• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENDUKUNG KEDAULATAN PANGAN NASIONAL

Dalam dokumen Prosiding Seminar Nasional UGM Hasil Has (Halaman 51-60)

Ernitha Panjaitan1, Didik Indradewa2, Edhi Martono3, Junun Sartohadi4

1

Mahasiswa S3 Program Studi Ilmu Lingkungan Fakultas Geografi UGM; Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Methodist Indonesia

Telp : (08126406272), Email : ernitha2005@yahoo.co.id

2

Staf Pengajar Fakultas Pertanian UGM

3

Staf Pengajar Fakultas Pertanian UGM

4

Staf Pengajar Fakultas Geografi UGM

ABSTRAK

Salah satu pendekatan yang dapat mendukung kedaulatan pangan nasional adalah dengan menerapkan budidaya padi organik sebagai upaya peningkatan produktivitas, pengelolaan lingkungan, profitabilitas ekonomi dan kualitas kehidupan dengan memasyarakatkan teknologi pemanfaatan sumberdaya alam yang tersedia. Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji budidaya padi secara organik dibanding dengan budidaya padi konvensional dalam upaya mendukung kedaulatan pangan nasional. Penelitian dilaksanakan menggunakan pendekatan ekologis padi sawah, dengan metode survei pada dua kecamatan dan lima desa, di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Penelitian dilakukan pada dua musim tanam yaitu musim penghujan dan kemarau, dan untuk data tanah diambil pada dua jeluk tanah yaitu jeluk 0-20 cm dan jeluk 20-40 cm. Hasil penelitian menunjukkan budidaya organik pada tanaman padi sawah meningkatkan hasil gabah kering panen. Hasil gabah kering panen padi organik lebih tinggi dibanding padi konvensional, berkaitan dengan peningkatan C organik dan KTK (C organik berkorelasi positif dan nyata dengan KTK: r = 0,92*), serta komposisi fraksi lempung dibanding pasir dan debu, namun sistem pertanian organik tidak dapat meningkatkan N, P dan K pada tanah. Budidaya padi organik berpengaruh positif terhadap kontribusi keberlanjutan ekonomi petani karena dapat meningkatkan pendapatan petani, berkaitan dengan penurunan biaya pupuk dan pestisida, peningkatan produktivitas, dan harga gabah.

Kata kunci: budidaya padi organik & konvensional, sifat fisik & kimia tanah, produksi, kedaulatan pangan nasional

Pendahuluan

Kebutuhan pangan nasional terus mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Ketersediaan beras sebagai komoditi pangan yang utama bagi sebahagian besar penduduk Indonesia menduduki posisi strategis dalam proses pembangunan pertanian. Kedudukan beras sebagai makanan pokok dan menguasai hajat hidup rakyat Indonesia, menjadikan beras sebagai komoditas politik serta menjadi sektor ekonomi strategis bagi perekonomian dan juga ketahanan pangan nasional.

Produksi padi pada tahun 2014 menurut Angka Ramalan (ARAM) I akan mencapai 69,87 juta ton GKP atau mengalami penurunan sebesar 1,41 juta ton (1,98%) dibandingkan tahun 2013. Penurunan produksi diperkirakan terjadi karena penurunan luas panen seluas 265,31 ha (1,92%) dan produktivitas sebesar 0,03 kuintal/ha (0,06%) (BPS,2014). Permasalahan yang timbul selain produksi padi yang menurun adalah kenaikan harga pangan pokok dan volume impor pangan yang tidak lagi sekedar impor daging, gandum dan kedelai tetapi juga meliputi impor komoditi pangan ikan, beras dan garam yang sebelumnya dianggap cukup melimpah di dalam negeri. Kondisi ini akan menjadi ancaman

bagi Indonesia dalam menyediakan kecukupan pangan yang berasal dari potensi pangan dalam negeri. Terlebih lagi, pada saat perubahan iklim, akan berakibat pada kekeringan dan kegagalan panen di sebagian besar wilayah lumbungpangan nasional (LIPI,2001).

