3.2 Pancasila ⚫
Kegiatan Belajar 1
Pengertian Sistem dan Pemikiran Filsafat
⚫ MKDU4114/MODUL 3 3.3
penggunaannya dalam bahasa Yunani terdapat dua pengertian, tetapi secara semantis memiliki makna yang sama. Filsafat sebagai kata benda merupakan perpaduan kata majemuk philos (sahabat, cinta) dan Sophia (pengetahuan yang bijaksana, kebijaksanaan). Filsafat sebagai kata kerja merupakan paduan dari philein (mencintai) dan sophos (hikmah, kebijaksanaan). Filsafat dari pengertiannya sebagai kata kerja adalah cinta kepada pengetahuan yang bijaksana, sehingga mengusahakannya. Kaelan (1996) menjelaskan, bahwa istilah filsafat pada mulanya merupakan suatu istilah yang secara umum dipergunakan untuk menunjukkan suatu usaha menuju kepada keutamaan mental, the pursuit of mental excellence. Istilah filsafat dalam perjalanan sejarah yang panjang, sebagai ilmu berguna bagi sikap kritis dan analitis, sehingga lingkup pengertian filsafat semakin berkembang dan bermacam- macam. Beberapa pendapat ada yang menggunakan pengertian filsafat sebagai pandangan hidup, sebagai suatu kebijaksanaan yang rasional, sekelompok teori dan sistem pemikiran, sebagai proses kritis dan sistematis dari pengetahuan manusia, dan sebagai usaha memperoleh pandangan yang menyeluruh.
Masing-masing penggunaan istilah filsafat tersebut memiliki ciri-ciri berpikir yang tertentu.
3. Ciri-ciri Berpikir secara Kefilsafatan
Kegiatan berpikir adalah aktivitas yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya, namun tidak semua kegiatan berpikir adalah kegiatan berfilsafat. Kegiatan berpikir filsafati tidak semata-mata ditandai dengan merenung dan berkontemplasi yang tidak bersangkut paut dengan realitas.
Berpikir secara filsafati senantiasa berkaitan dengan masalah-masalah manusia yang bersifat aktual dan hakiki. Misalnya dewasa ini banyak orang menginginkan demokrasi, maka makna demokrasi dalam arti yang sesungguhnya dapat ditemukan dengan kontemplasi kefilsafatan. Bagaimana menciptakan demokrasi yang tidak menimbulkan gejolak, mencari keserasian antara stabilitas dan dinamika, hubungan antara yang berkuasa dengan rakyat dan sebagainya. Bidang-bidang ilmu pengetahuan lain juga selalu berkaitan dengan realitas, seperti bidang ilmu kedokteran, ekonomi. Konsekuensinya berpikir secara kefilsafatan di samping berkaitan dengan ide-ide juga harus memperhatikan realitas konkret. Ciri-ciri berpikir filsafati antara lain: bersifat kritis, bersifat terdalam, konseptual, koheren, rasional, komprehensif, universal, sistematis, spekulatif, bebas dan bertanggung jawab (Kaelan, 1996).
3.4 Pancasila ⚫
a. Bersifat kritis
Kegiatan berpikir secara kefilsafatan ditandai dengan sifat kritis senantiasa mempertanyakan sesuatu, tidak mudah menerima suatu jawaban tanpa dipikirkan secara baik hingga clear and distinct, jelas dan terpilah, mengenai persoalan-persoalan yang dihadapi manusia. Sifat kritis tersebut dipengaruhi oleh sifat berpikir dari berbagai segi dan sudut pandang yang dinamis. Dalam masalah ini pertanyaan yang sangat fundamental dari filsafat adalah apa, sebab dengan menjawab dengan sebenar-benarnya pertanyaan apa, maka akan mengetahui sungguh-sungguh permasalahannya. Konsekuensinya harus dicari penyelesaiannya hingga sampai pada intinya yang terdalam.
Kegiatan para filsuf sepanjang sejarah ditandai dengan berpikir secara kritis ini. Filsuf-filsuf awal Yunani misalnya sebelum berkembang pesatnya ilmu pengetahuan mempertanyakan tentang asal alam semesta (asas pertama), yang kemudian menjadi pendorong timbulnya ilmu-ilmu sampai zaman modern dan seterusnya (Bertens, 1989: 9).
b. Bersifat terdalam
Yang dimaksud berpikir terdalam adalah sampai ke pengertian tentang inti mutlak permasalahannya. Berpikir terdalam bukan hanya merumuskan fakta yang sifatnya khusus dan empiris, namun sampai pada hakikatnya atau pengertian yang fundamental. Berpikir terdalam akan mengetahui sesuatu permasalahan sampai pada akarnya, sehingga merupakan pengetahuan yang sifatnya umum universal (Noor Ms. Bakry, 1994:15)
c. Bersifat konseptual
Perenungan kefilsafatan merupakan kegiatan akal budi dan mental manusia untuk menyusun suatu bagan yang bersifat konseptual yang merupakan suatu hasil generalisasi dan abstraksi dari pengalaman-pengalaman yang sifatnya sangat khusus dan individual (Kattsoff, 1986: 7). Berpikir konseptual tidak dimaksudkan untuk berpikir yang mengawang-awang, tetapi berpikir secara terkait dengan masalah-masalah konkret yang dihadapi oleh umat manusia, dengan membuat konsep-konsep yang jelas dan tepat mengenai pokok persoalannya. Oleh karena itu tidaklah cukup menyimpulkan persoalan hanya dengan bukti-bukti yang empiris dan kuantitatif atau partikular saja (Kaelan, 1986: 9).
