• Tidak ada hasil yang ditemukan

Daftar Pustaka Bab 1

Pasal 8 KUHP

Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Republik Indonesia berlaku di luar Indonesia, juga waktu mereka tidak ada di atas kendaraan air, melakukan salah satu perbuatan yang dapat dipidana yang tersebut dalam Bab XXIX Buku Kedua dan Bab IX Buku Ketiga, demikian juga yang tersebut dalam peraturan umum tentang surat-surat laut dan pas-pas kapal di Indonesia dan yang tersebut dalam “Ordonantie Kapal 1927”.

dalam kuHP indonesia tidak diatur mengenai ketentuan kejahatan penerbangan yang dilakukan di dalam maupun di luar pesawat udara indonesia.

namun demikian usaha ke arah sana sudah dilakukan oleh pemerintah. Hal ini dapat dilihat dengan sudah dicantumkannya ketentuan mengenai hal tersebut dalam rancangan undang-undang tentang kitab undang-undang Hukum Pidana. dalam rancangan undang-undang tersebut disebutkan:

(1) ketentuan dalam perundang-undangan indonesia berlaku bagi kapten pilot, awak pesawat udara, penumpang pesawat udara indonesia yang di luar wilayah republik indonesia melakukan salah satu tindak pidana penerbangan sebagaimana dimaksud dalam bab XXXi buku kedua.41

Pasal di atas merupakan perluasan berlakunya ketentuan pidana, yaitu mengenai berlakunya undang-undang pidana indonesia bagi pelaku kejahatan penerbangan di dalam maupun di luar pesawat udara indonesia yang sedang melakukan penerbangan di wilayah negara asing. Sedangkan asas eksteritorial tercantum dalam Pasal 9 kuHP yang berbunyi, “Berlakunya Pasal 2 sampai 5, Pasal 7 dan 8 Pasal dibatasi oleh hal yang dikecualikan, yang diakui dalam hukum Internasional.”

ketentuan di atas untuk mengantisipasi kemungkinan yang senantiasa ada, bahwa berlakunya Pasal 2-5, Pasal 7 dan Pasal 8 kuHP akan bertentangan dengan hukum antarnegara, karena ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam pasal-pasal tersebut berhubungan juga dengan negara asing. Selain itu perlu diketahui, hukum antarnegara merupakan kumpulan asas-asas hukum yang mengatur hubungan antarnegara di dunia. Hubungan ini biasanya diselenggarakan

41 Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor….Tahun….Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Pasal 11 Ayat 1.

dengan saling menempatkan perwakilan dalam bentuk kedutaan atau konsul di negara-negara bersangkutan.42

utrecht dengan tegas mengatakan bahwa ketentuan sebagaimana tercantum dalam Pasal 9 kuHP tidak diperlukan lagi saat ini. Penyebabnya negara kita telah mengakui adanya primat hukum antarnegara. menurutnya, ketentuan tersebut dibuat ketika kedaulatan negara absolut masih diterima.43 berdasarkan Hukum internasional, yang tidak terikat oleh kuHP indonesia adalah para duta besar negara serta para utusan negara asing yang secara resmi diterima oleh kepala negara.

Selain itu mereka yang tidak tunduk pada kuHP indonesia adalah para pegawai dalam kedutaan yang berfungsi di bidang diplomatik, para konselir (konsultan) dan sekretaris meskipun mereka tidak berseragam (tidak dalam keadaan dinas).

berdasarkan asas eksteritorial, para diplomat dianggap tidak berada di negara penerima melainkan di negara pengirim meskipun pada kenyataannya ia berada di wilayah negara penerima. Selain itu mereka tidak dapat dikuasai oleh hukum dan peraturan negara penerima. Seorang diplomat menurut asas ini, hanya dikuasai oleh hukum negara pengirim begitu juga gedung atau tempat kediaman mereka di negara penerima, dianggap sebagai bagian atau perpanjangan dari wilayah negara pengirim.44

bammelen berpendapat ketentuan tentang mereka yang diberi hak immunitas atau kekebalan hukum tercantum dalam Perjanjian Wina tanggal 18 april 1961.45 alat-alat kekuasaan negara penerima tidak dapat menangkap, menuntut maupun mengadili mereka dalam masalah kriminal. meskipun demikian mereka harus tetap menghormati serta menghargai hukum di negara setempat.46 mengenai para konsul asing, mereka diberi hak immunitas hukum bukan berdasarkan Pasal 9 kuHP melainkan atas dasar perjanjian yang disepakati antarnegara. Hal ini karena para konsul bukan merupakan wakil diplomatik melainkan hanya merupakan wakil perdagangan. meskipun demikian, mereka diberi keistimewaan seperti yang tercantum dalam Pasal 7a u.u. Pengawasan Orang asing dan u.u. dar no. 9 Tahun 1953 (l.n. 1953 no. 64). Pasal-pasal ini menentukan bahwa undang-undang tersebut tidak berlaku bagi para pejabat diplomatik dan konselir asing.47

