iii | H a l a m a n DAFTAR ISI
Prolog ...
Daftar Isi ...
Daftar Gambar ...
Daftar Tabel ...
Daftar Skema ...
Bab 1 Dinamika Pengalihan Pekerjaan Bagi Penduduk Asli Maja ....
Bab 2 Implikasi Sosioekologis Pembangunan Kota Baru Maja ...
Bab 3 Dinamika Gentrifikasi di Kota Maja, Lebak ...
Bab 4 Ketimpangan Sosial Ekonomi di Kota Maja ...
Bab 5 Persebaran Kota Baru Maja sebagai Pusat Pertumbuhan Ekonomi Baru ...
Bab 6 Terbentuknya Stratifikasi Sosial di Kota Baru Maja ...
Bab 7 Perkembangan Maja Menjadi Kota Berbasis Jasa ...
Bab 8 Real Estate Kota Maja sebagai Dinamika Ruang
Pemukiman ...
Bab 9 Marginalisasi Masyarakat Lokal Kota Maja ...
Bab 10 Dampak Pembangunan Kota Citra Maja Raya bagi Tingkat Kesadaran Pendidikan Desa Pasir Kembang ...
Daftar Pustaka ...
Daftar Kontributor ...
Biodata Editor ...
iv | H a l a m a n DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Peta Citra Maja Raya ...
Gambar 1.2 Kondisi Pembangunan di Maja ...
Gambar 1.3 Kepala Desa Curug Badag ...
Gambar 1.4 Warga Maja ...
Gambar 2.1 Denah Pola Pembangunan Citra Maja Raya ...
Gambar 2.2 Rencana Pembangunan Infrastruktur Strategis di Provinsi Banten ...
Gambar 2.3 Lahan Pemabangunan Citra Maja Raya ...
Gambar 3.1 Peta Wilayah Kota Maja ...
Gambar 3.2 Proses Pembangunan Perumahan Kota Maja ...
Gambar 3.3 Jalur Jalan Tol dan KA yang Mengintegrasikan Maja ...
Gambar 4.1 Peta Lokasi Maja dari Stasiun Tanah Abang ke
Stasiun Maja ...
Gambar 4.2 Rumah Warga Asli Kota Baru Maja dan Perumahan Elite Citra Maja Raya ...
Gambar 5.1 Perkembangan Pembangunan Kota Baru Maja ...
Gambar 5.2 Peta Lokasi Kota Baru Maja ...
Gambar 5.3 Akses Menuju Kota Baru Maja ...
Gambar 5.4 Proyeksi Pembangunan Fasilitas Kota Baru Maja ...
Gambar 5.5 Peta Tahapan Persebaran Pembangunan Citra Maja Raya ...
Gambar 5.6 Persebaran Kawasan Ekonomi Kota Maja Baru ...
Gambar 6.1 Stasiun Maja Saat Dibangun dan Setelah Dibangun ....
Gambar 6.2 Peta Kota Baru Maja ...
Gambar 6.3 Keadaan Kota Baru Maja Sebelum dan Sesudah Adanya Pembangunan ...
Gambar 6.4 Pembangunan Perumahan di Kota Baru Maja ...
Gambar 6.5 Piramida Stratifikasi Sosial di Kota Baru Maja ...
Gambar 7.1 Peta Lokasi dari Stasiun Tanah Abang ke Kota Baru Maja ...
Gambar 8.1 Peta Lokasi Maja ...
Gambar 8.2 Kondisi Stasiun Maja ...
Gambar 8.3 Jalan Tol Menuju Maja ...
Gambar 8.4 Pintu Masuk Citra Maja Raya ...
Gambar 9.1 Peta Akses Menuju Maja ...
Gambar 9.2 Perumahan Citra Maja Raya ...
Gambar 10.1 Peta Lokasi dari Citra Maja Raya ...
Gambar 10.2 Tampak Depan Citra Maja Raya ...
Gambar 10.3 SD Negeri 2 Pasir Kembang ...
v | H a l a m a n DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Maja 2016 ...
Tabel 1.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan di Maja 2016 ...
Tabel 1.3 Potensi Ekonomi yang Sudah Diberdayakan di Maja Tahun 2016 ...
Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan yang Ditamatkan di Kecamatan Maja Tahun 2016 ...
Tabel 4.2 Data Harga Rumah Pada Perumahan Citra Maja Raya ....
Tabel 5.1 Identifikasi Perbedaan Perkembangan Tiga Kawasan Baru ...
Tabel 6.1 Potensi Ekonomi yang Paling Menonjol dan sudah
Diberdayakan di Kecamatan Maja 2016 ...
Tabel 7.1 Jenis-jenis Kota Jasa Berdasarkan Tahapan
Pembangunannya ...
Tabel 8.1 Daftar Pengembang Perumahan Citra Maja Baru ...
Tabel 9.1 Jenis Prosesual Marginalitas ...
Tabel 9.2 Heterogenitas Mata Pencaharian Masyarakat Lokal Maja ...
Tabel 10.1 Kondisi Penduduk Berdasarkan Pendidikan di Desa Pasir Kembang Tahun 2016 ...
Tabel 10.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan yang
Ditamatkan di Desa Pasir Kembang Tahun 2016 ...
vi | H a l a m a n DAFTAR SKEMA
Skema 1.1 Potensi Penyebaran Tenaga Kerja Berdasarkan
Sumbernya ...
Skema 1.2 Problematika dalam Pengalihan Pekerjaan di Maja ...
Skema 1.3 Proses Mengatasi Kendala Pengalihan Pekerjaan di Maja ...
Skema 1.4 Dinamika Pengalihan Pekerjaan di Maja ...
Skema 2.1 Pembangunan Kota Berkelanjutan ...
Skema 2.2 Proses adaptasi Masyarakat ...
Skema 2.3 Dampak Pembukaan Lahan ...
Skema 3.1 Proses Gentrifikasi di Wilayah Maja ...
Skema 3.2 Dampak Gentrifikasi ...
Skema 3.3 Dinamika Gentrifikasi di Kota Baru Maja ...
Skema 4.1 Siklus Penyebab Ketimpangan di Indonesia ...
Skema 4.2 Kesenjangan yang Terjadi di Indonesia ...
Skema 4.3 Segregasi dan Polarisasi ...
Skema 4.4 Dampak Pembangunan Perumahan Kota Baru Maja ...
Skema 5.1 Pertumbuhan Ekonomi Kota Baru Maja ...
Skema 5.2 Persebaran Pembangunan Kota Baru Maja ...
Skema 5.3 Kota Baru Maja Sebagai Pusat Pertumbuhan Ekonomi Baru di Kawasan Penyangga ...
Skema 6.1 Dampak Positif Pembangunan Kota Baru Maja ...
Skema 6.2 Bantenisasi Menghasilkan Stratifikasi Sosial ...
Skema 6.3 Relasi Pembangunan Kota Baru Maja Terhadap
Masyarakat Lokal ...
Skema 7.1 Perkembangan Kota Baru Maja Berdasarkan Tahap Pembangunannya ...
Skema 7.2 Kebutuhan Lahan di Perkotaan ...
Skema 7.3 Perkemabangan Maja Menjadi Kota Jasa ...
Skema 8.1 Wilayah Yang Mengelilingi Kota Maja ...
Skema 8.2 Kota Baru Maja Sebagai Kota Penyangga Jakarta ...
Skema 8.3 Keterkaitan Pembangunan dan Perubahan Ruang ...
Skema 9.1 Proses Terjadinya Marginalisasi Masyarakat Lokal Maja ...
Skema 9.2 Dampak Marginalisasi Masyarakat Lokal Maja ...
Skema 9.3 Marginalisasi Masyarakat Lokal di Maja ...
Skema 10.1 Faktor Penyebab Masyarakat Sulit Memperoleh
Pendidikan Tinggi ...
Skema 10.2 Strategi Dalam Meningkatkan Pendidikan ...
Skema 10.3 Dampak Pembangunan Kota Citra Maja Raya bagi Tingkat Pendidikan Desa Pasir Kembang ...
1 | H a l a m a n
Bab 1
Dinamika Pengalihan Pekerjaan Bagi Penduduk Asli Maja
Pendahuluan
Maja adalah suatu wilayah yang terdapat di Kabupaten Lebak, Banten. Kota ini dibangun untuk mendukung kehidupan di Ibu Kota Jakarta. Semakin lama, Jakarta semakin padat oleh pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali.
Para penduduk ini tentu memerlukan tempat tinggal, hal ini menyebabkan tata ruang untuk pemukiman di Jakarta semakin tidak terkendali. Perkembangan pesat dibidang industri yang ada di Jakarta serta daerah sekitarnya ini juga menyebabkan harga di wilayah tersebut menjadi naik dan semakin sulit dijangkau oleh sebagian orang. Dinamika ini perlu diperhatikan, karena wujud Kota tidak boleh dipandang dari bentuk tiga dimensi saja, tetapi dimensi waktu juga menjadi unsur yang mempengaruhi kehidupan di kota, khususnya dimasa kini (Zahnd, 1999: 17). Maka dari itu, Maja dipilih sebagai solusi dari permasalahan tersebut atas kerja sama pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang berdasarkan pada Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia dan PP48 Tahun 2014 atas perubahan PP No.32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan Pembangunan dan Ekonomi Indonesia tahun 2011-2015. Dasar hukum pembangunan Kota ini tertulis pada Kementrian Perumahan Rayat No.02/KPTS/M/1998 (Bisnis Indonesia, 2010).
