• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN LIMBAH ORGANIK BIOGAS SEBAGAI MEDIA TANAM PADA PRODUKSI BENIH KENTANG ( Solanum tuberosum L.) G

Dalam dokumen Prosiding Seminar Nasional UGM Hasil Has (Halaman 116-122)

Meksy Dianawati

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat Jl. Kayuambon 80, Lembang, Bandung Barat, Jawa Barat

meksyd@yahoo.com

ABSTRAK

Limbah biogas dapat dimanfaatkan sebagai media tanam pada produksi benih kentang G1. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan produksi benih kentang G1 dengan berbagai jenis dan komposisi media tanam organik dengan pemanfaatan limbah biogas. Percobaan dilaksanakan di rumah plastik di Lembang, Bandung Barat, Jawa Barat mulai November 2013 sampai Maret 2014. Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan tujuh perlakuan dan empat ulangan. Faktor perlakuannya adalah jenis media tanam yaitu tanah subsoil, sekam bakar, limbah biogas, tanah subsoil-sekam bakar (v/v), sekam bakar-limbah biogas (v/v), tanah subsoil-limbah biogas (v/v), dan tanah subsoil-sekam bakar-limbah biogas (v/v/v). Data dianalisis dengan uji F dan dilanjutkan dengan uji kontras orthogonal pada taraf kepercayaan 95%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media tanam terbaik adalah media limbah biogas. Penggunaan limbah biogas sebagai campuran media tanam baik dengan tanah subsoil maupun sekam bakar dapat menjadi pilihan apabila ketersediaan limbah biogas masih terbatas. Perlakuan jenis dan komposisi media tanam tidak mempengaruhi jumlah umbi per tanaman, tetapi penggunaan media limbah biogas ataupun media dengan komponen limbah biogas dapat meningkatkan jumlah umbi ukuran besar.

Kata kunci: kentang, benih, media tanam, biogas

Pendahuluan

Kentang merupakan komoditas hortikultura unggulan di Indonesia yang menjadi sumber karbohidrat yang kaya protein, mineral, dan vitamin. Konsumsi kentang per kapita per tahun di Indonesia dari tahun 2009 ke 2010 meningkat 6.0% (Pusdatin, 2012) akibat meningkatnya industri makanan kecil berbahan baku kentang dan berubahnya pola menu makanan masyarakat yang mulai mengonsumsi kentang sebagai makanan pokok alternatif. Namun demikian konsumsi kentang nasional per tahun pada tahun 2010 sebesar 1.8 juta ton (Pusdatin, 2012) tidak didukung oleh kemampuan produksi kentang yang hanya sebesar 1.1 juta ton (BPS, 2012). Produktivitas kentang di Indonesia pada tahun 2011 relatif rendah sebesar 15.9 t ha-1 dengan luas areal pertanaman 59.8 ribu ha (BPS, 2012) dibandingkan potensi hasil penelitian kentang sebesar 25 t ha-1 (Dianawati et al., 2013). Permasalahannya antara lain masih rendahnya ketersediaan benih kentang bersertifikat baik benih G0 hingga G4 di tingkat petani (Dianawati et al., 2014).

Benih kentang G1 merupakan benih generasi pertama dalam bentuk umbi dan diproduksi dari benih G0 yang ditanam langsung pada tanah steril di dalam rumah kasa kedap serangga (Dirjen Perbenihan dan Alsintan, 2008). Benih kentang G1 kebanyakan dijual dalam satuan jumlah umbi, sehingga prioritas dalam produksi benih kentang G1 adalah peningkatan jumlah umbi per tanaman (Dianawati et al., 2014). Dianawati et al. (2014) melaporkan bahwa produksi benih G1 di tingkat petani

Pangalengan adalah sekitar 3-8 knol per tanaman. Perbedaan produksi tersebut disebabkan banyak faktor antara lain seperti perbedaan penggunaan media tanam.

Media tanam yang digunakan pada produksi G1 sangat beragam, namun yang umum dipakai adalah tanah sub soil, sekam bakar, cocopeat, kompos pupuk kandang. Penggunaan media dapat terdiri dari satu jenis atau campuran dari beberapa jenis media dengan tujuan untuk mendapatkan media tanam yang ideal, namun murah dan mudah didapatkan. Menurut Olle et al. (2012), media tanam yang baik adalah media yang mampu menyediakan air dan unsur hara dalam jumlah cukup bagi pertumbuhan tanaman, dapat melakukan pertukaran udara antara akar dan atmosfer di atas media dan harus dapat menyokong pertumbuhan tanaman.