Berbagai upaya dilakukan pemerintah menjalankan strategi untuk meningkatkan produksi padi, yaitu upaya intensifikasi dan ekstensifikasi. Upaya intensifikasi pertanian dengan masukan bahan agrokimia yaitu pupuk dan pestisida dengan tujuan meningkatkan produktivitas lahan. Sedangkan upaya ekstensifikasi terkendala lahan marginal serta semakin banyak alih fungsi lahan pertanian.Tetapi pada kenyataannya penggunaan bahan-bahan agrokimia ini secara terus menerus dan dalam dosis yang berlebihan, menyebabkan kerusakan sifat fisik, kimia dan biologi tanah, timbulnya pencemaran terhadap tanah, air dan udara, serta menurunkan kualitas produk pangan (Mangkoedihardja, 1999; Adiningsih, et al., 2005).

Adanyakesadaranakanakibatyangditimbulkandampaktersebut,perhatian masyarakat dunia perlahan mulai bergeser ke pertanian yang berwawasan lingkungan. Salah satu teknologi alternatif, yang dikenal dengan ―pertanian organik‖. Sistem pertanian organik adalah sistem pertanian dengan masukan eksternal rendah (low external input), yaitu mengurangi penggunaan input eksternal seperti pupuk kimia dan pestisida kimia tetapi menggantikannya dengan input internal tanpa bahan kimia tetapi mengandalkan prinsip daur ulang hara secara hayati. Seiring dengan semakin tingginya kesadaran masyarakat akan produk pangan yang sehat dan tidak mencemari lingkungan, maka pada dasawarsa ini permintaan akan produk pangan organik semakin meningkat. Proyeksi produksi pasar padi organik tahun 2009 sebesar 577.080 kuintal, sedangkan kebutuhan pasar sebesar 1.141.102 kuintal.

Budidaya padi organik diharapkan dapat menunjang dan memberikan kontribusi dalam meningkatkan keuntungan produktivitas pertanian dalam jangka panjang, meningkatkan kualitas lingkungan, serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat, sehingga dapat mendukung kedaulatan pangan nasional. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji budidaya padi secara organik dibanding dengan budidaya padi konvensional dalam upaya mendukung kedaulatan pangan nasional.

Metode Penelitian

Metode penelitian ini terkait dengan objek kajian menggunakan metode survey. Jenis penelitian ini deskriptif. Kaitannya dengan populasi penelitian menggunakan sampel, pengambilan sampel secara Quota Sampling. Tingkat kesuburan kimia dan fisika tanah, dan ekonomi petani merupakan unit analisis dalam penelitian ini.

Penelitian dilaksanakan pada sistem pertanian organik dan pertanian konvensional tanaman padi sawah dandua musim tanam di dua kecamatan dan lima desa, Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara, tahun 2009/2010.

Sampel tanah komposit diambil dari setiap lokasi penelitian dan dari dua lapisan tanah, yaitu lapisan atas pada jeluk 0-20 cm, dan lapisan bawah pada jeluk 20-40 cm. Tiap sampel komposit terdiri dari 3 anak contoh yang diambil dengan metode sistematik (sistem zig-zag) (IRRI, 1994). Pengumpulan data primer dari responden yaitu petani melalui wawancara dengan alat bantu kuesioner.

Jenis data primer yang dikumpulkan adalah data kuantitatif terhadap : kesuburan fisika dan kimia tanah, besar produksi padi dan besar pendapatan petani. Data yang terkumpul dianalisis secara statistik menggunakan uji ANOVA dan uji beda rata-rata.

Hasil dan Pembahasan

A. Perbaikan Terhadap Sifat Fisik Tanah

Hasil sidik ragam menunjukkan terjadi interaksi dua faktor antara jeluk tanah dan cara budidaya pada komposisi fraksi pasir. Komposisi fraksi pasir tertinggi diperoleh pada jeluk tanah bagian atas pada budidaya padi konvensional, berbeda nyata dengan cara budidaya padi organik, tetapi tidak berbeda dengan jeluk tanah bagian bawah pada budidaya konvensional. Terjadi penurunan komposisi fraksi pasir dengan bertambahnya kedalaman jeluk tanah pada budidaya padi organik.

