• Tidak ada hasil yang ditemukan

KABUPATEN SRAGEN

Dalam dokumen Prosiding Seminar Nasional UGM Hasil Has (Halaman 94-106)

Tota Suhendrata

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah

Bukit Tegalepek, Sidomulyo Ungaran 50501, Telp. (024) 6924965; Fax. (024) 6924966; Email: suhendrata@yahoo.co.id

ABSTRAK

Sistem tanam jajar legowo merupakan salah satu komponen teknologi budidaya yang ditujukan untuk meningkatkan produktivitas padi melalui pengaturan populasi tanaman. Sistem tanam jajar legowo 2:1 dengan jarak tanam 20 x 10 x 40 cm mampu menghasilkan jumlah populasi tanaman sebanyak 333.333 tanaman/ha atau 33,33% lebih banyak dibandingkan sistem tanam tegel dengan jarak tanam 20 x 20 cm. Rata-rata peningkatan produktivitas yang dicapai dengan penerapan sistem tanam jajar legowo 2:1 di Jawa Tengah sekitar 14,80% dibandingkan dengan sistem tanam tegel. Beberapa kendala dalam penerapan sistem tanam jajar legowo antara lain (1) tanam lebih sulit dibandingkan sistem tanam tegel, (2) tanam membutuhkan waktu lebih lama, dan (3) biaya tanam lebih tinggi dibandingkan sistem tanam tegel. Untuk mengatasi kendala tersebut, Badan Litbang Pertanian telah menghasilkan prototipe mesin tanam bibit padi Indo Jarwo Transplanter 2:1 atau rice transplanter sistem tanam jajar legowo 2:1 pada tahun 2013. Tujuan pengkajian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan paket teknologi rice transplanter sistem tanam jajar legowo (jarwo) 2:1 terhadap hasil gabah, efisiensi lama/waktu tanam dan penggunaan tenaga kerja. Pengkajian dilaksanakan di Desa Sidoharjo, Kecamatan Sidoharjo, Kabupaten Sragen pada bulan Maret – Juli 2014 (MT-2 2014). Pengkajian terdiri dari 2 perlakuan yaitu paket teknologi rice transplanter sistem tanam jarwo dan jarwo manual menggunakan caplak beroda masing-masing perlakuan diulang 10 kali dengan luas petak pengkajian ± 0,11 ha/perlakuan sehingga luas lahan pengkajian sekitar 2,2 ha, petani sebagai ulangan dan tiap petani melaksanakan 2 perlakuan. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan dianalisis menggunakan uji t. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa rata-rata hasil gabah pada penerapan paket rice transplanter sistem tanam jarwo lebih tinggi 0,9 t/ha GKG atau terjadi peningkatan 13,09% dibandingkan dengan paket sistem tanam jarwo manual dan berbeda nyata.

Kata kunci:rice transplanter, sistem tanam, jajar legowo, sawah irigasi

Pendahuluan

Pada saat ini telah diperkenalkan berbagai teknologi budidaya padi, antara lain budidaya sistem tanam benih langsung (Tabela), sistem tanam jajar legowo (jarwo), sistem tanam pindah bibit padi menggunakan rice transplanter tegel dan rice transplanter jarwo. Penggunaan atau penerapan sistem tanam tersebut ditujukan untuk meningkatkan hasil dan pendapatan petani serta mengatasi kelangkaan tenaga kerja tanam.

Sistem tanam legowo merupakan cara tanam padi sawah dengan pola beberapa barisan tanaman yang kemudian diselingi satu barisan kosong. Tanaman yang seharusnya ditanam pada barisan yang kosong dipindahkan sebagai tanaman sisipan di dalam barisan. Penerapan sistem tanam jajar legowo selain meningkatkan

populasi pertanaman, juga mampu menambah kelancaran sirkulasi sinar matahari dan udara disekeliling tanaman pingir sehingga tanaman dapat berfotosintesa lebih baik. Sistem tanam jajar legowo 2:1 dengan jarak tanam 20 x 10 x 40 cm mampu menghasilkan jumlah populasi tanaman sebanyak 333.333 tanaman/ha atau 33,33% lebih banyak dibandingkan sistem tanam tegel dengan jarak tanam 20 x 20 cm.