Limbah kotoran hewan telah banyak dimanfaatkan sebagai pupuk organik, baik limbah kotoran hewan segar, setelah dikomposkan, ataupun setelah menjadi limbah biogas. Biogas merupakan proses fermentasi secara alami dari sampah organik secara anaerobik (tanpa udara) oleh bakteri metan, sehingga dihasilkan gas metan. Limbah biogas adalah produk akhir pengolahan limbah yang berbentuk lumpur yang sangat bermanfaat sebagai sumber nutrisi untuk tanaman, terutama sebagai media tanam (Biru, 2010).

Biru (2010) menyatakan bahwa limbah biogas dapat memperbaiki kesuburan tanah dan meningkatkan produksi tanaman sampai sebesar 10-20% lebih tinggi dibanding pupuk kandang biasa. Hal ini terbukti pada beberapa penelitian pemakaian limbah biogas pada padi, gandum, dan jagung telah meningkatkan produksi masing-masing sebesar 10%, 17%, dan 19%. Sementara itu produksi kembang kol juga meningkat 21%, tomat 19%, dan buncis 70% dengan pemakaian limbah biogas. Biru (2013) menyatakan bahwa tanaman yang menunjukkan respon paling baik terhadap limbah biogas adalah sayur-sayuran umbi, sehingga penggunaan limbah biogas diharapkan dapat meningkatkan jumlah umbi pada produksi benih kentang G1. Penelitian ini bertujuan untuk menguji berbagai komposisi media tanam dalam produksi benih G1.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2013 sampai Maret 2014 di rumah plastik di Lembang, Bandung Barat, Jawa Barat dengan elevasi 1200 m diatas permukaan laut. Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok dengan tujuh perlakuan dan empat ulangan. Faktor perlakuannya adalah jenis dan komposisi media tanam yaitu tanah subsoil, sekam bakar, limbah biogas, tanah subsoil-sekam bakar (v/v), sekam bakar-limbah biogas (v/v), tanah subsoil-limbah biogas (v/v), dan tanah subsoil-sekam bakar-limbah biogas (v/v/v). Dengan demikian terdapat 28 satuan percobaan dimana setiap satuan percobaan terdiri dari lima tanaman, sehingga terdapat 140 tanaman.

Varietas yang digunakan adalah Granola L dengan kelas benih G0. Tanah yang digunakan adalah tanah subsoil dengan kedalaman antara 20-40 cm. Sekam bakar merupakan sekam padi yang telah dibakar. Limbah biogas merupakan sisa ampas biogas dalam bentuk kering. Semua media diayak dan disterilisisasi dengan pengukusan 100 oC selama 1 jam. Penelitian dilaksanakan pada polibag ukuran 25 cm x 30 cm dan ditempatkan secara zigzag dengan jarak tanam 20 cmx40 cm. Pada perlakuan media campuran, masing-masing komponen media dicampur rata terlebih dahulu sesuai perbandingan media tanam dan kemudian dimasukkan ke dalam polibag. Polibag diisi media sebanyak ¾ bagian dan dipenuhi saat dilakukan pembumbunan umur 30 hst.

Benih ukuran 5-10 g ditanam secara tugal satu benih per lubang tanam. Tanaman disiram setiap hari tergantung kondisi kelembaban media. Pupuk AB mix yang digunakan terdiri dari stok A dan stok B yang mengandung 225 ppm NO3-, 25

ppm NH4+, 75 ppm P, 400 ppm K, 175 ppm Ca, 75 ppm Mg, 136 ppm S, 3 ppm Fe, 2

ppm Mn, 0,2 ppm Cu, 0,3 ppm Zn, 0,7 ppm B, dan 0,05 ppm Mo (Dianawati et al.

2013). Daya hantar elektrolit (EC) dan kemasaman (pH) pupuk AB mix dipelihara pada nilai masing-masing 1,5-2 mS m-1 dan 5.8-6. Pupuk AB mix diberikan seminggu dua kali dengan volume +100 ml pada umur 1-3 MST, + 200 pada umur 3- 4 MST, + 300 ml pada umur 5-6 MST, dan + 400 ml pada umur 7-10 ml. Pengajiran dilakukan sebelum dilakukan pembumbunan umur 30 hst.