Tabel 1.Hasil analisis beberapa sifat fisika tanah Perlakuan Fraksi Pasir

(%) Fraksi Debu(%) Fraksi Lempung(%) Permeabilitas Tanah(cm/det) Kemarau (Mt1) 8,00 36,11 55,82 a 0,95 Penghujan (Mt2) 7,32 35,65 57,03 b 0,99 Jeluk tanah 0-20 cm (J1) 7,80 35,58 a 56,67 0,56 a Jeluk tanah 20-40 cm (J2) 7,51 36,18 b 56,18 1,39 b Organik (S1) 7,17 35,32 a 57,47 b 0,96 Konvensional (S2) 8,14 36,44 b 55,38 a 0,98 BNJ0,05 0,29 0,47 0,67 0,11 J1S1 7,46 b 34,98 57,59 0,57 J1S2 8,14 c 36,18 55,75 0,54 J2S1 6,88 a 35,66 57,35 1,35 J2S2 8,15 c 36,70 55,01 1,43 BNJ0,05 0,55 0,88 1,26 0,21

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam kolom yang sama berarti berbeda tidak nyata pada taraf uji 5 %.

Lahan yang dibudidayakan secara organik lebih berlempung dibanding lahan yang dibudidayakan secara konvensional, dan terjadi peningkatan komposisi fraksi debu dan permeabilitas tanah dengan semakin dalamnya jeluk tanah.Komposisi fraksi lempung pada musim tanam penghujan lebih tinggi dibanding pada musim kemarau. Berdasarkan kelas tekstur tanah, maka tanah pada daerah penelitian digolongkan tanah berlempung.

Daya permeabilitas tanah pada semua lahan penelitian adalah berkisar 0,51 – 1,46 cm/det. Menurut Soepraptoharjo (1983), permeabilitas tanah 0,5- 2,0 cm/det, dikategorikan pada kelas permeabilitas tanah agak lambat. Petani padi pada lokasi penelitian pada umumnya mengelola tanahnya dengan pelumpuran dua kali. Intensitas pelumpuran berpengaruh terhadap permeabilitas tanah, hal ini disebabkan oleh menurunnya ruang pori total, sehingga permeabilitas tanah pada lapisan atas menjadi lebih lambat dibanding permeabilitas tanah pada lapisan tanah yang lebih dalam.

B. Perbaikan Terhadap Sifat Kimia Tanah

Hasil sidik ragam menunjukkan tidak terjadi interaksi tiga faktor antara musim, cara budidaya dan jeluk tanah terhadap semua komponen sifat kimia tanah, terjadi interaksi dua faktor antara variabel musim dan jeluk tanah pada kadar K tanah. Musim tanam, jeluk tanah dan cara budidaya, berpengaruh nyata terhadap sifat kimia tanah.

Tabel 2.Hasil analisis beberapa sifat kimia tanah Perlakuan pH KTK (me/100 g) Kandungan C-org (%) Kadar N total (%) Kadar P- Bray I (ppm) Kadar K- dd (me/100gr) Kemarau (Mt1) 5,95 a 21,22b 1,05 b 0,118a 5,63 0,83 Penghujan (Mt2) 6,21 b 15,51a 0,57 a 0,135b 5,80 0,57 Jeluk tanah 0- 20cm (J1) 6,20 b 18,65 0,88 0,133 6,26 0,65 Jeluk tanah 20- 40cm (J2) 5,96 a 18,07 0,74 0,120 5,16 0,74 Organik (S1) 5,98 18,98 0,90 0,128 5,46 0,64 a Konvensional (S2) 6,18 17,75 0,72 0,125 5,96 0,76 b BNJ0,05 0,23 - 0,36 0,015 - 0,09 Mt1J1 6,14 22,03 1,12 0,126 5,52 0,83 b Mt1J2 5,76 20,40 0,98 0,109 5,73 0,83 b Mt2J1 6,25 15,28 0,65 0,139 7,01 0,48 a Mt2J2 6,16 15,74 0,50 0,130 4,59 0,66 b

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam kolom yang sama berarti berbeda tidak nyata pada taraf uji 5 %.

Tabel 2 menunjukkan bahwa pada musim hujan kadar K permukaan tanah lebih rendah dibanding pada jeluk yang lebih dalam, juga lebih rendah dibanding kadar K di permukaan pada musim kemarau. Aliran air secara horisontal melalui aliran permukaan dan vertikal dalam bentuk pelindian tampaknya menyebabkan penurunan kadar K yang mudah larut di dalam air.

