• Tidak ada hasil yang ditemukan

USAHATANI CABAI DI LAHAN PEKARANGAN DENGAN IRIGASI TETES

Dalam dokumen Prosiding Seminar Nasional UGM Hasil Has (Halaman 122-129)

Nur Fitriana1, Forita Dyah Arianti1 dan Meinarti Norma Semipermas1

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Tengah Jalan BPTP No. 40, Sidomulyo, Ungaran 50501

Email: phapit@yahoo.com HP: 081578742651

ABSTRAK

Salah satu upaya untuk mewujudkan kemandirian pangan rumah tangga adalah dengan memanfaatkan lahan pekarangan. Dalam usahatani di lahan pekarangan, kecukupan air sangat penting mengingat air merupakan salah satu faktor penentu pertumbuhan tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan usahatani cabai dan produktivitas tenaga kerja usahatani cabai menggunakan irigasi tetes dan kocor serta persepsi responden terhadap irigasi tetes. Data yang digunakan adalah data pengkajian yang dilaksanakan di lahan salah satu petani kooperator MKRPL di Desa Plukaran Kecamatan Gembong Kabupaten Pati pada musim kemarau tahun 2013. Budidaya cabai dilakukan di lahan dan polibag dengan irigasi tetes dan kocor. Data pendukung berupa data sosial ekonomi dengan responden 25 orang yang dipilih secara random sampling dan data sekunder. Dari data kajian dilakukan analisis data usahatani menggunakan R/C ratio dan produktivitas tenaga kerja. Berdasarkan analisis, secara finansial budidaya cabai yang ditanam dipolibag dengan irigasi kocor, di lahan dengan irigasi kocor dan di polibag dengan irigasi tetes layak. Budidaya cabai yang paling layak dan produktivitas tenaga kerja tertinggi adalah cabai yang ditanam di polibag dengan sistem irigasi kocor dengan R/C ratio 1,8 dan produktivitas tenaga kerja 3,8 serta keuntungan yang diperoleh Rp 56.860.086,-/hektar. Penerapan irigasi tetes di lahan pekarangan kurang menguntungkan secara finansial namun ada beberapa keuntungan non-finansial yaitu penggunaan air sepertiga volume kocor dan penghematan tenaga kerja. Persepsi responden terhadap teknologi irigasi tetes yaitu mereka menganggap irigasi tetes merupakan hal baru, mudah dimengerti dan efisien penggunaan air.

Kata kunci: usahatani, cabai, irigasi tetes, irigasi kocor, pekarangan

Pendahuluan

Rumah tangga sebagai bentuk masyarakat terkecil, sangat strategis sebagai sasaran dalam setiap upaya peningkatan ketahanan pangan. Setiap rumah tangga diharapkan mampu memanfaatkan sumber daya yang ada untuk memenuhi kebutuhan pangan. Program pemanfaatan lahan pekarangan diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif dalam mewujudkan kemandirian pangan rumah tangga dan untuk meningkatkan ketahanan pangan di masyarakat.

Dalam usahatani di lahan pekarangan, kecukupan air sangat penting mengingat air merupakan salah satu faktor penentu pertumbuhan tanaman. Pada musim kemarau, ketersediaan air sedikit. Salah satu upaya untuk menghemat penggunaan air adalah dengan irigasi tetes.

Irigasi tetes yang sering disebut dengan Trickle Irrigation atau Drip Irrigation

adalah irigasi yang menggunakan jaringan aliran yang memanfaatkan gaya gravitasi. Jaringan irigasi tetes terdiri dari pipa utama, pipa sub utama dan pipa lateral. Sistem irigasi tetes mempunyai cara pengontrolan yang baik sejak air

dialirkan sampai dikonsumsi oleh tanaman. Sistem irigasi tetes sesuai untuk tanaman berderet (sayur-sayuran, buah-buahan yang lunak), tanaman merambat dan tanaman lain yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi.