Hasil penerapan sistem tanam jajar legowo 2:1 dengan jarak tanam 20 x 10 x 40 cm di Kabupaten Sragen dan Karanganyar Jawa Tengah dapat meningkatkan produktivitas padi antara 0,3 - 1,8 t/ha atau 3,5 – 30,6% (Kushartanti et al., 2009; Suhendrata et al., 2010). Secara umum penerapan sistem tanam jajar legowo 2:1 meningkatkan produktivitas padi di Jawa Tengah sekitar 14,8% (BBP2TP, 2013) Secara finansial penerapan sistem tanam jajar legowo 2:1 dapat meningkatkan pendapatan petani antara Rp. 1.300.000 – Rp. 5.020.000/ha atau meningkat antara 19,10 – 41,23% (Suhendrata, 2011). Mengganti sistem tanam tegel dengan sistem tanam jajar legowo 2:1 dapat meningkatkan produktivitas 0,8; 0,3 dan 1,2 t/ha/musim tanam dan peningkatan pendapatan petani Rp. 1,9; 0,7 dan 3,2 juta/ha/musim tanam masing-masing untuk varietas Inpari 1, Inpari 13 dan Galur (Suhendrata dan Ngadimin, 2011). Pada tahun 2013, luas penerapan sistem tanam jajar legowo di Jawa Tengah baru mencapai sekitar 15.71% (BBP2TP, 2013). Beberapa kendala dalam penerapan sistem tanam jajar legowo antara lain (1) tanam lebih sulit dibandingkan sistem tanam tegel, (2) tanam membutuhkan waktu lebih lama, dan (3) biaya tanam lebih tinggi dibandingkan sistem tanam tegel. Untuk mengatasi kendala tersebut, Badan Litbang Pertanian telah menghasilkan prototipe mesin tanam bibit padi Indo Jarwo Transplanter 2:1 atau rice transplanter sistem tanam jajar legowo 2:1 pada tahun 2013.

Salah satu strategi untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani serta mengatasi kelangkaan tenaga kerja adalah penerapan mesin tanam bibit padi jajar legowo 2:1 (rice transplanter jarwo 2:1). Selain itu penerapan rice transplanter

jarwo 2:1 diharapkan dapat meningkatkan efisiensi usahatani padi yaitu mempercepat dan mengefisiensikan proses tanam, menekan biaya produksi, dan menghemat tenaga kerja tanam. Oleh karena itu, dilakukan pengkajian bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan paket teknologi rice transplanter jajar legowo (jarwo) 2:1 terhadap hasil gabah, efisiensi proses tanam dan penggunaan tenaga kerja.

Metode Penelitian

Pengkajian dilaksanakan pada lahan sawah irigasi di Desa Sidoharjo Kecamatan Sidoharjo Kabupaten Sragen pada bulan Maret – Juli 2014 (MT-2 2014). Pengkajian terdiri dari 2 perlakuan yaitu paket teknologi rice transplanter sistem tanam jajar legowo (jarwo) 2:1 dan jarwo 2:1 manual menggunakan caplak beroda. Tiap perlakuan diulang 10 kali, luas petakan pengkajian ± 0,11 ha/perlakuan sehingga luas lahan pengkajian sekitar 2,2 ha, petani sebagai ulangan dan tiap petani melaksanakan 2 perlakuan. Paket teknologi sistem tanam jarwo manual (konvensional) dengan menggunakan alat bantu caplak beroda adalah kegiatan budidaya padi mulai dari persemaian sampai dengan tanam menerapkan teknologi yang biasa digunakan petani dan paket teknologi rice transplanter sistem tanam jarwo 2:1 adalah budidaya padi mulai dari persemaian menggunakan dapog (tray) sampai dengan tanam menggunakan rice transplanter sistem tanam jarwo 2:1 (Tabel 1). Spesifikasi alat penebar benih (seeder) dan rice transplanter jarwo 2:1 yang disajikan pada Lampiran 1 dan 2.