Pembangunan tersebut tentu akan berdampak pada penduduk asli Maja.
Lahan pertanian penduduk yang selama ini dijadikan sebagai sumber mata pencaharian, digusur untuk dijadikan lahan perumahan. Hal tersebut menyebabkan penduduk asli terpaksa beralih pekerjaan. Selain pembangunan perumahan, tentu juga akan dibangun fasilitas publik yang ke depannya membutuhkan tenaga kerja. Hal tersebut membuka peluang pekerjaan bagi penduduk asli Maja. Namun, pengalihan pekerjaan tersebut bukan suatu hal yang mudah. Banyak kendala yang dihadapi dalam proses tersebut. Pekerjaan yang tersedia bagi masyarakat asli sangat terbatas, ditambah lagi dengan penduduk asli Maja yang tidak memenuhi syarat minimum jenjang pendidikan, sehingga menyebabkan keresahan bagi para penduduk asli Maja. Fokus studi ini yaitu mengenai potensi penyerapan tenaga apa saja yang terdapat di Maja, sebagai bentuk dari pengalihan pekerjaan yang disebabkan oleh pembangunan. Serta kendala apa saja yang ada dalam proses pengalihan pekerjaan tersebut, dan solusi untuk kendala- kendala yang terjadi.
Sistematika Penulisan
Tulisan ini dimulai dari latar belakang yang akan menjelaskan garis besar alasan dipilihnya tema ini sebagai judul penelitian. Lalu membahas mengenai
2 | H a l a m a n potensi penyerapan tenaga kerja sebagai pengalihan dari pekerjaan sebelumnya bagi penduduk asli Maja, serta kendala-kendala yang dihadapi dalam proses pengalihan pekerjaan tersebut. Selanjutnya juga membahas tentang solusi apa yang dapat mengatasi kendala-kendala yang ada. Terakhir adalah penutup yang berisi kesimpulan. Data dalam penelitian ini berasal dari wawancara dengan informan terkait, yaitu Kepala Desa Curug Badak, Kepala Desa Pasir Kembang serta penduduk asli Maja. Serta terdapat juga data sekunder yang berasal dari buku dan artikel berita.
Tinjauan Teoritik
Dalam teorinya, Walker dan Storper menyebutkan bahwa kelengkapan tenaga kerja komoditi tidak hanya mengacu pada aktivitas fisik tetapi juga pada minat dan pelatihan (Gottdiener, 2014: 84). Mudahnya penduduk Maja menjual lahan pertaniannya menyebabkan mereka kehilangan mata pencaharian utamanya. Mereka membutuhkan pekerjaan baru untuk bertahan hidup, namun penduduk yang terbiasa bekerja di pertanian tidak memiliki latar belakang pendidikan serta pelatihan yang cukup. Sebelumnya penduduk asli Maja hanya berfokus pada bidang pertanian, sehingga mereka tidak memiliki minat serta keahlian dalam bidang lain, dan mereka hanya bisa mengandalkan kemampuan fisiknya untuk bekerja. Hal tersebut tidak cukup untuk menjadikan mereka sebagai tenaga kerja pada komoditi yang ada di pembangunan Kota Maja. Diperparah lagi dengan adanya pembangunan perumahan yang hanya mengandalkan sebagian dari penduduk asli Maja untuk dijadikan sebagai pekerja, karena adanya diskriminasi terhadap perkejaan ini penduduk Maja banyak sekali yang menjadi penggangguran namun walupun begitu, tidak sedikit penduduk yang tetap berusaha bekerja sebagai tukang ojek, membuka warung kecil-kecilan hingga membuka usaha kerupuk di dalam rumah. Minimnya minat dan pelatihan tersebut menjadi suatu problematika yang menghambat proses pengalihan pekerjaan penduduk asli Maja ini, sesuai dengan apa yang telah disebutkan oleh Walker dan Storper.
Deskripsi Lokasi
Dahulu daerah Maja masih berupa hutan, dan kebun lada yang sangat luas, karena daerah Maja ini tidak terlalu jauh maka daerah Maja dialihfungsikan sebagai Jakarta kedua bagi para pekerja. Penduduk Maja yang jauh dari jangkauan tangan pemerintah tetap bisa bertahan hidup dengan hidup serba kecukupan.
“Sebelum adanya pembangunan perumahan, penduduk hidup dengan cara bertani, jenis tanaman apapun mereka tanam, ditanah sendiri sehingga mereka tidak kekurangan bahan makanan walaupun daerah maja agak sulit untuk menuju pusat berbelanja yang berada di kota.”
3 | H a l a m a n (Wawancara dengan Jugli Sutisna, warga local Maja. 18 November
2017) Sejarah Citra Raya Maja sendiri sudah ada pada tahun 1995 di mana pada saat itu sebuah perusahaan datang kesalah satu desa, yaitu desa Pasir Kembang untuk meminta izin atas maksud dan tujuan perusahaan datang ke desa tersebut. Pada tahun 1996 dan 1997 perusahaan tersebut membangun PT yang diberi nama PT Armedia namun, Pada tahun 1998 terjadi krisis moneter yang menyebabkan pembangunan menjadi terbengkalai yang salah satu sebabnya adalah lengsernya presiden Indonesia pada saat itu, dan pembangunan dilanjutkan kembali pada tahun 2005 dengan mengubah nama PT, yang awalnya bernama PT Armedia menjadi PT Ekuator. Hingga saat ini pembangunan masih tetap dilanjutkan sampai tahun 2034 yang akan datang.
Penetapan Maja sebagai Kota baru berbasis infrastruktur, manufaktur, industri ringan, dan Kota jasa oleh pemerintah dinilai sangat tepat. Kawasan di Lebak, Rangkas Bitung, Banten ini sangat cocok sebagai Kota sub urban yang bernilai ekonomi tinggi (www.beritasatu.com).
Gambar 1.1 Peta Citra Maja Raya
Sumber: www.citra-maja-raya.com
Maja merupakan pengembangan kawasan skala besar yang telah ditetapkan oleh pemerintah, sarana dan prasarana juga telah ditetapkan oleh pemerintah sehingga mau tak mau beberapa pemerintah desa di Maja mengusulkan agar para warga mau menjual tanahnya kepada perusahaan dengan harga yang telah ditetapkan oleh perusahaan tersebut. Penduduk Maja belum mengerti dampak yang akan terjadi jika mereka menjual tanah yang mereka miliki, sehingga mereka mau menjual tanahnya dengan harga murah yang telah ditetapkan oleh perusahaan yang ingin membeli tanahnya. Hanya sebagian
4 | H a l a m a n kecil dari penduduk asli yang masih mempertahankan tanahnya, agar dapat menjual tanahnya di kemudian hari dengan harga yang lebih tinggi.
Gambar 1.2
Kondisi Pembangunan Di Maja
Sumber: Dokumentasi Lapangan (2017)
Terdapat lima alasan kenapa Maja yang dipilih sebagai lokasi pembangunan Kota baru. Pertama, karena Maja mempunyai peluang yang cukup besar dalam rangka pembangunan, alasan utamanya karena kabupaten Lebak, Maja merupakan wilayah yang masih memiliki potensi yang besar atas ketersediaan alam dan letaknya yang strategis deket dengan Ibu Kota. Kedua, Maja berpotensi menjadi daerah yang maju dengan potensi ekonomi dan sumber daya alam. Dengan sumber daya alam yang dimiliki oleh kabupaten Maja, Maja memliki peluang yang cukup besar dalam pertumbuhan ekonomi, sebelumnya lahan di Maja hanya dimanfaatkan sebagai daerah agraria saja karena jenis tanaman yang bisa ditanam sangat beraneka ragam macamnya dan minimnya pendidikan yang ada di Maja sehingga penduduk hanya bisa bertani. Ketiga, Maja memiliki wilayah yang cukup luas, yaitu 2.730 ha.
Dilahan seluas itu, sebelum adanya pembangunan hanya terdapat perkebunan sehingga wilayah Maja seperti hutan. Dan sekarang kabupaten Maja tidak hanya dibangun perumahan tetapi juga infrastuktur lainnya seperti KRL. Keempat, Banten memang sedang menjadi fokus pembangunan di Jawa, hal tersebut dibuktikan dengan adanya Masterplan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia, pembangunan Bandara Tanjung Lesung dan pembangunan kawasan Maja (http://www.tanggerangekspres.com/).
Kelima, adalah karena wilayah Maja juga merupakan wilayah strategis, karena berbatasan langsung dengan Bogor dan Tanggerang dan tidak jauh dari Jakarta. Maka Maja dipilih sebagai pusat pembangunan perumahan khususnya di Lebak, Banten.
