• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENGATURAN JUMLAH BUNGA DAN JARAK TANAM TERHADAP PRODUKSI MENTIMUN

Dalam dokumen Prosiding Seminar Nasional UGM Hasil Has (Halaman 106-116)

Hanny Hidayati Nafi’ah1,2

)

1

Mahasiswa S2 Program Studi Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran

2

Dosen Tetap Yayasan Fakultas Pertanian Universitas Garut nenghanny09@yahoo.co.id

ABSTRAK

Penjarangan bunga merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengoptimalkan asupan nutrisi bagi bakal buah mentimun juga mengurangi kelembaban dalam tajuk tanaman, sehingga akan mengurangi resiko terjadinya serangan hama dan penyakit. Jarak tanam yang optimal memberikan kondisi yang baik bagi tanaman, karena kondisi lengas tanah dan intensitas cahaya matahari yang sesuai bagi pertumbuhan sehingga tidak terjadi persaingan antar tanaman dalam hal koefisien penggunaan cahaya dan unsur hara sehingga akan mempengaruhi kualitas buah, mudah dalam pemeliharaan, dan mengurangi biaya produksi. Penelitian dilaksakan di Kecamatan Tarogong Kidul Kabupaten Garut pada Agustus sampai Oktober 2013. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial 4 x 3 dengan 3 ulangan, faktor pertama adalah jumlah bunga (B) yang terdiri atas 4 taraf perlakuan yaitu : b0 = jumlah bunga keseluruhan (tanpa

pemangkasan bunga), b1 = 2/3 dari keseluruhan bunga/tanaman, b2 = 1/2 dari

keseluruhan bunga/tanaman, dan b3 = 1/3 dari keseluruhan bunga/tanaman, serta

faktor kedua adalah jarak tanam (J) yang terdiri atas 3 taraf perlakuan yaitu j1 = 70

cm x 40 cm = 6 tanaman/plot, j2 = 70 cm x 45 cm = 6 tanaman/plot, dan j3 = 70 cm x

50 cm = 6 tanaman/plot. Ukuran plot 200 cm x 120 cm. Hasil penelitian menunjukkan terjadi interaksi antara taraf faktor b2 dan j2 terhadap jumlah buah per

tanaman dan bobot buah per tanaman, sedangkan secara mandiri kedua taraf faktor tersebut menunjukkan hasil terbaik pada jumlah buah per plot, panjang buah, diameter buah, dan hasil per plot.

Kata Kunci: Pengaturan Jumlah Bunga, Produksi Mentimun, Jarak Tanam, Kualitas Buah Mentimun, Penjarangan Bunga

Pendahuluan

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan produksi mentimun dengan pengaturan jumlah bunga dan penerapan berbagai jarak tanam. Mentimun sudah sangat di kenal oleh masyarakat Indonesia,jenis sayuran ini dengan mudah ditemukan hampir di seluruh pelosok Indonesia, digunakan untuk bahan baku sayur, acar, sampai dimakan mentah untuk lalapan. Mentimun juga dikenal dalam dunia kesehatan sebagai obat batuk, penurunan panas dalam, bahkan mentimun yang dikukus dan disimpan sehari semalam lalu didiamkan langsung akan berkhasiat mengurangi sakit tenggorokan dan batuk-batuk.

Pengaturan jarak tanam pada lahan sebagai tempat tumbuh tanaman perlu diperhatikan, agar tidak terjadi kompetisi antar tanaman yang bisa menyebabkan pertumbuhan tanaman terganggu. Hal ini berkaitan dengan adanya persaingan dalam penggunaan hara, air, cahaya dan ruang tumbuh (Abadi, Sebayang, & Widaryanto, 2013). Jarak tanam diatur berdasarkan sifat tanaman dan disesuaikan

dengan faktor lingkungan yang ada sehingga diperoleh jumlah produksi yang semaksimal mungkin, pada umumnya produksi per satuan luas dapat ditingkatkan dengan cara penambahan kepadatan tanam sampai batas optimum, sedangkan penambahan kepadatan tanam di atas optimum akan menurunkan produksi tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Tsubo, M., E., Mukhala, H. O., and S. Walker (2003) yang menunjukkan bahwa penggunaan kerapatan tanaman berdampak pada pertumbuhan dan produktivitas tanaman, sebaliknya jika tidak terlalu rapat maka pertumbuhan tanaman akan optimal yang kemudian menghasilkan hasil panen yang tinggi.