Tabel 1. Paket teknologi yang diterapkan pada usahatani padi lahan sawah irigasi Desa Sidoharjo Kecamatan Sidoharjo Kabupaten Sragen, MT- 2 2014

No. Uraian Perlakuan

Paket Jarwo Manual Paket Rice Transplanter Jarwo

1. Benih Kelas FS Kelas FS

2. Varietas Pepe Pepe

3. Persemaian Bedengan Sistem dapog 58 x 18 x 3 cm

4. Penebaran benih Manual Seeder

5. Pengolahan lahan

Olah tanah

sempurna

Olah tanah sempurna 6. Cara tanam Manual + caplak Rice transplanter jarwo 2:1

7. Umur bibit 18 hss 18 hss

8. Jarak tanam 20 x 10 x 40 cm 20 x 10 x 40 cm 9. Pupuk anorganik:

- Urea 200 kg/ha 200 kg/ha

- Phonska 300 kg/ha 300 kg/ha

10. Penyemprotan Battery sprayer Battery sprayer

11. Penyiangan Gasrok Gasrok

12. Perontokan Thresher Thresher

Data yang dikumpulkan adalah tinggi tanaman (cm), jumlah anakan produktif (batang/rumpun), hasil gabah saat panen (gabah kering panen = GKP), lama tanam dan penggunaan tenaga kerja. Data hasil panen diambil dengan cara ubinan dari setiap petak perlakuan dan gabah hasil ubinan (kg) dikonversi ke gabah kering giling (GKG dengan kadar air 14%). Untuk mengkonversi gabah hasil ubinan digunakan rumus: hasil gabah per hektar (t/ha GKG) = hasil ubinan × {(100 – ka)/86}× (10/LU), dimana: ka = kadar air gabah waktu panen; LU = Luas Ubinan (m2). Untuk membandingkan antara perlakuan paket sistem tanam jarwo 2:1 manual dan paket

rice transplanter sistem tanam jarwo 2:1 dengan uji t (Sastrosupadi, 2000). Untuk mengetahui efisiensi lama tanam dan penggunaan tenaga kerja dilakukan secara deskriptif dengan cara membandingkan dengan sistem tanam jarwo manual.

Hasil dan Pembahasan

A. Tinggi Tanaman dan Jumlah Anakan Produktif

Rata-rata tinggi tanaman varietas Pepe pada paket rice transplanter

sistem tanam jarwo 2:1 lebih rendah dan tidak berbeda nyata dibandingkan dengan tinggi tanaman pada paket sistem tanam jarwo 2:1 manual (Tabel 2). Rata-rata tinggi tanaman varietas Pepe pada paket sistem tanam jarwo 2;1 manual dan paket tanam rice transplanter sistem tanam jarwo 2: 1 lebih rendah dibanding rata-rata tinggi tanaman pada deskripsinya yaitu 104,9 cm dan 104,2 cm dibandingkan 107 cm.

Tabel 2. Rata-rata tinggi tanaman dan jumlah anakan produktif varietas Pepe di Desa Sidoharjo Kec. Sidoharjo Kabupaten Sragen pada MT-2 2014

Perlakuan Tinggi Tanaman (cm) Jumlah Anakan Produktif (batang/rumpun)