42 R. Sugandhi, Op.Cit., hal. 11.

43 E. Utrecht, Op. Cit., hal. 249.

44 Edy Suryono, Perkembangan Hukum Diplomatik (Bandung: Mandar Maju, 1992), hal. 14.

45 A. Zainal Abidin Farid, Op.Cit., hal. 167.

46 Edy Suryono, Op.Cit., hal. 46.

47 A. Zainal Abidin Farid, Op.Cit., hal. 165-166.

berikut adalah orang-orang yang memiliki hak immunitas:

a) kepala negara asing yang berkunjung ke indonesia secara resmi.

Selain itu sanak saudara kepala negara yang bersangkutan, kecuali mereka yang melakukan perjalanan yang berdiri sendiri. meskipun demikian, masih ada perdebatan mengenai hak immunitas para sanak saudara kepala negara. Van Hammel secara tegas mengatakan mereka tidak memiliki hak immunitas. Jonkers berpendapat sebaliknya, yaitu mengakui adanya hak tersebut bagi mereka.

b) duta negara asing yang ditempatkan di indonesia dengan persetujuan kedua negara yang bersangkutan. Hak immunitas juga berlaku bagi para sanak saudara yang tinggal bersama duta tersebut.

adapun para pegawai di kedutaan tersebut dianggap sebagai orang asing yang menempati kedutaan, oleh karenanya mereka tidak memiliki hak immunitas. meskipun demikian, jika para duta negara asing melakukan perbuatan yang dapat merugikan kepentingan negara yang mereka tempati, mereka tetap berhak mendapatkan sanksi seperti pengusiran, protes maupun permintaan penarikan ke negara asalnya.

c) kapal negara asing yang berlabuh dengan persetujuan pemerintah.

konvensi Hukum laut 1982 memberikan immunitas kepada kapal perang dan kapal-kapal pemerintah untuk tujuan nonkomersial, yaitu diatur dalam Pasal 95 untuk kapal-kapal perang dan Pasal 96 untuk kapal-kapal pemerintah non-komersial. ketentuan ini berhubungan dengan keberadaan kapal-kapal tersebut di laut lepas. Selama kapal- kapal ini berada di laut lepas, ia memiliki kekebalan dari yuridiksi negara lain selain negara benderanya.

d) Pasukan negara asing yang masuk ke suatu negara dengan seizin negara yang didatangi. bila mereka masuk tanpa izin, mereka dapat diusir dengan cara kekerasan.

mengenai tentara pendudukan, mereka tidak tunduk pada hukum negara yang diduduki, karena tunduk pada hukum negara yang diduduki dianggap bertentangan dengan hubungan kekuasaan yang ada. Jadi, ia akan diadili menurut hukum negaranya sendiri dan diadili oleh pengadilan militer yang mengikuti mereka. dalam hal ini, perbuatan tidak dinilai dengan hukum pidana umum melainkan hukum perang.

ContoH

--- kasus dan analisis perkara km Bahuga Jaya vs norgas Cathinka

Pada Rabu 26 September 2012 pukul 05.40 pagi terjadi kecelakaan kapal Kapal Motor (KM) Bahuga Jaya dan kapal tanker berbendera Singapura, Norgas Cathinka, di perairan Selat Sunda, Indonesia.

Kecelakaan tersebut menewaskan puluhan penumpang KM Bahuga yang merupakan kapal penyeberangan Merak-Bakauheni. Ditengarai yang tersangkut dalam kasus kecelakaan ini adalah nakhoda atau pemimpin kapal, dan/atau perwira kapal yang diduga melakukan kesalahan atau kelalaian dalam penerapan standar profesi kepelautan yang menyebabkan kecelakaan kapal.

