• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKTIVITAS NITRAT REDUKTASE DAN KANDUNGAN KLOROFIL BEBERAPA TANAMAN SELA SISTEM TUMPANGSAR

Dalam dokumen Prosiding Seminar Nasional UGM Hasil Has (Halaman 71-75)

PADA KAWASAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT TBM 3

Mamik Sarwendah1, Eka Tarwaca Susila Putra2 dan Zainal Arifin1

1

Mahasiswa Pascasarjana Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada

2

Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada Email :sarwendahmamik@yahoo.com

ABSTRAK

Potensi ruang tumbuh di antara tegakan kelapa sawit cukup besar dan sampai saat ini keberadaanya belum dimanfaatkan secara maksimal. Dalam jangka panjang, peningkatan produktivitas lahan di kawasan perkebunan kelapa sawit muda akan mendorong terwujudnya ketahanan pangan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui aktivitas fisiologis yang berupa aktivitas enzim nitrat reduktase (ANR) dan kandungan klorofil beberapa tanaman sela fase vegetatif maksimum yang ditanam pada kawasan perkebunan kelapa sawit TBM 3 dan dibandingkan dengan kondisi fisiologis pada tanaman monokulturnya. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok lengkap satu faktor dengan 3 blok sebagai ulangan. Jenis tanaman sela terdiri dari 5 macam tanaman semusim yaitu kedelai, kacang tanah, padi, sorgum, dan jagung hibrida. Berdasarkan hasil yang diperoleh, kandungan klorofil total pada semua tanaman sela tidak berbeda nyata bila dibandingkan dengan tanaman monokulturnya. Aktivitas nitrat reduktase tanaman jagung yang ditanam secara tumpangsari (1,89 µmol/NO2-

/jam) lebih rendah daripada tanaman monokulturnya (3,6 µmol/NO2-/jam).

Berbeda halnya dengan tanaman padi, ANR pada padi yang ditanam secara tumpangsari (12,87 µmol/NO2-/jam) lebih tinggi daripada tanaman monokulturnya

(3,21 µmol/NO2-/jam). Sedangkan pada tanaman kedelai, kacang tanah dan

sorgum, nilai ANR tidak berbeda nyata antara tanaman yang ditanam secara tumpang sari dan tanaman monokulturnya.

Kata kunci: ANR, klorofil, Kelapa sawit TBM 3, tumpangsari, tanaman sela

Pendahuluan

Indonesia merupakan negara yang memiliki areal lahan perkebunan kelapa sawit terluas di dunia. Menurut Ditjen Perkebunan (2011) bahwa luas areal perkebunan kelapa sawit yang ada di Indonesia adalah 8,9 juta ha. Luasnya areal tersebut membuat posisi kawasan perkebunan kelapa sawit semakin strategis untuk dimanfaatkan sebagai salah satu penghasil bahan pangan, khususnya pada tahap awal penanaman (umur 1 – 3 tahun setelah penanaman). Sementara itu, permintaan hasil panen terutama tanaman pangan utama seperti padi, jagung, kedelai, kacang tanah, terus meningkat dari tahun ke tahun sebagai akibat tingkat pertumbuhan penduduk yang masih tinggi yaitu 1,4 % per tahun. Produksi dalam negeri belum dapat mencukupi kebutuhan pangan nasional (Nasution, 2004).

Metode Penelitian

Penelitian dilaksanakan bulan Juni sampai dengan bulan November 2013 di perkebunan kelapa sawit rakyat umur 3 tahun (TBM 3) di Desa Batu Penyu Kecamatan Gantung Kabupaten Belitung Timur. Bahan penelitian meliputi benih jagung varietas Hibrida Bima 10 yang diperoleh dari Balai Penelitian Serealia (Balitser) Maros, padi varietas Situ Bagendit yang diperoleh dari BPTP Kepulauan Bangka Belitung, sorgum varietas Pahat yang diperoleh dari Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) Jakarta, kedelai varietas Burangrang dan

kacang tanah varietas Talam yang diperoleh dari Balai Penelitian Kacang- Kacangan dan Umbi-Umbian (Balitkabi) Malang. Pupuk yang digunakan pupuk kandang (kotoran ayam), dolomite, urea, SP-36, KCl.

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode percobaan lapangan yang terdiri atas satu faktor dan dirancang dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap dengan tiga blok sebagai ulangan. Perlakuan yang diuji adalah sistem tanam yaitu tumpang sari tanaman semusim (padi gogo, jagung, sorgum kedelai, kacang tanah,) dengan kelapa sawit dengan monokultur tanaman semusim dan monokultur kelapa sawit. Pengukuran Aktivitas Nitrat Reduktase (ANR) dilakukan dengan mengambil 200 mg daun diiris dengan tebal 1 mm dan dimasukkan ke dalam tabung plastik hitam yang telah diisi larutan Buffer Phosphat 0,1 M pH 7,5 sebanyak 5 ml. Setelah 24 jam larutan diganti dengan volume yang sama dan ditambahkan 0,1 ml larutan NaNO3 0,05 M kemudian diinkubasi selama 2 jam dalam keadaan gelap pada suhu kamar. Setelah diinkubasi 0,1 ml larutan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang sebelumnya telah diisi dengan larutan sulfanil amide 1% sebanyak 0,2 ml dan 0,2 ml larutan N-naftil etilene diamide 0,02%. Setelah warna larutan menjadi merah jambu dan ditambahkan 2,5 ml air suling sehingga volume menjadi 3 ml dan dikocok. Pengamatan dilakukan dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm.

