• Tidak ada hasil yang ditemukan

KUHP berbunyi

Dalam dokumen Buku Hukum Pidana Materiil & Formil (Halaman 76-91)

Daftar Pustaka Bab 1

Pasal 8 KUHP berbunyi

“Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Republik Indonesia berlaku di luar Indonesia, juga waktu mereka tidak ada di atas kendaraan air, melakukan salah satu perbuatan yang tersebut dalam Bab XXIX Buku Kedua dan Bab IX Buku Ketiga, demikian juga yang tersebut dalam peraturan umum tentang surat-surat laut dan pas-pas kapal di Indonesia dan yang tersebut dalam “Ordonantie Kapal 1927”. 60

Pasal tersebut menentukan nakhoda atau penumpang kapal laut atau perahu indonesia yang melakukan peristiwa pidana di luar wilayah republik indonesia, dapat dituntut menurut ketentuan hukum pidana republik indonesia.61 adapun kejahatan yang dimaksud dalam bab XXiX buku kedua adalah kejahatan dalam pelayaran, sedangkan yang dimaksud dalam bab iX buku ketiga adalah pelanggaran-pelanggaran dalam pelayaran.

60 R. Sugandhi, Op.Cit., hal. 10-11.

61 Ibid.

d. asas universal

asas universal mengandung pengertian suatu negara memiliki yuridiksi atas pelaku suatu kejahatan, di mana dan kapan pun kejahatan itu dilakukan, siapa pun pelaku mau pun korbannya. Prinsip ini melihat pada suatu tata Hukum internasional yang melibatkan semua negara di dunia. Oleh karena itu, jika ada suatu kejahatan yang dapat merugikan kepentingan internasional, maka setiap negara berhak untuk mengadili pelaku tanpa melihat status kewarganegaraan.62

kejahatan yang pelakunya ditundukkan pada asas universal ini merupakan kejahatan yang digolongkan sebagai musuh umat manusia (hostis human generis) semisal kejahatan narkotika, terorisme, pembajakan pesawat udara, genosida, kejahatan perang dan lain-lain. Penegasan yuridiksi universal ini terdapat di dalam konvensi tentang kejahatan internasional atau kejahatan yang mempunyai dimensi internasional. konvensi mewajibkan kepada negara-negara peserta konvensi yang di wilayahnya di temukan pelaku kejahatan atau pelaku tindak melawan hukum terhadap keselamatan penerbangan sipil. Jika negara tersebut tidak bermaksud untuk mengekstradisikan pelakunya, agar menyerahkan kasus tersebut kepada badan yang berwenang untuk dilakukan penuntutan, tanpa terkecuali, baik kejahatan tersebut dilakukan di wilayah negara bersangkutan maupun di luar wilayah negara tersebut.

ditinjau dari segi hukum pidana, khususnya hukum pidana indonesia, yurisdiksi universal inilah yang dipandang sama dengan asas universal hukum pidana. Tegasnya, hukum pidana suatu negara berlaku bagi siapa pun, di manapun dan kapanpun suatu peristiwa pidana terjadi.63

dengan demikian, tampak bahwa kaidah hukum pidana berdasarkan asas universal ini tidak tunduk pada asas daluwarsa. Hal ini karena kejahatan yang tunduk pada yuridiksi atau asas universal, tergolong peristiwa pidana atau kejahatan yang merupakan musuh umat manusia.64 asas universal dalam perkembangan hukum internasional memiliki peranan yang sangat strategis sebagai bentuk solidaritas sekaligus sebagai pertanggungjawaban masyarakat internasional terhadap kejahatan internasional. meskipun demikian, masih banyak negara yang meragukan penerapan asas ini jika tidak dilandaskan pada standar tertentu.

keraguan itu terkait kekhawatiran terhadap ‘intervensi’ terhadap kedaulatan suatu negara.65

62 Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit., hal. 53.