Paket sistem tanam jarwo 2:1 manual 104,9a 16,3b Paket rice transplanter sistem tanam

jarwo 2:1 104,2a 18,0c

Keterangan: angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata

Rata-rata jumlah anakan produktif/rumpun varietas Pepe pada paket rice transplanter sistem tanam jarwo 2:1 lebih banyak dan berbeda nyata dibanding dengan jumlah anakan produktif/rumpun pada paket sistem tanam jarwo 2:1 manual. Jumlah anakan produktif/rumpun paket rice transplanter sistem tanam jarwo 2:1 lebih banyak 1,7 batang/rumpun yaitu 16,3 batang/rumpun dibandingkan 18,0 batang/rumpun atau meningkat 10,43% (Tabel 2). Rata-rata jumlah anakan produktif/rumpun varietas Pepe pada paket sistem tanam jarwo 2:1 manual relative sama dibandingkan jumlah anakan produktif/rumpun pada deskripsinya yaitu 9 - 16 batang/rumpun sedangkan pada paket rice transplanter

jarwo 2:1 jumlah anakan produktif/rumpun lebih banyak dibanding rata-rata jumlah anakan produktif/rumpun pada deskripsinya. Paket rice transplanter

sistem tanam tegel dapat meningkatkan jumlah anakan produktif varietas Mekongga antara 1,9 – 2,6 batang/rumpun atau naik 9,59 – 13,13% dibanding paket sistem tanam tegel manual di Desa Tangkil Kecamatan/Kabupaten Sragen pada MT-3 2012 (Suhendrata dan Kushartanti, 2013).

B. Produksi

Rata-rata hasil gabah kering giling (GKG)/ha (produktivitas) varietas Pepe pada paket rice transplanter jarwo 2:1 lebih tinggi dan berbeda nyata dibanding dengan rata-rata hasil gabah pada paket sistem tanam jarwo 2:1 manual. Perbedaan hasil gabah sebesar 0,9 t/ha yaitu 6,8 t/ha dibanding 7,7 t/ha atau meningkat 13,09% (Tabel 3). Rata-rata hasil gabah varietas Pepe pada paket sistem tanam jarwo 2:1 manual lebih rendah dibandingkan rata-rata hasil pada deskripsinya yaitu 6,8 t/ha dibandingkan 7,0 t/ha. Sedangkan rata-rata hasil gabah varietas Pepe pada paket rice transplanter sistem tanam jarwo 2:1 lebih tinggi dibanding rata-rata hasil pada deskripsinya yaitu 7,7 t/ha dibandingkan 7,0 t/ha tetapi masih lebih rendah dari potensi hasilnya sebesar 8,1 t/ha (Suprihatno et al., 2011).

Tabel 3. Rata-rata hasil gabah kering giling/ha varietas Pepe di Desa Sidoharjo, Kecamatan Sidoharjo, Kabupaten Sragen pada MT-2 2014

Perlakuan Hasil Gabah (t/ha GKG)

Paket sistem tanam jarwo 2:1 manual 6,822a

Paket rice transplanter sistem tanam jarwo 2:1 7,715b Keterangan: angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak

berbeda nyata

Rata-rata hasil gabah kering giling/ha pada paket rice transplanter sistem tanam jarwo 2:1 lebih tinggi dibandingkan dengan paket sistem tanam jarwo 2:1 manual. Hal ini mungkin disebabkan oleh jumlah akan produktif/rumpun pada paket

rice transplanter sistem tanam jarwo 2:1 yang lebih banyak antara 10,43% dibanding jumlah anakan produktif/rumpun pada paket sstem tanam jarwo 2:1 manual.

Hasil uji coba penerapan rice transplanter sistem tanam tegel dibeberapa daerah dapat meningkatkan hasil antara 10 – 15 % per ha di lahan sawah irigasi

(Taufik, 2010). Hasil penerapan rice transplanter sistem tanam tegeldengan varietas Mekongga di lahan sawah irigasi Desa Plosorejo Kecamatan Gondang Kabupaten Sragen pada MT-1 2010/2011 dan MT-2 2011 dapat meningkatkan hasil gabah kering giling masing-masing 16,13% dan 17,14% dibandingkan dengan sistem tanam tegel dengan jarak tanam 20 x 20 cm (Suhendrata et al., 2011). Sedangkan hasil penerapan rice transplanter sistem tanam tegel dengan varietas Mekongga meningkatkan hasil sebesar 0,8 t/ha GKG atau terjadi peningkatan sebesar 12,67% dibanding dengan sistem tanam tegel 20 x 20 cm di Desa Tangkil Kecamatan/Kabupaten Sragen pada MT-3 2012 (Ekaningtyas dan Suhendrata, 2013).