Pengukuran kadungan klorofil daun diukur menggunakan metode yang

telah dikembangkan oleh Comb (1985) yang dikenal sebagai Comb’s method.

Sebanyak 1 g daun ditumbuh dengan mortar hingga lumat, kemudian ditambahkan 20 ml aseton 80% dan disaring dengan kertas Wahtman no. 1. Absorban larutan dibaca menggunakan Spectronic 21D Milton Roy pada panjang gelombang 645 µm dan 663 µm.

Hasil dan Pembahasan

Hasil analisis statistik uji t (Tabel 1) menunjukkan jumlah ANR pada tanaman kacang tanah sistem tanam monokultur pada vase vegetatif tidak berbeda nyata jika dibandingkan dengan tanaman kacang tanah sistem tumpangsari pada kawasan perkebunan kelapa sawit TBM 3. Sama halnya dengan tanaman kedelai dan sorgum. Tetapi untuk tanaman jagung jumlah ANR sistem tumpangsari (1,89 µmol NO2-/gr/jam) nyata lebih rendah jika dibandingkan dengan tanaman monokultur jagung (3,60 µmol NO2-/gr/jam). Tanaman padi jumlah ANR pada sistem tanam tumpangsari lebih tinggi (12,87 µmol NO2-/gr/jam) daripada tanaman mookulturnya 3,21 µmol NO2-/gr/jam). Tabel 1. Rata-rata aktivitas nitrat reduktase tanaman sela dalam mikromol

NO2/gr/jam pada vase vegetatif maksimum.

Tanaman Jumlah ANR

Monokultur Tumpangsari Kacang tanah 0,24 a 0,34 a Kedelai 0,62 a 0,51 a Sorgum 2,97 a 2,45 a Jagung 3,60 a 1,89 b Padi 3,21 b 12,87 a

Keterangan: rerata dalam satu baris yang diikuti oleh huruf sama tidak berbeda nyata menurut uji LSD (p ≤ 0,05)

Nilai ANR yang rendah menyebabkan jumlah nitrit yang akan diubah menjadi amonium sedikit. Jika amonium yang dihasilkan sedikit maka secara

otomatis akan terjadi penurunan kadar asam amino yang dibentuk. Penurunan tersebut berpengaruh terhadap kadar protein yang dihasilkan. Tabel 2. Kandungan klorofil a dan klorofil b (mg/g) beberapa tanaman sela pada

fase vegetatif maksimum sistem monokultur dan tumpangsari pada kawasan perkebunan kelapa sawit TBM 3.

Tanaman Klorofil a Klorofil b

Monokultur Tumpangsari Monokultur Tumpangsari

Kacang tanah 0,40 a 0,38 a 0,54 a 0,44 a

Kedelai 0,31 a 0,35 a 0,22 a 0,36 a

Sorgum 0,35 a 0,23 a 0,28 a 0,16 a

Jagung 0,46 a 0,35 a 0,58 a 0,33 a

Padi 0,30 a 0,37 a 0,28 a 0,36 a

Keterangan: rerata dalam satu baris yang diikuti oleh huruf sama tidak berbeda

nyata menurut uji LSD (p ≤ 0,05)

Tabel 3. Kandungan klorofil total (mg/g) dan rasio klorofil a/b beberapa tanaman sela pada fase vegetatif maksimum sistem monokultur dan tumpangsari pada kawasan perkebunan kelapa sawit TBM 3.

Tanaman Klorofil total Klorofil b/a

Monokultur Tumpangsari Monokultur Tumpangsari

Kacang tanah 0,93 a 0,83 a 1,34 a 1,14 a

Kedelai 0,53 a 0,72 a 0,70 a 1,00 a

Sorgum 0,63 a 0,38 a 0,80 a 0,70 a

Jagung 1,03 a 0,68 a 1,26 a 0,94 a

Padi 0,59 a 0,73 a 0,93 a 0,97 a

Keterangan: rerata dalam satu baris yang diikuti oleh huruf sama tidak berbeda nyata

menurut uji LSD (p ≤ 0,05)

Kandungan klorofil a dan b (Tabel 2.) pada semua jenis tanaman sela (kacang tanah, kedelai, sorgum, jagung dan padi) tidak berbeda nyata antara tanaman monokultur tanaman sela dan pada sistem tumpangsari di kawasan perkebunan kelapa sawit TBM 3. Begitu pula klorofil total dan rasio klorofil b/a pada semua tanaman sela tidak berbeda nyata antara sistem tumpangsari dan monokulturnya.

