• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V Kesimpulan

II. Kritik Teori (Termasuk Substansi Tesis)

18

Terkait dengan pendekatan maudhu‟i yang Ruslan paparkan sebenarnya sudah tepat, yakni dia berusaha mencari makna masyarakat Islam dalam perspektif al-Qur‟an, langkah-langkahnya pun menurut reviewer sudah sesuai dengan kaidah maudhu‟i. Akan tetapi memang tidak dicantumkan rujukan yang jelas dalam pendekatan maudhu‟i. akan lebih baiknya bila Ruslan juga mencantumkannya.

Selain itu, reviewer juga mempunyai alternatif pendekatan

sosial yang kira-kira bisa membantu dalam mengenalisa tesis ini,

diantara pendekatan sosial yang cocok adalah pendekatan sosial Max

Weber (1864-19920) dan Emil Durkheim (1858-1917).

11

Atau

mungkin Ibnu Kholdun (1332-1406).

12

19

Masih dalam pembahasan substansi (khsusunya di bab 3), Rusli membagi pembahasannya menjadi dua sub-bab utama, yakni proses lahirnya masyarakat Islam (sebagaimana telah di singung sekilas di bab dua), dan karakteristik masyarakat Islam dalam al- Qur‟an. Di sini mungkin baru kelihatan bagaimana usaha yang dilakukan oleh Ruslan dalam menggunakan pendekatan sosial dan sejarah dalam menganalisa proses terjadinya masyarakat Islam.

Namun sayang—sebagaimana asumsi reviewer sebelumnya—

bahwa tidak didapatkan secara pasti dimana letak pendekatan sejarah dan sosial dalam tesis ini secara jelas, karena Ruslan tidak mengatakan ketika dalam analisis sosial-historis itu seperti apa.

Misalnya, dalam analisis sejarah atau sosial itu pendangan mengenai masyarakat Islam lebih terlihat secara jelas atau bagaimana. Ini yang seharusnya ditampilkan dalam tesis ini, karena kebanyakan memang Ruslan hanya menyajikan ayat-ayat yang berbicara atau menjelaskan beberapa hal terkait dengan masyarakat Islam.

Reviewer selanjutnya ingin mengkritisi isi atau konten yang

ditulis Rusli (bab 4). Bila mengacu pada buku pendoman Sps, maka

kita tentu akan mengetahui bahwa salah satu syarat menyajikan

analisa yang baik dan bagus di bab keempat adalah di dalam bab inti

(bab 4) tidak boleh hanya terdiri dari satu bab, karena kalau demikian

maka bab ini akan sama bunyinya dengan judul tesis atau judul

disertasi. Setidaknya bab inti harus terdiri atas dua bab, sehingga

20

judul-judul bab inti pasti berbeda dengan bunyi judul tesis atau disertasi karena harus menjabarkannya.

14

Pada intinya bab keempat adalah analisa murni yang dilakukan oleh seorang peneliti. Bisa jadi di dalam bab ini adalah ruh atau nyawa dari sebuah penelitian yang kita lakukan. Oleh karena itu, seringkali di ruang kelas seminar for proposal thesis (yang diampu Prof. Masykuri maupun Dr. JM. Muslimin) dijelaskan bahwa jumlah halaman atau isi dari bab empat harus melebihi bab-bab sebelumnya.

Hal yang sama juga sering diutarakan oleh Dr. Yusuf Rahman bahwa pada bab inti jumlah halamannya seharusnya lebih banyak dari pada bab pengantar (yakni bab 1, 2 dan 3).

15

Jadi misalkan di setiap sebelunya adalah 30-35 halaman, maka di bab empat harus melebihi itu, bisa jadi 50-70 halaman. Hal ini penting karena tidak jarang seorang peneliti yang menyajikan penelitiannya justru terbalik, misalnya teorinya di bab-bab sebelumnya begitu banyak, akan tetapi di dalam analisisnya sangat minim.