C. Kinerja Rice Transplanter Jarwo 2:1

Ditinjau dari aspek tenaga kerja, produktivitas, kualitas tanam kinerja rice transplanter sistem tanam jarwo 2:1 lebih baik dibandingkan dengan sistem tanamjarwo 2:1 manual (Tabel 4).

Tabel 4. Kinerja rice transplanter sistem tanam jarwo 2:1 dibandingkan dengan system tanam jarwo 2:1 manual

Parameter Rice Transplanter Jarwo 2:1

Manual

Jumlah tenaga kerja 3 orang 10 – 15 orang

Produktivitas 6-7 jam/ha 8-10 jam/ha

Kualitas tanam konsisten kurang konsisten

Kesimpulan

1. Penerapan paket rice transplanter sistem tanam jajar legowo 2:1 dapat meningkatkan hasil gabah antara 0,9 t/ha GKG atau terjadi peningkatan 13,09% dibanding dengan paket sistem tanam jajar legowo 2:1 manual.

2. Penerapan paket rice transplanter dapat mempercepat waktu tanam dan menghemat penggunaan tenaga kerja tanam

Daftar Pustaka

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Badan Litbang Pertanian), 2013. Indo jarwo transplanter dan indo combine harvester mendukung swasembada beras berkelanjutan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.

Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (BBP2TP), 2013. Perkembangan aplikasi inovasi jajar legowo di Indonesia(Aplikasi, Provitas, dan Permasalahan). Raker Khusus Badan Litbang Pertanian, Bogor, 23-25 Agustus 2013.

Ekaningtyas, K., dan T. Suhendrata, 2013.. Prospek penggunaan mesin tanam pindah bibit padi (transplanter) untuk mengatasi kelangkaan tenaga kerja tanam padi di Jawa Tengah. Prosiding Seminar Nasional Akselerasi Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Menuju Kemandirian Pangan dan Energi. Solo, 17 April 2013. Fakultas Pertanian UNS

Sastrosupadi A., 2000. Rancangan percobaan praktis bidang pertanian (Edisi Revisi). Kanisius. Yogyakarta.

Suhendrata dan Kushartanti, 2013. Pengaruh penggunaan mesin tanam pindah bibit padi (transplanter) terhadap produksi dan pendapatan petani Desa Tangkil Kecamatan/Kabupaten Sragen. Prosiding Seminar Nasional Akselerasi Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Menuju Kemandirian Pangan dan Energi. Solo, 17 April 2013. Penerbit Fakultas Pertanian UNS.

Suhendrata, T., 2013. Prospek pengembangan mesin tanam pindah bibit padi (rice transplanter) dalam rangka mengatasi kelangkaan tenaga kerja tanam bibit padi. Jurnal Sosia Ekonomi Pertanian dan Agribisnis (SEPA) Fakultas Pertanian UNS Surakarata.

Suhendrata, T., 2011. Peningkatan produktivitas dan pendapatan petani padi sawah melalui penerapan sistem tanam jajar legowo di Kabupaten Karanganyar dan Sragen. Prosiding Seminar Nasional Implementasi Teknologi Budidaya Tanaman Pangan Menuju Kemandirian Pangan Nasional. Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Suhendrata, T., E. Kushartanti, A. Prasetyo dan Ngadimin. 2011. Pendampingan SL-PTT

padi dan implementasi alsintan di Kabupaten Sukoharjo dan Sragen. Laporan Akhir Kegiatan. BPTP Jawa Tengah.

Taufik. 2010. Alsin transplanter efisiensikan waktu tanam. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Kalimantan Selatan.