5 | H a l a m a n Potensi Penyerapan Tenaga Kerja
Sebelum adanya pembangunan Citra Maja Raya, sumber mata pencaharian penduduk asli Maja didominasi oleh pekerjaan dalam bidang pertanian. Lebih dari setengah penduduk asli Maja bergelut dalam profesi tersebut.
Pembangunan Kota Maja yang akan direncanakan sebagai Kota yang menyediakan lahan pemukiman itu tentu akan berdampak pada penduduk asli Maja. Pekerjaan yang biasa mereka lakukan akan terganggu. Lahan pertanian penduduk yang selama ini dijadikan sebagai sumber mata pencaharian, digusur untuk dijadikan lahan perumahan. Penduduk lokal yang selama ini terbiasa untuk bertani menjadi kehilangan mata pencahariannya.
Meskipun didominasi oleh bidang pertanian, namun data yang dimiliki oleh pihak kecamatan membuktikan bahwa sebagian penduduk juga menggeluti pekerjaan lainnya, seperti perdagangan. Hal tersebut mengartikan bahwa sebenarnya Maja memiliki potensi dalam bidang tersebut. Terlebih lagi sudah ada penduduk yang memahami bidang perdagangan, dengan begitu potensi tersebut dapat dikembangkan kembali untuk membantu jalannya proses pengalihan pekerjaan bagi penduduk asli Maja.
Tabel 1.1
Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Maja 2016
Nama Desa T BT I BI PNS TNI/
POLRI IN D Lain-
lain Jumlah
Tanjungsari 550 243 0 0 12 2 0 132 0 939
Cilangkap 941 526 0 0 12 1 65 16 103 1.664
Pasirkacapi 410 300 0 1 7 0 320 191 900 2.129
Sangiang 301 526 0 0 13 2 230 531 1.741 3.144
Maja Baru 324 176 0 0 118 11 5 510 677 1.821
Maja 324 176 0 0 392 40 5 510 977 2.424
Curug
Badak 267 271 0 0 15 3 33 257 0 846
Pasir
Kembang 550 733 0 1 2 2 0 50 442 1.780
Cibereum 472 351 0 0 10 1 57 248 375 1.514
Padasuka 211 516 211 0 35 0 62 79 67 1.181
Mekarsari 280 129 0 0 6 1 210 11 327 754
Buyut Mekar 234 159 0 0 0 0 91 115 167 766
Binong 456 638 0 0 28 5 156 466 678 2.427
Sindang
Mulya 327 372 0 0 31 3 245 42 333 1.353
6 | H a l a m a n Keterangan:
T = Pertanian BT = Buruh Tani I = Perikanan
BI = Buruh Perikanan IN = Industri
D = Perdagangan
Sumber: Kecamatan Maja dalam Angka
Namun, sampai saat ini yang dapat terlihat justru potensi penyerapan tenaga kerja di Maja tidak terlalu besar. Karena Maja hanya difokuskan pada pembangunan perumahan, bukan sebagai kawasan industri. Tidak ada pabrik yang dibangun di Maja, maupun industri lainnya sebagai pengganti dari sumber mata pencaharian warga sebelumnya. Potensi penyerapan tenaga kerja di Maja, hanya terdapat pada hal-hal yang menyangkut pembangunan.
Salah satunya, di Maja akan dibangun pusat perbelanjaan, serta pusat aktifitas seperti gymnasium. Tempat-tempat tersebut pasti memerlukan tenaga kerja, yang dapat menjadi kesempatan bagi penduduk Maja untuk bekerja disana. Namun, tentu hanya orang-orang yang memenuhi persyaratan yang memiliki kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan lainnya.
Gambar 1.3
Agus Supandi (Kepala Desa Curug Badak)
Sumber: Dokumentasi Lapangan (2017)
Mengingat tingkat pendidikan yang rendah di Maja, maka tidak bisa dipungkiri bahwa lapangan pekerjaan yang ada hanya menyangkut pekerjaan- pekerjaan yang tidak membutuhkan keahlian khusus dalam bidang keilmuan.
7 | H a l a m a n Misalnya adalah sebagai pembantu rumah tangga dan menjadi petugas keamanan di perumahan. Hal tersebut disebabkan karena sebagian besar penduduk asli Maja sudah terbiasa menjadi petani, sehingga tidak memiliki keahlian khusus yang dapat beradaptasi pada pembangunan Maja itu sendiri.
“Saya memutuskan bahwa warga saya harus menjadi prioritas dalam penyerapan tenaga kerja yang ada di sini. Dengan begitu, warga saya bisa mendapatkan haknya untuk memperoleh pengalihan dari pekerjaan mereka yang lama akibat penggusuran lahan pertaniannya.”
(Wawancara dengan Agus Supandi, Kepala Desa Curug Badak, 30 November 2017) Kepala Desa Curug Badak memutuskan untuk mengajukan suatu kebijakan, yaitu memprioritaskan kesempatan bagi penduduk asli Maja untuk penyerapan tenaga kerja yang menyangkut pembangunan Maja. Hal tersebut merupakan bentuk usaha dari pejabat desa, yang telitei dalam melihat peluang meskipun keahlian dan minat yang dimiliki masyarakatnya cenderung rendah. Kepala Desa melakukan upaya tersebut agar masyarakat Maja tetap memiliki kesempatan untuk mendapat pekerjaan dan tidak tergeser eksistensinya oleh penduduk pendatang.
Skema 1.1
Potensi Penyerapan Tenaga Kerja Berdasarkan Sumbernya
Sumber: Temuan Lapangan (2017)
Problematika Pengalihan Pekerjaan Penduduk Lokal
Sebagian besar penduduk asli Maja memiliki latar belakang pendidikan yang rendah. Jumlah masyarakat yang menamatkan pendidikan sampai jenjang
Petugas keamanan
asisten dan rumah tangga
Peru- mahan
Pegawai fasilitas di
umum (mall,
gym, lain-dan lain) Pemba-
ngunan Fasilitas
Menjual kebutuhan sehari-hari penduduk perumahan
. Wira-
usaha
8 | H a l a m a n SMP dan SMA jauh lebih sedikit dari jumlah masyarakat yang hanya tamat SD. Hal tersebut disebabkan karena sebelumnya mereka tidak merasa bahwa pendidikan itu penting, sebab pekerjaan mereka adalah di lahan pertanian sehingga tidak membutuhkan pendidikan yang tinggi. Ditambah lagi dengan tidak adanya fasilitas pendidikan yang memadai di Maja, semakin membuat warga tidak ingin melanjutkan sekolah. Karena merasa lebih baik membantu bekerja di ladang pertaniannya daripada harus pergi ke luar dari desanya untuk bersekolah. Anak-anak yang terbilang berasal dari keluarga kaya di Maja pun juga cenderung tidak memiliki keinginan untuk bersekolah. Mereka merasa ladang pertanian luas yang dimiliki orang pemilikya cukup untuk menghidupi mereka.
Setelah ladang pertanian mereka dijual untuk dibangun perumahan, mereka kehilangan pekerjaan mereka. Akhirnya mereka memilih untuk bekerja secara serabutan, apapun mereka kerjakan selagi mampu. Mereka ingin untuk memiliki pekerjaan tetap yang layak. Namun, keterbatasan latar belakang pendidikan yang dimiliki menyebabkan mereka sulit mendapatkan pekerjaan.
Masalah ini diperparah dengan wilayah mereka yang hanya dijadikan sebagai perumahan, tanpa adanya lahan pekerjaan yang dibuka. Tidak ada pabrik industri yang masuk ke daerah mereka. Maka, seperti yang disebutkan di atas bahwa pekerjaan yang bisa mereka lakukan hanya sebagai pekerja kasar.
Tabel 1.2
Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan di Maja Tahun 2016
Sumber: Kecamatan Maja dalam Angka
“Warga itu rata-rata nggak mau untuk merantau, cari kerja ke luar.
Mereka lebih memilih untuk hidup tidak banyak uang yang penting
Nama Desa SD SMP SMA D-I D-II D-III D-IV S1 S2
Tanjungsari 350 215 47 5 0 0 0 10 0
Cilangkap 867 357 362 0 0 5 0 15 0
Pasirkacapi 659 450 100 10 0 5 0 26 1
Sangiang 255 132 115 0 0 8 0 31 1
Maja Baru 215 262 422 0 20 0 74 40 5
Maja 215 262 422 0 20 0 74 0 0
Curug Badak 484 295 247 0 0 6 0 15 0
Pasir Kembang 421 219 48 0 1 0 0 6 0
Cibereum 103 107 57 0 0 0 0 3 0
Padasuka 49 729 345 2 2 2 0 68 0
Mekarsari 339 409 234 1 0 0 0 17 0
Buyut Mekar 374 227 148 0 0 8 4 12 0
Binong 2.811 582 330 7 9 14 37 11 1
Sindang Mulya 494 431 410 3 2 0 0 8 2
9 | H a l a m a n tetap tinggal di tempat kelahirannya. Menurut saya ya karena Bantenisasinya terlalu kuat.”