Menurut Anda, bagaimana penanganan hukum untuk kasus ini? Tepatkah jika ditangani berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia?

analisis

Penanganan hukum untuk kasus tersebut sudah tepat jika ditangani berdasarkan hukum yang berlaku di indonesia.

bahwa asas Teritorial yang terdapat dalam Pasal 2 kuHP yang berbunyi:

“ketentuan pidana dalam perundang-undangan Republik Indonesia berlaku bagi setiap orang yang dalam daerah Republik Indonesia melakukan sesuatu tindak pidana.”

kapal bisa menjadi barang bukti atas peristiwa pelanggaran yang dilakukan oleh kapal norgas Chatinka dan pemerintah punya kewenangan untuk menahan kapal. langkah ini berdasarkan uu no. 17/2008 tentang Pelayaran Pasal 222 yang menyebutkan syahbandar hanya dapat menahan kapal di pelabuhan atas perintah tertulis pengadilan dengan alasan kapal yang bersangkutan terkait dengan perkara pidana atau perdata.

di indonesia peristiwa kecelakaan yang membawa korban jiwa

masuk pada soal pidana, dapat digunakan ketentuan dalam Pasal 359 dan Pasal 360 kitab undang-undang Hukum Pidana (kuHP) dalam penanganan kasus kecelakaan ini.

Pasal-pasal di atas menyebutkan, barang siapa karena kelalaian atau kealpaannya menyebabkan kematian, maka dia dipidana dengan penjara sekian lama.

Sumber : tempo.co dan poskotanews.com

---

b. asas kewarganegaraan (nasional aktif)

dalam Hukum internasional, suatu negara memiliki yuridiksi yang disebut yuridiksi personal berdasarkan kewarganegaraan (nasionalitas) aktif atas warga negaranya yang berada di luar wilayah negara tersebut, yang melakukan suatu kejahatan (tertentu). Yuridiksi ini didasarkan pada adanya hubungan antara negara pada satu pihak dengan warga negaranya yang berada di luar wilayah negaranya pada pihak lain. Hubungan tersebut termanifestasikan dalam hak, kekuasaan serta kewenangan negara untuk memberlakukan hukum nasional terhadap warganya yang berada di luar wilayah teritori.

Sebaliknya, warga negara memiliki hak serta memikul tanggung jawab dalam hubungan dengan negaranya, selama ia berada di luar wilayah negaranya sendiri. ini sesuai dengan adagium hukum yang tidak sepenuhnya berlaku, bahwa setiap orang membawa hukum negaranya ke mana pun ia pergi dan di mana pun ia berada.48 romli menulis dalam konteks kedaulatan negara yang berkaitan dengan kewarganegaraan pelaku kejahatan transnasional atau internasional, asas nasionalitas merupakan landasan hukum bagi suatu negara untuk melaksanakan penyelidikan, penuntutan serta peradilan atas warga negaranya yang melakukan kejahatan terlepas di mana locus delicti itu terjadi.49

asas kewarganegaraan aktif atau asas personalitas ini terdapat dalam Pasal 5 kuHP yang berbunyi:

(1) Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Republik Indonesia berlaku bagi warga negara Indonesia yang melakukan di luar wilayah Indonesia:

48 I Wayan Parthiana, Op.Cit., hal. 14.

49 Romli Atmasasmita, Op.Cit., hal. 5-6.

Ke-1. Salah satu kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan II Buku Kedua dan dalam Pasal-pasal 160, 161, 240, 279, 450 dan 451;

Ke-2. Sesuatu perbuatan yang oleh ketentuan pidana dalam perundang-undangan Republik Indonesia dipandang sebagai kejahatan dan dapat dipidana menurut perundang-undangan negara tempat perbuatan itu dilakukan.

mengingat bahwa tempat dilakukannya tindak pidana berada di luar wilayah indonesia maka kejahatan yang tunduk pada asas ini bersifat umum, dalam artian di samping dapat mengancam kedaulatan negara indonesia, kejahatan yang dilakukan harus dianggap sebagai kejahatan oleh negara tempat tindak pidana dilakukan.

asas personalitas diperluas lagi dengan adanya Pasal 5 ayat 2 kuHP yang berbunyi, “Kejahatan yang tersebut pada No.2 itu dapat juga dituntut jika terdakwa baru menjadi warga negara Republik Indonesia sesudah melakukan perbuatan itu.”

