• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemeriksaan Penunjang

Dalam dokumen SURAT PENCATATAN - Universitas Udayana (Halaman 188-200)

Klasifikasi Cedera Saraf Tepi

B. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Neurofisiologi (Elektrodiagnostik)

a. Pemeriksaan elektromiografi (EMG) dapat menunjukkan adanya fibrilasi, polifasik, gelombang positif dan berkurangnya

jumlah motor unit pada otot-otot thenar. Pada beberapa kasus tidak dijumpai kelainan pada otot-otot lumbrikal. EMG bisa normal pada 31% kasus CTS. Indikasi operasi tidak semata berdasar hasil tes ini, namun lebih berdasarkan pada temuan klinis. Pemeriksaan elektrodiagnostik membantu membedakan sindroma ini dari kelainan lain seperti cervical radiculopathy dan thoracic outlet syndrome. Pemeriksaan EMG harus dilakukan untuk menegaskan, bukan memastikan diagnosis.

b. Kecepatan Hantar Saraf (KHS). Pada 15-25% kasus, KHS bisa normal. Pada yang lainnya KHS akan menurun dan masa laten distal (distal latency) memanjang, menunjukkan adanya gangguan pada konduksi saraf di pergelangan tangan. Masa laten sensorik lebih sensitif dari masa laten motorik. Normalnya latensi distal melalui terowongan karpal keabduktor pollisis brevis adalah kurang dari 4.5 milidetik. Latensi motor yang memanjang umumnya terjadi pada proses jeratan lebih lanjut. Kecepatan dan latensi konduksi saraf secara fisiologis bervariasi, seperti terhadap usia dan status metabolik pasien, suhu, catu vaskuler, dan parahnya edema pada lengan. Bila pemeriksaan elektrodiagnostik meragukan, tunggu 4-6 ming- gu untuk menanggulanginya sebelum memutuskan tindakan bedah. Walau kelainan listrik tidak terbukti pada hingga 10% pasien, beberapa ahli tidak memikirkan dekompresi tanpa penegasan elektrodiagnostik.

2. Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan sinar X terhadap pergelangan tangan dapat membantu melihat apakah ada penyebab lain seperti fraktur atau artri- tis. Foto palos leher berguna untuk menyingkirkan adanya penyakit lain pada vertebra. Pemerikasaan USG yang digunakan untuk menilai nervus perifer superfisial lebih sering digunakan daripada MRI karena lebih murah, cepat, mudah diakses, dan mempunyai sensitivitas mencapai 89% dan spesivisitas 69%. Computerized Tomography Scan dan MRI dapat menilai adanya edema ataupun penipisan dari nervus medianus dan jaringan sekitar yang biasanya dilakukan pada kasus yang selektif terutama yang akan dioperasi.

Saraf Perifer

3. Pemeriksaan Laboratorium

Bila etiologi CTS belum jelas, misalnya pada penderita usia muda tanpa adanya gerakan tangan yang repetitif, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan seperti kadar gula darah , kadar hormon tiroid ataupun darah lengkap.

(Megerian dkk, 2007;Wiqcek dkk, 2007).

Klasifikasi

(Megerian dkk, 2007;Wiqcek dkk, 2007).

Berdasarkan percobaan dan observasi klinis, Galberman dkk. membagi CTS menjadi stadium akut, awal/dini, intermediate dan kronis. Jose J. Monsivais MD., dkk. mengklasifikasikan CTS menjadi 3 derajat:

Diagnosis Banding

(Megerian dkk, 2007;Wiqcek dkk, 2007).

1. Cervical radiculopathy. Biasanya keluhannya berkurang hila leher di- istirahatkan dan bertambah hila leher bergerak. Distribusi gangguan sensorik sesuai dermatomnya.

2. Thoracic outlet syndrome. Dijumpai atrofi otot-otot tangan lainnya selain otot-otot thenar. Gangguan sensorik dijumpai pada sisi ulnaris dari tangan dan lengan bawah.

3. Pronator teres syndrome. Keluhannya lebih menonjol pada rasa nyeri di telapak tangan daripada CTS karena cabang nervus medianus ke kulit telapak tangan tidak melalui terowongan karpal.

