Saraf Perifer
luasnya cedera endoneurial, penyembuhan fungsi kemingkinan terjadi.
Sunderland membagi neurotmesis Seddon menjadi cedera tingkat keempat dan kelima. Pada cedera tingkat keempat, seluruh bagian dari saraf mengalami disrupsi kecuali epineurium. Penyembuhannya tidak mungkin tanpa operasi. Cedera tingkat kelima meliputi semua bagian saraf secara lengkap (Robinson, 2005; Osbourne, 2007; Burnett dan Zager, 2004).
Pada degenerasi Wallerian, perubahan histologikal meliputi frag- mentasi fisikal dari akson dan myelin, di mana proses ini terjadi dalam beberapa jam setelah cedera. Secara ultrastruktur, neurotubulus dan neurofilamen akan menjadi kacau dan bentuk akson menjadi tidak lata, dimana ini disebabkan oleh pembengkakan varicose. Dalam 48 ••ampai % jam setelah cedera, kontinuitas akson menghilan dan konduksi dari rangsangan tidak dimungkinkan terjadi dalam waktu lama. Disintegrasi myelin sedikit terlambat di bawah akson namun masih baik pada 36 sampai 48 jam. Sel-sel Schwann mempunyai peranan dalam degenerasi Wallerian.
Secara dini sel ini akan aktif dalam 24 jam setelah cedera, menunjukkan pembesaran nuclear dan sitoplasma d.m juga peningkatan mitosis. Se-sel ini membelah secara cepat untuk membentuk sel anak dediferensiasi yang meng-up-regulasi ekspresi gen untuk memperbanyak molekul agar dapat membantu degenerasi dan proses perbaikan. Peran awal sel Schwann adalah membantu memindahkan akson yang mengalami degenerasi dan debris myelin dan kemudian membawanya ke makrofag. Makrofag bermigrasi menuju bagian yang mengalami trauma, terutama melalui jalur hematopoietik, melintas melalui dinding kapiler-kepiler, di mana menjadi permeabel pada zona cedera. Sel-sel Schwann dan makrofag bekerja bersama-sama untuk memfagosit dan membersihkan tempat cedera dalam proses yang membutuhkan waktu 1 minggu sampai beberpa bulan (Osbourne, 2007; Burnett dan Zager, 2004).
Sel-sel mast endoneural juga sangat berperan penting dalam proses ini, berproliferasi secara nyata dalam 2 minggu pertama setelah cedera. Sel ini melepaskan histamine dan serotonin, dimana meningkatkan permeabilitas kapiler dan memfasilitasi migrasi makrofag. Selama stadium awal, tubulus endoneurial membengkak sebagai respons terhadap trauma, namun setelah 2 minggu pertama diameternya akan mengecil. Dalam 5 sampai 8 minggu, proses degeratif biasanya sudah lengkap, dan sisa serabut saraf terdiri dari sel-sel Schwann dalam lapisan endoneurial. Pada cedera tingkat ketiga, terjadi reaksi lokal yang diinduksi trauma yang lebih bermakna. Cedera intravascikular meliputi retraksi dari ujung-ujung serabut saraf karena endoneurium yang elastis. Trauma vaskular local akan menyebabkan pendarahan dan edema, yang akan menyebabkan respons peradangan yang berat. Proliferasi fibroblas, dan dense fibrous scar menyebabkan pembengkakan fusiform dari segmen yang cedera. Jaringan parut interfascikular juga terjadi (Osbourne, 2007; Burnett dan Zager, 2004).
E!
Saraf Perifer1. Segmen distal
Bagian distal dari segmen yang cedera, degenerasi Wallerian sangat mirip dengan yang terjadi pada cedera tingkat kedua. Satu perbedaan penting adalah dimana cedera intrafascikular mengganggu regenerasiaksonal dan oleh karena itu tubulus endoneurial tetap tidak mendapatkan inervasi dalam periode yang lama. Saat tidak mendapatkan inervasi, tubulus endoneural mulai mengkerut dalam proses yang mencapai maksimum kira-kira 3 sampai 4 bulan setelah cedera. Lapisan endoneurial secara progresif menebal secara sekunder tar- hadap penumpukan kolagen sepanjang permukaan terluar dari membrane basal sel Schwann. Jika tubulus endoneurial tidak mendapatkan regenerasi akson, fibrosis progresif menyebabkan terjadinya obliterasi pada tubulus. Susunan proses-proses sel Schwann menunjukkan mengempisnya tubulus endoneurial yang terlihat secara mikroskopis pada progresi degenerasi Wallerian pada cedera yang lebih bermakna. Kolum- kolum sel Schwann yang dikenal dengan band of Bungner dan menjadi pedoman penting untuk tunas akson selama inervasi kembali. Band menyediakan ilustrasi awal peranan kedua dari sel-sel Schwann setelah cedera saraf, yaitu yang berperan neurosuportif untuk pertumbuhan kembali akson (Osbourne, 2007; Burnett dan Zager, 2004).