Cabai merupakan salah satu komoditas sayuran penting yang banyak mendapat perhatian karena memiliki peluang bisnis prospektif. Kebutuhan akan cabai terus meningkat setiap tahun sesuai dengan meningkatnya jumlah penduduk dan berkembangnya industri yang membutuhkan bahan baku cabai.

Budidaya cabai menggunakan mulsa plastik hitam perak dengan jaringan irigasi tetes merupakan perbaikan budidaya secara intensif untuk meningkatkan produksi maupun kualitas hasil. Menurut Setiapermas, dkk (2008), produktivitas cabai merah dengan menggunakan irigasi tetes dan mulsa plastik hitam perak sebesar 3 ton/ha, sementara pada sistem pengairan penggenangan produkstivitas cabai merah adalah 1.8 ton/ha, 3 ton/ha dan 2 ton/ha.

Berdasarkan pada hal tersebut di atas, maka dilakukan kajian tentang teknik irigasi pada tanaman cabai di lahan pekarangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan usahatani cabai dan produktivitas tenaga kerja usahatani cabai menggunakan irigasi tetes dan kocor serta persepsi responden terhadap irigasi tetes.

Metodologi Penelitian

Kajian dilakukan di lahan petani di Desa Plukaran Kecamatan Gembong Kabupaten Pati dari Bulan Mei sampai dengan Bulan Desember 2013. Cabai yang ditanam adalah cabai rawit dan teknik irigasi yang diterapkan adalah irigasi kocor/ teknologi petani dan irigasi tetes, serta media tanamnya terdiri dari penanaman di lahan dengan pentupan mulsa plastik dan di polibag. Pada akhir kegiatan dilakukan survai dengan kuisioner terstruktur terhadap anggota Wanita Tani Marga Kencana sebanyak 25 orang yang dipilih secara random sampling. Data yang diambil berupa data sosial dan ekonomi serta data sekunder dari instansi terkait.

Dari informasi yang terkumpul dilakukan analisis data dengan membuat persentase dan rata-rata. Pengumpulan data ekonomi mencakup input-output usahatani, dianalisis menggunakan pendekatan nominal mengacu pada Ken Suratiyah (2009), dengan rumus berikut:

RC ratio = Py .Y

TFC+TVC dan Produktivitas tenaga kerja = Biaya tenaga kerja Py .Y Keterangan:

Py = harga produksi (Rp/kg) Y = jumlah produksi (kg) TFC = total Biaya tetap (TFC) TVC = total Biaya variabel (TVC)

Hasil Dan Pembahasan

Desa Plukaran menjadi salah satu desa yang berada di Kecamatan Gembong Kabupaten Pati. Sebagian besar penduduknya menjadi petani dan buruh tani. Untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, warga mengandalkan air dari PAMSIMAS. PAMSIMAS ini dibangun oleh Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pati pada tahun 2011 dan saat ini dikelola oleh LKM Khoiriyah Sidowayah. Air ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari rumah tangga dan pengairan di lahan pekarangan.

A. Analisis usahatani Exisisting

Komoditas eksisting yang diusahakan di lahan pekarangan responden adalah jeruk pamelo dan pisang.Tanaman ini ditanam di lahan pekarangan namun jarak tanamnya tidak sesuai dengan jarak tanam budidaya jeruk. Lokasi tanaman disesuaikan dengan luas lahan pekarangan yang mereka miliki, bentuk pekarangan dan keberadaan tanaman lainnya. Dalam 1 hektar lahan pekarangan, jumlah tanaman sekitar 24 batang. Menurut Standar Operasional Prosedur (SOP), apabila lahan diintensifkan hanya untuk jeruk pamelo maka lahan dapat ditanami 250 batang tanaman jeruk dengan jarak tanam 6 x 7 m2 (Sutopo, 2014)