4. De Quervain’s syndrome. Tenosinovitis dari tendon muskulus ab- duktor pollicis longus dan ekstensor pollicis brevis, biasanya akibat gerakan tangan yang repetitif. Gejalanya adalah rasa nyeri dan nyeri tekan pada pergelangan tangan di dekat ibu jari. KHS normal. Finkelstein's test:

palpasi otot abduktor ibu jari pada saat abduksi pasif ibu jari, positif bila nyeri bertambah.

Penatalaksanaan

(Megerian dkk, 2007;Wiqcek dkk, 2007).

Selain ditujukan langsung terhadap CTS, terapi juga harus diberikan terhadap keadaan atau penyakit lain yang mendasari terjadinya CTS. Terapi alternatif dan pencegahan terjadinya kekambuhan juga penting untuk diketahui.

A. Terapi Langsung Terhadap CTS (Megerian dkk, 2007;Wiqcek dkk, 2007).

1. Terapi Konservatif

a. Istirahatkan pergelangan tangan. Tangan yang bersangkutan sebaiknya diistirahatkan selama 2-6 minggu, hal ini dapat mengurangi edema, inflamasi jaringan, dan menurunkan tekanan pada nervus medianus.

b. Obat anti inflamasi non steroid (NSAIDs), seperti aspirin dan ibuprofen adalah obat yang paling sering digunakan untuk menghilangkan keluhan nyeri pada pasien CTS. Obat tersebut memblok prostaglandin yaitu substansi yang berperan dalam dilatasi pembuluh darah serta menyebabkan inflamasi dan nyeri. Penggunaan dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan masalah pada lambung berupa perdarahan dan ulkus, peningkatan tekanan darah, kelainan ginjal, pusing, tinnitus, kulit merah, depresi, keguguran pada kehamilan.

Sementara golongan COX-2 Inhibitors (Coxibs) yang memblok enzim promotor inflamasi (COX-2) mempunyai efek samping yang lebih minimal pada gaster tapi dapat menyebabkan serangan jantung dan stroke.

c. Pemasangan bidai pada posisi netral pergelangan tangan. Bidai dapat dipasang terus-menerus atau hanya pada malam hari selama 2-3 minggu. Dalam satu studi menunjukkan perbandingan pasien CTS yang sembuh sempurna dengan bidai dan pembedahan yaitu sebesar 54% berbanding 80%.

d. Injeksi steroid untuk mengurangi edema dan inflamasi.

Deksametason 1-4 mg 1 atau hidrokortison 10-25 mg atau metilprednisolon 20 mg atau 40 mg diinjeksikan ke dalam terowongan karpal dengan menggunakan jarum no. 23 atau 25 pada lokasi 1 cm ke arah proksimal lipat pergelangan tangan di sebelah medial tendon musculus palmaris longus. Bila belum berhasil, suntikan dapat diulangi setelah 2 minggu atau lebih.

Tindakan operasi dapat dipertimbangkan bila hasil terapi belum memuaskan setelah diberi 3 kali suntikan.

e. Vitamin B6 (piridoksin). Pemberian vitamin B6 untuk terapa CTS masih kontroversial. Beberapa penulis berpendapat bahwa salah satu penyebab CTS adalah defisiensi piridoksin sehingga mereka menganjurkan pemberian piridoksin 100- 300 mg/hari selama 3 bulan. Tetapi beberapa penulis lainnya berpendapat bahwa pemberian piridoksin tidak bermanfaat bahkan dapat menimbulkan neuropati bila diberikan dalam dosis besar.

