• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGERTIAN PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

Dalam dokumen MKDU4114 buku univ terbuka (Halaman 107-111)

3.6 Pancasila

dalam mengembangkan ilmu pengetahuan pada umumnya. Hal ini telah dibuktikan oleh para filsuf dahulu dengan mengajukan dugaan-dugaan yang cerdas dan dapat dibuktikan kemudian.

h. Bersifat sistematis

Pemikiran kefilsafatan yang pada dasarnya menuntut keruntutan, komprehensif dan universal serta tidak bersifat fragmentaris, tidak acak, merupakan keseluruhan yang bersistem, sistematis. Berpikir sistematis dimaksudkan bahwa dalam berpikir terdapat bagian-bagian yang senantiasa berhubungan satu dengan yang lainnya. Sistem adalah suatu kesatuan keadaan atau barang sesuatu yang bagian-bagiannya saling berhubungan secara fungsional dalam rangka mencapai suatu tujuan bersama (Soejono Soemargono, 1983: 6). Pengertian sistem apabila dirinci memiliki unsur-unsur sebagai berikut:

1) Kesatuan yang tersusun atas bagian-bagian.

2) Bagian-bagian memiliki fungsi sendiri-sendiri 3) Bagian-bagian saling berhubungan

4) Kesatuannya dimaksudkan untuk mencapai tujuan bersama.

i. Bersifat bebas dan bertanggung jawab

Dalam berfilsafat manusia bebas memikirkan apa saja sehingga aspek kreativitas dapat tumbuh kembang dengan baik. Tetapi kebebasan harus dipertanggungjawabkan, misalnya pertama-tama dipertanggungjawabkan kepada suara hati, hati nuraninya. Dengan kebebasan dan tanggung jawab berpikir yang dimiliki, secara langsung maupun tidak langsung orang tidak terkekang dan terjajah oleh pendapat orang lain. Itulah beberapa ciri berpikir secara kefilsafatan dan masih banyak lagi jika hendak memerincinya.

MKDU4114/MODUL 3 3.7

disimpulkan dari pemikiran yang komprehensif, yaitu dari seluruh sudut pandang. Pengetahuan filsafati bersift universal, yaitu dapat diterima dan digunakan oleh semua makhluk manusia.

Pancasila terdiri atas lima sila yang pada hakikatnya merupakan kesatuan sistem filsafat. Sistem adalah suatu kesatuan keadaan atau barang sesuatu yang kesatuannya tersusun atas bagian-bagian, bagian-bagian tersebut memiliki fungsi sendiri-sendiri, tetapi bagian-bagiannya saling berhubungan secara fungsional dalam rangka mencapai suatu tujuan bersama. Bagian-bagian itu saling berkaitan bukan hanya hubungan interrelasi (saling berhubungan), namun juga interdependensi (saling ketergantungan).

Pancasila sebagai sistem filsafat berarti mempunyai kesatuan susunan yang harmonis dari sila pertama yang bersifat abstrak sampai ke sila ke lima yang bersifat konkret. Sila-sila Pancasila saling berhubungan antara yang satu dengan yang lainnya, saling mempengaruhi, sehingga semua sila merupakan kesatuan keseluruhan yang tidak ada kontradiksi di dalamnya. Sila-sila Pancasila berhubungan secara fungsional dalam rangka mencapai tujuan bersama. Tiap-tiap sila dapat dibahas sendiri-sendiri secara luas sampai ke pengertian hakikatnya, tetapi tetap merupakan bagian dari keseluruhan sila yang tidak terpisah-pisahkan. Susunan ini dimulai dari sila yang bersifat abstrak, yaitu sila pertama untuk mewujudkan sila-sila yang semakin konkret, dan yang paling konkrit untuk mewujudkan tujuan bersama, yaitu sila ke lima.

Sila yang bersifat lebih konkret dijiwai dan didasari oleh sila yang bersifat abstrak.

Pada Modul 1 telah dijelaskan bahwa kedudukan Pancasila sebagai pengetahuan ilmiah dapat dilihat dari kesatuan sila-sila Pancasila yang majemuk tunggal. Kesatuan ini juga menunjukkan kedudukan Pancasila sebagai sistem filsafat, yang secara rinci dapat dilihat dari susunan kesatuan Pancasila yang bersifat kesatuan organis, susunan kesatuan sila-sila Pancasila yang bersifat hierarkis dan berbentuk piramidal, dan kesatuan sila-sila Pancasila yang saling mengkualifikasi. Penjelasan dari ketiga hal tersebut selanjutnya akan diuraikan sebagai berikut:

1. Susunan Kesatuan Pancasila yang Bersifat Kesatuan Organis Pancasila sebagai dasar filsafat negara terdiri atas lima sila yang merupakan satu kesatuan atau suatu keseluruhan yang di antara sila satu dengan lainnya tidak saling bertentangan. Kelima sila secara bersama-sama menyusun suatu keseluruhan, kesatuan dan keutuhan. Pancasila sebagai suatu

3.8 Pancasila

sistem filsafat tiap-tiap silanya merupakan suatu bagian yang mutlak dari Pancasila. Oleh karena itu jika satu sila saja terlepas dari sila lainya maka hilanglah fungsi kesatuan sila-sila Pancasila tersebut, sehingga bilamana satu sila saja terlepas dari sila lainnya maka pada dasarnya bukan lagi merupakan Pancasila.