Inilah yang perlu ditekankan bagi setiap peneliti (khsusunya mahasiswa Magister), karena tidak jarang hal yang sekilas sepele ini tidak disadari atau dianggap oleh para peneliti. Hal ini juga tergambar dalam tesis yang ditulis oleh Ruslan, misalanya di bab tiga, ia menjelaskan berbagai macam pandangan al-Qur‟an beserta beberapa pendapat ulama‟ tentang masyarakat Islam dengan jumlah sekitar 60 halaman. Akan tetapi, pada bab empat, jumlah halaman yang ia tulis hanya berkisar 28 halaman.

14 DIdin Saepuddin (pengantar), Pedoman Akademik Magister dan Doktor 2016- 2020. Jakarta, 2016, h. 69.

15 Disampaikan di kelas Approaches to Islamic Studies (11-04-2018).

21

Selanjutnya terkait dengan konten atau isi yang terdapat di bab empat, Ruslan menjelaskan bahwa secara jelas ia membatasi penelitian hanya dalam hubungan sesama muslim dalam hal hubungan keluarga muslim saja. Sedangakan terkait hubungan muslim dengan non-muslim, ia membatasi pembahasannya pada hukum interaksi sosial antara muslim dan non-muslim (Yahudi dan Nasrani). Interaksi yang dimaksud adalah hukum kerjasama dalam melakukan kegiatan kemasyarakatan (bernegara). Terkait perinciannya telah disampaikan oleh Ruslan.

Di sisi lain, kembali lagi pada pendekatan yang pernah Ruslan utarakan di bab satu, bahwa ia menggunakan bantuan pendekatan historis-sosiologis untuk membuat penelitiannya lebih komprehensif.

Akan tetapi, dari sini kemudian penulis bertanya-tanya, dimana letak pendekatan sosio-historis yang telah disinggung oleh Ruslan di bab pertama, yakni sebagai salah satu cara untuk melihat fenomena masyarakat Islam dalam dari segi sejarah dan sosialnya. Apakah pendekatan itu hanya semacam formalitas belaka? Karena secara jujur penulis mengungkapkan bahwa hampir sulit menemukan paragraph yang secara jelas menjelaskan hasil dari pendekatan yang ia pakai dalam penelitiannya yang membuat pembahasan lebih kaya lagi.

Untuk lebih jelasnya, penulis cantumkan salah satu sub-bab

yang ada di bab empat. Yakni terkait dengan kerjasama muslim dan

non-muslim dalam urusan kenegaraan. Dalam analisa yang dilakukan

oleh Ruslan, pertama, ia mengemukakan pandangan al-Qur‟an terkait

dengan hal ini. Misalnya, di dalam al-Qur‟an terdapat lima ayat yang

secara eksplisit mengatur tentang interaksi khusus masyarakat Islam

22

dengan orang-orang muslim. Diantaranya adalah: Ali Imran (3): 28, an-Nisa‟ (4): 144, al-Maidah (5): 51, al-Maidah (5): 57, dan terakhir al-Mumtahanah (60):1. Supaya lebih jelas, penulis akan kemukakan salah satu bunyi ayat dari surat Ali Imran (3): 28:

َكْنا ٌَىُُِي ْؤًُْنا ِز ِخَّتََ َلَ

ٍَ ِي َشَُْهَف َكِنَر ْمَعْفََ ٍَْي َو ٍَُُِِيْؤًُْنا ٌِوُد ٍِْي َءاَُِن ْوَأ ٍََ ِشِفا

شُ ِصًَْنا ِ َّاللَّ ًَنِإ َو ُهَسْفََ ُ َّاللَّ ُىُك ُسِّزَحَُ َو ًةاَقُت ْىُهُِْي اىُقَّتَت ٌَْأ َّلَِإ ٍءٍَْش ٍِف ِ َّاللَّ