(Wawancara dengan Agus Supandi, Kepala Desa Curug Badak, 30 November 2017) Gambar 1.4
Eman Subagja (Warga Maja)
Sumber: Dokumentasi Lapangan (2017)
Mereka pun tidak ingin untuk pergi merantau ke luar daerah mereka.
Merantau bukan suatu hal yang menjadi budaya dalam masyarakat Maja, karena sebagian besar masyarakat Maja memiliki kepercayaan bahwa mereka harus menjaga Tanah Banten. Masyarakat Maja cenderung lebih memilih untuk hidup seadanya daripada meninggalkan tanah kelahiran mereka. Meskipun di luar daerahnya mungkin ada pekerjaan yang bisa mereka kerjakan, karena jika hanya mengandalkan peluang yang ada di Maja tidak akan mencukupi kebutuhan pekerjaan bagi seluruh penduduk asli Maja.
Hal tersebut tentu semakin mempersulit mereka untuk maju dan beralih pekerjaan. Karena pekerjaan yang ada, memiliki persyaratan minimal telah tamat dari SMA. Sedangkan, sekolah yang ada di Maja hanya sampai SMP.
Kendala lainnya adalah ada juga anak yang lulus dari SMP, seharusnya ia bisa melanjutkan ke SMA tapi ia justru memilih untuk menjadi kuli bangunan untuk perumahan yang dibangun di Maja. Dengan begitu ia putus sekolah, padahal jangka waktu menjadi kuli bangunan hanya sampai pembangunan selesai. Jika pembangunan telah selesai, ia akan kehilangan pekerjaan kembali. Pada akhirnya, ia tetap butuh sekolah untuk dapat melalui proses pengalihan pekerjaan menjadi lebih baik.
“Dulu saya petani, sekarang jadi tukang ojek. Kadang kerjaan lain juga saya lakukan, apa aja yang penting dapet uang halal. Mau kerja yang lain juga susah, saya bukan lulusan SMA.”
10 | H a l a m a n (Wawancara dengan Eman Subagja, warga Pasir Kembang, 30
November 2017) Sejalan yang disebutkan oleh Walker and Storper bahwa kelengkapan tenaga kerja komoditi tidak hanya mengacu pada aktivitas fisik tetapi juga pada minat dan pelatihan (Gottdiener, 2014: 84). Lurah setempat juga menuturkan bahwa, hampir tidak mungkin akan terjadi keberhasilan pengalihan pekerjaan dari petani ke pekerjaan lain jika masyarakatnya tidak memiliki keinginan untuk bersekolah. Karena tenaga kerja yang dibutuhkan merupakan tenaga kerja yang setidaknya telah melalui pelatihan-pelatihan tertentu, sehingga memiliki keahlian yang dapat dipekerjakan.
Skema 1.2
Problematika Dalam Pengalihan Pekerjaan di Maja
Sumber: Temuan Lapangan (2017)
Tawaran Solusi
Solusi utama dari permasalahan ini adalah dibangun sekolah-sekolah yang dapat menampung anak-anak dari penduduk asli Maja, agar mereka semakin memiliki keinginan untuk melanjutkan sekolah mereka. Dengan pendidikan yang tinggi, masyarakat dapat memenuhi syarat minimal pendidikan yang ada di persyaratan saat melamar pekerjaan. Karena, seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa salah satu kendala pengalihan pekerjaan masyarakat Maja adalah lapangan pekerjaan yang ada memberikan persyaratan telah tamat di jenjang pendidikan tertentu.
KENDALA PENGALIHAN
PEKERJAAN Tingkat pendidikan yang rendah
Tidak ada perindustri-
an di Maja
Tidak memiliki keahlian dan
minat pada bidang lain Tidak ada
keinginan untuk merantau ke
luar daerah
11 | H a l a m a n Solusi lainnya yang dapat ditawarkan untuk permasalahan ini adalah penduduk asli Maja, diberikan kesempatan untuk membuka usaha di sekitar perumahan. Seperti yang telah dipaparkan pada Tabel 1, bahwa sebagian kecil penduduk asli Maja sudah ada yang bekerja dalam bidang perdagangan.
Hal itu berarti Maja telah memiliki potensi dalam bidang tersebut, hanya perlu untuk mengembangkannya lagi untuk menyesuaikan dengan pembangunan yang ada. Misalnya usaha-usaha yang berkaitan dengan kebutuhan sehari- hari warga perumahan di Maja, seperti toko klontong, rumah makan, binatu, dan kebutuhan lainnya. Karena sebenarnya, selain dari data pada Tabel 1, juga terdapat data lain yang menunjukan bahwa masyarakat Maja memiliki potensi ekonomi yang dapat diperhitungkan. Dengan modal potensi yang sudah dimiliki, tentu bidang perdagangan ini bisa menjadi salah satu solusi yang dapat diandalkan.
Tabel 1.3
Potensi Ekonomi yang Sudah Diberdayakan di Maja Tahun 2016
Nama Desa Potensi Ekonomi
Berpotensi Rendah Berpotensi Sedang Berpotensi Tinggi
Tanjungsari n/a n/a n/a
Cilangkap Pertanian Kerajinan Anyaman Kerajinan Makanan
Pasirkacapi Lengkoas Singkong Rambutan
Sangiang Lengkoas Singkong Rambutan
Maja Baru Perdagangan Pertanian Home Industri
Maja Perdagangan Pertanian Home Industri
Curug Badak Pertanian Perkebunan Kerajinan Makanan
Pasir Kembang Opak singkong Pertanian Padi n/a
Cibereum Pertanian Peternakan Perdagangan
Padasuka n/a n/a n/a
Mekarsari Lengkoas Rambutan Singkong
Buyut Mekar Kerajinan anyaman Pasir Batu Bata
Binong Opak Batu Bata Karet/Sit
Sindang Mulya Pertanian n/a n/a
Sumber: Kecamatan Maja dalam Angka
“Saya berharap ada peraturan yang menyatakan bahwa masyarakat pendatang atau warga perumahan dilarang membuka usaha-usaha kebutuhan seperti itu, dan hanya diperbolehkan dibuka oleh warga asli Maja sebagai sumber mata pencarian agar mereka tetap memiliki penghasilan. Kan target penduduk perumahan itu orang- orang ya bekerja di Jakarta dan tinggal di pinggiran Jakarta, yaitu Maja. Artinya mereka sudah memiliki penghasilan, jadi berikan kesempatan kepada penduduk asli untuk mendapatkan penghasilan juga karena mata pencarian mereka sebagai petani sudah tidak ada.”
12 | H a l a m a n (Wawancara dengan Agus Supandi, Kepala Desa Curug Badak, 30 November 2017)
Harapan lainnya dari warga setempat adalah dibukanya lowongan pekerjaan dengan menyesuaikan latar belakang pendidikan dari warga setempat.
Pekerjaan yang ditawarkan pun disesuaikan dengan keahliannya. Hal terakhir yang mungkin dapat menjadi solusi adalah dibukanya pelatihan-pelatihan tertentu untuk masyarakat asli Maja. Agar mereka memiliki keahlian yang dapat dijadikan sebagai sumber mata pencaharian. Dengan begitu, dapat dikembangkan industri perumahan mandiri yang dijalankan oleh penduduk Maja. Hasil yang ada dapat dijual ke penduduk pendatang yang ada di perumahan serta ke luar Maja, terutama ke Jakarta. Sesuai dengan pendapat Castells mengenai pola konsumsi masyarakat urban, yang menyatakan bahwa masyarakat Kota tidak memproduksi sendiri kebutuhannya dan lebih menjadi konsumen. (Saunders, 1987: 216).
Skema 1.3
Proses Mengatasi Kendala Pengalihan Pekerjaan di Maja
Sumber: Temuan Lapangan (2017)
Dalam melaksanakan solusi-solusi ini, hal terbesar yang semestinya dilibatkan adalah campur tangan pemerintah. Tentu pemerintah sangat dibutuhkan dalam situasi seperti ini, karena pemerintah dapat mengkaji masalah apa yang terjadi di masyarakat untuk kemudian membuat kebijakan untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut. Seperti yang disebutkan oleh Gottdiener, bahwa pemerintah harus melangkah masuk untuk membuat daerah menguntungkan lagi, melibatkan perubahan atau penghancuran bangunan yang ada dengan cara yang tepat untuk konstruksi baru, seperti contoh program pembaharuan prosedur pendukung pemerintah. (Gottdiener
& Hutchison, 2011: 85)
Penutup
Sebelum adanya pembangunan Citra Maja Raya sumber mata pencaharian penduduk asli Maja didominasi oleh pertanian, walaupun didominasi oleh bidang pertanian namun data yang dimiliki oleh pihak kecamatan
Meningkat- kan dari
segi pendidikan
Diadakan pelatihan khusus
untuk membentuk keterampilan
Diberikan kesempatan berwirausaha
dengan mengembang
-kan potensi yang sudah
ada
Dibuka lapangan pekerjaan
yang disesuaikan
dengan tingkat pendidikan
penduduk
13 | H a l a m a n menyebutkan bahwa sebagian penduduk juga berprofesi sebagai pedagang.
