• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA MEMPERTAHANKAN KELESTARIAN HUTAN DENGAN MEMANFAATKAN KEARIFAN LOKAL PADA MASYARAKAT DESA HUTAN

N/A
N/A
Sahabat Edu

Academic year: 2023

Membagikan "UPAYA MEMPERTAHANKAN KELESTARIAN HUTAN DENGAN MEMANFAATKAN KEARIFAN LOKAL PADA MASYARAKAT DESA HUTAN"

Copied!
151
0
0

Teks penuh

HANANTO WIDHIAKSONO, D0303031, “UPAYA PELESTARIAN HUTAN DENGAN MENGGUNAKAN KEarifan LOKAL PADA MASYARAKAT DESA HUTAN”, Skripsi, Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Mempertahankan kelestarian hutan dengan memanfaatkan kearifan lokal masyarakat Desa Hutan.

Tabel 1.  Matriks waktu tertata.
Tabel 1. Matriks waktu tertata.

Latar Belakang Masalah

Negara dalam hal ini pemerintah yang telah mengeluarkan kebijakan pengelolaan hutan telah menggusur masyarakat desa hutan dari wilayahnya sendiri. Contoh yang paling nyata adalah pada masa Orde Baru, dimana kerusakan hutan di Jawa dan khususnya di luar Jawa berada pada kondisi terburuknya.

Perumusan Masalah

Mereka mempunyai kearifan lokal yang dihasilkan dari interaksinya dengan lingkungan baik biotik, fisik maupun lingkungan antar masyarakat itu sendiri, dan terbentuk pula pola perilaku lokal yang menjadi pedoman dan cara berinteraksi.

Tujuan Penelitian

Manfaat Penelitian

Secara akademis, penelitian ini dapat menjadi penambah ilmu pengetahuan dan dapat menambah khazanah ilmu Sosiologi khususnya pada kajian sosiologi pedesaan dan sosiologi kehutanan.

Jenis Penelitian

Sumber Data

Teknik Pengumpulan Data

Namun penelitian ini akan lebih fokus pada informan yang berasal dari masyarakat desa hutan yang wilayahnya tersebar dan terpusat. Selain itu, kamera juga akan digunakan untuk menampilkan berbagai aktivitas interaksi warga kota hutan dengan hutan dalam bentuk gambar.

Teknik Analisis Data

Kami akan mengunjungi setiap kawasan hutan yang terdapat penduduk desa hutan dan kami akan menemui setiap warga yang melakukan aktivitas di hutan. Daftar pertanyaan masing-masing informan akan dibedakan sesuai dengan kapasitas informan dan kebutuhan penelitian terhadap data.

Validitas Data

Setiap data yang diperoleh dalam penelitian langsung akan dianalisis dan dihubungkan dengan konsep dasar dan teori yang digunakan. Beberapa prinsip dalam analisis data yang diperoleh baik melalui observasi maupun wawancara adalah prinsip study Discovery in Meaning yang terdiri dari prinsip relasional, prinsip kegunaan, prinsip kesamaan dan prinsip kontras.

Tinjauan Pustaka

Hutan Dan Sumber Daya Hutan

Terjadi ketidakadilan di masyarakat akibat sistem penguasaan sumber daya alam hutan seperti yang disebutkan di atas. Ketika hutan dirusak, peran aktif masyarakat dirasa diperlukan untuk menjaga sumber daya hutan.

Sumber Daya Hutan dan Manusia

Klaim masyarakat dan pengusaha lokal atas lahan hutan terus berlanjut tanpa adanya upaya penyelesaian pembagian keuntungan yang adil antara kedua pihak. Oleh karena itu, kedua belah pihak selalu berusaha menguasai lahan hutan dengan segala cara.

Kearifan Lokal Dalam Kehutanan 1. Definisi Kearifan Lokal

  • Kearifan Lokal terhadap Lingkungan Hutan

Di sebagian besar dunia, masyarakat dijadikan musuh oleh pemerintah karena mereka mendapat stigma sebagai perusak sumber daya hutan (SDH). 16 dalam kaitannya dengan komunitas yang bergantung pada sumber daya alam (resource-dependent community) hampir sama dengan yang dikemukakan pada teori dominasi lingkungan dan teori ekologi budaya.

Kerangka Pemikiran

Ide ini berupaya membongkar ide-ide dominan maskulin tentang klasifikasi apa yang wajar dan mencoba menghilangkan ketimpangan yang dihasilkan oleh ide-ide tersebut.