Lampiran 1. Spesifikasi mesin penabur benih (seeder)

Model Mesin penabur benih

Dimensi

 Panjang 339 mm

 Lebar 770 mm

 Tinggi 268 mm

Berat ± 8 kg

Volume hopper ± 16 liter Lebar penyemaian 580 – 590 mm Kecepatan penyemaian 2-3 detik/kotak

Lampiran 2. Spesifikasi rice transplanter sistem tanam jarwo 2:1

Deskripsi Satuan

Type Rice transplanter walking type Model Legowo 2:1, 20 dan 40 cm Dimensi mesin Panjang 2480 mm Lebar 1700 mm Tinggi 860 mm Berat total 178 kg Penggerak

Jenis Motor 4 langkah

Putaran 3600 rpm

Daya 4,6 HP

BBM Bensin premium

Konsumsi BBM 0,8 lier/jam

Transmisi 2 maju, 1 mundur

Roda

Type Besi berlapis karet

Jumlah 2 buah Diameter 625 mm Jarak tanam Antar baris 200 mm Legowo 400 mm Dalam baris 100/130/150 mm Deskripsi Satuan

Jumlah alur tanam 4 rumpun

Syarat Bibit

Metoda pembibitan Dapog Tebal tanah pada dapog 20 – 30 mm Umur bibit 15 – 18 hss Tinggi bibit 150 – 200 mm Ukuran dapog 180 x 580 mm Kebutuhan dapog/ha 300 buah Kebutuhan benih/ha 40 kg Syarat Lahan

Persiapan lahan Pengolahan sempurna Kedalaman kaki/lapisan keras 250 mm

Tinggi genangan air 30 – 50 mm Unjuk Kerja

Kecepatan 1,5 – 2,5 km/jam Kapasitas lapang 6 – 7 jam/ha Jumlah bibit/rumpun 2 – 5 tanaman Kedalam tanam 30 – 60 mm

PENINGKATAN JUMLAH TUNAS MANGGIS (Garcinia mangostana L.) SECARA

IN VITRO BERDASARKAN JUMLAH SUBKULTUR

Andre Sparta dan Rahayu Triatminingsih

Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika. Jl Raya Solok-Aripan Km.8 PO BOX 5 Solok 27301

Email : ansparra@gmail.com

ABSTRAK

Multiplikasi merupakan salah satu tahapan penting dalam kultur in vitro

manggis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan jumlah tunas manggis (Garcinia mangostana L.) berdasarkan jumlah subkulturnya. Perlakuan pada penelitian ini adalah jumlah sub kultur pada media multiplikasi, yaitu : 1) satu kali subkultur, 2) dua kali subkultur, dan 3) tiga kali subkultur. Pengamatan meliputi persentase tunas yang mengalami multiplikasi, jumlah tunas, panjang tunas, dan jumlah daun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan jumlah tunas manggis pada subkultur pertama merupakan perlakuan terbaik dalam meningkatkan tunas manggis dibandingkan perlakuan lainnya. Jumlah multiplikasi tunas manggis mengalami penurunan pada subkultur kedua dan ketiga.

Kata Kunci: Manggis (Garcinia mangostana L.), in vitro, subkultur, jumlah tunas dan multiplikasi

Pengantar

Kultur jaringan atau kultur in vitro merupakan salah satu teknologi perbanyakan yang dapat memenuhi kebutuhan bibit dalam jumlah banyak, seragam dan tidak tergantung musim (Nugrahani et al., 2011). Teknik ini dapat diaplikasikan untuk mengatasi permasalahan dalam penyediaan bibit manggis.

Umumnya manggis diperbanyak melalui biji, tapi perbanyakan ini memiliki beberapa permasalahan. Permasalahan yang utama adalah ketersediaan biji yang hanya tersedia pada musim buah (1-2 kali dalam setahun), biji tidak dapat disimpan lama (rekalsitran) dan dalam satu buah hanya terdapat 1-2 biji yang layak dijadikan benih (Winarno et al., 1990).