Saraf Perifer

m

f. Fisioterapi. Ditujukan pada perbaikan vaskularisasi per- gelangan tangan.

g. Kontrol cairan, misalnya dengan pemberian diuretika

h. Terapi dengan es dan air hangat. Es untuk menghilangkan nyeri akut, sementara air hangat untuk relaksasi otot dan tendon.

i. Suntikan anestesi lokal seperti lidokain dapat menghilangkan nyeri secara efektif. Adapun studi yang mengkombinasi- kan dengan injeksi steroid.

j. Pheresis yaitu mengoleskan krim kortikosteroid ke lapisan dalam pergelangan tangan.

k. Low-level laser therapy, dengan sinar laser nyeri akan berkurang dan dalam beberapa studi dilaporkan lebih efektif daripada injeksi steroid.

l. Stimulasi otot, menggunakan tenaga listrik rendah yang ber- fungsi untuk relaksasi otot.

m. Traksi juga dapat membantu mengurangi keluhan pada pasien, namun pada pasien-pasien tertentu dapat meningkatkan nyeri dan kesemutan.

n. Terapi dengan USG juga dapat member efek anti inflamasi.

o. Terapi alternatif lainnya, seperti: akupunktur, terapi magnetik, terapi chiropractic, injeksi Botulinum Toxin Tipe A, pemijatan, herbal dan suplemen, serta behavioral cognitive therapy-stress management, hingga yoga.

Lima faktor untuk menentukan keberhasilan pengobatan non operatif, yaitu:

1. Usia lebih 50 tahun 2. Durasi lebih 10 bulan, 3. Parestesi menetap,

4. Stenosing flexor tenosynovitis

5. Phalen's test positif dalam kurang dari 30 detik.

Makin banyak atau lengkap faktor tersebut terdapat pada penderita, makin kecil keberhasilan pengobatan non operatif.

Tidak ada pengobatan non operatif jika 4 atau 5 faktor tersebut ada.

Dalam satu studi disebutkan sebanyak 89% pasien yang mendapat terapi konservatif kemungkingan akan mengalami kekambuhan.

Terapi konservatif sangat efektif pada CTS derajat ringan.

2. Terapi Operatif

Tindakan operasi pada CTS disebut neurolisis nervus media- nus pada pergelangan tangan dan kadang-kadang digunakan epineurotomi. Operasi hanya dilakukan pada kasus yang tidak mengalami perbaikan dengan terapi konservatif atau bila terjadi gangguan sensorik yang berat atau adanya atrofi otot-otot thenar.

Pada CTS bilateral biasanya operasi pertama dilakukan pada tangan yang paling nyeri walaupun dapat sekaligus dilakukan operasi bilateral. Tangan kontralateral dioperasi 6 minggu setelahnya, setelah tangan pertama membaik dan menuju fungsi penuh. Sering gejala tangan yang tidak terlalu terganggu membaik spontan dan tidak memerlukan operasi. Tindakan operasi mutlak dilakukan bila terapi konservatif gagal atau bila ada atrofi otot-otot thenar, sedangkan indikasi relatif tindakan operasi adalah hilangnya sensibilitas yang persisten.

Biasanya tindakan operasi CTS dilakukan secara terbuka dengan anestesi lokal, tetapi sekarang telah dikembangkan teknik operasi secara endoskopik. Operasi endoskopik memungkinkan mobilisasi penderita secara dini dengan jaringan parut yang minimal, tetapi karena terbatasnya lapangan operasi tindakan ini lebih sering menimbulkan komplikasi operasi seperti cedera pada saraf. Beberapa penyebab CTS seperti adanya massa atau anomali maupun tenosinovitis pada terowongan karpal lebih baik dioperasi secara terbuka.

A. Terapi Terhadap Keadaan atau Penyakit yang Mendasari CTS (Me- gerian dkk, 2007;Wiqcek dkk, 2007).

Keadaan atau penyakit yang mendasari terjadinya CTS harus ditanggulangi, sebab bila tidak dapat menimbulkan kekambuhan CTS kembali. Etiologi seperti trauma akut maupun kronis pada pergelangan tangan dan daerah sekitarnya, gagal ginjal, penderita yang sering dihemodialisa, myxedema akibat hipotiroidi, akromegali akibat tumor hipofise, kehamilan atau penggunaan pil kontrasepsi, penyakit kolagen vaskular, artritis, tenosinovitis, infeksi pergelangan tangan, obesitas dan penyakit lain yang dapat menyebabkan retensi cairan atau menyebabkan bertambahnya isi terowongan karpal harus ditanggulangi agar tidak menimbulkan suatu kekambuhan.