63 I Wayan Parthiana, Op.Cit., hal. 16.

64 Ibid.

65 Romli Atmasasmita, Op.Cit., hal. 6-7.

keberatan banyak negara dalam menerapkan asas universal ini juga disebabkan kehendak negara-negara tersebut untuk menyerahkan sepenuhnya wewenang menuntut dan mengadili kepada negara yang memiliki yuridiksi yang kuat atas kejahatan internasional. Oleh karena itu, sebagai jalan keluar yang ditawarkan dalam Hukum internasional dikenal resentation principle yang berarti bahwa penerapan yuridiksi ekstrateritorial suatu negara atas kejahatan internasional adalah untuk kepentingan pihak ketiga yang secara langsung mempunyai kepentingan atas kejahatan dimaksud.66

berdasarkan hal di atas, romli berpendapat sekalipun dalam praktek Hukum internasional asas universal dipandang lebih efektif dalam menuntut dan mengadili kejahatan-kejahatan yang sangat kejam serta bertentangan dengan kemanusiaan, pada saat yang sama pemberlakuan asas teritorial dan asas nasionalitas (kewarganegaraan) tetap relevan untuk diberlakukan.67

asas universal bertujuan untuk melindungi kepentingan dunia.

Penerapan asas ini diatur dalam Pasal 4 sub ke-2 dan ke-4 kuHP yang berbunyi:

“Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Republik Indonesia berlaku bagi setiap orang yang melakukan di luar daerah Republik Indonesia.”

Ke-2. suatu kejahatan tentang mata uang, uang kertas negara atau uang kertas bank atau tentang materai atau merk yang dikeluarkan atau digunakan oleh Pemerintah Republik Indonesia;

Ke-4. salah satu kejahatan yang tersebut dalam Pasal-Pasal 438, 444 sampai dengan Pasal 446 tentang pembajakan laut dan Pasal 447 tentang penyerahan kendaraan air kepada kekuasaan bajak laut dan Pasal 479 huruf j tentang penguasaan pesawat udara secara melawan hukum, Pasal 479 huruf l, m, n, dan o tentang kejahatan yang mengancam keselamatan penerbangan sipil. (UU. No. 4/1976).

dalam Sub ke-2 Pasal 4 kuHP - berdasarkan Conventie Genewa Tahun 1929 ditetapkan, bahwa siapa saja yang memalsukan atau memasukan uang dan uang kertas dari negara mana pun juga dapat dituntut menurut pidana indonesia.

Sementara, untuk Pasal 4 Sub ke-4 kuHP sesuai dengan jiwa Declaration of Paris 1856. berdasarkan deklarasi tersebut, hukum antarnegara modern melarang perampokan di laut tanpa melihat siapa pelaku dan yang menjadi korban.68

66 Ibid., hal. 7.

67 Ibid., hal. 11.

68 A. Zainal Abidin Farid, Op.Cit., 160-161.

Sedangkan kejahatan pembajakan udara yang tunduk pada asas universal, diatur dalam uu no. 4 Tahun 1976 (l.n. no. 26 tahun 1976).69 undang- undang ini hanya menyebutkan dua jenis kejahatan yaitu kejahatan penerbangan dan kejahatan terhadap sarana dan prasarana penerbangan. dalam undang-undang ini tidak disebutkan secara tegas adanya penggolongan tindak pidana penerbangan.

berkaitan dengan hal di atas, dalam kuHP indonesia ditambahkan satu bab baru setelah bab XXiX dengan bab XXiX a tentang kejahatan Penerbangan dan kejahatan terhadap Sarana dan Prasarana Penerbangan yang terdiri atas Pasal 479 Huruf a dan Pasal 479 Huruf r dengan ketentuan sanksi yang berbeda- beda dalam tiap pasal. kejahatan penerbangan merupakan suatu perbuatan yang dapat mengancam keselamatan baik jiwa maupun harta manusia. Selain itu, juga merupakan tindakan yang sangat mengganggu serta menghambat pengembangan lalu lintas udara internasional maupun nasional serta menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap keamanan penerbangan sipil menjadi berkurang.70

analiSiS kaSuS

---

kejaksaan negeri Jakarta pusat vs abu Bakar Ba’asyir

MA, No 29 K/Pid/2004 SeJaRaH pRoSeduRal

• Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan vonis pidana penjara selama 4 (empat) tahun terhadap abu bakar Terdakwa;

• Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat dan Terdakwa mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi dki Jakarta.

• Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat dan Terdakwa mengajukan kasasi ke mahkamah agung republik indonesia.

69 Selain sebagai penambahan pasal dalam KUHP yang bertalian dengan perluasan berlakunya ketentuan perundang- undangan pidana, undang-undang ini juga sebagai penambah bab baru setelah Bab XXIX KUHP dengan XXIX A tentang Kejahatan Penerbangan dan Kejahatan terhadap Sarana/Prasarana Penerbangan. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1976 tentang Perubahan dan Penambahan Beberapa Pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Bertalian dengan Perluasan Berlakunya Ketentuan Pidana, Kejahatan Penerbangan dan Kejahatan terhadap Sarana/Prasarana Penerbangan.