Tema sentral ayat-ayat di atas adalah larangan Allah kepada orang-orang kafir (Yahudi dan Nasrani) sebagai wali. Selanjutnya, Ruslan menggunakan riwayat Ibnu Abbas sebagai salah satu cara untuk memahami asbab nuzul dari surat Ali Imran: 28. Dijelaskan bahwa turunnya ayat ini berkenaan dengan peristiwa Ubaidah bin Shamit al-Anshari al-Badri. Dia mempunyai teman-teman setia dari orang-orang Yahudi. Ketika Nabi ingin berangkat menuju medan peperangan ahzab, Ubadah berkata: “Ya Allah, bersamaku ada 500 orang Yahudi. Aku berpendapat, jika mereka diikutkan perang, kita akan menang terhadap musush..” kemduian Allah menurunkan ayat ini (hlm.125) bagi penulis, penjelasan ini belum bisa menjawab pertanyaan kenapa berhubungan dengan non-Muslim harus hati-hati.

Selanjutnya, Ruslan menjelaskan riwayat lain terkait dengan

turunnya ayat di atas, riwayat itu datang dari Ali al-Sais, dikatakan

bahwa turunnya ayat tersebut berkenaan dengan sekelompok kaum-

kaum beriman yang senantiasa memberi kepercayaan kepada orang-

orang Yahudi. Kemudian Rifa‟ah bin Mundzir, Ibnu Jarir, dan Said

bin Hasyimah berkata kepada mereka: “Jauhilah orang-orang Yahudi

itu dan janganlah bersahabat dengan mereka, karena mereka

23

membuat fitnah dalam agamamu”. Akan tetapi kemudian mereka enggan dengan nasehat tersebut, maka turunlah ayat ini. (hlm 125).

Menurut penulis, apa yang dipaparkan Ruslan di atas belum bisa dikatakan mewakili penggunakan pendekatan sosio-historis.

Karena hanya didasarkan pada dua riwayat saja, padahal penggunaan pendekatan sosio-historis bertujuan untuk menangkap apa yang berada di balik pesan teks secara menyeluruh. Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Prof. Azkal dalam salah satu mata kuliahnya.

16

Di sisi lain, analisa dari sisi sosio-historis yang dipaparkan di bab ini oleh Ruslan belum—tidak bisa—mewakili bagaimana kondisi sosio-historis masyarakat Arab waktu itu. Ini yang kemudian menjadi problem dari setiap penelitian yang kurang sempurna dalam menganalisa pendekatannya.

Alternative/Saran

Dalam pendangan reviewer, karena tesis Ruslan adalah tesis yang berbicara tentang msyarakat Islam perspektif al-Qur‟an yang didekati dengan pendekatan sosio-historis, maka sudah seyogyanya pendekatan yang dipakai Rusli adalah pendekatan sosiologi agama Emil Durkheim, Max Weber atau Ibnu Kholdun sebagaimana yang telah reviewer singgung di atas.

17

Adapun pendekatan sejarah yang kiranya sesuai dalam tesis ini bisa saja Rusli menggunakan pendekatan atau teori dari beberapa pakar sejarah misalkan teori

16 Disampaikan di mata kuliah Approaches to Islamic Studies (23-04-2018).

17 Syamsuddin Abdullah, Agama dan Masyarakat: Pendekatan Sosiologi Agama, Jakarta: Logos wacana Ilmu, 1997, 19 dan 57.

24

pregressif linier Ibnu Kholdun, teori Hegel, Karl Max, dll.

18

Semua pendekatan ini mempunyai satu tujuan, yakni untuk membuat sebuah tesis itu menjadi hidup, kritis dan tentunya bermanfaat.

Penutup

Dari berbagai uraian yang reviewer paparkan sebelumnya, reviewer berpandangan bahwa tesis yang ditulis Ruslan sudah mewakili dari apa yang diharapakan, dalam arti tesis yang ia tulis yakni untuk mengetahui tentang konsep al-Quran tentang sebuah masyarakat Islam telah tercapai. Akan tetapi, sebuah karya—apapun itu—tidak akan luput dari berbagai kekurangan, dan itulah yang reviewer dapatkan di dalam tulisan Ruslan ini (sebagaimana telah reviewer paparkan).

18 Sulasman, Metodologi Penelitian Sejarah, Bandung: Pustaka Setia, 2014, 156.

25 Outline (dari Tesis Rusli)