Saraf Perifer

C. Pencegahan (Megerian dkk, 2007;Wiqcek dkk, 2007).

Pada keadaan di mana CTS terjadi akibat gerakan tangan yang repetitif harus dilakukan penyesuaian ataupun pencegahan. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya CTS atau mencegah kekambuhannya antara lain:

Bagan 12.1

Penatalaksanaan Carpal Tunnel Syndrome (Sumber dari http://www.docstoc.com/

docs/9859207/Carpal-Tunnel-Syndrome-%28CTS%29-Pathway-Flow-Chart).

1. Usahakan agar pergelangan tangan selalu dalam posisi netral.

2. Perbaiki cara memegang atau menggenggam alat benda. Gu- nakanlah seluruh tangan dan jari-jari untuk menggenggam sebuah benda, jangan hanya menggunakan ibu jari dan telunjuk.

3. Batasi gerakan tangan yang repetitif.

4. Istirahatkan tangan secara periodik.

5. Kurangi kecepatan dan kekuatan tangan agar pergelangan tangan memiliki waktu untuk beristirahat.

6. Latih otot-otot tangan dan lengan bawah dengan melakukan peregangan secara teratur.

7. Jaga suhu tangan agar tetap hangat dengan menggunakan sarung tangan pada daerah yang dingin.

Penatalaksanaan Bedah (Megerian dkk, 2007;Wiqcek dkk, 2007).

Operasi yang dilakukan disebut open carpal tunnel release dan carpal tunnel release dengan endoskopi. Dikerjakan pada kasus yang tidak teratasi dengan terapi non bedah, atau pada kasus di mana dijumpai hi- pesthesi berat atau atropi thenar. Apabila dijumpai CTS secara bilateral, umumnya operasi dilakukan pertama kali pada sisi tangan yang lebih nyeri; namun demikian, apabila kondisinya berat pada kedua tangan (sesuai pemeriksaan EMG) dan apabila terjadi progresifitas tidak hanya menimbulkan nyeri namun kelemahan motorik dan/atau mati rasa, maka dianjurkan operasi dikerjakan pada sisi tangan yang paling baik kondisinya terlebih dahulu. Prosedur operasi bilateral yang dilakukan secara simultan juga dapat dikerjakan.

Open Carpal Tunnel Release (Wiqcek dkk, 2007).

a. Prosedur Operasi

Pembedahan membebaskan lig.carpal transversal pertama kali di- diskripsikan oleh Sir James Learmonth tahun 1933. Standar prosedur pembedahan CTS sangat aman dan efektif dengan keberhasilan sekitar 90%.

Sejumlah teknik yang biasa dilakukan meliputi: insisi melalui telapak tangan, insisi tranversal melalui wrist crease (dengan atau tanpa retinaculatome), dan endoscopic technique.

Insisi dikerjakan melewati garis imajiner yang berawal dari celah antara jari ke-tiga dan ke-empat menuju proksimal (garis ini harus berada pada sisi ulnar dari interthenar crease untuk menghindari cabang

Saraf Perifer

kutaneus palmaris dari nervus medianus . Lokasi dari nervus medianus juga harus diperkirakan melalui petunjuk posisi tendon palmaris longus (berada di sisi ulnar dari tendon). Insisi dimulai pada bagian distal dari wrist flexion crease, dan panjang insisi tergantung dari ketebalan tangan (panjang insisi dapat sampai ke distal dari garis potong yang sejajar dengan sudut dari pangkal ibu jari). Insisi tambahan dapat dibuat yang melengkung ke sisi ulnar menuju proksimal dari wrist flexion crease yang bertujuan mengatasi retraksi yang terjadi. Komplikasi yang paling sering dilaporkan adalah kerusakan cabang recurrent motor, incomplete release dari fleksor retinaculum, pembentukan neuroma yang nyeri pada cabang cabang palmar cutaneus, infeksi luka, dan reflek simpatetik distropi. Prosedur pembukaan yang didiskripsikan berikut dinamakan "mini-open carpal tunnel decompression". Ligamen carpal transversal dibagi melalui insisi kulit 1,5-3 cm tergantung dari bentuk anatomi pasien.