70 Djoko Prakoso, Tindak Pidana Penerbangan di Indonesia (Ghalia Indonesia, Jakarta, 1984), hal. 55.

Fakta-Fakta

• Abu Bakar als. Abu Bakar Ba’asyir als. Abdu Ba’asyir (Terdakwa) lahir di Jombang 1938, Guru agama – berkedudukan di Pondok Pesantren di ngruki desa Cemani, kec. Grogol, kab. Sukoharjo.

• Tahun 1982 Terdakwa diajukan sebagai terdakwa dengan dakwaan tindak pidana Subversi (menentang asas Tunggal Pancasila). dengan putusan ma-ri no. 743 k/Pid/1982, tanggal 6 Februari 1985.

terpidana Terdakwa dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana penjara selama 9 tahun.

• Terdakwa bersama Abdullah Sungkar dan Dr. Helmy Bakar melarikan diri ke malaysia.

• Di Malaysia Terdakwa tinggal di Banting Selangor dan ia memperoleh dokumen tempat tinggal berupa Surat akuan Pengenalan (SaP) untuk Wna tanpa paspor.

• Sejak 1985-1999 dan selama itu pula ia tidak pernah melaporkan diri ke kbri dengan alasan ia adalah ‘pelarian politik’ pemerintahan Orde baru.

• Setelah Orde Baru runtuh Terdakwa kembali melalui Batam.

• Terdakwa selanjutnya tinggal di Jawa Tengah untuk beberapa waktu lamanya dengan melakukan kegiatan keagamaan.

• Di Ngruki, Terdakwa mengajukan permohonan ‘Kartu Keluarga’ dan kTP dengan mengisi formulir dan membuat surat pernyataan bahwa ia tidak pernah pindah dari desa ngruki.

• Terdakwa berhasil memiliki KK dan KTP Desa Ngruki dengan No.

11270817083002, tanggal 20 agustus 2002, meski ia pernah tidak tinggal di sana kurang lebih 14 tahun;

• Tema Dakwah Terdakwa antara lain “Perjuangan untuk jihad fi sabililah dalam menegakkan Syariat islam, din al islam, sesuai dengan Sunnah nabi.”

• Abu Bakar Terdakwa pernah bertemu dengan Hambali, Muh. Faiq, muchlas.

• Abdullah Sungkar dan Terdakwa mendirikan “Jamiah Islamiyah”

dengan pimpinan abudullah Sungkar. yang digantikan oleh Terdakwa.

• Terdakwa mengetahui dan merestui rencana peledakan bom di berbagai kota: batam, Pekanbaru, medan, Jakarta, bandung, mojokerto. mereka berdalih, umat islam didzalimi/dibantai di ambon.

• Pengeboman di malam Natal tahun 2000 dilakukan oleh Manthiqi

ulla: Hambali, ali Gufron als. mukhlas als. Sofyan, abdul azis als.

abu umar als. imam Samudra.

• Ia juga mengetahui kepergian orang-orang dari Jamaah Islamiyah berlatih di afghanistan dan Filipina.

• Pada tanggal 2 November 2002, Terdakwa ditahan oleh Penyidik dan diperpanjang secara bertahap sampai 30 november 2003.

• Berdasarkan S.K. Menteri Kehakiman dan HAM No.M.07.PW.07.03 Tahun 2003 tanggal 17 maret 2003, sesuai dengan Pasal 85 kuHaP maka Terdakwa diperiksa dan diadili di Pn Jakarta Pusat.

iSu

mengapa majelis Hakim pada tingkat kasasi tidak sependapat terbuktinya tindak pidana makar dalam kasus Terdakwa?

atuRan

pasal yang didakwakan : i. dakwaan kesatu:

Primair: Terdakwa sebagai Pemimpin dan Pengatur Makar dengan maksud untuk menggulingkan Pemerintah RI dan mendirikan Negara Islam Indonesia…”

Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 107 Ayat 2 KUHP

Subsidair: ...Turut serta melakukan Tindak Pidana Makar yang dilakukan dengan maksud untuk menggulingkan Pemerintah...

Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 107 Ayat 1 jo. Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP

ii. dakwaan kedua:

“…memasukkan keterangan palsu, yaitu keterangan tentang Kewarga- negaraan Terdakwa sebagai WNI kedalam suatu akta otentik yaitu KTP.

…dengan maksud untuk memakai atau menyuruh memakai orang lain

Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 266 Ayat 1) KUHP

iii. dakwaan ketiga:

…telah membuat Surat Palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan suatu hak atau diperuntukkan sebagai bukti dari suatu

hal, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut, seolah-olah isinya benar, tidak dipalsukan, …

Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 263 Ayat (1) KUHP

iV. dakwaan keempat:

Primair: ...selaku Orang Asing berada di wilayah Indonesia secara tidak sah...

Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 53 Undang-Undang Republik Indonesia No. 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian

Subsidair: Bahwa Terdakwa pada waktu dan di tempat dalam Dakwaan keempat Primair di atas telah masuk Wilayah Indonesia tanpa melalui pemeriksaan oleh Pejabat Imigrasi di tempat Pemeriksaan Imigrasi

Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 48 Undang-Undang Republik Indonesia No. 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian

analiSiS

putuSan penGadilan neGeRi pertimbangan Hukum:

Mengenai Dakwaan Kesatu Pasal 107 (2) KUHP

adanya usaha-usaha/gerakan-gerakan untuk meniadakan atau mengubah ‘nkri’ menjadi ’negara islam indonesia (nii)’ meskipun Pemerintah republik indonesia tidak harus terguling, tetapi cukup dengan adanya niat dan permulaan pelaksanaan itu. (dengan demikian, maka unsur

“dengan maksud untuk menggulingkan Pemerintah” telah terbukti);

kendati ‘perbuatan makar’ dengan maksud untuk menggulingkan Pemerintah, telah terbukti namun fakta-fakta di persidangan, tidak membuktikan terdakwa sebagai ‘Pemimpin dan Pengatur’ terjadinya makar. (dengan tidak terbuktinya unsur “Pemimpin dan Pengatur”

tersebut, maka terdakwa harus dibebaskan (vrijspraak) dari Dakwaan Kesatu Primair Pasal 107 Ayat 2 KUHP);

Pada tahun 1993 abdullah Sungkar dengan terdakwa ba’asyir men diri kan ‘Jamaah islamiyah’ yang dipimpin abdullah Sungkar.

Organisasi ini mempunyai tujuan dan sasaran yaitu mewujudkan tegaknya ‘daulah islamiyah’ sebagai basis menuju terwujudnya negara

islam indonesia,’ dalam rangka mencapai sasaran tersebut, maka abdullah Sungkar dengan dukungan anggota ‘Jamaah islamiyah’ telah melakukan kegiatan-kegiatan di mana terdakwa mengetahui dan bahkan menyetujui atau mendukung pemberangkatan pelatihan militer Jihad di afghanistan dan Filipina. Terdakwa juga memberikan dakwah yang membangkitkan semangat ajaran jihad fi sabililah (perang) terhadap anggota Jamaah islamiyah. akibatnya yang tersangkut berbagai tindakan kekerasan di berbagai tempat di indonesia; (Dengan alasan di atas, maka Terdakwa Ba’asyir telah terbukti “Turut Serta” melakukan Tindak Pidana MAKAR dengan maksud menggulingkan Pemerintahan yang sah. Karena itu Dakwaan Kesatu Subsidair telah terbukti menurut hukum (Pasal 170 Ayat 1 jo. Pasal 55 (1) ke 1 KUHP).

mengenai dakwaan kedua Pasal 266 (1) kuHP, majelis ber- pendirian bahwa terdakwa masih mempunyai status kewarganegaraan indonesia (Wni). (dengan demikian, pencantuman kewarganegaraan Terdakwa di dalam ‘kTP’-nya tersebut sebagai orang Wni adalah sah menurut hukum dan karenanya tidak dapat dikualifikasikan sebagai

‘menyuruh dan memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta Otentik (kTP); (Karena unsur Pasal 266 Ayat 1 KUHP dalam dakwaan kedua tidak terpenuhi, maka terdakwa harus dibebaskan dari Dakwaan Kedua tersebut;)’