Pengatutan jarak tanam ini dikombinasikan dengan penjarangan bunga yang diharapkan berpengaruh pada peningkatan produksi mentimun. Penjarangan bunga merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengoptimalkan asupan nutrisi bagi bakal buah mentimun, sehingga dengan mengatur jumlah bunga diharapkan kualitas buah mentimun akan lebih baik.

Penelitian dilaksakan di Kecamatan Tarogong Kidul Kabupaten Garut pada Agustus sampai Oktober 2013. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial 4 x 3 dengan 3 ulangan.Ukuran plot 200 cm x 120 cm.

Faktor pertama adalah jumlah bunga (B) yang terdiri atas 4 taraf perlakuan yaitu :

b0 = jumlah bunga keseluruhan (tanpa pemangkasan bunga)

b1 = 2/3 dari keseluruhan bunga/tanaman

b2 = 1/2 dari keseluruhan bunga/tanaman, dan

b3 = 1/3dari keseluruhan bunga/tanaman

Faktor kedua adalah jarak tanam (J) yang terdiri atas 3 taraf perlakuan yaitu : j1 = 70 cm x 40 cm = 6 tanaman/plot

j2 = 70 cm x 45 cm = 6 tanaman/plot, dan

j3 = 70 cm x 50 cm = 6 tanaman/plot.

Pengamatan utama yang dilakukan terhadap pertumbuhan vegetatif dan komponen hasil dengan masing-masing tiga tanaman sampel per plot yang hasilnya di analisis secara statistik. Pengamatan utama terdiri atas : diameter buah, panjang buah, jumlah buah per tanaman, bobot buah per tanaman, jumlah buah per plot, dan hasil per plot.

Hasil dan Pembahasan

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara pengaturan jumlah bunga dan jarak tanam terhadap diameter buah, panjang buah, jumlah buah per plot, dan hasil per plot (Tabel 1). Interaksi terjadi pada jumlah dan bobot buah per tanaman (Tabel 2 dan 3).

Tabel 1. Pengaruh Pengaturan Jumlah Bunga dan Jarak Tanam terhadap Diameter Buah, Panjang Buah, Jumlah Buah per Plot, dan Hasil per Plot

Perlakuan Rata-rata diameter buah Rata-rata panjang buah Rata-rata jumlah buah per plot Rata-rata hasil per plot b0 12,41 a 54,70 b 139,80 bc 5847,60 b b1 12,81 b 54,95 bc 116,27 a 6506,13 cd

b2 14,20 cde 55,56 bcd 150,23 cde 6866,73 def

b3 13,08 bc 50,10 a 126,13 b 5215,07 a

j1 13,03 b 51,99 a 139,80 b 6477,00 b

j2 14,01 cd 55,96 bc 146,25 bc 6659,70 bc

j3 12,34 a 53,54 b 113,28 a 5189,95 a

Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama pada setiap kolom tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 1%.

Data yang disajikan pada Tabel 1 meunjukkan bahwa secara mandiri taraf faktor pengaturan jumlah bunga 1/2 dari keseluruhan bunga/tanaman (b2) dan

pengaturan jarak tanam 70 cm x 45 cm = 6 tanaman/plot (j2) memberikan pengaruh

terbaik terhadap diameter buah, panjang buah, jumlah buah per plot, dan hasil per plot.

Penjarangan bunga memang dapat mengurangi produksi buah, akan tetapi dapat menghasilkan buah dengan kualitas yang baik (Edmond, Senn, Andrews, and Halfacre, 1975 dalam Susanto dan Pribadi, 2004; Holil, 2008). Kualitas buah dapat dilihat pada diameter, panjang, jumlah, dan bobot buah. Hal ini diduga karena akibat penjarangan bunga maka sedikit terjadi persaingan antara organ vegetatif dan generatif untuk memperoleh fotosintat sehingga buah yang terbentuk dapat berkembang lebih baik (Susanto dan Pribadi 2004).