Dari hasil analisis dapat dikemukakan bahwa biaya yang dikeluarkan untuk lahan pekarangan sebesar Rp 22.483.593,-. Biaya tersebut sebagian besar (91,2%) merupakan biaya tenaga kerja keluarga. Tenaga kerja meliputi pengolahan lahan dan pemeliharaan. Penerimaan yang diperoleh dari lahan pekarangan sebesar Rp 8.429.569,-. Hasil pendapatan terlihat masih positif karena tenaga kerja keluarga tidak/belum diperhitungkan sebagai biaya. Namun apabila tenaga kerja diperhitungkan maka keuntungan menjadi negatif dan petani mengalami kerugian sekitar Rp 14.054.024,-. Berdasarkan hasil analisis, usahatani pekarangan eksisting tidak layak karena R/C ratio kurang dari 0,4 dan tenaga kerja kurang atau bahkan tidak produktif. Biasanya produktivitas tenaga kerja dipengaruhi oleh faktor pengetahuan, ketrampilan, kemampuan, kebiasaan dan perilaku. Hasil analisis disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Analisis Usahatani eksisting lahan pekarangan di Desa Plukaran, Gembong

(luasan: 1ha)

No Uraian Satuan Harga satuan (Rp) Jumlah (Rp)

1 Bibit 24 batang 15.000 358.966

2 Saprodi 24 unit 62.500 1.495.692

3 Tenaga kerja -

pria 26 HOK 45.000 1.184.588

wanita 773 HOK 25.000 19.324.346

4 Biaya air 12 bulan 10.000 120.000

Total 22.483.593 5 Produksi/ Penerimaan 8.429.569 6 Pendapatan 6.813.877 7 Keuntungan (14.054.024) 8 R/C 0,4 9 Produktivitas TK 0,4

Sumber: data primer, diolah

B. Analisis usahatani Irigasi Tetes dan Kocoran

Berdasarkan hasil analisis R/C ratio, usahatani cabai dengan sistem pengairan kocor di polibag, kocor di lahan dan tetes di polibag layak diusahakan. Nilai R/C ratio ketiganya lebih dari 1 dan menguntungkan. Sedangkan usahatani

cabai dengan sistem pengairan tetes di lahan tidak layak diusahakan dan tidak menguntungkan. Analisis usahatani cabai dapat dilihat pada Tabel 2.

Usahatani cabai dengan sistem pengairan kocor di polibag paling layak diusahakan. Analisis R/C ratio dan produktivitas tenaga kerja paling tinggi yaitu

R/C ratio 1,8 dan produktivitas tenaga kerja 3,8. Pengembalian penerimaan terhadap biaya yang telah dikeluarkan paling tinggi. Keuntungan ini juga dikarenakan hasil produksi lebih besar dari jenis usahatani lain. Berdasarkan perhitungan, hasil produksi di polibag umumnya lebih besar daripada di lahan. Sebagai informasi, tanah di Desa Plukaran Kecamatan Gembong merupakan tanah cadas dengan lapisan top soil sekitar 20 cm. Walaupun lahan dan polibag sama-sama , dicampur dengan pupuk organik namun tingkat porositas tanah berbeda. Media tanam di polibag lebih poros dan lebih tinggi lapisan tanahnya (Arianti et all, 2013).

Usahatani cabai mempunyai produktivitas tenaga kerja yang bervariasi dan semuanya mempunyai nilai lebih dari 1. Usahatani cabai yang paling produktif adalah usahatani cabai di polibag dengan irigasi kocor kemudian diikuti oleh usahatani cabai di polibag dengan irigasi tetes, usahatani cabai dilahan dengan irigasi kocor dan usahatani cabai dilahan tetes. Pengembalian penerimaan (R) terhadap biaya tenaga kerja yang dikeluarkan (Cw) lebih dari 1 semua sehingga semua usahatani semua produktif dari sisi tenaga kerja. Tenaga kerja yang digunakan pada kegiatan ini meliputi tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga.

