BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan;
“Pembangunan kesehatan sebagai bagian integral dari Pembangunan Nasional pada hakekatnya adalah penyelenggaraan upaya kesehatan untuk mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal yang besar artinya bagi pengembangan dan pembinaan sumberdaya manusia sebagai modal Pembangunan Nasional. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga dan masyarakat dengan menanamkan kebiasaan hidup sehat.
Bahwa upaya pembangunan Nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.
Kesehatan Indera Penglihatan merupakan syarat penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat, dalam rangka mewujudkan manusia Indonesia yang cerdas, produktif, maju, mandiri dan sejahtera lahir batin. Sejalan dengan semakin tingginya tuntutan masyarakat terhadap mutu pelayanan kesehatan dan pemerataan pelayanan, maka peranan refraksionis optisien dan optometry sebagai salah satu tenaga kesehatan sangat diperlukan untuk melaksanakan upaya kesehatan mata dan pencegahan kebutaan”.
Dari hasil Riskesdas, 2014, menjelaskan;
“Salah satugangguan penglihatan mata penyebab utama gangguan penglihatan dan kebutaan di Indonesia dan di dunia adalah Katarak. Dari semua kebutaan pada masyarakat, lebih dari 50% disebabkan oleh katarak. Di Indonesia hasil survei kebutaan dengan menggunakan metode Rapid Assessment of AvoidableBlindness (RAAB) yang baru dilakukan di 3 provinsi (NTB, Jabar dan Sulsel) tahun 2013-2014 didapatkan prevalensi kebutaan pada masyarakat usia > 50 tahun rata-rata di 3 provinsi tersebut adalah 3,2 % dengan penyebab utama adalah katarak sebesar71%. Diperkirakan setiap tahun kasus baru buta katarak akan selalu bertambah sebesar 0,1% dari jumlah penduduk atau kira-kira 250.000 orang/tahun”.
Sehubungan dengan meningkatnya prevalensi kebutaan, kelainan refraksi, dan penyakit mata maka akan meningkatkan kebutuhan akan pelayanan tenaga kesehatan mata. Sebagai salah satu tenaga kesehatan mata yaitu Refraksionis Optisi/Optometri yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan. Guna memenuhi tuntutan pelayanan refraksi optisi/optometri di fasilitas pelayanan kesehatan diperlukan standar pelayanan
sehingga pelayanan refraksi optisi/optometri disetiap fasilitas pelayanan kesehatan memiliki keseragaman, bermutu dan dapat dipertanggungjawabkan.
“Sehubungan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 41 Tahun 2015 Tentang Standar Pelayanan Refraksi Optisi/Optometri;
Seiring dengan upaya meningkatkan pelayanan refraksi optisi/optometri tentu seorang Refraksionis Optisien/Optometris dituntut untuk menguasai dan mampu mengaplikasikan keilmuannya dalam penerapan pelayanan sebaik-baiknya sesuai dengan kompetensinya dan melakukan pendokumentasian”.
Sesuai pembahasan diatas melihat kondisi lingkungan masyarakat dimana angka kebutaan yang cenderung meningkat, maka sebagai seorang Refraksionis Optisien/Optometris tidakhanya dituntut menguasai dan mampu mengaplikasikan keilmuanya dalam penanganan gangangguan penglihatan berupa gangguan kelainan refraksi semata, namun dibutuhkan menguasai gangguan penglihatan lainnya yang bersifat patologis guna upaya preventif dan segera merujukan kepada tenaga kesehatan mata lainnya yang lebih berwenang dalam menangani kasus – kasus patologis mata.
Berdasarkan hasil laporan penilaian pre test dan post test pada saat mengikuti program Praktik Klinik Lapangan yang merupakan bagian dari program Pendidikan Diploma III Refraksi Optisi dilakukan di Balai Kesehatan Mata Nasional Cikampek, masih banyak mahasiswa yang mendapatkan nilai kurang memuaskan, sejumlah 85%
mahasiswa tergolong penilaian kategori kurang baik,(Data laporan PKL Program Studi D3 Refraksi Optisi STIKes Dharma Husada Bandung, 2018). Hal ini perlu mendapat perhatian untuk memperbaiki kualitas calon–calontenaga Refraksionis Optisien/Optometris, dan selama mengikuti praktik tersebut mahasiswa semester VI banyak menemui kasus-kasus gangguan penglihatan mata atau penurunan tajam penglihatan yang tidak hanya disebabkan oleh kelainan refraksi semata, namun
disebabkan oleh gangguan penglihatan mata khususnya pada anak yang berdampak pada penurunan tajam penglihatan yang belum diketahui oleh mahasiswa semester VI Program Studi D3 Refraksi Optisi.
Mengingat bahwa tenaga Refraksionis Optisien/Optometris merupakan tenaga kesehatan mata yang berperan dalam Vision care, tentu hal diatas merupakan suatu hal yang kurang baik, khususnya dalam memberikan pelayanan Vision care. Sehingga peneliti ingin mendalami sejauh mana dasar pengetahuan calon–calon tenaga Refraksionis Optisien/Optometris tentang gangguan penglihatan mata khususnya pada anak, Karena berkaitan dengan upaya peningkatan mutu pelayanan dan secara umum berkaitan dengan upaya peningkatan pelayanan deteksi dini dan pencegahan kebutaan.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana Gambaran Pengetahuan Mahasiswa Tingkat2Diploma III Refraksi Optisi Stikes Dharma Husada Bandung Tentang Gangguan Penglihatan Mata Pada Anak ?
C. Tujuan Penilitian
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswa tingkat 2 Diploma III Refraksi Optisi STIKes Dharma Husada Bandung tentang gangguan penglihatan mata Anak.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan yang mendalam tentang gangguan penglihatan mata yang berhubungan dengan kelainan
refraksi bagi mahasiswa Refraksi Optisi di lingkungan kampus STIKes Dharma Husada Bandung dan di luar lingkungan kampus STIKes Dharma Husada Bandung, yang dapat dijadikan pengalaman berharga bagi penulis.
2. Bagi Institusi
Penelitian ini dapat menjadi masukan, yang di harapkan mampu memberikan hasil yang berupa tambahan informasi, sebagai bahan masukan untuk pengembangan kurikulum Pendidikan.
3. Bagi Mahasiswa
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang dapat bermanfaat bagi mahasiswa Diploma III Refraksi Optisi STIKes Dharma Husada Bandung khususnya mahasiswa tingkat 2 untuk mengembangkan keilmuannya khususnya tentang gangguan penglihatan mata pada anak.
E. Ruang Lingkup 1. Lingkup Metode
Metode yang akan diambil dari penelitian ini adalah jenis metode penelitian deskriptif, serta menggunakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional.
2. Lingkup Tempat
Penelitian ini bertempat dikampus STIKes Dharma Husada Bandung.
3. Lingkup KeilmuaPenelitian ini merupakan keilmuan dibidang Diploma III Refraksi Optisi khususnya materi, Anatomi Mata, Gangguan penglihatan mata , dan Refraksi Klinik.