Daun yang ternaungi memiliki rasio klorofil a/b lebih tinggi daripada daun yang tidak tenaungi (Nilsen dan Orcutt,1996). Hal ini merupakan respon atau mekanisme adaptasi fisiologis agar daun tetap mampu menyerap radiasi bergelombang panjang oleh khlorofil b yang lebih banyak untuk fotosintesis. Tanaman kedelai yang tahan naungan mempunyai ciri rasio klorofil a/b rendah. Sopandi et al. (2003) juga menyatakan bahwa genotipe padi gogo yang tahan naungan mempunyai daun yang lebih tipis, kandungan klorofil b yang lebih tinggi, dan rasio klorofil a/b yang lebih rendah.

Pertumbuhan tanaman erat kaitannya dengan hara yang diserap dari dalam tanah, termasuk unsur nitrogen. Penurunan kadar nitrogen daun klon peka lebih besar dibandingkan dengan klon toleran. Klon toleran dalam menggunakan nitrogen kemungkinan difokuskan pada sintesis klorofil a dan b, sehingga kadar klorofil a dan b meningkat lebih banyak pada klon toleran dibandingkan dengan klon peka. Penurunan kadar nitrogen tanaman berpengaruh terhadap fotosintesis baik lewat kandungan klorofil maupun enzim fotosintetik sehingga menurunkan fotosintat (pati) yang terbentuk.

Klorofil akan optimal apabila kondisi lingkungan mampu mendukung proses fisiologi, di antaranya ketersediaan air. Tanaman yang tetap hijau dapat meningkatkan produksi dan efisiensi transpirasi pada saat tanaman mengalami kekurangan air, seperti pada sorgum, jagung dan gandum (Li et al., 2006).

Pada cara tanam secara tumpangsari, kompetisi hara air, dan radiasi surya adalah faktor lingkungan yang menyebabkan tanaman tumbuh dan berkembang pada kondisi suboptimal. Dari penelitian ini diketahui bahwa pada stadia vegetatif tanaman sela yang ditanam di kawasan perkebunan kelapa sawit 3 belum terjadi kompetisi yang mengakibatkan penurunan pembentukan klorofil yang digunakan untuk proses fotosintesis.

Pada kondisi lapangan, kompetisi biasanya mulai terjadi setelah tanaman mencapai pertumbuhan tingkat tertentu dan kemudian semakin keras dengan pertambahan ukuran tanaman dan umur. Dengan makin lanjut pertumbuhan tanaman, tajuknya semakin rimbun dan sistem perakarannya semakin padat sehingga tanaman yang tumbuh berdekatan terjadi kompetisi (Mimbar,1999).

Kesimpulan

1. Tidak terdapat perbedaan yang nyata jumlah ANR fase vegetatif maksimum tanaman kacang tanah, kedelai dan sorgum antara sistem monokultur dan sistem tumpangsari dikawasan perkebunan kelapa sawit TBM 3. Tetapi pada tanaman jagung, jumlah ANR sistem monokultur lebih tinggi (3,60 µmol NO2- /gr/jam) daripada sistem monokulturnya (1,89 µmol NO2-/gr/jam).

2. Kandungan klorofil tanaman sela (kacang tanah, kedelai, padi, jagung dan sorgum) yang ditanam secara tumpangsari di perkebunan kelapa sawit TBM 3 tidak berbeda nyata dengan tanaman monokulturnya.

Daftar Pustaka

Corley, R.H.V. and P.B. Tinker. 2003. The Palm Oil. Blackwell Publishing. Berlin. Germany. 562p.

Lehninger, A. L., 1994. Principles of Biochemistry. Alih Bahasa: M. Thenawidjaja. Penerbit Erlangga, Surabaya.

Li, R.P.G., M. Baum, S. Grando and S.Ceccarelli. 2006. Evaluation of Chlorophyll Content and Fluorescence Parameters as Indicators of Drought Tolerance in Barley. Agricultural Sciences in China. 5 (10): p.751-757.

Mangoensoekarjo S dan H Semangun. 2005. Manajemen agrobisnis kelapa sawit. Gadjah Mada University. Press.

Mimbar, S. M, 1999. Pengaruh jarak tanam, jumlah tanaman per rumpun dan kerapatan populasi terhadap pertumbuhan dan hasil kacang hijau merah. Agrivita XII (1) : 13 – 14

Nilsen, E.T., O.M. Orcutt. 1996. Physiology of Plants under Stress. Abiotic factors. John Wiley and Sons Inc. Kanada.

Salisbury dan Ross.1995.Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. ITB : Bandung.

Sopandi, D., M.A. Chozin, S. Sastrosumarjo, T. Juhaeti, Sahardi. 2003. Toleransi terhadap naungan pada padi gogo. Hayati 10: 71 – 75.

(http://ditjenbun.deptan.go.id//index.php?option=com_content&task=view&id=240&Itemid =62)

PERENCANAAN POLA DAN WAKTU TANAM PADA TANAMAN SEMUSIM

Dalam dokumen Prosiding Seminar Nasional UGM Hasil Has (Halaman 71-75)

Dokumen terkait