berdasarkan ketentuan tersebut, maka hukum pidana indonesia juga berlaku bagi tiap orang yang berkebangsaan indonesia meskipun ia berada di luar indonesia, melakukan salah satu atau beberapa delik tertentu yang dianggap mengancam negara indonesia. delik-delik ini dianggap sangat ber- bahaya sehingga perlu untuk menjatuhkan hukuman bagi pelaku di mana saja ia berada.

bentuk kejahatan dalam asas personalitas, meliputi:

a) kejahatan yang berupa pelanggaran terhadap keamanan negara yang tercantum dalam bab i buku kedua kuHP, yaitu Pasal 104- 129.

b) kejahatan yang melanggar martabat kepala negara serta wakil presiden, ketentuan ini tercantum dalam Pasal 131-139 bab ii buku kedua kuHP.

c) kejahatan penghasutan yang tercantum dalam Pasal 160 kuHP.

d) menyebarluaskan tulisan yang bertujuan untuk menghasut yang tercantum Pasal 161 kuHP.

e) dengan sengaja membuat diri maupun orang lain menjadi tidak cakap untuk memenuhi kewajiban militer yang tercantum dalam Pasal 240 kuHP.

f) melakukan perampokan (pembajakan) di laut yang tercantum dalam Pasal 450 dan 451 kuHP.

delik-delik di atas dicantumkan secara tegas dalam Pasal 5 ayat 1 Sub1 karena dalam pasal ini terdapat perbuatan yang dapat mengancam kepentingan- kepentingan yang khusus bagi negara indonesia. di pihak lain perbuatan- perbuatan ini tidak dikenai hukuman menurut uu negara di mana perbuatan tersebut terjadi dan pelaku berada.

kejahatan yang dianggap oleh kuHP indonesia dan juga oleh negara tempat terjadinya kejahatan sebagai delik atau kejahatan yang harus dikenai sanksi hukum,50 diperlukan adanya dua syarat:

a) Perbuatan tersebut harus diakui sebagai kejahatan oleh kuHP b) kejahatan tersebut dikenai hukuman, diakui sebagai kejahatan oleh

negara yang menjadi tempat terjadinya perbuatan.51

Contohnya, terkait peraturan yang mengatur tentang menggugurkan kandungan seorang perempuan dengan persetujuan yaitu Abortion Act 2001 Singapura dengan Pasal 346 kuHP indonesia.

Section 312: Subject to the provisions of the Termination of Pregnancy Act, whoever voluntarily causes a woman with child to miscarry, shall be punished with imprisonment for a term which may extend to 3 years, or with fine, or with both; and if the woman is quick with child, shall be punished with imprisonment for a term which may extend to 7 years, and shall also be liable to fine.52 (Pasal 312: Sesuai dengan ketentuan uu Penghentian kehamilan, siapa pun yang secara sukarela menyebabkan keguguran seorang wanita dengan anak, dipidana dengan pidana penjara waktu tertentu paling lama tiga tahun atau denda atau keduanya dan jika wanita itu hamil tua dapat dipidana dengan pidana penjara waktu tertentu paling lama tujuh tahun dan dapat juga dikenakan denda)

Pada rumusan Pasal 312 kuHP Singapura tersebut, terkandung makna atau pengertian bahwa Singapura telah mempunyai undang-undang tersendiri mengenai aborsi (undang-undang Penghentian kehamilan). Hal ini berarti

50 Pengkhususan kejahatan serta dianggapnya perbuatan yang dilakukan sebagai kejahatan di negara asing guna menghindarkan pelanggaran terhadap kedaulatan negara tersebut terhadap satu tindak pidana. Lihat Satochid Kartanegara, Op.Cit., hal. 196.

51 E. Utrecht, Op.Cit., hal. 144.

52 Republik of Singapore Chapter 103, Penal Code.

sama dengan apa yang sudah berlaku di indonesia saat ini berdasarkan undang–

undang kesehatan 1992 dan undang-undang Praktik kedokteran 2004.

ketentuan dalam undang-undang tersebut pada intinya menyatakan, aborsi dapat dilakukan apabila dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya, berdasarkan adanya indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan medis tersebut.Tindak pidana dalam Pasal 312 kuHP Singapura ini sama dengan tindak pidana dalam Pasal 348 ayat 1 kuHP indonesia mengenai menggugurkan kandungan seorang perempuan dengan persetujuan perempuan tersebut.