Saat panen umur 100 hst, dilakukan pengamatan tinggi tanaman, jumlah batang per tanaman, bobot tajuk kering tanaman, jumlah umbi per tanaman, jumlah umbi berdasarkan bobot per umbi (umbi dengan ukuran < 1 g, umbi ukuran sedang 1-10 g, dan umbi ukuran besar >10 g), bobot umbi per tanaman dan bobot per umbi. Tanaman diukur dari pangkal batang sampai titik tumbuh terakhir. Jumlah batang per tanaman adalah banyaknya batang yang muncul dari permukaan media tanam. Bobot tajuk kering tanaman adalah bobot tajuk yang telah mengering alami akibat penuaan saat panen. Bobot umbi per tanaman adalah bobot seluruh umbi yang dihasilkan per tanaman, sedangkan bobot per umbi merupakan bobot seluruh umbi dibagi jumlah umbi yang dihasilkan. Data kemudian dianalisis dengan uji F dan dilanjutkan dengan uji kontras orthogonal pada taraf kepercayaan 95%.

Hasil dan Pembahasan

Pertumbuhan tinggi tanaman, bobot kering tajuk tanaman, bobot umbi per tanaman, bobot per umbi, dan jumlah umbi ukuran besar pada perlakuan media limbah biogas nyata lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya (Tabel 1 dan 2). Selain itu, media dengan komponen biogas memiliki tinggi tanaman, bobot kering tajuk tanaman, bobot umbi per tanaman, bobot per umbi, dan jumlah umbi ukuran besar lebih tinggi dibandingkan media tanpa komponen limbah biogas (Tabel 1 dan 2). Hal ini menunjukkan bahwa media tanam terbaik adalah media limbah biogas. Penggunaan limbah biogas sebagai campuran media tanam baik dengan tanah subsoil maupun sekam bakar dapat menjadi pilihan apabila ketersediaan limbah biogas masih terbatas.

Tabel1. Pertumbuhan tanaman kentang G1 dengan berbagai jenis dan komposisi media tanam

Perlakuan media Tinggi tanaman (cm) Jumlah batang (buah)

Bobot kering tajuk per tanaman (g) Tanah (T) 41.00 1.75 7.35 Sekam (S) 52.50 1.25 17.85 Biogas (B) 73.75 2.25 43.71 T:S 37.75 2.00 6.86 S:B 56.00 2.50 25.11 T:B 63.50 2.50 20.85 T:S:B 54.75 2.25 21.72 CV (%) 16.1 34.9 37.1 B vs lainnya 73.7 vs 50.9* 2.2 vs 2.0 43.7 vs 16.7 * T, S, TS vs SB, TB, TSB 43.8 vs 58.1* 1.7 vs 2.4 * 10.7 vs 22.6 * T, S vs TS 46.8 vs 37.8 1.5 vs 2.0 12.7 vs 6.9

T vs S 41.0 vs 52.5 1.8 vs 1.3 7.3 vs 17.8

SB vs TB, TSB 56.0 vs 59.13 2.5 vs 2.4 25.1 vs 21.3

TB vs TSB 63.5 vs 54.8 2.5 vs 2.3 20.8 vs 21.7

Keterangan : * beda nyata dengan uji kontras ortogonal pada taraf kepercayaan 95%

Tabel 2. Hasil panen tanaman kentang G1 dengan berbagai jenis dan komposisi media tanam Perlakuan media Jumlah umbi per tanaman

Jumlah umbi Bobot umbi

per tanaman (g)