Usahatani cabai yang dikaji menggunakan perangkat irigasi tetes harus mengeluarkan biaya untuk membeli perangkat sekitar Rp 250.000.000,-/hektar. Perangkat memiliki usia ekonomis 10 tahun sehingga setiap tahunnya ada biaya penyusutan alat Rp 25.000.000,-. Biaya total pada usahatani cabai di polibag dengan irigasi kocor sebesar Rp 68.285.714,-. Apabila irigasi kocor diganti menjadi tetes maka biaya usahatani akan meningkat Rp 25.000.000,- menjadi Rp 93.285.714,-. Biaya total usahatani cabai di lahan meningkat dari Rp 72.571.429,- menjadi Rp 97.571.429,- (Tabel 2). Biaya penyusutan yang cukup besar mempengaruhi jumlah keuntungan yang diperoleh. Apabila hasil produksi cabai diasumsikan sama maka usahatani cabai yang menggunakan sistem irigasi tetes akan memberikan keuntungan yang lebih kecil dari usahatani dengan irigasi kocor.

Berdasarkan hasil analisis usahatani, satu-satunya usahatani cabai di pekarangan yang rugi adalah usahatani cabai di lahan dengan irigasi tetes. Usahatani ini rugi dengan nilai kerugian sebesar Rp24.367.818,-. Penyumbang kerugian terbesar adalah biaya penyusutan yang besar, smeentara produksi yang dihasilkan sedikit. Pada analisis ini, harga jual cabai yang digunakan Rp 10.000.,-. Usahatani cabai di lahan dengan menggunakan irigasi tetes akan menguntungkan bila harga jual di tingkat petani lebih besar dari Rp 13.329,-.

Table 2. Analisis usahatani cabai dengan sistem pengairan kocor di polibag, kocor di lahan, tetes di polibag dan tetes di lahan di Desa Plukaran Kecamatan Gembong Kabupaten Pati (Luasan: 1 ha)

No Uraian Kocor Polibag (Rp) Kocor Lahan (Rp) Tetes Polibag (Rp) Tetes Lahan (Rp)

1 Bibit Cabai 4.000.000 4.000.000 4.000.000 4.000.000 2 Pupuk - Pupuk kandang 12.857.143 12.857.143 12.857.143 12.857.143 - NPK 16-16-16 2.857.143 2.857.143 2.857.143 2.857.143 3 Mulsa - 19.285.714 - 19.285.714 Polibag 15.000.000 -. 15.000.000 .- 4 Tenaga Kerja - Pengolahan lahan 11.428.571 11.428.571 11.428.571 11.428.571 - Perawatan, dll 21.428.571 21.428.571 21.428.571 21.428.571 5 Biaya air 714.286 714.286 714.286 714.286 Biaya penyusutan

perangkat irigasi tetes - - 25.000.000 25.000.000

Total 68.285.714 72.571.429 93.285.714 97.571.429

6 Produksi 125.145.800 96.293.800 99.412.880 73.203.611

7 Keuntungan 56.860.086 23.722.371 6.127.166 -24.367.818

8 R/C 1,83 1,33 1,07 0,75

9 Produktivitas Tenaga kerja 3,81 2,93 3,03 2,23

C. Persepsi Responden

Untuk penerapan teknologi irigasi tetes di Desa Plukaran, 92% responden berpendapat dapat diterapkan. Apabila penerapan dilakukan secara swadaya, hanya 81 % responden berpendapat tetap bisa dilakukan, 15% responden ragu-ragu dan 4% responden berpendapat tidak bisa dilakukan secara swadaya dengan alasan harga alat yang mahal dan pengadaan alat yang relatif susah. Menurut Byerlee (1993) bahwa keterlambatan/ penolakan petani dalam mengadopsi suatu teknologi baru, bukan karena petani yang masih konvensional tetapi lebih cenderung karena kemungkinan peningkatan pendapatan atau resiko kegagalan teknologi yang akan diadopsi. Oleh karena itu dalam pengembangan suatu paket teknologi baru masih perlu dikaji kelayakan teknis dan ekonominya di tingkat petani. Teknologi baru tidak hanya cukup layak teknik agronomisnya saja, tetapi juga layak ekonomi dan sosialnya. Penerapan irigasi tetes di lahan pekarangan kurang menguntungkan secara finansial namun ada beberapa keuntungan non-finansial yaitu penggunaan air sepertiga volume kocor dan penghematan tenaga kerja.