Dengan dibangunnya Citra Maja Raya penduduk diharapkan dapat mengembangkan potensi yang ada, mengingat tingkat pendidikan yang rendah maka penduduk tidak membutuhkan pekerjaan dibidang keilmuan.
Kondisi ini juga diperparah dengan adanya pembangunan perumahan yang hanya membutuhkan sedikit banpemilik tenaga dari penduduk untuk dijadikan sebagai pekerja dan penduduk yang memilih untuk menetap dari pada harus merantau. Tawaran solusi dari permasalahan ini adalah dibangunnya sekolah-sekolah dan kesempatan untuk membuka usaha perumahan Citra Maja Raya.
Skema 1.4
Dinamika Pengalihan Pekerjaan di Maja
Sumber: Temuan Lapangan (2017) Potensi
Penyerapan Kerja
• Perumahan
• Pembangunan fasilitas
• Wirausaha
Problematika dalam Pengalihan
Pekerjaan
• Pendidikan yang rendah
• Tidak ada perindustrian
• Tidak memiliki keahlian lain
• Tidak ada keinginan untuk merantau
Tawaran Solusi
• Meningkatkan dari segi pendidikan
• Mengadakan pelatihan khusus
• Kesempatan berwirausaha
• Lapangan pekerjaan
14 | H a l a m a n
Bab 2
Implikasi Sosioekologis Pembangunan Kota Baru Maja
Pendahuluan
Pemerintah menetapkan Kota Maja sebagai Kota penyangga ibu Kota Indonesia yang disebut sebagai Kota Kekerabatan Maja. Perkembangan wilayah Kecamatan Maja sangat dipengaruhi oleh adanya pengaruh eksternal yang kuat disebabkan wilayah ini memiliki kedekatan lokasi dan akses yang tinggi dengan beberapa pusat kegiatan. Maja diupayakan oleh pemerintah pusat sebagai pusat pemukiman dan perumahan, namun dalam kondisi nyata pembangunan kawasan Kota-Kota Kekerabatan Maja di mana pada saat ini masih dirasakan “stagnan” atau “mati suri” (Hermawan, 2010 : 3).
Pembangunan Kota Maja ini juga sebagai bentuk kinerja pemerintah dalam penyamarataan pembangunan di Indonesia. Pada dasarnya kedudukan Kota- Kota satu kabupaten-kabupaten yang bertetangga dengan Kota besar adalah setara dan memiliki kedudukan yang sama (Adisasmita, 2005: 92). Namun, dengan adanya program pembangunan perumahan secara besar-besaran di wilayah Kecamatan Maja membuat pemerintah melakukan pembukaan lahan secara besar-besaran pula. Hal ini tentu akan berdampak terhadap lingkungan yang ada di wilayah Kecamatan Maja.
Berdasarkan Undang-Undang peraturan Menpera Nomor 14/PERMEN/2006 tentang penyelenggara perumahan kawasan khusus, bahwa perkembangan wilayah Kecamatan Maja sangat dipengaruhi oleh adanya pengaruh eksternal yang kuat disebabkan wilayah ini memiliki kedekatan lokasi dan akses yang tinggi dengan beberapa pusat kegiatan.Selain itu, wilayah Maja juga memiliki akses yang cukup dekat dengan Kota Jakarta. Hal ini memungkinkan wilayah Kecamatan Maja menjadi Kota penyangga Jakarta. Melihat pesatnya perkembangan pembangunan secara besar-besaran yang dilakukan pemerintah dengan cara pembukaan lahan di Kota Maja, maka hal ini akan berpengaruh pula terhadap lingkungan masyarakat setempat di Kota Maja.Tingginya laju pertumbuhan penduduk ini akan menimbulkan kebutuhan lahan perumahan dan permukiman yang sangat besar, sementara kemampuan pemerintah sangat terbatas. Menurut catatan, hanya 15%
kebutuhan perumahan yang mampu disediakan oleh pemerintah, sisanya sebear 85% disediakan oleh masyarakat atau swasta.
Permasalahan lingkungan yang dihadapi oleh masyarakat yang berada di sekitar perumahan tidak dijalankan sebagaimana mestinya. Akibatnya adalah Hal tersebut menunjukan bahwa ada permasalahan serius yang dihadapi masyarakat Kecamatan Maja. Perlu diketahui semakin meningkatnya upaya pembangunan akan menyebabkan semakin meningkatnya dampak terhadap
15 | H a l a m a n lingkungan. Keadaan ini mengindikasikan diperlukannya upaya pengendalian dampak lingkungan (Cristie, Sina, Era Wati, 2013: 21)
Sistematika Penulisan
Secara garis besar, tulisan ini di bagi menjadi beberapa bagian. Diawali dengan pengantar yang memberikan gambaran umum Kota Maja sebagai Kota penyangga Jakarta. Selanjutnya tulisan ini akan menjelaskan; Pertama, proses pembukaan lahan yang di lakukan pemerintah di wilayah Kota Maja yang menggambarkan isi tulisan ini secara umum dalam proses pembangunan lahan dan proses mati suri nya pembangunan perumahan Citra Maja Raya. Kedua, menjelaskan tentang apa saja dampak pembangunan terhadap lingkungan masyarakat setempat. Dalam hal ini, penulis membagi dua dampak yakni dampak negatif dan dampak positif.Selanjutnya ketiga, yaitu menjelaskan tentang pola adaptasi masyarakat dalam menghadapi permasalahan ekologis di Kecamatan Maja.
Data yang ada di dalam tulisan ini kami dapatkan dari proses wawancara dengan pemerintahan di Kecamatan maja, serta masyarakat Kecamatan Maja.
Landasan Teori
Ekologi merupakan ilmu yang mempelajari pengaruh faktor lingkungan terhadap makhluk hidup.Ekologi mempelajari segala sesuatu yang terjadi di alam yang berhubungan dengan organisme-organisme atau kelompok organisme.Manusia merupakan bagian dari alam.Sudah sepatutnya manusia menjaga alam. Sesui dengan teori ini, manusia akan mendapatkan pengaruh dari alam terhadap apa saya yang mereka lakukan kepada alam. Maka dari itu di butuhkan adanya pembangunan yang bersifat berkelanjutan untuk menjaga alam, untuk kehidupan manusia yang berkelanjutan pula. Di dalam ekologi terdapat ekosistem.Ekosistem diartikan sebagai tatanan kesapemilik secara utuh menyeluruh antara segenap komponen lingkungan hidup yang saling berinteraksi membentuk suatu kesapemilik yang teratur. Keteraturan tersebut ada dalam suatu keseimbangan tertentu yang saling bergantungan satu sama lainnya.
Dalam kajian ekonomi ekologi, modal alam adalah stok bahan atau informasi yang di simpan dalam keanekaragaman hayati, yang menghasilkan layanan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Ekonomi ekologi adalah ilmu yang ekonomi yang membahas metode tertentu dengan modal alam dan meluas ke metode-metode evaluasi dalam upaya untuk mengatasi ketimpangan antara pertumbuhan pasar dan hilangnya keanekaragaman hayati (Siswono, 2015: 108)
16 | H a l a m a n Skema 2.1
Pembangunan Kota Berkelanjutan
Sumber: Hasil Analisis (2017)
Untuk memenuhi kebutuhannya manusia membutuhkan alam.Untuk memenuhi kebutuhannya, manusia seringkali melakukan eksploitasi terhadap alam.Seperti yang terjadi di Kecamatan Maja. Tidak cukup nya rung terbuka untuk membangun rumah di ibu Kota membuka peluang untu Kecamatan Maja sebagai Kota penyangga Jakarta. Sebanyak 2300 hektare di persiapkan untuk membangun perumahan yang di beri nama Citra Maja Raya. Untuk membuka lahan seluas 2300 hektare tentulah akan mengorbankan beberapa lingkungan alam, bukan hanya pepohonan namun perumahan warga ikut menjadi korban pembukaan lahan. Jika pembukaan lahan tidak di lakukan dengan benar, yaitu dengantidak mempertimbangkan struktur tanah dan lain sebagai nya, maka manusia akan mendapatkan dampak yang buruk. Seperti hukum ekologi tentang hubungan manusia dan alam, yaitu apa yang manusialakukan terhadap alam maka akan berdampak bagi manusia itu sendiri. Hal inilah yang dirasakan masyarakat Kecamatan Maja akibat dari pembukaan lahan untuk pembangunan rumah. Salah satu dampak yang di rasakan masyarakat adalah udara yang sudah tidak lagi segar. Hal ini di karenakan adanya polusi yang sebabkan oleh pembangunan perumahan Citra Maja Raya.Kini udara setempat sudah tercampur dengan debu.
Deskripsi Lokasi
Perumahan Citra Maja Raya merupakan kawasan terpadu seluar 2000 hektare yang berada di wilayah Maja, Banten. Kawasan ini dekat dengan akses transpotasi yaitu stasiun Maja dan akses tol baru Serpong – Balaraja.