Bobot per umbi (g) Kecil Sedang Besar

Tanah (T) 2.25 0.00 2.25 0.00 26.77 12.56 Sekam (S) 3.50 0.00 3.25 0.25 53.51 19.15 Biogas (B) 6.25 1.00 4.00 1.25 161.41 34.50 T:S 4.00 2.00 2.00 0.00 38.76 10.51 S:B 5.75 0.75 3.75 1.25 148.10 26.67 T:B 4.25 0.50 3.25 0.50 105.74 27.16 T:S:B 4.50 0.25 3.75 0.50 102.63 23.86 CV (%) 45.9 127.4 57.7 89.5 37.5 42.3 B vs lainnya 6.3 vs 4.0 1 vs 0.6 4 vs 3.0 1.3 vs 0.4 * 161.4 vs 79.3 * 34.5 vs 19.9* T, S, TS vs SB, TB, TSB 3.3 vs 4.8 0.7 vs 0.5 2.5 vs 3.6 0.1 vs 0.8* 39.7 vs 118.8 * 14.1 vs 25.9* T, S vs TS 2.9 vs 4.0 0 vs 2* 2.8 vs 2 0.1 vs 0 40.1 vs 38.8 15.9 vs 10.5 T vs S 2.3 vs 3.5 0 vs 0 2.3 vs 3.3 0 vs 0.3 26.8 vs 53.5 12.6 vs 19.2 SB vs TB, TSB 5.8 vs 4.4 0.8 vs 0.4 3.8 vs 3.5 1.3 vs 0.5 * 148.1 vs 104.2 26.7 vs 25.5 TB vs TSB 4.3 vs 4.5 0.5 vs 0.2 3.3 vs 3.8 0.5 vs 0.5 105.7 vs 102.6 27.2 vs 23.9

Keterangan : * beda nyata dengan uji kontras ortogonal pada taraf kepercayaan 95%

Limbah biogas dapat berperan sebagai bahan organik. Biru (2013) menyatakan bahwa kandungan hara dalam limbah biogas sangat lengkap, baik dari hara makro maupun mikro. Kandungan hara NPK dalam limbah biogas kering adalah 3,6% (N), 1,8% (P), dan 3,6% (K) lebih tinggi dibandingkan limbah biogas basah dengan kandungan 0,25% (N), 0,13% (P), dan 0,12% (K). Biru (2010) menyatakan bahwa limbah biogas bermanfaat menyuburkan tanah pertanian karena dapat menetralkan tanah yang asam dengan baik, menambahkan humus sebanyak 10-12% dan mampu menyimpan air, dan dapat mendukung aktivitas perkembangan cacing dan mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman.

Media dengan komponen biogas mempengaruhi jumlah batang dibandingkan media tanpa komponen biogas (Tabel 1). Hal ini diduga karena pengaruh limbah biogas dalam memperbaiki struktur media tanam, sehingga mendukung pertumbuhan tunas yang tumbuh dari umbi untuk membentuk batang. Biru (2013) menyatakan bahwa limbah biogas dapat memperbaiki struktur fisik tanah sehingga

tanah menjadi lebih gembur. Dengan demikian pada media dengan struktur tanah yang mendukung, umbi dapat menunjukkan potensinya membentuk tunas.

Perlakuan media tanam tidak mempengaruhi jumlah umbi per tanaman dan jumlah umbi ukuran sedang, tetapi mempengaruhi jumlah umbi ukuran kecil dan besar (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan media tanam mempengaruhi kualitas umbi yang dihasilkan terutama dalam mempengaruhi ukuran benih ukuran kecil dan besar. Media limbah biogas ataupun media dengan komponen limbah biogas dapat meningkatkan jumlah umbi besar.

Kombinasi media tanam tanah subsoil-sekam dapat mengurangi jumlah umbi kecil dibandingkan bila menggunakan media secara tunggal, baik media tanah ataupun media sekam bakar (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa gabungan media tanah dan sekam bakar dapat membentuk integritas struktur tanah yang ideal bagi tanaman. Bhat et al. (2014) menyatakan bahwa beberapa permasalahan dalam memformulasikan media tanam dihubungkan dengan integritas struktur bermacam- macam komponen media. Sekam bakar memiliki pori makro yang lebih tinggi, sehingga tidak mampu menahan air dan hara yang diberikan dalam waktu lama, meskipun hara yang diberikan dalam bentuk pupuk AB mix pada sistem hidroponik yang memiliki hara makro dan mikro yang lengkap. Sedangkan media tanah mudah menyerap air, sehingga kelebihan air tidak dapat didrainasekan dengan baik, yang berakibat akar dan batang tanaman mudah membusuk (Perwitasari et al., 2012). Bhat et al. (2014) menyatakan bahwa media tanam yang baik sebaiknya terdiri dari hara yang dapat memelihara pertumbuhan awal tanaman dan melepaskannya secara lambat dan seragam selama pertumbuhan tanaman.