Kultur in vitro untuk perbanyakan tanaman telah banyak dilaporkan. Kultur in vitro kacang tanah (Srilestari, 2005) menghasilkan 20 embrio pada media Murashige and Skoog (MS) (Murashige and Skoog, 1962) dengan penambahan vitamin B5 dan

40 g/l sukrosa. Kultur in vitro daun encok (Syahid dan Kristina, 2008) menghasilkan 2,43 tunas pada media MS + 0,1 ppm Benzyl Adenine (BA) + 0,05 ppm Thidiazuron (TDZ). Kultur in vitro juga telah dilakukan untuk perbanyakan tanaman buah naga (Wulandari et al., 2013; Handayani et al., 2013), tanaman anthurium (Winarto, 2011), tanaman jeruju (Hardarani et al., 2012) dan lain-lain.

Pada tanaman manggis juga dilaporkan beberapa penelitian mengenai perbanyakan melalui kultur in vitro. Triatminingsih et al., 1995 melaporkan kultur in vitro manggis menggunakan eksplan biji manggis yang disubkuturkan pada media Woody Plant Medium (WPM) dengan penambahan 2 ppm Benzyl Amino Purine (BAP) dan 0.2 ppm Naphtalene Acetic Acid (NAA) dapat menghasilkan 5.6 tunas per eksplan. Penelitian lain dari Rostika et al. (2008) dengan penggunaan media MS yang diperkaya dengan 5 mg/l BA menghasilkan rata-rata 2.7 tunas/biji.

Multiplikasi merupakan salah satu tahapan penting dalam kultur in vitro

manggis. Tahapan ini dibutuhkan untuk meningkatkan jumlah tunas yang dihasilkan dalam kultur in vitro. Semakin banyak tunas yang terbentuk akan berkorelasi positif dengan bibit yang dihasilkan (Lestari, 2011).

Penelitian kultur in vitro tanaman manggis telah banyak dilakukan, tapi mengenai jumlah subkultur terbaik untuk mendapatkan jumlah tunas yang lebih banyak belum pernah dilakukan. Oleh karena itu dibutuhkan penelitian untuk mendapatkan jumlah subkultur terbaik untuk meningkatkan jumlah tunas manggis secara in vitro. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan jumlah tunas manggis (Garcinia mangostana L.) berdasarkan jumlah subkulturnya.

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika, pada bulan November 2013 - Juni 2014. Eksplan yang digunakan untuk penelitian ini adalah biji manggis lokal Sijunjung-Sumatera Barat. Eksplan dibersihkan kulit arinya, kemudian disterilisasi menggunakan alkohol 70% selama 5 menit dan Na-hipoklorit 10-20% selama 10 menit. Eksplan dipotong- potong menjadi 3 bagian kemudian dicelupkan ke dalam HgCl2 10 mg/l selama 5-10

detik. Setelah itu eksplan dibilas dengan aquades steril sebanyak tiga kali.

Eksplan kemudian diinisiasi dalam media WPM yang mengandung 0,5 ppm NAA, 5 ppm BAP, 30 g/l sukrosa dan 2 g/l gelrite selama 12 minggu. Setelah itu tunas dipindahkan ke dalam media multiplikasi yaitu media WPM yang mengandung 0,1 mg/l Indole Acetic Acid (IAA), 3 mg/l BAP (Joni dan Triatminingsih, 2012), 30 g/l sukrosa dan 2 g/l gelrite selama 6 minggu.

Rancangan percobaan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan, 5 ulangan dan 3 sampel (botol). Tiap botol terdiri atas 15 tunas di tiga titik. Perlakuan pada penelitian ini adalah frekuensi sub kultur pada media multiplikasi, yaitu : 1) satu kali sub kultur, 2) dua kali sub kultur, dan 3) tiga kali sub kultur. Kultur diinkubasi dalam ruang bersuhu 25o C dengan periode penyinaran 8 jam per hari dengan intensitas 1000-1500 luks.

Pengamatan tunas manggis dilakukan pada saat kultur berumur 6 minggu pada masing-masing perlakuan, yang meliputi persentase tunas yang mengalami multiplikasi, jumlah tunas, panjang tunas, dan jumlah daun. Data dianalisis secara statistika dengan uji F. Jika hasil F hitung lebih besar dari pada nilai F tabel 5%, dilanjutkan dengan Turkey’s stundentized range (uji Turkey) pada taraf nyata 5%.