Perumahan Citra Maja Raya sendiri, memiliki akses hanya 750 meter dari stasiun Maja. Yaitu stasiun yang terkoneksi dengan stasiun Tanah Abang.
Hanya membutuhkan waktu 5 menit ke stasiun Maja, 15 menit ke daerah Tigaraksa dan Balaraja. 45 menit ke stasiun Serpong. Dengan menggunakan KRL 90 menit ke stasiun tanah abang, dan 45 menit ke Kota Serang.
17 | H a l a m a n Gambar 2.1
Denah Pola Pembangunan Citra Maja Raya
Sumber: Google (2016)
Ditinjau dari luas desa menurut lahan pengunaannya di kecamatan Maja tahun 2016. Maja terdiri dari 14 desa yaitu; Tanjungsari, Cilangkap, Pasir Kecapi, Sangiang, Maja Baru, Maja, Curugbadak, Pasirkembang, Cubugan Cibeureum, Padasuka, Mekarsari, Buyut Mekar, Binong, Sindangmulya. Total luas desa secara keseluruhan adalah 7,062.89 hektare.
Gambar 2.2
Rencana Pembangunan Infrastruktur Strategis di Provinsi Banten
(Sumber: Permata Mutiara Raja)
Pembangunan perumahan Citra Maja Raya adalah implimentasi dari pembangunan Kota baru sebagai Kota penyangga Jakarta. Dari peta di atas dapat di ketahui bahwa ada 12 proyek nasional yang dibangun di Banten.
Diantara nya; pembangunan Serang-Panimbang, Tol Kunciran-Serpong, Tol Serpong-Balaraja, proyek kereta api ekspres Soekarno Hatta-Sudirman dan
18 | H a l a m a n lain sebagainya. Dengan adanya 12 proyek nasional ini akan menambah akses baru menuju perumahan Citra Maja Raya.
Dilihat dari peta secara keseluruhan dapat dilihat bahwa Kota Maja merupakan tempat yang strategis untuk dijadikan sebagai Kota penyangga Jakarta karna posisi Maja memiliki jarak yang cukup dekat dengan Ibu Kota.
Selain itu, posisi wilayah Kota Maja juga memiliki jarak yang cukup dekat dengan Kota penyangga ibu Kota lainnya seperti Depok, Tanggerang, dan Bekasi. Letak Kota Maja yang cukup strategis ini dapat dimanfaatkan para investor sebagai tempat pembangunan perumahan di wilayah tersebut.
Proses Pembukaan Lahan yang Dilakukan Pemerintah Kota Maja Maja memiliki luas sebesar 7,062.89 hektare yang terdiri dari 14 desa.
Menurut lahan penggunannya, Maja meliki lahan non pertanian sebesar 2,489.44 hektare, lahan pertanian bukan sawah sebesar 2,942.31, dan lahan pertanian sawah sebesar 1,625.36. Pada tahun 1996 munculah ide pembangunan perumahan Citra Maja Raya. Karna dirasa ibu Kota Jakarta sudah tidak dapat berkembang dikarenakan padatnya pebangunan ruang tata Kota Kota. Di butuhkan adanya Kota-Kota sebagai penyangga Jakarta yang berlokasi strategis dekat dengan Jakarta. Salah satunya Kota Maja. Citra Maja Raya direncanakan sebagai pusat permukiman yang layak huni. Yang di dalamnya terdapat cluster-cluster. Dari 1996 sudah dimulai pembebasan lahan. Namun, pada tahun 1998 konsep pebangunan ini mulai tehenti karena krisis moneter akibat adanya reformasi.
Akibat dari adanya komunikasi yang berjalan dengan kurang baik antara aparatur desa kecamatan Maja, pihak perusahaan, dan masyarakat setempat yang kurang dilibatkan dalam prosesnya, maka terdapat perasalahan dalam pembangunan perumahan Citra Maja Raya ini. Diantaranya perihal pembebasan lahan seperti pematokan tanah antara perusahaan dan masyarakat tidak akurat. Penjualan tanahpun di lihat dari NJOP. Yang cenderung merugikan masyarakat karna penjualan tanah yang cenderung murah. Bahkan disalah satu desa permeter di hargai Rp 20.000 Berbanding terbalik dengan harga 1 unit di perumahan Citra Maja Raya yaitu Rp 595.000.000.
Pembangunan perumahan Citra Maja Raya di perkirakan akan memakan lahan 2300 hektare. Perumahan Citra Maja Raya memiliki izin pembangunan sampai tahun 2034. Dengan terbatasnya izin pembangunan tersebut, hal ini menambah semrautnya pembangunan perumahan Citra Maja Raya. Seperti percepatan pembebasan lahan secara paksa. Setelah proyek sembpat terhenti pada 1998, proyek akhirnya di lanjutkan lagi termasuk dengan adanya Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Pada 2007, Maja justru hanya berupa lahan kosong. Salah satu pengembang yakni PT Majasari Pratama sempat memiliki lahan seluas 153.89 hektare dari luas lahan seluas
19 | H a l a m a n yang dimohonkan 200 hektare. Namun, tanah yang baru dibuka hanya 37 hektare, dengan pembangunan fisik lebih dari 100 ruah yang baru menghabiskan lahan sekitar 2,27 hektare. Tidak hanya itu, pengembang lain, semisal PT Casso Utama yang memohon tanah seluas 50 hektare di desa Cilangkap, sempat membebaskan 48.98 hektare. (Jati: 2010).
Pada tahun 2013 pembangunan kembali dilanjtkan dan permasalahan pembebasan lahan masih terus berlanjut. Kurang adanya transparansi perusahaan kepada aparatur desa termasuk masyarakat menjadi salah satu penyebab permasalahan ini. Pihak perusahaan sempat melakukan musyawarah namun, hanya melibatkan perwakilan warga masyarakat saja.
Sehingga musyawarah tersebut secara keseluruhan tidak mewakili apresiasi yang ingin di sampaikan oleh masyarakat. Meskipun deikian, pemangunan masuh terus berlanjut hingga saat ini.
Dampak Pembangunan Terhadap Lingkungan Masyarakat Setempat Pembangunan berkaitan erat dengan dengan lingkungan sekitarnya.
Pembukaan lahan yang ada di Maja untuk pembangunan perumahan Citra Maja Raya menimbulkan beberapa dampak yang dirasakan masyarakat setempat. Adapun dampak-dampak pembangunan terhadap lingkungan Kota Maja menimbulkan sejumlah dampak sebagai berikut ini
Gambar 2.3
Lahan Pembangunan Citra Raya Maja
Sumber : Dokumen Pribadi (2017)
Dari hasil wawancara penulis mengenai pembangunan Citra Maja Raya, terdapat dampak negatif yang ditimbulkan. Yaitu limbah yang dihasilkan oleh pembangunan Citra Maja Raya dapat berupa sisa sisa bahan bangunan yang telah terpakai. Terlebih tempat sampah pembuangan akhir masih dalam tahap pembangunan. Pengelolaan limbah yang buruk dapat menimbulkan pencemaran lingkungan, berupa tersumbatnya beberapa saluran air. Selain itu, udara di Kota Maja cendrung terasa panas. Hal ini diakui oleh beberapa masyarakat setempat. Mereka meyakini hal ini terjadi akibat adanya
20 | H a l a m a n pembebasan lahan perkebunan dan debu dari pembangunan perumahan Citra Maja Raya tersebut. Terlebih saat musim panas tiba, udara terasa akan lebih panas dari biasanya.
Selain itu, proses pembangunan yang memerlukan banyak lahan menyebabkan kerusakan alam terjadi di Kota Maja. Banyaknya lahan perkebunan masyarakat setempat yang di buka untuk pembangunan perumahan Citra Maja Raya menyebabkan keruhnya air di beberapa tempat.
Sehingga air yang keluar sudah tak sejernih dulu lagi. Selain perkebunan, lahan pertanian pun di buka untuk dijadikan objek pembangunan. Padahal Seharusnya, pembangunan mampu membantu sektor pertanian, bukan malah mengurangi sektor pertanian. Bila lahan pertanian berkurang, maka ketersediaan beras pun akan berkurang,. Hal ini akan tentu merugikan masyarakat setempat. Yang menjadikan pertanian sebagai mata pencarian mereka. Selanjutnya, pada saat musim hujan tiba, tanah yang belum tersentuh oleh pembangunan akan menjadi lumpur dan menciptakan genangan air di beberapa tempat. Maja merupakan wilayah yang subur, tidak berjalannya program pemerintah dengan baik merupakan salha satu faktor buruknya lingkungan. Program pemerintah tersebut seperti pemberian bibit jagung untuk masyarakat. Kegagalan program pemerintah ini dikarenakan tidak adanya nya lahan untuk penanaman bibit jagung tersebut.