Kombinasi media sekam-biogas dapat meningkatkan jumlah umbi besar daripada media dengan kombinasi yang mengandung komponen tanah (Tabel 2). Dengan demikian diduga sekam bakar membantu membentuk struktur tanah yang baik terutama pada media tanah yang porositasnya rendah. Sekam bakar lebih porous karena memiliki pori-pori makro dan mikro yang hampir seimbang, sehingga sirkulasi udara yang dihasilkan cukup baik serta memiliki daya serap air yang tinggi (Perwitasari et al. 2012). Gustia (2013) melaporkan bahwa penambahan sekam bakar ke dalam media tanam tanah (2:2) menunjukkan hasil tinggi tanaman, jumlah daun, panjang daun, lebar daun, bobot basah, dan bobot konsumsi tertinggi. Margiyatmo (2007) menyatakan bahwa media tanam yang cocok pada pertanaman hidroponik umumnya memiliki ciri porous, tetapi mampu mengikat air, sehingga memberikan kondisi yang baik bagi pertumbuhan hasil tanaman. Dengan demikian kelemahan media sekam bakar dalam menjaga porositas dan rendahnya kandungan hara, dapat ditutupi dengan mencampurkannya dengan limbah biogas, sehingga menghasilkan pertumbuhan dan hasil panen tanaman yang tinggi.

Kesimpulan

1. Media tanam terbaik adalah media limbah biogas. Penggunaan limbah biogas sebagai campuran media tanam baik dengan tanah subsoil maupun sekam bakar dapat menjadi pilihan apabila ketersediaan limbah biogas masih terbatas.

2. Perlakuan jenis dan komposisi media tanam tidak mempengaruhi jumlah umbi per tanaman, tetapi penggunaan media limbah biogas ataupun media dengan komponen limbah biogas dapat meningkatkan jumlah umbi ukuran besar.

Daftar Pustaka

Bhat N, M. Albaho, M. Suleiman. 2014. Growing substrate composition influences growth, productivity and quality of organic vegetables. Scie J Agric Vet Sci 1(1):6-12

Biru. 2010. Pedoman Pengawas : Pengelolaan dan pemanfaatan ampas biogas. Kerjasama Indonesia-Belanda. Hivos-SNV

Biru. 2013. Pedoman pengguna dan pengawas : pengelolaan dan pemanfaatan bio-slurry. (Eds.) Y. Hartanto, CH Putri. Tim biogas rumah. Yayasan Rumah Energi. Jakarta. BPS {Badan Pusat Statistik}. 2012. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kentang, 2009-

2012. http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php. [1 Februari 2013].

Dianawati, M., A. Ruswandi, T. Subarna, D. Firdaus. 2014. Strategi pengembangan perbenihan kentang di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Prosiding Seminar Nasional BPTP Jawa Barat. Lembang, 13 Agustus 2014. Dianawati, M., S. Ilyas, G.A. Wattimena, A.D. Susila. 2013. Produksi umbi mini kentang

secara aeroponik melalui penentuan dosis optimum pupuk daun nitrogen. J. Hort. 23(1):47-55

Dirjen Perbenihan dan Alsintan. 2008. Pedoman Perbenihan Kentang. Direktorat Jenderal Hortikultura. Jakarta.

Gustia H. 2013. Pengaruh penambahan sekam bakar pada media tanam terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman sawi (Brassica Juncea L.). E-Journal Widya Kesehatan dan Lingkungan. 1 (1): 12-17

Margiwiyatmo, A. 2007. Pengaruh pendinginan larutan hara terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah pada sistem hidroponik dengan empat macam media tanam. Prosiding Seminar Nasional yang dibiayai Hibah Kompetitif. Bogor, 1-2 Agustus 2007 : 285-289

Olle M, M Ngouajio, A Siomos. 2012. Vegetable quality and productivity as influenced by growing medium: a review. Agriculture. 99 (4) : 399–408

Perwitasari, B., M Tripatmasari, C Wasonowati. 2012. Pengaruh media tanam dan nutrisi terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman pakcoy (Brassica juncea) pada sistem hidroponik. Agrovigor 5 (1) : 14-25

Pusdatin {Pusat Data dan Informasi Pertanian. 2012. Statistik Konsumsi Pangan Tahun 2012. Pusat Data dan Informasi Pertanian. Kementan.

Dalam dokumen Prosiding Seminar Nasional UGM Hasil Has (Halaman 116-122)

Dokumen terkait