Mengenai dakwaan Ketiga Pasal 263 Ayat 1 KUHP, majelis Hakim berpendirian bahwa terdakwa telah terbukti membuat ‘Surat Pernyataan’ yang isinya belum pernah pindah alamat dari desa Cemani, kab. Sukoharjo, sebagai syarat untuk menerbitkan ’kTP’ yang diminta terdakwa. Padahal kenyataannya, terdakwa sudah pernah pindah dan berdiam di malaysia selama 14 tahun, dengan kata lain Surat Pernyataan tersebut: PalSu. apa yang dilakukan terdakwa tersebut merugikan/

mengacaukan administrasi Pemerintahan ic. bidang kependudukan (“Dengan demikian unsur Dakwaan Ketiga Pasal 263 Ayat 1 KUHP telah terpenuhi, sehingga terdakwa telah terbukti melakukan tindak pidana “Pemalsuan”).

Mengenai Dakwaan Keempat Primair, terdakwa pernah berada di luar negeri selama kurang lebih 14 tahun, namun belum ada Pengumuman resmi dari Pemerintah ic. menteri kehakiman dan Ham ri tentang hilangnya kewarganegaraan terdakwa atau dengan kata lain terdakwa belum dapat dikategorikan sebagai Wna (Maka

terdakwa harus dibebaskan dari Dakwan Keempat Primair ex Pasal 53 UU No. 9 tahun 1992);

Mengenai Dakwaan Keempat Subsidair terkait Pasal 48 uu no. 9 Tahun 1992 keimigrasian. majelis berpendirian terdakwa dari dan ke indonesia tanpa melalui pemeriksaan imigrasi setempat atau ilegal (Maka terdakwa telah terbukti melanggar Pasal 48 UU No. 9 Tahun 1992 (keimigrasian) dalam Dakwaan Keempat Subsidair)

putuSan penGadilan tinGGi pertimbangan Hukum:

Terdakwa dan JPu menolak Putusan Pn Jakarta Pusat dan masing- masing mengajukan pemeriksaan banding ke PT dki Jakarta.

majelis Hakim banding setelah meneliti pertimbangan hukum putusan Pn Jakarta Pusat, khususnya tentang Dakwaan Kesatu Subsidair, Pasal 107 ayat 1 jo. Pasal 55 ayat 1 ke 1 kuHP, tentang pengertian hukum ‘makar’ ternyata majelis Hakim Pertama telah keliru menilai fakta perbuatan terdakwa berupa:

1. menyetujui/merestui rencana peledakan bom pada gereja-gereja di indonesia, yang kemudian ternyata benar dilaksanakan;

2. menyetujui/merestui keberangkatan beberapa orang/saksi Suyudi mas’ud – utomo Pamungkas dan lain-lain ke afghanistan dan mindanao, Filipina.

Sebagai perbuatan pelaksanaan dari niat untuk menghancurkan atau mengubah secara tidak sah bentuk Pemerintahan menurut uud 1945 (makar)

Persetujuan terdakwa atas peledakan bom di mall atrium; di gereja-gereja di berbagai tempat di indonesia; Paddys Club; Sari Café di kuta bali “bukanlah” perbuatan pelaksanaan niat untuk menggulingkan pemerintahan, dan yang menjadi sasaran “bukan” ditujukan kepada simbol-simbol negara. Tindakan peledakan tersebut adalah Tindak Pidana Terorisme, dan bukan makar (maka “unsur makar” untuk menggulingkan Pemerintah adalah tidak terbukti secara sah dan meyakinkan sebagaimana dalam dakwaan kesatu, baik Primair maupun Subsidairnya); karena itu Putusan Pn tentang dakwaan kesatu Subsidair, Pasal 107 (1) jo Pasal 55 (1) ke 1 kuHP harus dibatalkan, dan majelis Hakim banding akan mengadili sendiri;

Dakwaan Kedua, Pasal 266 ayat 1 kuHP, oleh majelis Hakim Pn, terdakwa telah dibebaskan (Jaksa mengajukan kasasi), maka atas

‘dakwaan kedua’ ini tidak dipertimbangkan atas dasar pemeriksaan banding tidak memeriksa putusan bebas.

Dakwaan Ketiga, Pasal 263 ayat 1 kuHP, majelis Hakim banding sependapat dengan pertimbangan dan putusan hukum majelis Hakim Pertama, dan karenanya diambil alih sebagai pertimbangan hukum PT sendiri.