Selain dampak negatif, pembangunan perumahan Citra Maja Raya juga menimbulkan dampak positif seperti terciptanya sarana dan prasarana umum yang di bisa dimanfaatkan masyarakat setempat. Seperti tempat ibadah selain masjid atau mushola. Walupun hal ini masih menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat setempat. Karna seperti yang kita ketahui, hampir seluruh masyarakat Kota Maja beragama Islam. Masyarakat beranggapan, dengan dibangunnya tempat ibadah selain masjid atau mushola akan mengundang masyarakat yang beragama lain untuk tinggal di wilayah setempat sehingga ditakutkan akan mempengaruhi jumlah masyakarat muslim di lingkungan Kota Maja.
Selain itu dengan adanya pembangunan perumahan Citra Maja Raya, menciptakan tempat pembuangan akhir untuk sapah. Meskipun, masih baru tahap pembangunan namun hal ini merupakan sebuah kemajuan mengingat sebelumnya belum pernah ada tempat pembuangan akhir untuk sampah. Hal ini juga dibenarkan oleh Akhmad selaku kepala desa Pasir Kembang.
Selanjutnya, menurut Akhmad dengan adanya perumahan Citra Maja Raya ini, mempercepat arus globalisasi yang masuk ke Kota Maja akibat dari masuk nya masyarakat luar daerah Maja yang tinggal di perumahan Citra Maja Raya.
Meskipun demikian Akhmad menuturkan bahwa masih adanya alienasi yang di rasakan masyarakat setempat dan masyarakat pendatang. Adanya pembangunan jalan. Dengan adanya pembangunan jalan menuju perumahan Citra Maja Raya, diharapkan juga akan mempermudah akses masyarakat setempat untuk keluar Kota Maja, begitupun sebaliknya.
21 | H a l a m a n Pola Adaptasi Masyarakat dalam Menghadapi Permasalahan Ekologis Adanya pembangunan perumahan di Kecamatan Maja membawa dampak yang serius secara ekologis.Hal ini mengharuskan masyarakat untuk melakukan adaptasi terhadap lingkungan mereka. Seperti halnya udara yang sudah tercampur dengan polusi.Sehingga udara Kecamatan Maja yang dulu sejuk, berangsur mulai menjadi panas.Terlebih pembangunan perumahan yang belum rampung membuat debu berterbangan saat siang hari. Dalam rangka melakukan adaptasi, masyarakat menggunakan payung untuk melindungi diri dari cuaca panas. Selain itu, pada saat musim hujan, terdapat banyak lumpur di beberapa tempat sehingga beberapa masyarakat menggunakan sepatu boots untuk menghindari lumpur tersebut.
Skema 2.2
Proses Adaptasi Masyarakat
Sumber : Hasil Analisis (2017)
Berkurangnya lahan pertanian dan perkebunan sebagai mata pencarian beberapa warga setempat, berdampak besar bagi kehidupan masyarakat setempat. Hal ini terlihat dari maraknya kriminalitas seperi banyaknya pencurian sebagai bentuk kurang nya lapangan pekerjaan setelah pembangunan perumahan Citra Maja Raya. Karena sebagian besar masyarakat Kota Maja bermata pencarian berkebun dan bertani. Akibat wilayah perkebunan dan pertanian mereka di terpaksa di bebaskan karena adanya pembangunan perumahan Citra Maja Raya, maka mereka kehilangan mata pencariannya. Selain itu, akibat adanya penutupan akses jalan di beberapa tempat mebuat akitifitas masyarakat setempat menjadi terganggu.
Sehingga tak jarang masyarakat harus memutar jalan untuk mencapai tujuan tertentu. Karena adanya pembangunan akses jalan menuju perumahan Citra Maja Raya, maka adanya perubahan akses jalan menuju tempat tertentu.
Penutup
Perusahaan dan pemerintah memiliki kewajiban atas tata kelola terhadap pembangun perumahan Citra Maja Raya, namun karna adanya permasalahan dengan pembebasan lahan masyarakat setempat dan desakan izin pembangunan perumahan di Kecamatan Maja maka terjadilah
22 | H a l a m a n komunikasi yang kurang baik dengan berbagai pihak di atas. Di butuhkan adanya pertimbangan yang matang dalam pembangunan perumahan agar tidak mencemari lingkungan. Dan pembangunan perumahan haruslah berorientasi pada masa depan dan bersifat berkelanjutan.
Interaksi antara manusia dan alam haruslah terjalin secara harmonis, seperti yang dikatakan dalam ekologi bahwa alam akan memberikan dampak atas apa yang manusia lakukan terhadap alam. Seperti hal nya yang terjadi di Kota maja. Akibat banyak nya penebangan pohon wilayah tersebut menjadi terlihat gersang di beberapa tempat. Pembukaan lahan yang terjadi di Kecamatan Maja membawa dampak positif dan negatif. Dampak positif diantaranya adalah pembangunan sarana prasarana umum seperti tempat peribadatan dan jalan umum, meskipun masih dalam proses pembangunan. Adapun dampak negatif yang dirasakan masyarakat setempat adalah mulai keruhnya air di tempat tertentu dan tertutupnya akses jalan akibat dari proses pembangunan. Terlebih saat musim hujan tiba, maka jalanan di beberapa tempat akan berlumpur dan terdapat genangan air
Skema 2.3
Dampak Pembukaan lahan
Sumber : Hasil Analisis (2017)
23 | H a l a m a n
Bab 3
Dinamika Gentrifikasi di Kota Baru Maja, Lebak
Pendahuluan
Kota Baru Maja merupakan satu dari 10 Kota baru publik yang ditetapkan sebagai Kota mandiri dan terpadu. Maja adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, Indonesia. Pengembangan Kota Baru Maja diharapkan dapat mendukung program sejuta rumah. Kota baru Maja mempunyai luas 15.511 ha, jumlah penduduk 487.030 jiwa (tahun 2014).
Kebijakan Kota Maja yang dilakukan di Kabupaten Lebak merupakan sebuah kebijakan untuk membangun sebuah kawasan baru di sekitar DKI Jakarta yang bertujuan untuk mengatasi ledakan pertumbuhan penduduk di DKI Jakarta yang menjadikan lahan diperKotaan semakin langka dan mahal serta penurunan kapasitas daya dukung lingkungan Jakarta. Kota Maja berfokus mengembangkan pusat permukiman baru yang layak huni dan didukung oleh fasilitas ekonomi dan sosial budaya yang lengkap.
Proses pembangunan kawasan Maja merupakan proses dari gentrifikasi. Isu gentrifikasi merupakan hal yang menarik untuk dikaji dalam sosiologi perKotaan. Gentrifikasi mempunyai dampak yang besar bagi wilayah yang tergentrifikasi. Dalam pengembangan Kota baru biasanya tidak lepas dari adanya pembangunan di beberapa sektor properti dan infrastruktur. Selain itu, salah satu hal yang menjadi sorotan dalam fenomena gentrifikasi adalah mengenai perubahan struktur komunitas masyarakat penduduk asli.
Wartokusumo (Andiana, 2017) mendefinisikan gentrifikasi sebagai proses perubahan komunitas urban (relokasi penduduk) sebagai dampak dari kegiatan peningkatan kualitas lingkungan fisik peremajaan, revitalisasi, renovasi dan sebagainya. Begitu pula gentrifikasi yang terjadi di Kota Maja, Lebak. Proses gentrifikasi sangat terkait dengan komposisi penduduk asli dan pendatang. Hal ini disebabkan oleh pengaruh negatif gentrifikasi yang memiliki kecenderungan menggeser penduduk asli karena perubahan yang terjadi disebabkan oleh arus masuk penduduk pendatang yang lebih mampu sehingga banyak penduduk asli yang akhirnya pindah. Pada dasarnya tergantikannya penduduk asli dengan penduduk baru seperti yang diungkapkan oleh Kennedy dan Leonard 2001 (dalam Prayoga, 2013) bukan berarti bahwa seluruh penduduk asli pada kawasan yang tergentrifikasi digantikan oleh pendatang.
Adanya ledakan penduduk di Kota Jakarta membuat daerah di sekitarnya tergentrifikasi, seperti wilayah Depok, Bekasi, Tangerang yang sudah tergentrifikasi akibat ledakan penduduk di Jakarta. Proses gentrifikasi juga telah merambat di daerah Maja karena daerah tersebut cukup dekat dengan Kota Jakarta sehingga diharapakan terjadi perpindahan penduduk yang padat
24 | H a l a m a n seperti Jakarta ke Kota baru Maja. Oleh karena itu kami akan membahas bagaimana proses gentrifikasi terjadi di daerah Maja dan dan perubahan struktur komunitas urban sebagai dampak gentrifikasi.
Sistematika Penulisan
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Metode penelitian kualitatif ini menggunakan teknik pengumpulan data wawancara dan observasi sehingga diharapkan dapat menganalisis data yang didapatkan dari lapangan secara detail. Secara keseluruhan sistematika dalam penulisan ini disajikan dalam beberapa bagian yaitu: pertama adalah pengantar, pada bagian ini menjelaskan latar belakang, dan gambaran secara garis besar mengenai gentrifikasi di wilayah Kota Maja, Lebak. Kedua adalah sistematika penulisan, pada bagian ini mendeskripsikan metode penelitian yang digunakan, teknik pengumpulan data dan sistematika penulisan. Ketiga adalah deskripsi lokasi, pada bagian menjelaskan mengenai kedaan lokasi Maja serta bagaimana akses menuju Maja. Keempat adalah tinjauan teori yang menjelaskan tentang definisi dan deskripsi gentrifikasi. Kelima adalah bagian analisis, yang menjelaskan tentang bagaimana proses terjadinya gentrifikasi di Kota Maja dan dinamika perubahan struktur komunitas urban sebagai dampak gentrifikasi. Bagian keenam yaitu penutup, pada bagian ini mendeskripsikan kesimpulan mengenai analisis yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya.