Tabel 3. Persepsi petani terhadap teknologi irigasi tetes di Desa Plukaran Kecamatan Gembong Kabupaten Pati

No Uraian

1. Teknologi irigasi tetes merupakan hal baru

a. baru=100% b. lama=0%

2. Teknologi irigasi tetes mudah dimengerti

a. mudah dimengerti = 96% b. tidak mudah dimengerti = 4% 3. Teknologi perlu ditampilkan

a. perlu = 100% b. tidak perlu = 0% 4. Mengetahui jenis irigasi yang ditampilkan

a. tahu = 84% b. ragu-ragu = 12% c. tidak tahu =4% 5. Teknologi ririgasi dapat meningkatkan efisiensi penggunaan air

a. setuju = 88% b. ragu-ragu = 12% c. tidak setuju = 0% 6. Teknologi irigasi dapat mencukupi kebutuhan air

a. setuju = 92% b. ragu-ragu = 8% c. tidak setuju = 0% 7. Teknologi irigasi tetes dapat diterapkan di lokasi

a. ya = 92% b. ragu-ragu = 8% c. tidak = 0% 8. Teknologi irigasi tetes dapat diterapkan secara swadaya

a. ya = 81% b. ragu-ragu = 15% c. tidak = 4% Sumber: data primer, diolah

Kesimpulan

1. Usahatani cabai yang memberikan hasil tertinggi adalah yang ditanam dipolibag dengan sistem irigasi kocor dan secara finansial layak diusahakan dengan R/C ratio 1,8 dan produktivitas tenaga kerja 3,8

2. Persepsi responden terhadap teknologi irigasi tetes yaitu mereka menganggap irigasi tetes merupakan hal baru, mudah dimengerti dan efisien penggunaan air.

Daftar Pustaka

Anonim.2008.Irigasi.azwaruddin.blogspot.com/2008/02/teknik-irigasi-ke2.13 Oktober 2012.

Anonim. 2011. Pedoman Umum Model Kawasan Rumah Pangan Lestari. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian, Jakarta.

Arianti, F.D, M. N. Semipermas, A. Hermawan, N. Fitriana dan Zamawi. 2013. Kajian Inovasi Teknologi Irigasi di Lahan Pekarangan Pada Musim Kemarau. Laporan Akhir Kegiatan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah, Badan Litbang Pertanian. Tidak dipublikasikan.

Byerlee, Derek. 1993. The Adoption of Agricultural Technology: A Guide for Survey

Design. Mexico, D.F.: CIMMYT.

http://fsg.afre.msu.edu/zambia/sweet/CIMMYT_adoption_surveys_guide.pdf diakses 1 Spetember 2014.

Rukmana, R. 2000. Budidaya Cabai Hibrida Sistem Mulsa Plastik. Penebar Kanisius, Yogyakarta

Setiapermas, M.N. dan S. Jauhari. 2008. Penerapan Irigasi Mikro, Tumpangsari dan Mulsa untuk Mengantisipasi Kehilangan Hasil Cabai Merah pada Penanaman di Musim Kemarau. Perhimpunan Meteorologi Pertanian Indonesia (PERHIMPI). Suratiyah, Ken. 2009. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta

Sutopo. 2014. Panduan Budidaya Tanaman Jeruk. Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika (Balitjestro), Badan Litbang Pertanian.

http://balitjestro.litbang.deptan.go.id/id/panduan-budidaya-tanaman-jeruk.html diakses 20 Agustus 2014.

Wardjito, 2001. Pengaruh Penggunaan Mulsa Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Zuchini (Cucurbite pepo L.). Jurnal Hortikultura. Vol 11 No.4:224, 2001.

KAJIAN AGRONOMIS DAN PENGENALAN VARIETAS UNGGUL NASIONAL

Dalam dokumen Prosiding Seminar Nasional UGM Hasil Has (Halaman 122-129)

Dokumen terkait