihat ini masih tersangkut pula bagian-bagian dari otak yang lain yang ikut berperan. Ini terbukti dari adanya kerusakan bagian-bagian tersebut akan disertai gangguan dalam kesadaran penglihatan. Bagian-bagian tadi disebut sebagai pusat visual sekunder, yang meliputi kolikulus superior, talamus, lobus parieta, lobus frontal, lobus temporal, dan korpus kalosum.

Setelah seluruh proses melihat ini berlangsung maka akan timbul kesadaran akan adanya obyek yang dilihat dan obyek tadi akan bersifat lebih besar (sesuai obyeknya), tegak lurus, tiga dimensi, dan berwarna-warni. Di samping itu juga dikenal namanya, kegunaannya, dst.

Referensi

AAO. 2004 - 2005. Fundamentals of Ophthalmology. BCSC Sec-2.

AAO - San Francisco

Berry M, Bannister LH, Standring SM. 1996. Gray’s Anatomy:

Nervous System. CV Mosby Company, St. Louis.

Pepose JS. 1992. The Cornea. In Hart WM (Ed): Adler’s physiology of the eye: Clinical application, 9th edition. St. Louis: The CV Mosby.

Vaughan D, Asbury T, Riordan-Eva P. 1992. General ophthalmology, 9th ed. Lange Medical Publication, Los Altos, California.

TAMBAHKAN KEPUSTAKAAN BUKU DR HARTONO BUKU KECIL KOASS

BAB 2. PALPEBRA, KONJUNGTIVA, KORNEA, SKLERA, DAN SISTEM LAKRIMAL

Prof. dr. Suhardjo, SU, SpM(K) Dr. Siti Sundari, SpM.MKes

Pendahuluan

Mata luar merupakan bagian dari mata yang paling sering terpapar dengan dunia luar. Dengan demikian palpebra, konjungtiva, kornea, dan sistem lakrimal kaya akan proses patologi.

Terutama kornea, yang merupakan struktur yang transparan dan merupakan bagian dari media refrakta, sangat rentan terhadap pengaruh dari luar.

Di negara-negara tropis seperti Indonesia, infeksi kornea masih menempati urutan tertinggi dari infeksi mata pada umumnya, dan bahkan masih merupakan salah satu penyebab utama kebutaan. Kelainan degeneratif pada konjungtiva, khususnya pterigium, masih menempati urutan utama morbiditas penyakit di klinik-klinik mata di negara tropis.

Sejalan dengan bertambahnya usia, terjadi perubahan dalam sistem lakrimal terutama produksi dan komposisi air mata.

Perubahan kualitas dan kuantitas air mata akan menyebabkan keluhan-keluhan yang dikenal sebagai sindrom mata kering.

Dalam dokumen Dokumen referensi: Daftar Isi (Halaman 39-45)