Metodologi Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan metode-metode untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang oleh sejumlah individu atau sekelompok orang dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusian. Proses penelitian kualitatif ini melibatkan upaya-upaya penting seperti mengajukan pertanyaan-pertanyaan penting dan prosedur-prosedur, mengumpulkan data secara spesifik dari para partisipan, menganalisis data secara induktif mulai dari tema-tema yang khusus ke tema umum dan menafsirkan makna data (Creswell, 2012). Metode penelitian kualitatif ini menggunakan teknik pengumpulan data wawancara dan observasi sehingga diharapkan dapat menganalisis data yang didapatkan dari lapangan secara detail. Dalam penelitian yang sudah dilakukan di Kecamatan Maja dengan metode kualitatif melalui teknik pengumpulan data wawancara dan observasi secara detail dan terperinci, dengan informan:
Kepala Seksi Administratif Kebijakan Kecamatan, Kepala Desa Pasir Kembang, Kepala Desa Curug Badak, Kepala Badan Permusyawaratan Desa, dan tokoh masyarakat.
25 | H a l a m a n Deskripsi Lokasi
Kabupaten Lebak memiliki luas sebesar 304.472 Ha (3.044,72 km²) dan memiliki batas administrasi sebagai berikut: sebelah utara yaitu Kabupaten Serang dan Tangerang, sebelah selatan yaitu Samudera Indonesia, sebelah barat yaitu Kabupaten Pandeglang, dan sebelah timur yaitu Kabupaten Bogor dan Kabupaten Sukabumi. Kabupaten Lebak memiliki luas wilayah mencapai 330.507,16 hektar atau sekitar 3.305,07 km². Secara administratif Kabupaten Lebak dibagi dalam 28 kecamatan, terdiri dari 340 desa dan 5 kelurahan.
Salah satu dari jumlah 28 kecamatan di Kabupaten Lebak adalah kecamatan Maja. Kecamatan Maja yang terdiri dari 14 desa dengan luas seluruhnya di kecamatan Maja 7.062,89 ha.
Untuk perjalanan ke Maja, tersedia akses kereta api (double track) dari Jakarta (Jabodetabek) menggunakan commuter line dan KA ekonomi AC dengan jarak tempuh 90 menit dari tanah abang. Waktu kedatangan dan keberangkatan kereta api setiap jam, dari pukul 4.30 WIB sampai pukul 24.00 WIB. Tiket KRL menggunakan sistem multitrap card. PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ) menyebutkan jarak relasi Tanah Abang-Rangkasbitung sekitar 72.75 kilometer. Adapun tarif yang kemungkinan akan dikenakan terhadap penumpang sebesar Rp 8.000. Relasi Tanah Abang-Rangkasbitung akan melintasi 17 stasiun, diantaranya Stasiun Serpong, Parung Panjang, dan Maja. Waktu tempuhnya sendiri diperkirakan akan mencapai sekitar 2 jam.
Saat ini, titik terjauh relasi KRL untuk pemberangkatan Tanah Abang melayani hingga Stasiun Maja. Jarak Tanah Abang-Maja sendiri mencapai 55,629 kilometer yang ditempuh dalam waktu 1.5 jam.
Gambar 3.1 Peta Wilayah Kota Maja
Sumber: Google (2017)
Selain dengan KRL, Maja dapat diakses dari tol Jakarta Merak atau tol Tangerang Merak dengan keluar tol di Balaraja Barat, dan belok kiri arah Cikande, dan di pertigaan Cangkudu belok kiri arah Cisoka, terus lurus sampai di pertigaan Jengkol, Taman Adiyasa belok kanan arah
26 | H a l a m a n Rangkasbitung, setelah melewati jembatan Panunggulan Kali Cidurian tanjakan 200 m belok kiri pasar stasiun Maja.
Kajian Teoritis
Gentrifikasi merupakan proses perubahan status sosial-ekonomi suatu kawasan yang sebelumnya lebih banyak ditinggali penduduk berpenghasilan rendah dan digantikan oleh penduduk yang lebih mampu seiring revitalisasi kawasan dan berkembangnya aktivitas dan investasi di kawasan tersebut (Glass dalam Prayoga, 2013). Sedangkan definisi awal gentrifikasi dijelaskan Neil Smith (Lees, Slater, & Wyly, 2007). Definisi ini erat selaras dengan deskripsi Glass yaitu gentrifikasi merupakan proses di mana perumahan kelas pekerja direhabilitasi oleh pembeli rumah kelas menengah, pemilik tanah dan pengembang profesional. Gentrifikasi merupakan reinvestasi modal di pusat Kota, yang dirancang untuk menghasilkan ruang bagi kelas orang yang lebih makmur daripada saat ini untuk menempati ruang itu. Istilah yang diciptakan oleh Ruth Glass pada tahun 1964, sebagian besar telah digunakan untuk menggambarkan aspek residensial dalam proses ini tapi ini berubah, karena gentrifikasi itu sendiri berkembang (Lees, Slater, & Wyly, 2007). Menurut Knox (Prayoga, 2013) menyatakan dalam prosesnya, gentrifikasi akan menyebabkan terjadinya percampuran aktivitas kelas atas dan kelas bawah.
Jika ditelitei dengan fokus tertentu, maka masalah utama dari gentrifikasi adalah masalah sosial yang berpotensi terjadi. Masalah yang terjadi dalam proses gentrifikasi ini adalah polanya yang cenderung menggeser masyarakat yang kurang mampu dari permukiman yang awalnya bernilai rendah yang kemudian mengalami gentrifikasi sehingga ada peningkatan nilai kawasan. Jadi, gentrifikasi merupkan proses peningkatan kualitas suatu wilayah yang dapat meningkatkan nilai lahan sehingga meningkatkan pajak daerah tersebut tetapi juga berpotensi menyebabkan penduduk lokal yang berekonomi rendah keluar dari wilayah tersebut.
Proses Terjadinya Gentrifikasi di Wilayah Maja
Dengan adanya ledakan penduduk di Jakarta membuat wilayah di sekitarnya tergentrifikasi salah satunya dengan adanya perumahan di Maja.
Pembangunan perumahan di Kota Maja diawali perintisannya dari tahun 1995. Pada tahun 1996 dan 1997 terjadi pembangunan perumahan oleh PT.
Armedia kurang lebih 1.000 unit dan sudah ada beberapa penduduknya.
Ketika tahun 1998 terjadi krisis moneter, sehingga pembangunan perumahan oleh PT. Armedia yang 1.000 unit terbengkalai dan menyisakan 500 unit yang masih dihuni serta tinggal puing-puingnya. Setelah beberapa tahun, pembangunan itu tersendat akhirnya pada tahun 2005 pembangunan dilaksanakan oleh PT. Tristan. Selanjutnya pada tahun 2013 pembangunan PT. Armedia dilaksanakan oleh PT. Harvestem. Ijin dari kelanjutan kembali proses pelaksanaan pembangunan Citra Maja Raya ini sampai dengan tahun 2034.
27 | H a l a m a n Gambar 3.2
Proses Pembangunan Perumahan Kota Maja
Sumber: Dokumentasi Pribadi (2017)
Sebagai sebuah Kota baru, Kota Baru Maja membutuhkan berbagai infrastruktur dasar perKotaan dengan harapan terjadi pertumbuhan investasi, pertumbuhan lokal economic based, dan masuknya populasi ke dalam Kota Baru Maja. Adanya pengembangan infrastruktur dapat meningkatkan produksi dan peningkatan pendapatan dalam jangka panjang. Infrastruktur perKotaan merupakan prasyarat utama untuk industrialisasi dan pembangunan ekonomi (perKotaan) pengembangan Kota baru Maja.
Selain terjadi pembangunan infrastruktur perumahan, terjadi pula revitalisasi dan pembangunan infrastruktur jalan tol dan jalur kereta api. Di mana ada pembangunan jalan tol Serpong-Balaraja serta pembangunan double track KA antara Maja-Rangkasbitung-Merak. Lalu ada juga jalur kereta api dan Bus Rapid Transport (BRT), yang mengintegrasikan Maja dengan Kota lainnya.
Gambar 3.3
Jalur Tol dan KA yang Mengintegrasikan Maja
Sumber: Google (2017)
Dalam pembangunan Kota Maja yang akan terintegrasi dengan Kota di sekitarnya dan untuk menunjang hal tersebut, akan segera dibangun akses jalan baru 36,74 km dan peningkatan jalan yang sudah ada 21,61 km dengan lebar 40 m.