Mengenai Dakwaan Keempat, karena tidak adanya bukti kuat yang menunjukkan terbuktinya dakwaan keempat Primair, maka terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan keempat Primair;

Mengenai Dakwaan Keempat Subsidair, terbukti bahwa terdakwa bermukim di malaysia selama kurang lebih 14 tahun, kembali ke indonesia tahun 1999 dan berdiam di ngruki, desa Cemani, kec. Grogol, kab. Sukoharjo. dari hasil penelitian imigrasi tidak diketemukan data bahwa terdakwa baik dengan nama abu bakar ba’asyir, atau memakai nama lain, abdus Somad bin abud memasuki wilayah indonesia melalui pemeriksaan Pejabat imigrasi (Maka terdakwa terbukti melakukan tindak pidana Dakwaan Keempat Subsidair Pasal 48 UU No. 9/Tahun 1992).

putuSan maHkamaH aGunG pertimbangan:

Terdakwa dan JPu menolak putusan Pengadilan Tinggi Jakarta (PT) dan mengajukan pemeriksaan kasasi ke ma;

• Majelis Mahkamah Agung menilai semua keberatan kasasi yang diajukan oleh JPu tidak dapat dibenarkan, karena PT tidak salah menerapkan hukum dalam perkara ini. Tambahan lagi semua keberatan tersebut merupakan penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan, yang tidak dipertimbangkan dalam pemeriksaan kasasi … dst … dst …

• Pemohon kasasi tidak dapat membuktikan bahwa putusan Judex Factie adalah pembebasan yang tidak murni, dan hanya mengajukan alasan-alasan penilaian hasil pembuktian yang bukan merupakan alasan mengajukan permohonan kasasi terhadap putusan bebas;

(maka Permohonan kasasi oleh JPu menurut uu secara formil tidak dapat diterima) sebaliknya permohonan oleh Penasihat Hukum dapat diperiksa;

• Terlepas dari semua keberatan yang diajukan oleh Pemohon Kasasi Penasihat Hukum Terdakwa, maka majelis ma dalam perkara ini mempunyai pendapat yang sama dengan pertimbangan hukum dalam putusan Judex Factie (Putusan PT), sehingga dijadikan sebagai pertimbangan majelis mahkamah agung sendiri;

• Namun pemidanaannya MA tidak sependapat dengan Putusan Judex Factie, karena ternyata Judex Factie telah salah menerapkan hukum tentang pemidanaan (menjatuhkan hukuman). Ternyata Judex Factie tidak memberikan pertimbangan yang cukup sebagaimana yang ditentukan oleh Pasal 97 ayat 1 Huruf f kuHaP yang menentukan hakim harus mempertimbangkan tentang hal-hal yang meringankan dan hal-hal yang memberatkan pemidanaan

• Mengenai hal-hal yang memberatkan pemidanaan, Judex Factie telah cukup dipertimbangkannya, namun mengenai hal-hal yang meringankan pemidanaan masih belum dipertimbangkan oleh Judex Factie, yaitu:

1) bahwa dalam praktek banyak sekali penduduk desa yang meninggalkan desanya dalam waktu yang lama dan setelah pulang, mereka mendaftarkan kembali sebagai penduduk desa asalnya kembali;

• bahwa untuk mempermudah persyaratan administrasi, yang bersangkutan harus mengisi formulir dalam kolom keterangan

‘tidak pernah meninggalkan desa;’

• bahwa praktek tersebut tidak pernah dipersoalkan, karena hanya administratif dan orang tersebut secara pribadi telah dikenal sebagai warga desa yang bersangkutan;

• dalam hal tersebut di atas, juga terjadi pada kasus terdakwa dalam perkara ini;

2) lamanya pidana yang akan dijatuhkan, haruslah sepadan dengan tujuan pemidanaan yang harus bersifat deduktif, kotektif, preventif dan tidak bersifat balas dendam;

3) lamanya pidana yang akan dijatuhkan supaya lebih sesuai dengan rasa keadilan.

keSimpulan

Perbuatan terdakwa yang terbukti dalam perkara ini berupa:

- menyetujui/memberi restu atas rencana peledakan bom di gereja di

beberapa tempat di indonesia, peledakan bom di Paddy’s Club dan Sari Café di bali serta mall di atrium Plaza dan penyerangan atas kepentingan amerika Serikat di Singapura;