Sarana pertumbuhan yang sering menjadi pembatas dan menyebabkan terjadinya persaingan diantaranya air, nutrisi, cahaya, karbon dioksida, dan ruang tumbuh (Campbell, 2002). Penggunaan jarak tanam yang tepat dapat mengurangi tingkat kompetisi tanaman dengan tanaman lain maupun dengan gulma dalam memperebutkan air, cahaya matahari dan hara. Apabila lingkungan subur, air tersedia dan suhu sesuai maka cahaya matahari merupakan faktor pembatas karena terdapat hubungan antara cahaya matahari dan hasil fotosintesis dan berkorelasi terhadap produksi buah (Sembiring, 2012).

Tabel 2. Pengaruh Pengaturan Jumlah Bunga dan Jarak Tanam terhadapJumlah Buah per Tanaman

Perlakuan j1 j2 j3 b0 5,55 b 5,20 a 4,67 a A A A b1 4,67 ab 5,00 a 4,67 a A A A b2 3,67 a 6,33 b 5,67 b A BC B b3 5,3 b 4,42 a 4,87 a A A A

Keterangan : angka yang diikuti huruf kecil yang sama secara vertikal dan huruf besar yang sama secara horizontal tidak

berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 1%.

Tabel 3. Pengaruh Pengaturan Jumlah Bunga dan Jarak Tanam terhadapBobot Buah per Tanaman

Perlakuan j1 j2 j3 b0 225,31 bc 215,95 a 215,16 a A A A b1 161,85 a 231,23 a 233,53 bc A B BC b2 227,50 bcd 267,18 bcd 233,59 bcd A BCD A b3 210,40 b 236,36 a 181,77 a A A A

Keterangan : angka yang diikuti huruf kecil yang sama secara vertikal dan huruf besar yang sama secara horizontal tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 1%

Data pada Tabel 2 dan 3 menunjukkan kombinasi perlakuan b2j2 memberikan

pengaruh terbaik terhadap jumlah buah dan bobot buah per tanaman. Tanaman yang diberi perlakuan pengaturan jumlah bunga ½ dari populasi bunga dan jarak tanam 70 cm x 45 cm memberikan kondisi tumbuh yang ideal bagi mentimun. Holil (2008) mengemukakan bahwa pengaturan jumlah bunga dengan melakukan penjarangan dapat mengoptimalkan asupan nutrisi bagi bakal buah sehingga pembentukkannya akan lebih baik. Menurut Zaubin (1985) hubungan antara hasil dan populasi dapat digambarkan dengan kurva parabolik, dengan semakin tinggi populasi maka produksi akan meningkat namun ketika populasi terus meningkat sampai dengan titik tertentu maka akan terjadi penurunan produksi. Hubungan parabolik biasanya terjadi pada tanaman yang dipanen bagian generatifnya.

Pengaturan jarak tanam sangat berkaitan erat dengan kerapatan tanaman. Kerapatan tanaman akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Penggunaan jarak tanam yang rapat akan meningkatkan jumlah populasi namun kompetisi yang dialami tanaman juga semakin ketat. Kompetisi yang intensif antar tanaman dapat mengakibatkan perubahan morfologi pada tanaman, seperti berkurangnya organ yang terbentuk sehingga perkembangan tanaman menjadi terganggu (Harjadi, 1996).

Kesimpulan

Hasil penelitian mengenai pengaturan jumlah bunga dan jarak tanam menunjukkan terjadi interaksi, kombinasi antara taraf faktor b2 (1/2 dari keseluruhan

bunga/tanaman) dan j2 (jarak tanam 70 cm x 45 cm) memberikan pengaruh terbaik

terhadap jumlah buah per tanaman dan bobot buah per tanaman, sedangkan secara mandiri kedua taraf faktor tersebut menunjukkan hasil terbaik pada jumlah buah per plot, panjang buah, diameter buah, dan hasil per plot.