namun, untuk kasus aborsi ini jenis dan rumusan pidana kedua negara berbeda. dalam kuHP Singapura pidananya dirumuskan secara alternatif–

kumulatif yaitu pidana penjara paling lama tiga tahun atau denda atau pidana penjara paling lama tiga tahun dan denda. Jika perempuan tersebut hamil tua, pidananya dirumuskan secara tunggal yaitu dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun dan dapat juga dikenai pidana denda. dalam hal ini pidana denda berfungsi sebagai pidana tambahan, dan tidak ditentukan berapa besarnya denda. dalam kuHP indonesia pidananya dirumuskan secara tunggal yaitu pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.

kuHp Singapura kuHp indonesia

Pasal 312

Sesuai dengan ketentuan UU Penghentian Kehamilan, siapa pun yang secara sukarela menyebabkan keguguran seorang wanita dengan anak, dipidana dengan pidana penjara waktu tertentu paling lama tiga tahun atau denda atau keduanya dan jika wanita itu hamil tua dapat dipidana dengan pidana penjara waktu tertentu paling lama tujuh tahun dan dapat juga dikenakan denda

Pasal 348 Ayat 1

Barang siapa dengan sengaja meng- gugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan

Pasal 312 kuHP Singapura menjelaskan, perempuan yang menyebabkan dirinya keguguran termasuk dalam pasal ini. Hal ini berarti bahwa hukum pidana bagi perempuan bersangkutan sama dengan pidana bagi pelaku yang menggugurkan kandungan perempuan tersebut, yaitu pidana penjara paling lama

tiga tahun atau denda atau pidana penjara tiga tahun dan denda. Jika perempuan tersebut hamil tua, dipidana dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun dan dapat juga ditambah dengan pidana denda.

Tindak Pidana dalam Pasal 312 kuHP Singapura ini hampir sama dengan tindak pidana dalam Pasal 346 kuHP indonesia. dalam Pasal 346 kuHP indonesia, pidana bagi perempuan yang bersangkutan tidak sama dengan pidana pelaku (dokter) yang menggugurkan kandungan perempuan yang bersangkutan, yaitu dipidana secara tunggal dengan pidana penjara paling lama empat tahun sedangkan di dalam Pasal 348 ayat 1 kuHP Pelaku dipidana lima tahun enam bulan. dalam kuHP Singapura, denda dapat berfungsi sebagai pidana tambahan.

kuHp Singapura kuHp indonesia

Pasal 312

Sesuai dengan ketentuan UU Penghentian Kehamilan, siapa pun yang secara sukarela menyebabkan keguguran seorang wanita dengan anak, dipidana dengan pidana penjara waktu tertentu paling lama tiga tahun atau denda atau keduanya dan jika wanita itu hamil tua dapat dipidana dengan pidana penjara waktu tertentu paling lama tujuh tahun dan dapat juga dikenakan denda

Pasal 346

Seorang wanita yang sengaja meng- gugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun

kuHP indonesia hanya menentukan syarat bahwa delik yang bersangkutan merupakan kejahatan. apabila kejahatan ini tidak dihukum oleh hukum pidana negara asing maka peraturan undang-undang hukum pidana indonesia tidak berlaku karena tidak terpenuhinya syarat yang kedua. ketentuan ini sesuai dengan asas internasionalitas bahwa suatu negara tidak dapat menyerahkan warga negaranya kepada pemerintahan negara asing.

asas personalitas aktif dibatasi oleh Pasal 6 kuHP yang berbunyi,

“Berlakunya Pasal 5, Ayat (1) ke-2 itu dibatasi dengan tidak dibolehkan untuk menjatuhkan pidana mati untuk perbuatan yang tiada diancam dengan pidana itu menurut perundang-undangan di tempat perbuatan itu dilakukan.”

dalam pasal ini dapat dipahami hukuman mati hanya dapat dijatuhkan apabila perbuatan itu di wilayah republik indonesia maupun di negara lain di

mana perbuatan itu dilakukan, diancam dengan hukuman mati. Pembatasan ini tidak meliputi pada kejahatan-kejahatan yang tersebut dalam Sub 1 ayat 1 Pasal 5, jadi menurut Sub 1 ayat 1 Pasal 5 ini hukuman mati dapat dijatuhkan.53

ketentuan mengenai asas personal aktif dalam kuHP diperluas dengan berlakunya undang-undang pidana indonesia bagi pegawai negeri indonesia yang sedang berada di luar negeri, lalu melakukan kejahatan jabatan.