BUDAYA LOKAL

DESKRIPSI WILAYAH KABUPATEN BLORA

Jumlah hari hujan di Kabupaten Blora selama tahun 2005 relatif baik dibandingkan tahun sebelumnya. AD yang sampai sekarang dikenal sebagai HUT KABUPATEN BLORA, Bupati pertama adalah WILATIKTA.

GAMBARAN UMUM WILAYAH PEMANGKUAN KPH CEPU

  • Para Actor Kehutanan Di KPH Cepu A. KPH Perhutani Cepu

Keberadaan LMDH atau lembaga kemasyarakatan desa hutan juga membantu pengelolaan hutan jati di KPH Čep. Kantor KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) Cepu terletak di kawasan Cepu kabupaten Blora yang terkenal dengan penghasil kayu jati kualitas terbaik. Dengan demikian, KPH Cepu yang berkantor di Kecamatan Cepu, Kabupaten Blora, mengelola hutan tidak hanya di Kecamatan Cepu, Kabupaten Blora saja, namun juga di beberapa kecamatan dalam wilayah Kabupaten Bojonegoro.

Kabupaten Blora sendiri mempunyai tiga unit pengelolaan hutan yaitu KPH Blora, KPH Randublatung dan KPH Cepu. Hal ini menjadi bukti kekayaan sumber daya hutan di Kabupaten Blora yang mendorong pemerintah Hindia Belanda mengatur dan membagi pengelolaan hutan di wilayah ini menjadi tiga organisasi pengelolaan hutan.Hutan jati di KPH terletak di ketinggian 25- 250 m. di atas permukaan laut, dengan suhu udara 220 – 340C.

Gambar 5. Peta Kabupaten Blora
Gambar 5. Peta Kabupaten Blora

Masyarakat Desa Hutan

Hingga saat ini para aktivis lingkungan hidup masih kurang sepakat dengan istilah masyarakat desa hutan karena terkesan merendahkan. Padahal, jika dikaji lebih dalam, artikel ini menunjukkan adanya stigma negatif terhadap masyarakat desa hutan. Teori ekologi Rambo menyatakan adanya hubungan pengaruh yang bersifat dialektika antara sistem sosial masyarakat desa hutan dengan sistem ekosistem hutan.

Untuk lebih memahami proses perubahan sosial budaya masyarakat desa hutan, kita dapat melihat sejarah pengelolaan hutan di Cepu pada khususnya dan kehutanan di Jawa pada umumnya. SUPHEL melalui koordinator advokasi dan kebijakannya, Wasista Daru Darmawan, mengatakan masyarakat desa hutan tidak bisa dikatakan memiliki hak apa pun.

SUPHEL

  • Partisipasi Masyarakat Desa Hutan

Karena pemerintah dan masyarakat lokal dapat lebih mengetahui dan memahami karakteristik sumber daya alam di wilayahnya. Hal ini menimbulkan semacam aksi protes namun tidak vulgar terhadap Perhutani melainkan terhadap sumber daya hutan yang dikelola Perhutani. Memperjuangkan hak masyarakat untuk memanfaatkan dan mengeksploitasi sumber daya alam (hutan) yang ada dengan mengedepankan prinsip keberlanjutan dan profitabilitas.

Mendorong proses kebijakan partisipatif dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam (hutan) dengan melibatkan beberapa pihak (stakeholder) dalam pembuatannya. Menyelenggarakan kajian kebijakan, seminar, diskusi fokus, dokumentasi dan pengembangan informasi untuk memperkuat hak-hak petani dalam pengelolaan sumber daya hutan.

MASA KERAJAAN NUSANTARA

Pada masa Mataram, Sultan Mataram telah memiliki tim kerja khusus dari masyarakat sekitar hutan yang mempunyai keterampilan tenaga kerja tinggi untuk menebang dan mengangkut kayu jati, yaitu masyarakat Kalang. Kronik ini memberikan gambaran kepada kita bahwa hutan atau wana adalah milik raja, sehingga raja mempunyai hak untuk mengelola hutan, termasuk menyerahkan kawasan hutan tertentu kepada orang-orang yang dianggap berhak oleh sultan. Sebutan kawasan hutan jati ini adalah kawasan perkampungan yang kayu jati yang ada di kawasan tersebut hanya dapat dimanfaatkan oleh warga masyarakat sekitar hutan.

Dalam pembangunan istana kerajaan, selain penggundulan hutan, kayu hutan juga ditebang. Contoh paling nyata adalah ketika Keraton Solo mengalami kebakaran pada tahun 1993, saat itu dilakukan pengumpulan kayu jati alam yang sebelumnya.