⚫ MKDU4114/MODUL 3 3.5
d. Koheren
Berpikir secara kefilsafatan juga menuntut adanya sifat koheren yakni keruntutan. Pemikiran kefilsafatan bukan pemikiran yang acak, kacau, dan fragmentaris. Runtut berarti tidak ada pertentangan kontradiktif, kontradiksi interminis dalam rumusan-rumusannya satu sama lain. Sifat koheren tersebut didukung oleh asas-asas pemikiran logis dalam tata cara penyimpulan (berdasarkan logika yang memang sejak dulu dikembangkan oleh para filsuf).
e. Bersifat komprehensif
Pemikiran kefilsafatan tidak hanya didasarkan pada suatu fakta yang khusus dan individual saja yang melahirkan kesimpulan yang khusus dan individual juga, melainkan pemikiran filsafati ingin sampai pada kesimpulan yang bersifat umum, sehingga dituntut untuk berpikir secara komprehensif:
menyeluruh (luas). Menyeluruh berarti tidak ada sesuatu pun yang di luar jangkauannya (Kattsoff, 1986: 12). Misalnya, mengenai objek materi manusia, jika dipandang salah satu dari aspek-aspeknya, aspek ekonomi, atau aspek fisik tentulah tidak cukup untuk memaknai manusia, memecahkan persoalan- persoalan hidup manusia, maka perlu manusia itu direnungkan dari berbagai segi sehingga kesimpulannya dapat diterima seluas-luasnya karena sifatnya yang menyeluruh itu.
f. Bersifat Universal
Berpikir kefilsafatan termasuk sebagai suatu upaya untuk mencapai suatu kesimpulan yang bersifat umum (universal) yang dapat digunakan oleh manusia pada umumnya, manusia di mana pun, kapan pun, dan dalam keadaan bagaimanapun.
g. Bersifat spekulatif
Bersifat spekulatif berarti memiliki sifat mereka-reka, menerka, menduga, tetapi bukan sembarang perekaan. Perekaan yang dimaksud di sini adalah pengajuan dugaan-dugaan yang masuk akal (rasional) yang mendahului atau melampaui fakta-fakta. Ini merupakan kegiatan akal budi manusia dengan melalui kemampuan dalam imajinasi yang berdisiplin menghadapi persoalan- persoalan yang menuntut pemecahan yang bijaksana. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan merenungkan secara menyeluruh hasil-hasil dari ilmu pengetahuan dan menyatukannya dengan pengalaman etis keagamaan. Dengan cara demikian diharapkan dicapai kemajuan-kemajuan
3.6 Pancasila ⚫
dalam mengembangkan ilmu pengetahuan pada umumnya. Hal ini telah dibuktikan oleh para filsuf dahulu dengan mengajukan dugaan-dugaan yang cerdas dan dapat dibuktikan kemudian.
h. Bersifat sistematis
Pemikiran kefilsafatan yang pada dasarnya menuntut keruntutan, komprehensif dan universal serta tidak bersifat fragmentaris, tidak acak, merupakan keseluruhan yang bersistem, sistematis. Berpikir sistematis dimaksudkan bahwa dalam berpikir terdapat bagian-bagian yang senantiasa berhubungan satu dengan yang lainnya. Sistem adalah suatu kesatuan keadaan atau barang sesuatu yang bagian-bagiannya saling berhubungan secara fungsional dalam rangka mencapai suatu tujuan bersama (Soejono Soemargono, 1983: 6). Pengertian sistem apabila dirinci memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
1) Kesatuan yang tersusun atas bagian-bagian.
2) Bagian-bagian memiliki fungsi sendiri-sendiri 3) Bagian-bagian saling berhubungan
4) Kesatuannya dimaksudkan untuk mencapai tujuan bersama.
i. Bersifat bebas dan bertanggung jawab
Dalam berfilsafat manusia bebas memikirkan apa saja sehingga aspek kreativitas dapat tumbuh kembang dengan baik. Tetapi kebebasan harus dipertanggungjawabkan, misalnya pertama-tama dipertanggungjawabkan kepada suara hati, hati nuraninya. Dengan kebebasan dan tanggung jawab berpikir yang dimiliki, secara langsung maupun tidak langsung orang tidak terkekang dan terjajah oleh pendapat orang lain. Itulah beberapa ciri berpikir secara kefilsafatan dan masih banyak lagi jika hendak memerincinya.