Posisi pasien supinasi dengan lengan abduksi dan lengan bawah supinasi di atas meja. Operasi dilakukan dengan regional anestesi dan sedasi sedang. Insisi mulai dari bagian distal dari garis pergelangan tangan dan terbentang tidak lebih jauh dari garis Kaplan's cardinal. Insisi bisa diperpanjang 1 cm proksimal melewati garis pergelangan tangan dengan insisi bentuk s yang pendek. Garis insisi diinjeksi dengan lokal anestesi dan dibuat dengan pisau no.15. Heis retractor kecil digunakan untuk melebarkan insisi. Tindakan hemostsis dengan bipolar coagulation. Ketika membuat insisi penting untuk menghindari pemotongan cabang n.palmar cutaneus yang mungkin salah ada fat atau pembuluh darah kecil di daerah tersebut. Peralatan seperti Jacobson, Mc Cabe, atau flat dissector digunakan dalam menghubungkan dengan scalpel untuk pembelahan tajam lig. Carpal transversal. Fascia palmar dan kadang sebagian m. palmaris brevis harus dibagi. Weitlaner retractor digunakan untuk pembedahan yang lebih dalam.

Lig. Carpal transversal dipotong secara tajam. Penting saat insisi kulit semakin pendek insisi akan mengurangi nyeri post operasi dan mempercepat masa penyembuhan.

Eksplorasi distal insisi untuk melihat batas distal dari lig. Carpal transversal, dimana sering terdapat fat tanda ada vascular. Cabang motorik n.medianus sering terlihat dan harus diproteksi. Penting untuk membebaskan n.medianus dalam carpal tunnel, kasus yang sering menyebabkan kegagalan pembedahan adalah incomplete divisi dari proksimal ligamen. Bagian proksimal ini bercampur tidak jelas ke dalam distal aponeurosis pergelangan tangan, dan ini dipotong dengan penglihatan langsung beberapa mm-cm proksimal dan insisi kulit de-

Gambar 12.3 Teknik Operasi CTS: Insisi melewati telapak tangan

(Sumber dari http://www.umm.edu/graphics/images/en/19250.jpg).

ngan sedikit mengangkat kulit oleh asisten operasi. Bagaimanapun juga eksternal dan internal neurolysis tidak dikerjakan jika ini adalah inisial operasi carpal tunnel. Palpasi bagian proksimal dan distal untuk memastikan tidak ada kompresi. Luka kemudian diirigasi dengan steril saline, hemostasis digunakan bipolar coagulation dengan arus yang rendah. Penting untuk mengindari menutup ligamen carpal transversal, yang mana akan bertentangan dengan tujuan operasi. Beberapa ahli menutupnya dengan Z-plasty untuk menghindari nyeri, kelemahan genggaman, bowstringing tendon fleksor. Jaringan fascia dan subcutaneus dijahit dengan Vicryl 3-0 interupted, inverted. Kulit ditutup dengan nylon 4-0 interupted. Keseluruhan proses lamanya 15- 30 menit.

Dengan memperdalam insisi melewati tmnverse carpal ligament (TCL) secara berhati-hati, maka akan tampak nervus medianus di bawahnya terbebas. Semua pendekatan yang dilakukan pada operasi CTS memerlukan pemotongan TCL secara komplet. Postoperasi dianjurkan posisi elevasi pada pergelangan tangan; berikan analgetik. Jahitan dibuka setelah 7 sampai 10 hari. Tidak boleh melakukan pekerjaan berat menggunakan tangan selama 2 sampai 3 minggu.

b. Komplikasi operasi

1. Injuri pada PCB ( posterior cutaneous branch)dari nervus medianus

Saraf Perifer

2. Neuroma pada cabang sensoris dorsalis dari nervus radialis 3. Injuri pada recurrent thenar (motor) branch dari nervus me-

dianus

4. Injuri tidak langsung yang mengenai nervus medianus

5. Peranjakan dan entrapment dari nervus medianus yang di- sebabkan oleh proses penyembuhan luka dari potongan TCL 6. Kompresi nervus medianus akibat dari jaringan parut hiper- tropik 7. Kegagalan pemulihan gejala:

a. Diagnosis yang tidak tepat (apabila tidak dilakukan peme- riksaan EMG atau KHS pre-op maka pemeriksaan ini harus dilakukan bila dijumpai kegagalan operasi (untuk me- nyingkirkan neuropati radiks servikalis, atau neuropati perifer menyeluruh)

b. Transeksi inkomplet dari TCL (merupakan penyebab kega- galan operasi yang paling sering dijumpai apabila diagnosis tepat); lakukan re-eksplorasi —75% kasus akan mendapatkan pemulihan setelah dilakukan pemotongan yang komplet 8. Kontraktur sendi (disebabkan oleh imobilisasi yang terlalu lama

dari sendi pergelangan tangan dan jari-jari

9. Injuri pada arteri (superficial palmar arch): sering kali disebabkan oleh pemotongan TCL di bagian distal yang tidak cermat

10. Boivstringing offlexor tendons

11 .Reflex sympathetic dystrophy: jarang terjadi, kebanyakan kasus akan sembuh dengan sendirinya setelah 2 minggu

12. Infeksi 13. Hematom.

Endoscopic Carpal Tunnel Release (ECTR)

Prosedur ini menggunakan endoskop (small fiberoptic TV camera) untuk melihat kedalam carpal tunnel melalui sebuah insisi kecil pada pergelangan tangan. Pemotongan ligamentum carpal transversa dilakukan dengan suatu instrumen khusus yang dapat memotong ligamen dari dalam.

Terdapat dua teknik pemotongan endoskopik berdasarkan jumlah insisi yang dibuat; yaitu single-portal technique dan dual-portal

technique. Pada dual-portal technique, di samping insisi proksimal pada pergelangan tangan, terdapat insisi tambahan pada telapak tangan. ECTR ini dikatakan bahwa dapat menurunkan morbiditas dan kembalinya ke pekerjaan lebih cepat. Tetapi cedera saraf lebih tinggi dari open carpal tunnel release dan bermakna.

a. Indikasi dan Kontraindikasi

ECTR lebih mudah dikerjaan pada pasien dengan pergelangan yang lebar. Mudahnya mencapai carpal tunnel berhubungan dengan lingkaran pergelangan tangan, tinngi dan umur pasien. Ahli bedah sebaiknya hati-hati terutama pada pasien dengan pergelangan tangan yang kecil akan banyak menemukan kesulitan dan disarankan untuk memilih yang operasi standar untuk mengurangi komplikasi cedera saraf.

Kontraindikasi absolut untuk diakukan ECT adalah adanya massa pada carpal tunnel, dan SOL lainnya, kelainan anatomi dari canal dan kekakuan pada pergelangan tangan yang tidak dapat memposisikan tangan dengan baik nantinya.

b. Prosedur

Di Amerika Serikat kebanyakan ahli bedah menggunakan teknik Agee dan dan Chow. Perbedaan keduanya hanya pada jumlah insisi atau portal.

Teknik Chow pertama kali diperkenalkan pada tahun 1989 menggunakan 2 portal, sedangkan Agee hanya satu.

Kedua operasi dapat dikerjakan dengan anestesi lokal serta pe- masangan torniket. Mula-mula insisi transversal dibuat pada kranial proksimal dari garis lipatan kulit pada pergelangan tangan antara tendon plamris longus dan fleksor carpi ulnaris. Ruangan antara CTL dan tendon-tendon fleksor dsisihkan dengan disektor. Pada teknik Agee, alat endoskopi dimasukkan di bawah CTL, radial dari hook hamatum sepanjang aksis dari jari kelingking. Ligamentum diinsisi sambil memperhatikan Guyon's canal dan arkus palmaris superfisialis. Pada teknik Chow insisi kedua dibuat pada bagian distal dari CTL sepanjang aksis dari jari kelingking. Dorsofleksikan pergelangan tangan dan slot kanula dimasukkan pada insisi yang proksimal, profundus dari CTL dan keluar pada insisi yang distal. Kemudian endoskop memvisualisasikan CTL yang akhirnya dilakukan release. Luka operasi ditutup dan tang diposisikan dorsofleksi.

Dalam dokumen SURAT PENCATATAN - Universitas Udayana (Halaman 188-200)