Pada cedera tingkat keempat dan kelima adalah reaksi lokal terhadap trauma berat. Tubulus endoneurial, dan juga fascikuli mengalami disrupsi.
Epineurium juga mengalami cedera dan fibroblas epi- neurial reaktif juga terdapat pada ujung potongan saraf dalam 24 jam. Ini diikuti oleh proliferasi sel-sel Schwann dan fibroblas perineurial dan epineurial. Puncak proliferasi selular dalam 1 minggu dan berlanjut selama periode yang panjang. Seperti cedera ringan, permeabilitas kapiler mengalami peningkatan, kemungkinan sebagai akibat dari degranulasi sel mast, dan edema serta infiltrasi makrofag yang mengikuti. Besarnya respons ini berhubungan dengan beratnya trauma saraf dan jaringan sekelilingnya (Burnett dan Zager, 2004).
Pada cedera tingkat keempat dan kelima, ujung-ujung saraf menjadi masa yang membengkak dari sel-sel Schwann, kapiler-kapiler, fibroblas, makrofag, dan serabut kolagen yang tidak terorganisir. Regenerasi akson mencapai ujung proksimal yang membengkak dan membuat barier yang hebat untuk pertumbuhan selanjutnya. Beberapa akson membentuk lingkaran dalam jaringan parut atau membelok ke belakang sepanjang segmen proksimal atau keluar menuju jaringan sekitar. Beberapa akson yang mengalami regenerasi dapat mencapai ujung distal, hasilnya tergantung dari banyak faktor, meliputi beratnya
««•dera asli, perluasan pembentukan jaringan parut, dan perlambatan .«•belum akson mencapai tempat cedera. Seperti pada cedera tingkat k»*t iga, tubulus endoneural tidak ditempati selama periode yang panjang yang akan berlanjut menjadi berkerut dan fibrosis secara progresif, dan akan secara komplet mengalami obliterasi oleh adanya serabut-serabut kolagen (Osbourne, 2007; Burnett dan Zager, 2004).
'l. Segmen proksimal dan tubuh sel
Perubahan tubuh sel neuronal dan dalam serabut-serabut saraf proksimal terhadap tempat cedera tergantung pada beratnya cedera dan dekatnya segmen cedera dengan tubuh sel. Sel-sel Schwann mengalami degradasi sepanjang segmen proksimal dekat area cedera, dan akson- akson serta myelin diameternya mengecil. Degradasi proksimal ini dapat minimal (terentang dari tempat cedera sampai kembali ke nodus Kanvier berikutnya) atau dapat meluas ke semua jalur dan kembali ke tubuh sel. Jika tubuh sel secara aktual mengalami degenerasi, di- mana dapat terjadi pada trauma yang beat, segmen proksimal akan mengalami degenerasi Wallerian dan akan difagosit. Setelah terjadi cedera bermakna, segmen proksimal akson diameternya akan mengecil, khususnya jika koneksi fungsional terhadap organ yang sesuai tidak d i temukan. Kemampuan konduksi saraf akan mengalami penurunan. Seperti proses regenerasi, diameter akson membesar, namun tidak akan mencapai seperti saat belum terjadi cedera.
Saling ketergantungan definitif terjadi antara tubuh sel dan akson pada istilah penyembuhan: lubuh sel tidak akan sembuh secara penuh tanpa terjadi koneksi fungsi tepi, dan diameter akhir akson tergantung pada luasnya penyembuhan lubuh sel (Burnett dan Zager, 2004).
Tubuh sel saraf sendiri bereaksi terhadap cedera aksonal. 6 jam setelah cedera, nukleus bermigrasi ke tepi dari sel dan granula-granula Nissle, endoplasmic reticulum kasar, pecah dan berpencar. Proses ini disebut sebagai kromatolisis. Secara simultan, respons proliferasi cepat dari sel glial granul-granul Nissl, endoplasmic reticulum kasar, pecah dan berpencar.
Proses ini disebut sebagai kromatolisis. Secara simultan, respons proliferasi cepat dari sel glial perineuronal, sebagian besar kemungkinan mendapatkan tanda pada beberapa keadaan oleh proses kromatolisis. Proses sel glial meluas ke neuron yang terkena dan mengalami interupsi koneksi sinaptik, yang memungkinkan terjadinya isolasi saraf pada fase penyembuhan.
Kemampuan hidup sel tidak dapat dipastikan setelah cedera saraf. Insiden apoptosis yang berhubungan dengan kematian sel pada radiks dorsalis saraf ganglion
Saraf Perifer
34
j
pada aksonotmesis sebesar 20-50%. Kematian terjadi lebih sering jika aksonotmesis terjadi secara prksimal dan pada cedera yang meliputi saraf cranial dan sensori. Saraf sentral memiliki kapasitas untuk ber- generasi kembali dalam lingkungan tepi, dan saraf tepi kehilangan kemampuannya saat berada dalam lingkungan sentral (Burnett dan Zager, 2004).