- menyetujui/merestui keberangkatan saksi Suyadi mas’ud utomo Pamungkas dll ke afghanistan dan mindanao, Filipina (jihad);

- dakwah-dakwah oleh terdakwa.

bukan merupakan perbuatan pelaksanaan niat untuk meng- gulingkan Pemerintah yang sah sebagai makar, sebagaimana yang disebutkan dalam: dakwaan kesatu Primair: Pemimpin dan Pengatur makar, ex Pasal 107 ayat 2 kuHP dan dakwaan kesatu Subsidair: Turut Serta makar, ex. Pasal 107 ayat 1 jo Pasal 55 1 ke 1 kuHP, karena sasaran/

target peledakan bom-bom termaksud bukan ditujukan kepada simbol- simbol negara ri atau Pemerintahan atau Pimpinan Pemerintahan yang sah. Peledakan bom-bom tersebut adalah terorisme bukan makar.

---

kasus besar lain yang bisa dijadikan contoh dalam analisis di bab ini adalah kasus pembunuhan aktivis Ham munir Said Tholib.

--- kejaksaan negeri Jakarta pusat vs

pollycarpus Budihari priyanto

(Pelaku kasus pembunuhan Munir), MA, No. 109 PK/Pid/2007 SeJaRaH pRoSeduRal

• Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memberikan vonis pidana penjara selama 14 (empat belas) tahun kepada Terdakwa Pollycarpus budihari Priyanto;

• Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat dan Terpidana mengajukan upaya banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta;

• Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat dan Terpidana mengajukan upaya kasasi ke mahkamah agung republik indonesia;

• Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat mengajukan upaya Peninjauan kembali ke mahkamah agung republik indonesia.

Fakta-Fakta

Terdakwa H. muCHdi PurWOPranJOnO pada bulan Juni 2008 bertempat pada kantor badan intelijen negara (bin) di Jalan kalibata raya, Jakarta Selatan, telah melakukan penganjuran pada Terpidana POllyCarPuS budiHari PriyanTO, untuk melakukan pembunuhan berencana atas korban almarhum munir, SH, yang dilakukan dengan cara memasukkan racun arSenik dalam minuman alm. munir pada saat korban melakukan perjalanan dari Jakarta ke belanda dengan menggunakan pesawat Garuda indonesia airways boeing 747 no.

Penerbangan Ga-974.

korban alm. munir dibunuh karena telah mengungkapkan peristiwa penghilangan para aktivis pada tahun 1997/1998 oleh anggota kopassus yang dikenal nama Operasi Tim mawar, yang menyebabkan terdakwa yang saat itu menjabat sebagai danjen kopassus diajukan ke dewan kehormatan Perwira. Sehingga, Terdakwa H. muCHdi PurWOPranJOnO hanya menjabat sebagai danjen kopassus 52 hari.

atas terungkapnya kasus penculikan para aktivis tersebut oleh alm.

munir, menyebabkan terdakwa H. muCHdi PurWOPranJOnO merasa sakit hati dan dendam kepada korban. Terdakwa H. muCHdi PurWOPranJOnO pada saat menjabat selaku deputi badan intelijen negara (bin) menyalahgunakan kewenangan yang ia miliki untuk menghabisi jiwa korban alm. munir, dengan menggunakan tangan Terpidana POllyCarPuS budiHari PryanTO sebagai anggota jaring non-organik bin yang berada dalam kendali terdakwa H. muCHdi PurWOPranJOnO, yang dikenalnya sejak terdakwa bertugas sebagai dandim Jayapura. Pada waktu itu, Terpidana POllyCarPuS budiHari PryanTO adalah Pilot aViaTiOn miSSiOnarieS aSSOCiaTiOn (ama) di bandara Sentani, irian Jaya.

Saat melaksanakan rencana pembunuhan korban alm. munir, terdakwa H. PurWOPranJOnO memberikan sarana berupa dukungan keuangan kepada Terpidana POllyCaPuS budiHari PriyanTO melalui direktur 5.1.1 deputi V bin sebesar rp 3.000.000,- (tiga juta rupiah) yang diserahkan saksi budi Santoso di halaman parkir Carrefour, Pasar Jumat, Jakarta Selatan, pada saat Terpidana POllyCarPuS budiHari PriyanTO diperiksa di badan resort kriminal mabes Polri sesudah kematian alm. munir.

Dalam dokumen Buku Hukum Pidana Materiil & Formil (Halaman 76-91)