Daftar Pustaka

Abadi, I. J., Sebayang, H. T., & Widaryanto, E. 2013. Pengaruh Jarak Tanam Dan Teknik Pengendalian Gulma Pada Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Ubi Jalar (Ipomoea batatas L .) The Effect Of Plant Densities And Weed Control On Growth And Yield Of Sweet Potato ( Ipomoea batatas L .), 1(2), 8–16.

Campbell, NA. 2002. Biologi jilid II. Jakata : Erlangga.

Edmond, J.B., T.L. Senn, F.S. Andrews, and R.G. Halfacre. 1975. Fundamental of Horticulture. Fourth Edition. Tata McGraw-Hill Book Co. Ltd. New Delhi. 560 p. Harjadi, S.S. 1996. Pengantar Agronomi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 197 hal. Holil, Sutapradja. 2008. Pengaruh Pemangkasan Pucuk terhadap Hasil dan Kualitas Benih

Lima Kultivar Mentimun. Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang.

Sembiring, Dantarismon. 2012. Pengaruh Waktu Tanam terhadap Pertumbuhan dan Produksi Mentimun (Cucumis sativus L.) dalam Sistem Tumpang Sari dengan Jagung Manis (Zea mays saccharata L.). Fakultas Pertanian Universitas Simalungun, Pematangsiantar.

Susanto, Slamet., dan Edi Minaji Pribadi. 2004. Pengaruh Pemangkasan Cabang dan Penjarangan Bunga Jantan terhadap Pertumbuhan dan Produksi Gherkin dengan Budidaya Hidroponik. Fakultas Pertanian Isntitut Pertanian Bogor, Bogor.

Tsubo, M., E., Mukhala, H. O., and S. Walker. 2003. Productivity of maize-bean intercropping in a semi-arid region of South Africa. Water SA, 29 (4): 381-388.

Zaubin, M. 1985. Pengaruh Tumpangsari Jagung, Kacang Panjang, dan Populasi Terhadap Produksi Bawang Putih (Allium sativum L.). Laporan Penelitian. Fakultas Pertanian. Universitas Jember. Jember. 74 hal.

KAJIAN BUDIDAYA TANAMAN KELOR (Moringa oleifera) SEBAGAI SAYURAN ALTERNATIF PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK LOKAL DI-BALI

STUDY OF PLANT CULTIVATION (Moringaoleifera) AS AN ALTERNATIVE USE VEGETABLES LOCAL GENETIC RESOURCES IN BALI

I Nyoman Budiana dan I Gusti Komang Dana Arsana

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian-Bali

Jl. By. Pass Ngurah Rai Pesanggaran Denpasar selatan, Bali 80222 Email: igkomangdana@yahoo.com

ABSTRAK

Tanaman kelor (Moringa oleifera) berdasarkan beberapa hasil penelitian mempunyai potensi yang besar sebagai bahan pangan pilihan karena memiiki banyak keunggulan. Petani khususnya di Bali belum banyak mengembangkan dan memanfaatkan tanaman kelor sebagai sumber pangan dan pangan. Kajian budidaya tanaman kelor (Moringaoleifera) sebagai sayuran alternatif pemanfaatan sumberdaya genetik lokal di Bali dilaksanakan bertujuan mencari alternative bahan pangan untuk mewujudkan kedaulatan pangan nasional Menganalisis produksi hijauan tanaman kelor dan pertumbuhan agronomi ditanam menggunakan biji dan stek. Kajian dilaksanakan di lapangan mulai pada Januari 2013 - Desember 2013. Lokasi di desa Gadung Sari, kecamatan Selemadeg Timur, kabupaten Tabanan,provinsi Bali. Hasil kajian menunjukkan pertumbuhan tinggi tanaman dari biji pada awal pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman berasal dari stek, tetapi pada pertumbuhan berikutnya tinggi tanaman kelor yang berasal dari stek lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman kelor yang berasal dari biji. Hal ini disebabkan pembiakan dengan biji mempunyai persyaratan yang berbeda dibandingkan dengan pembiakan dengan stek batang. Tanaman kelor yang diperbanyak dengan biji mempunyai pertumbuhan yang lebih lambat pada awal pertumbuhan karena pertumbuhan lebih pada pengembangan akar. Kesimpulan pertumbuhan kelor yang ditanam dengan biji lebih lambat dibandingkan dengan ditanam dengan stek dilihat berdasarkan perkembangan tinggi tanaman dan pertambahan jumlah daun. Produksi daun kelor yang ditanam dengan biji lebih rendah dibandingkan dengan yang ditanam dengan stek pada produksi awal atau produksi pada pemangkasan pertama (umur tanaman kelor 30 minggu).