Hasil dan Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan jumlah subkultur pada kultur

in vitro manggis mulai dari satu kali subkultur sampai dengan tiga kali subkultur masih mampu meningkatkan jumlah tunas manggis (Tabel 1). Persentase tunas yang mengalami multiplikasi dari ketiga perlakuan jumlah subkultur memperlihatkan hasil yang tidak berbeda nyata. Persentase tunas yang mengalami multiplikasi berkisar antara 66,4% sampai dengan 100% (Gambar 1).

Gambar 1. Persentase tunas manggis yang mengalami multiplikasi pada perlakuan 3 frekuensi multiplikasi

Komposisi Zat Pengatur Tumbuh pada media yang digunakan menentukan konsistensi perolehan tunas di tingkat subkultur (Kasutjianingati dan Boer, 2013). Pemakaian media dasar WPM yang mengandung 0,1 mg/l IAA dikombinasikan 3 mg/l BAP merupakan salah satu faktor yang mendukung terjadinya multiplikasi tunas hingga mencapai 100%. Media ini cukup efektif untuk multiplikasi tunas manggis melalui kultur in vitro. Hasil penelitian Joni dan Triatminingsih (2012) menunjukkan bahwa media terbaik untuk multiplikasi dan regenerasi tunas adalah media WPM dengan penambahan 0.1 mg/l NAA atau 0,1 mg/l IAA yang dikombinasikan dengan 3 mg/l BAP.

Tabel 1. Pertambahan jumlah tunas, pertambahan tinggi tunas dan pertambahan jumlah daun kultur in vitro manggis pada 3 perlakuan frekuensi multiplikasi

Perlakuan Pertambahan jumlah tunas Pertambahan tinggi tunas Pertambahan jumlah daun 1 x subkultur 17,9 a 0,8 a 1,6 a 2 x subkultur 6,4 b 0,7 a 1,6 a 3 x subkultur 1,5 b 0,2 b 0,6 a

Keterangan : Angka rerata yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut Turkey’s stundentized range (uji Turkey) pada taraf nyata 5%.

Jumlah subkultur memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap pertambahan jumlah tunas (Tabel 1). Jumlah tunas pada media WPM dengan penambahan 0.1 mg/l NAA yang dikombinasikan dengan 3 mg/l BAP pada satu kali subkultur menghasilkan pertambahan jumlah tunas terbanyak (17,9 tunas) dibandingkan perlakuan lainnya.

Pertambahan jumlah tunas manggis melalui kultur in vitro mengalami penurunan dengan semakin banyaknya jumlah subkultur. Hasil penelitian Supriati (2010) pada tanaman pisang Kepok Amorang menunjukkan bahwa frekuensi

subkultur yang tinggi menyebabkan menurunnya daya generasi biakan pisang Amorang sehingga didapatkan tingkat multiplikasi tunas yang rendah. Pada kultur in vitro manggis, multiplikasi tunas mulai mengalami penurunan jumlah tunas setelah subkultur pertama.

Pertambahan tinggi tunas manggis pada penelitian ini juga dipengaruhi oleh perlakuan jumlah subkultur (Tabel 1). Pertambahan tinggi tunas terbaik didapatkan pada satu kali subkultur (0,8 cm), diikuti dua kali subkultur (0,7 cm) dan yang terendah pada perlakuan tiga kali subkultur (0,2 cm). Pertambahan tinggi tunas manggis melalui kultur in vitro juga mengalami penurunan dengan semakin banyaknya subkultur.

Perlakuan jumlah subkultur memberikan pengaruh tidak berbeda nyata terhadap pertambahan jumlah daun manggis. Pertambahan jumlah daun manggis

Dalam dokumen Prosiding Seminar Nasional UGM Hasil Has (Halaman 94-106)

Dokumen terkait