• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ilmu Hukum Pidana

Dalam dokumen Buku Hukum Pidana Materiil & Formil (Halaman 39-42)

Ida Bagus Surya Dharma Jaya

1.10 Ilmu Hukum Pidana

Remelink mempunya sejumlah pengertian dan kriteria mengenai hal ini.41

1 Ilmu hukum pidana harus menerangkan, menganalisis dan men- sistematisasi hukum pidana positif dalam rangka penerapannya yang tepat. Dengan demikian, diharapkan ilmu hukum pidana dapat memunculkan asas-asas yang melandasi ketentuan-ketentuan perundang-undangan, baik yang mendasari ketentuan umum mau- pun mengenai rumusan pidana khusus.

2. Ilmu hukum pidana juga memiliki fungsi kritik yaitu melakukan analisis logis yuridis terhadap asas-asas hukum pidana untuk dapat menyelaraskan antara undang-undang hukum pidana dan asas-asas tersebut. Hal ini dilakukan dengan argumentasi berdasarkan tertib hukum yang berlandaskan pada sistem nilai tertentu.

3. Ilmu hukum pidana juga melingkupi penelaahan proses beracara, karena penerapan hukum pidana terlaksana melalui aturan-aturan prosesuil.

4. Ilmu hukum pidana tidak dapat dilepaskan dari sejarah dalam hal perluasan pengertian, perkembangan peraturan-peraturan hukum pidana memerlukan kajian sosiologis dan psikologis dan kejiwaan dan kajian filsafat dalam hal mencari pembenaran pemidanaan.

Simons mengharapkan objek kajian ilmu hukum pidana lebih luas lagi.

Ilmu hukum pidana selain mempelajari dan menjelaskan hukum pidana yang berlaku (aturan-aturan yang berlaku dan asas-asas yang menjadi dasar dari aturan- aturan tersebut, baik berkenaan dengan asas-asas umum maupun yang berkaitan dengan kejahatan-kejahatan khusus) yang disebut sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat dogmatis murni, juga diharapkan mempelajari hukum yang harus dibentuk (ius constituendum). Ilmu hukum pidana harus membicarakan di antaranya, tentang tujuan yang diinginkan oleh negara dalam hal memidana seseorang yang melakukan kejahatan, bagaimana tujuan tersebut dapat dicapai, dasar hukum serta hak negara untuk menghukum dan sebagainya.42

Sejalan dengan Simons, Barda Nawawi mengatakan ilmu hukum pidana adalah ilmu tentang hukum pidana. Hukum Pidana sebagai objek dari ilmu hukum pidana lebih merupakan objek yang abstrak, sedangkan objek ilmu hukum yang

41 Jan Remelink, Hukum Pidana, (P.T. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003) hal. 40.

42 Lamintang, Op.Cit., hal. 20-22.

lebih konkret sama dengan ilmu hukum pidana pada umumnya. Objek yang lebih kongkrit tersebut adalah perbuatan dan tingkah laku manusia dalam pergaulan hidup bermasyarakat. Ilmu Hukum Pidana, merupakan ilmu kemasyarakatan yang normatif (normative maatchappij wetenschap) tentang hubungan-hubungan antarmanusia atau ilmu normatif tentang kenyataan tingkah laku manusia dalam kehidupan masyarakat.

Ilmu hukum pidana dapat dibagi dua:43

1. Ilmu hukum pidana normatif dalam arti sempit karena hanya mempelajari dogma-dogma yang ada dalam hukum pidana positif yang sedang berlaku (ius constitutum), yang disebut juga Ilmu hukum pidana positif, dan berupa:

a. ilmu hukum pidana materiil/substantif;

b. ilmu hukum pidana formal.

2. Ilmu hukum pidana normatif/dogmatis dalam arti luas. Selain mem- pelajari hukum pidana positif ilmu hukum pidana juga mempelajari hukum pidana yang seharusnya (ius constituendum). Dalam hal ini ilmu hukum pidana memasuki ilmu tentang kebijakan pidana, yaitu mempelajari tentang bagaimana seharusnya hukum pidana itu dibuat, disusun dan digunakan untuk mengatur/mengendalikan tingkah laku manusia. Dalam hal ini khususnya untuk menanggulangi kejahatan dalam rangka melindungi dan menyejahterakan masyarakat. Jadi ilmu hukum pidana juga mengandung aspek kebijakan penanggulangan kejahatan dan kebijakan perlindungan/kesejahteraan masyarakat.