Kata kunci: Kelor, Stek, Biji, Pangan, Berkelanjutan

ABSTRACT

Plant (Moringaoleifera) is based on several studies have considerable potential as a food choice as coined many advantages. Farmers, especially in Bali is not a lot to develop and utilize the moringa plant as a source of food and shelter. Study of cultivation of moringa (Moringaoleifera) as an alternative vegetable utilization of local genetic resources held in Bali aimed at finding alternative food to achieve food sovereignty of national Analyzing Moringa forage production and growth of agronomic crops grown using seeds and cuttings. Studies carried out in the field began in January 2013 to December 2013, location in the Gadung Sari village, East Selemadeg subdistrict, Tabanan regency, Bali province. The results showed a high growth of plants from seed in early growth higher than plants derived from cuttings, but the subsequent growth of moringa plant height derived from cuttings is higher

than the moringa plant from seed. This is due to propagation by seeds have different requirements compared to culturing the stem cuttings. Moringa plant is propagated by seeds have slower growth in early growth due to more growth in root development. Conclusion growth moringa seeds planted with slower than the planted cuttings viewed by high growth in the number of plants and leaves. Production of moringa leaves are planted with seed lower compared to those grown from cuttings in early production or production in the first cut (Moringa plant age 30 weeks).

Keywords: Moringa, Cuttings, Seeds, Food, Sustainable

Pendahuluan

Tanaman kelor (Moringa oleifera) berdasarkan beberapa hasil penelitian mempunyai potensi yang besar sebagai bahan pangan sayuran pilihan karena memiiiki banyak keunggulan. Petani khususnya di Bali belum banyak mengembangkan dan memanfaatkan tanaman kelor sebagai sumber pangansayuran, pada umumnya dibiarkan tumbuh sebagai tanaman pagar.

Daun dan batang muda dari tanaman kelor(Moringa oleifera) dapat digunakan sebagai sayuran karena mempunyai kandungan nutrisi yang tinggi seperti kandungan protein kasarnya berkisar antara 19-26% dengan asam amino yang lengkap. Tanaman kelor mempunyai kemampuan memproduksi daun yang banyak sepanjang tahun.

Tanaman kelor (Moringa oleifera) dikenal diberbagai belahan dunia sebagai tanaman jenis sayuran yang sarat nutrisi dan mempunyai beragam khasiat (Putri, 2011). Menurut sejarahnya, tanaman kelor berasal dari kawasan sekitar Himalaya dan India, kemudian menyebar ke kawasan sekitarnya sampai ke Benua Afrika dan Asia-Barat. Bahkan di beberapa negara Afrika sudah dikembangkan sebagai bagian dalam program pemulihan tanah kering dan gersang, karena sifat dari tanaman kelor mudah tumbuh pada tanah kering dan gersang dan kalau sudah tumbuh maka lahan disekitarnya akan dapat ditumbuhi oleh tanaman lain yang lebih kecil sehingga pada akhirnya pertumbuhan tanaman lain akan cepat terjadi (Widjiatmoko, 2011).