MASA PENJAJAHAN

Hak ulayat ini menimbulkan kesulitan yang besar bagi masyarakat Belanda, karena apabila hak ulayat ini tetap ada maka pengelolaan hutan atau lebih tepatnya pemanfaatan hutan tetap berada di tangan masyarakat. Langkah pertama, aturan hak ulayat hanya masyarakat lokal yang boleh menebang hutan jati, sehingga VOC bekerjasama dengan penguasa setempat, mulai dari bekel, permintaan hingga sultan. Agar tidak bertentangan dengan hak ulayat, dinas ini tetap mempekerjakan warga desa sekitar hutan.

Kedudukan masyarakat desa hutan dalam pengelolaan hutan hanya meningkat sebagai buruh upahan. Setelah melalui perjalanan panjang, hak-hak adat akhirnya hilang sehingga mengakibatkan hilangnya peran bekel dan demang dalam proses pengelolaan hutan.

PHBM

  • Pra PHBM
  • Masa PHBM
    • HASIL INTERAKSI MASYARAKAT DESA HUTAN 1. Pengetahuan Lokal Masyarakat Desa Hutan

Kebijakan yang dikenal dengan pengelolaan hutan kemasyarakatan atau lebih dikenal dengan singkatan PHBM ini memunculkan keberadaan lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). Para peneliti menanyakan kepada SUPHEL hak apa yang dimiliki masyarakat desa hutan atas kawasan hutan. Setelah observasi cukup lama, penulis bertemu dengan salah satu warga desa hutan di kawasan Nglobo, sebuah kawasan yang memiliki potensi hutan yang besar.

Ia menyatakan, masyarakat desa hutan yang disebutkan penulis adalah masyarakat yang berada di wilayah desa yang berada di dalam hutan. Menurut San Afri Awang, yang disebut masyarakat desa hutan adalah masyarakat yang berada di dalam hutan atau berbatasan langsung dengan hutan dan memanfaatkan sumber daya lahan hutan dan hasil hutan lainnya.

Daun(Ron)

Setelah selesai, para pencari daun beristirahat dalam satu kelompok sambil menunggu truk pengangkut baik, sarana transportasi resmi, atau bahkan pengemudi relawan yang bersedia mengantar ke pasar. Pada masa keong jati ini para pemburu daun mengalihkan perburuannya dari daun jati ke daun ploso. Di tengah udara yang panas dan kering, daun ploso yang berwarna hijau masih terlihat, apalagi jika ditambahkan bunga ploso berwarna merah muda di ujung daunnya.

Proses mencari daun jati adalah dengan mencari tanaman jati trubusan yaitu pohon jati kecil yang tumbuh tunas baru baik sendiri maupun di penipisan daerah pegunungan. Di daerah Madiun brongkol disebut wungkal, Perhutani hanya mengambil batang pohon jati saja, namun tidak diambil ranting, akar, kulit kayu maupun daunnya.

Gelam

Bagian dari pemanfaatan hasil hutan oleh penduduk desa hutan inilah yang disebut dengan brongkol. Jika brongkol hanya digunakan untuk kayu bakar dan hampir sama dengan rencek, maka yang disebut tunggak mempunyai manfaat yang lebih tinggi karena dapat dijadikan meja, kayu, kursi atau perhiasan yang bernilai tinggi. Ada sekitar delapan perajin yang bermarkas di KPH Cepu, dari tiga belas perajin yang ada di Kabupaten Blora.

Arang

  • Budaya Local Masyarakat Desa Hutan

Jadi jika kita memasuki area bertingkat, kita akan menemukan beberapa bilah kayu jati yang sudah dipoles dan hanya terlihat kayunya saja karena jhelamnya diambil dari bawah ke atas. Memang, sebagai produk kolektif interaksi manusia, kita juga dapat melihat beberapa atau banyak kesamaan dengan budaya komunitas lain yang memiliki karakteristik hampir sama dengan komunitas desa hutan.

Mentifact

Masyarakat desa sekitar hutan di kawasan KPH Cepu pemilik lahan masih memanfaatkan lahannya untuk menanam tanaman keras. Hery Santoso, aktivis lingkungan hidup dari Javlec (Java Learning Center) mengatakan bahwa konsep narimo ing pandum merupakan strategi bertahan hidup masyarakat desa hutan. Jika dikaji lebih dalam, nilai narimo ing pandum merupakan bentuk inferioritas masyarakat desa hutan terhadap lingkungannya.