Kesatuan Pancasila yang bersifat organis itu pada dasarnya secara filosofis bersumber pada hakikat dasar manusia sebagai pendukung dari inti isi dari sila- sila Pancasila yakni hakikat manusia monopluralis yang memiliki unsur-unsur susunan kodrat jasmani-rohani, sifat kodrat individu-makhluk sosial serta kedudukan kodrat sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa. Unsur-unsur hakikat manusia tersebut adalah suatu kesatuan yang bersifat organis, serta harmonis. Setiap unsur memiliki kedudukan yang mutlak dan fungsi yang mutlak. Atas dasar pengertian tersebut inti-isi tiap sila Pancasila merupakan suatu penjelmaan hakikat manusia ‘monopluralis’ yang unsur-unsurnya secara keseluruhan sebagai suatu keutuhan dan kesatuan organis, sehingga penjelmaan sila-sila Pancasila pun merupakan suatu kesatuan yang organis pula. Nilai-nilai ketuhanan pada sila pertama, dilengkapi dengan nilai kemanusiaan pada sila kedua, dan keadilan pada sila kelima merupakan nilai-nilai universal yang pasti diakui sebagai nilai yang ideal di mana pun, sedangkan komitmen untuk mendirikan negara memerlukan nilai persatuan dan demokrasi (kerakyatan) yang tercermin masing-masing dalam sila ketiga dan keempat.

2. Susunan Kesatuan Sila-Sila Pancasila yang Bersifat Hierarkhis dan Berbentuk Piramidal

Pancasila yang terdiri dari lima sila merupakan kesatuan yang bersifat

‘Majemuk Tunggal’, pada hakikatnya kesatuan lima sila tersebut bersifat hierarkhis dan berbentuk piramidal. Kesatuan sila-sila Pancasila tersebut merupakan kesatuan yang bertingkat (hierarkhis) dan berbentuk piramidal.

Pengertian matematika dipergunakan untuk menggambarkan hubungan hierarkhis sila-sila Pancasila dalam hal urut-urutan luas (kuantitas) dan dalam hal isi sifatnya (kualitas). Urut-urutan kelima sila dilihat dari intinya, menunjukkan rangkaian bertingkat dalam hal luasnya dan isi sifatnya. Sifat sila yang di belakang sila lainnya lebih sempit ukuran keluasannya, tetapi lebih banyak isi sifatnya, merupakan pengkhususan dari sila-sila dimukanya. Urutan kelima sila tersebut memiliki hubungan yang saling mengikat antara sila satu dengan yang lainnya sehingga merupakan kesatuan yang bulat. Sila Ketuhanan

MKDU4114/MODUL 3 3.9

Yang Maha Esa dalam susunan kesatuan hierarkhis berbentuk piramidal ini, menempati tingkatan paling luas karena merupakan basis (dasar) dari keempat sila lainnya. Rumusan kesatuan sila-sila Pancasila yang bersifat hierarkhis dan berbentuk piramidal tersebut adalah:

a. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa adalah mendasari, meliputi, dan menjiwai sila-sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan/perwakilan; serta Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

b. Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah didasari, diliputi, dan dijiwai oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa, mendasari, meliputi dan menjiwai sila-sila Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan/ perwakilan serta Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

c. Sila Persatuan Indonesia adalah didasari, diliputi, dan dijiwai oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab dan mendasari, meliputi dan menjiwai sila-sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan/perwakilan serta Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

d. Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan adalah didasari, diliputi, dan dijiwai oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia serta mendasari, meliputi dan menjiwai sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

e. Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia didasari, diliputi dan dijiwai oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, serta Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan/ perwakilan.

3. Rumusan Hubungan Kesatuan Sila-Sila Pancasila yang saling mengisi dan saling mengkualifikasi

Kesatuan sila-sila Pancasila yang majemuk tunggal, hierakhis piramidal juga memiliki sifat saling mengkualifikasi dan saling mengisi. Setiap sila mengandung nilai keempat sila lainnya atau dengan kata lain dalam setiap sila senantiasa dikualifikasi keempat sila lainnya. Rumusan kesatuan sila-sila Pancasila yang saling mengisi dan saling mengkualifikasi adalah sebagai berikut:

3.10 Pancasila

a. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa adalah ketuhanan yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, berpersatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan/perwakilan dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

b. Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah kemanusiaan yang ber- Ketuhanan Yang Maha Esa, berpersatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan/perwakilan dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

c. Sila Persatuan Indonesia adalah persatuan yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan/perwakilan dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

d. Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan/ perwakilan adalah kerakyatan yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berpersatuan Indonesia, dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

e. Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah keadilan yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berpersatuan Indonesia, dan berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan/perwakilan (Notonegoro, 1975: 43-44).

Dalam dokumen MKDU4114 buku univ terbuka (Halaman 107-111)