Di Indonesia tanaman kelor dikenal dengan berbagai nama. Masyarakat Sulawesi menyebutnya kero, wori, kelo atau keloro. Orang Madura menyebutnya maronggih, orang Minang menyebutnya munggai dan di Sumba disebut kawona (Putri, 2011). Lebih lanjut disebutkan bahwa tanaman kelor dapat tumbuh di dataran rendah maupun dataran tinggi sampai di ketinggian 1.000 meter diatas permukaan laut, dan mampu tumbuh di daerah tropika panas maupun daerah sub-tropik bahkan di tanah berpasir. Tanaman kelor mengandung banyak nutrisi yang potensial untuk mengatasi gizi buruk, sebagai pangan dan pakan penggemukan ternak, meningkatkan ketahanan pangan, mendorong pembangunan perdesaan serta mendukung pengelolaan tanah yang berkelanjutan (Winarto, 2007).

Tanaman kelor berkhasiat sebagai obat; anemia, anxiety, asma, bronchitis, katarak, kolera, conjunctivitis, batuk,diare, infeksi mata dan telinga, demam, gangguan kelenjar, sakit kepala, tekanan darah tidak normal,radang sendi, gangguan pernafasan, kekurangan cairan sperma, dan TBC (Putri, 2011).

Menurut Dudi K. (2010) bahwa ciri-ciri dari setiap bagian pada tanaman kelor adalah sebagai berikut: daunelor berbentuk bulat telur, memiliki karakteristik bersirip tak sempurna, kecil, berbentuk telur dan sebesar ujung jari namun bersusun majemuk dalam satu tangkai. Helaian anak daun memiliki warna hijau sampai hijau kecoklatan.

Panjang daun mencapai 1 sampai 3 Cm, lebar 4 mm sampai 1 Cm. Ujung daun tumpun, pangkal daun membulat, dan tepi daun rata. Susunan tulang daunnya menyirip, dimana daun kelor mempunyai satu ibu tulang yang berjalan dari pangkal ke ujung dan merupangan terusan tangkai daun. Selain itu, dari ibu tulang itu ke arah samping keluar tulang-tulang cabang sehingga susunannya seperti sirip-sirip pada ikan.Bunga tanaman kelor mempunyai bunga berwarna putih kekuning- kuningan dan tudung pelepah bunganya berwarna hijau. Bunga kelor keluar sepanjang tahun dengan aroma bau semerbak. Bunga muncul di ketiak daun, bertangkai panjang, kelopak berwarna putih agak krem. Malai terkulai dengan panjang antara 10 sampai 15 Cm, memiliki 5 kelopak yang mengelilingi 5 benang sari dan 5 staminodia.

Kelor berbuah setelah berumur 12 sampai 18 bulan. Buah kelor berbentuk segitiga dengan panjang sekitar 20-50 cm, ketika muda berwarna hijau dan setelah tua menjadi cokelat. Didalam buah kelor terdapat banyak biji yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan perkembangbiakan.

Biji kelor berbentuk bulat ketika muda berwarna hijau terang dan berubah berwarna coklat kehitaman ketika buah matang dan kering.Tujuan kajian menganalisis pertumbuhan dan produksi hijauan tanaman kelor yang ditanam menggunakan biji dan stek.

Hasil dan Pembahasan

Pertumbuhan tanaman dilihat dengan melakukan pengukuran tinggi tanaman dan menghitung jumlah daun secara periodik setiap dua minggu. Berdasarkan hasil kajian tinggi tanaman kelor yang berasal dari biji pada awal pertumbuhan lebih besar dibandingkan dengan tanaman kelor yang berasal dari stek, tetapi pada pertumbuhan berikutnya tinggi tanaman kelor yang berasal dari stek lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman kelor yang berasal dari biji. Tinggi tanaman kelor yang ditanam dengan stek diukur dari pangkal cabang yang tumbuh pada stek sampai dengan ujung pohon yang tertinggi. Data tinggi tanaman kelor yang ditanam dengan biji dan stek disajikan pada Gambar 1.