Namun di sisi lain, masyarakat desa hutan yang tinggal di kawasan hutan tidak bisa mendapatkan apa-apa dari hutan sejak mereka lahir atau bahkan meninggal di sana. Hal ini merupakan upaya Perhutan untuk memisahkan secara tegas masyarakat desa hutan dengan kawasan hutan negara.

Sosiofact

Beberapa hari sebelum tanam, masyarakat desa hutan mengadakan counter dengan hidangan utama berupa ayam bakar atau ayam bakar. Selain itu, karena penelitian ini dilakukan pada bulan Syaban sebelum bulan Ramadhan, maka dilakukan pula bancakan pada masyarakat desa hutan ini. Dalam peraturan lainnya yaitu peraturan yang dikeluarkan oleh Perhutani yang berarti peraturan yang berkaitan dengan hukum positif, masyarakat desa hutan juga sama.

Dengan dukungan luas dari pihak kecamatan, warga mengadakan musyawarah dengan mengundang seluruh warga desa secara terbuka melalui undangan yang distempel oleh perangkat desa di tempat umum. Begitu pula dalam proses pembentukan LMDH, sebagai salah satu syarat berbagi, otomatis warga desa hutan meningkatkan pola konsultasi dalam setiap pengambilan keputusan.

Artifact

  • Kearifan Lingkungan Masyarakat Desa Hutan
  • Implikasi
    • Implikasi Empiris
    • Implikasi Teoritis
    • Implikasi Metodologis
  • Saran

Ada banyak contoh baik yang terjadi pada masyarakat desa hutan di Indonesia dan hutan di seluruh dunia. Pengetahuan lokal/pengetahuan yang dimiliki ini hampir tidak dapat dimanfaatkan oleh masyarakat diluar masyarakat desa hutan itu sendiri. Masyarakat desa hutan di kawasan hutan KPH Cepu dapat dikatakan memiliki potensi literasi lingkungan yang cukup tinggi.

Bentuk optimalisasi tersebut berupa pemberdayaan yaitu dengan meningkatkan partisipasi masyarakat desa hutan dalam proses pengelolaan hutan. Pembelajaran yang paling relevan dari artikel ini adalah adanya kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat desa hutan. Pertanyaan pertama dan mendasar dari Pak. Kepada Agung Sugiarta, Staf KSS PHBM (Kepala Suku Dinas Pengelolaan Hutan Rakyat) mengenai hak masyarakat desa hutan atas hutan yang dikelola Perhutani.

Jawaban atas pertanyaan ini adalah bahwa masyarakat desa hutan sebenarnya tidak mempunyai hak atas hutan.

Gambar

Tabel 1.  Matriks waktu tertata.
Gambar 1.   Model sistem ekologi manusia  Gambar 2.  Model komplek ekologi
Gambar 3.  skema ketergantungan hutan dan masyarakat
Gambar 5. Peta Kabupaten Blora
+3

Referensi

Dokumen terkait

Ketika warga dihadapkan pada alternatif pilihan sebaiknya hutan Wonosadi dimanfaatkan untuk keperluan ekonomi atau ekologi masyarakat selalu berharap agar keduanya diwujudkan

Pasal 50 juga menyebutkan bahwa tanpa izin dari pejabat yang berwenang, maka dilarang membakar hutan; menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan;

Di dalam kawasan hutan Kaluppini disarankan agar masyarakat ikut serta dalam merawat tanaman obat dan menjaga hutan agar masyarakat dapat menikmati atau memanfaatkan hasil hutan

Dalam kaitan dengan pengelolaan hutan, kebijakan yang sifatnya otoriter amatlah berbahaya, karena ketika pengambil keputusan dalm hal ini adalah pemerintah, tidak

Berbagai Kerajinan dari tenun dan bambu yang terdapat di Desa Tuktuk... Alat tenun yang

Adapun bentuk-bentuk kearifan lokal yang dilakukan masyarakat untuk tetap menjaga keasrian Danau Toba adalah tidak membuang limbah di sekitar Danau Toba, mengurangi hasil

Kawasan hutan dan areal perkebunan gampong Pasir Belo terletak di dalam KEL dengan status lahan APL (Areal Penggunaan Lain), sebahagian besar hutan yang baru

217 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian ini diperoleh data mengenai nilai budaya dan kearifan lokal masyarakat Dayak Pipitak Jaya yang berada di sekitar kawasan hutan Piani, data