ketentuan ini terdapat dalam Pasal 7 kuHP yang berbunyi,“Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Republik Indonesia berlaku bagi pegawai negeri Indonesia yang melakukan di luar daerah Republik Indonesia salah satu kejahatan yang disebut dalam Bab XXVIII Buku Kedua.”

kejahatan-kejahatan yang dimaksud dalam pasal ini adalah kejahatan yang dilakukan dalam jabatan para pegawai negeri republik indonesia. kejahatan tersebut tertuang dalam Pasal 413-437 bab XXViii buku kedua kuHP mengenai kejahatan jabatan. dengan adanya pasal ini, maka hukum pidana indonesia berlaku bagi pegawai negeri di luar wilayah indonesia. kejahatan yang dilakukan dalam jabatan pegawai negeri adalah pelanggaran yang dapat mengganggu kepentingan negara serta masyarakat indonesia yang dapat merusak atau menurunkan wibawa pemerintahan indonesia.54

--- ContoH kaSuS dan analiSiS peRkaRa

Samuel iwuchukwu okoye dan Hansen anthony nwaolisa

Samuel Iwuchukwu Okoye dan Hansen Anthony Nwaolisa adalah dua Warga Negara Asing berkebangsaan Nigeria yang dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan di Indonesia karena terbukti telah melakukan penyelundupan heroin di Indonesia. Samuel Iwuchukwu Okoye terbukti melakukan penyelundupan 3,8 kg heroin yang disembunyikan di dalam tasnya, saat masuk ke Indonesia pada tanggal 9 Januari 2001.

Majelis Hakim Pengadilan Tangerang memvonis hukuman mati pada 5 Juli 2001. Vonis itu diperkuat oleh putusan pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung. Sedangkan Hansen Anthony Nwaolisa terbukti menyelundupkan 3,2 kg heroin pada tanggal 29 Januari

53 R. Sugandhi, Op.Cit., hal. 10.

54 A. Zainal Abidin Farid, Op.Cit., hal. 160.

2001. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tangerang kemudian memvonis mati pada 13 Agustus 2001 dan Vonis itu diperkuat oleh putusan Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung. Pada akhirnya dua terpidana mati tersebut telah dieksekusi mati, Kamis tengah malam di Nirbaya, Pulau Nusakambangan, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.

Menurut Anda, mengapa Indonesia berhak mengadili kedua Warga Negara Asing tersebut? Atas dasar apakah penegakan hukum itu dilakukan?

analisis

asas teritorialitas mengajarkan hukum pidana suatu negara berlaku di wilayah negara itu sendiri. asas ini merupakan asas pokok dan dianggap asas yang paling tua karena dilandaskan pada kedaulatan negara. ketentuan asas teritorialitas di indonesia termaktub dalam kuHP Pasal 2, yang berbunyi,

“Aturan pidana dalam perundang-undangan, berlaku bagi setiap orang yang melakukan perbuatan pidana di dalam Indonesia”

berdasarkan ketentuan tersebut, maka Hukum Pidana indonesia berlaku bagi siapa saja, baik itu Warga negara indonesia maupun Warga negara asing yang melakukan tindak pidana di wilayah indonesia. mengenai maksud dari wilayah indonesia adalah mencakup:

1. seluruh kepulauan maupun daratan bekas wilayah Hindia belanda;

2. seluruh perairan teritorial indonesia (laut dan sungai/

danau) serta perairan menurut Zona ekonomi eksklusif (hasil konvensi laut internasional), yaitu wilayah perairan indonesia ditambah 200 mil menjorok ke depan dari batas wilayah perairan semula;

3. seluruh bangunan fisik kendaraan air atau pesawat berbendera indonesia sekalipun sedang berlayar di luar negeri (lihat ketentuan uu no. 4 Tahun 1976).

Hukum Pidana indonesia dapat diterapkan bagi pelaku tindak pidana narkoba yang dilakukan kedua Warga negara nigeria tersebut sesuai penerapan asas teritorialitas di indonesia.

Hansen anthony nwaolisa dan Samuel iwuchukwu Okoye telah

Dalam dokumen Buku Hukum Pidana Materiil & Formil (Halaman 63-76)