Dapat pula dikatakan ilmu hukum pidana juga mempelajari tentang bagaimana seharusnya penegak hukum melakukan penanggulangan terhadap kejahatan.

Penanggulangan tersebut menyangkut pengaturan dan kebijakan mengalokasikan kekuasaan, baik kekuasaan yang menetapkan hukum (kekuasaan formulatif/legislatif) mengenai perbuatan apa yang dapat dipidana dan sanksi apa yang dapat diancamkan, maupun kekuasaan untuk menerapkan hukum pidana (kekuasaan aplikatif/yudikatif) dan kekuasaan untuk menjalankan/melaksanakan hukum pidana (kekuasaan eksekutif/administratif).

43 Barda Nawawi Arief, “Beberapa Aspek Pengembangan Ilmu Hukum Pidana (Menyongsong Generasi Baru Hukum Pidana Indonesia)”, Pidato Pengukuhan Guru Besar di Fakultas Hukum Universitas Diponogoro, Semarang, tanggal 25 Juni 1994, hal. 3-5.

Jadi pada prinsipnya ilmu hukum pidana bukan hanya ilmu yang mempelajari tentang aturan-aturan tentang ketentuan umum maupun tentang kejahatan-kejahatan khusus (hukum positif), dan asas-asas yang terkait. Ilmu hukum pidana juga harus mempelajari tentang hukum pidana yang akan ada (ius constituendum). Dalam hal inilah diperlukan kajian kebijakan sosial, kebijakan hukum pidana, sejarah hukum, filsafat (Filsafat Hukum), kriminologi, penologi, penitensier, sosiologi dan psikologi dalam menunjang perkembangan hukum pidana, yang dapat menciptakan ketertiban, kesejahteraan dan keadilan.

Kriminologi menurut Sutherland adalah ilmu yang mempelajari tentang kejahatan, penjahat, dan reaksi masyarakat terhadap kejahatan.44 Sedangkan tugas Ilmu Pengetahuan hukum pidana adalah untuk menjelaskan (interpretasi), mengkaji norma hukum pidana (konstruksi) dan penerapan ketentuan yang berlaku terhadap suatu tindak pidana yang terjadi (sistematisasi).45

Ada perbedaan pengertian kejahatan dalam hukum pidana (perbuatan yang ditentukan jahat menurut perundang-undangan yang disebut dengan istilah strafbaarfeit) dengan pengertian kejahatan menurut kriminologi (perbuatan yang oleh masyarakat dianggap antisosial yang disebut dengan strafwardig). Perbuatan kejahatan dalam pengertian kriminologi sangat luas dan tidak seluruhnya menjadi bagian dari kejahatan kajian ilmu hukum pidana. Demikian pula sebaliknya tidak seluruh kejahatan yang menjadi kajian ilmu hukum pidana, menjadi kajian kriminologi.

Hukum pidana memiliki hubungan dengan kriminologi tentu tidak dapat dimungkiri. Beberapa sarjana seperti Simons dan Van Hamel bahkan mengatakan kriminologi adalah ilmu yang mendukung ilmu hukum pidana.

Alasan-alasan yang dikemukakan, penyelesaian perkara pidana tidak cukup mempelajari pengertian dari hukum pidana yang berlaku, mengonstruksikan dan mensistematisasi saja, tetapi perlu juga diselidiki penyebab tindak pidana itu, terutama mengenai pribadi pelaku. Selanjutnya perlu dicarikan jalan penanggulangannya.46

44 Edwin H Sutherland and Donald Cressy, Principles of Criminology, (JB Lippinoth Company, Chicago, Philadelphia, New York, 1960), hal. 5 “...the body of knowledge regarding crime as social phenomenon. It include within its scope the processses of making laws, of breaking laws and reacting toward the breaking of laws...”

45 Muljatno, Op.Cit., hal. 11-12.

46 Utrecht, Op.Cit., hal. 145-146.

Dalam dokumen Buku Hukum Pidana Materiil & Formil (Halaman 39-42)