Data jumlah daun tanaman kelor dihitung berdasarkan jumlah daun dengan tangkainya. Daun kelor berbentuk oval memiliki karakteristik bersirip tak sempurna, kecil sebesar ujung jari dan bersusun majemuk dalam satu tangkai. Daun kelor bertangkai panjang, tersusun berseling (alternate), dan beranak daun gasal (Imparipinnatus). Helai daun saat muda berwarna hijau muda dan setelah tua berwarna hijau tua.Daun kelor merupangan jenis daun bertangkai karena hanya terdiri atas tangkai dan helaian saja.

Tangkai daun berbentuk silinder dengan sisi atas agak pipih, menebal pada pangkalnya dan permukaannya halus. Bangun daunnya berbentuk bulat, pangkal daunnya tidak bertoreh dan termasuk kedalam bentukbangun bulat telur. Ujung dan pangkal daunnya membulat (rotundatus) dimana ujungnya tumpul dan tidak membentuk sudut sama sekali. Susunan tulang daunnya menyirip (penninervis), dimana daun kelor mempunyai satu ibu tulang yang berjalan dari pangkal ke ujung dan merupangan terusan tangkai daun.Hal ini didugapembiakan dengan biji mempunyai pertumbuhan yang seimbang antara akar dengan batang. Tanaman kelor yang diperbanyak dengan biji mempunyai pertumbuhan yang lebih lambat pada awal pertumbuhan karena pertumbuhan lebih pada pengembangan akar.

Hal ini sangat rentan terhadap persaingan dengan gulma sehinggaperlu disiangi secara teratur. Setelah akar tumbuh dengan baik maka tanaman akan menjadi lebih kokoh, tumbuh cepat, tahan kekeringan dan mampu menghasilkan biomasa daun yang tinggi.Berdasarkan hasil kajian didapatkan bahwa pembiakan tanaman kelor dengan biji menghasilkan produksi hijauan awal atau produksi pada pemangkasan pertama (umur tanaman 30 minggu) menghasilkan produksi yang lebih rendah dibandingkan dengan tanaman kelor yang dibiakkan dengan stek (Gambar 2).

Gambar 3. Produksi daun kelor dan tanaman muda berasal dari biji

Kesimpulan

Pertumbuhan tanaman kelor yang ditanam dengan biji lebih lambat dibandingkan dengan yang ditanam dengan stek yang dilihat berdasarkan perkembangan tinggi tanaman dan pertambahan jumlah daun.Produksi daun kelor yang ditanam dengan biji lebih rendah dibandingkan dengan yang ditanam dengan stek pada produksi awal atau produksi pada pemangkasan pertama (umur tanaman kelor 30 minggu).

Daftar Pustaka

Dudi Krisnadi. 2010. Kelor Super Nutrisi. Pusat Informasi dan Pengembangan Tanaman Kelor Indonesia. Blora-Jawa Tengah.

Muzani, Ahmad, Panjaitan, Tanda S. 2011. Nilai Nutrisi Kelor sebagai Pangan Ternak Sapi. Artikel pada web site http//ntb.litbang.deptan.go.id/.

Putri, Okki Diana. 2011. Sejuta Khasiat Daun Kelor. Berlian Media, Jakarta

Subandriyo, P. Sitorus, M. Zulbardi dan A. Roesyat. 1979. Performance of Bali Cattle Indonesia. Agricultural Research and Development Journal. Vol. 1. No. 1 & 2, pp 9- 10

Suharto. 2006. Manajemen agribisnis dan teknologi pengolahan limbah ternak Sapi Bali. limbah hijau sehari. Makalah Seminar Sehari, Bali. Ismapeti Wil. IV. Denpasar. Bali. 23 Juni 2006. Multifarm-Research Station. Solo. Indonesia.

Widjiatmoko, Bambang. 2011. Kelor Tanaman Super Kaya Manfaat. Layar Kata, Yogyakarta. Winarto, W.P. 2007. Tanaman Obat Indonesia untuk Pengobat Herbal. Karyasari Herba

PENGGUNAAN LIMBAH ORGANIK BIOGAS SEBAGAI MEDIA TANAM

Dalam dokumen Prosiding Seminar Nasional UGM Hasil Has (Halaman 106-116)

Dokumen terkait