Pada Tabel 2 terlihat bahwa pH dan kadar N dipengaruhi oleh musim, kadar P stabil pada semua keadaan dan kadar K dipengaruhi oleh cara budidaya. Pada musim penghujan pH tanah dan kadar N lebih tinggi dibanding kemarau, sedangkan budidaya organik menyebabkan kadar K tanah lebih rendah dibanding konvensional.

Musim hujan akan menyebabkan lahan semakin tergenang, dimana semakin meningkatnya tinggi genangan, maka pH tanah juga semakin meningkat (Hartatik,2007). Didapati bahwa semakin bertambah jeluk tanah, maka tanah semakin bersifat asam atau nilai pH semakin kecil.

Budidaya padi sawah pada musim kemarau menyebabkan nilai KTK tanah lebih tinggi dibanding budidaya pada musim penghujan.Tisdale et al. (1985) mengemukakan bahwa tanah yang mempunyai bahan organik tinggi akan mempunyai KTK yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanah berpasir dengan bahan organik yang rendah.Kapasitas tukar kation (KTK) menunjukkan kemampuan tanah untuk menahan kation-kation dan mempertukarkan kation-kation tersebut termasuk kation hara tanaman. Kapasitas pertukaran kation penting untuk kesuburan tanah. KTK tanah pada lokasi penelitian adalah berharkat sedang karena berada pada nilai > 16 – 24 me.

Pada Tabel 2 terlihat bahwa KTK dan C-organik tanah pada lokasi penelitian dipengaruhi oleh musim. Nilai KTK dan C-organik tanah lebih tinggi pada musim kemarau dibandingkan pada musim hujan. Hal ini menunjukkan bahwa pada periode hujan, terjadi pencucian yang mengakibatkan hilangnya C-organik tanah. Kondisi ini akan mengakibatkan berkurangnya humus tanah yang merupakan faktor utama peningkatan KTK tanah. Menurut Stevenson (1982) yang menyebutkan bahwa penambahan bahan organik akan

meningkatkan muatan negatif sehingga akan meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK).

Walaupun tidak berbeda nyata, budidaya secara organik akan meningkatkan C-org terutama pada lapisan tanah atas pada musim kemarau yang lebih tinggi pada lapisan tanah atas dibandingkan budidaya konvensional. Hal ini disebabkan oleh resiko C-org yang hilang pada pertanian konvensional lebih tinggi dibanding pada pertanian organik. Berdasarkan kriteria penilaian sifat-sifat tanah menunjukkan bahwa kandungan C-organik tanah dari lahan organik dan konvensional adalah sangat rendah, karena mempunyai kandungan C-organik < 2%.

Pada kedalaman 0 – 20 cm kandungan C-organik sebesar 0,88 %, sedangkan pada kedalaman 20 – 40 cm sebesar 0,74 %. Kandungan C- organik cenderung menurun dengan semakin dalamnya tanah. Hal ini dapat disebabkan oleh akumulasi bahan organik yang berasal dari dekomposisi seresah lebih banyak di bagian atas (Supriono, dkk, 2009).

Berdasarkan hasil analisis N, P dan K tanah, di Kecamatan Pantai Labu dan Kecamatan Beringin, kadar N-total pada penelitian ini berkisar antara 0,099 – 0,146 %. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan N-total tanah di daerah penelitian umumnya tergolong rendah. Kadar N tanah berharkat rendah (%N-total : < 0,10-0,20). Pada musim penghujan kadar N tanah lebih tinggi dibandingkan kadar N tanah pada musim kemarau, hal ini diduga nitrogen dapat masuk melalui air hujan dalam bentuk nitrat. Jumlah ini sangat tergantung pada tempat dan iklim (Hakim, dkk., 1986). Kadar P tanah pada lokasi penelitian berkisar antara 4,42 – 6,77 ppm. Tanah pada lokasi penelitian memiliki harkat kesuburan tanah yang sangat rendah (nilai P-bray I < 10 ppm termasuk tanah dengan kesuburan sangat rendah) (Pusat Penelitian Tanah, 1983). Kadar K pada semua lokasi harkat kesuburan tanahnya sedang (K-dd tanah : 0,3-0,5). Sistem pertanian organik menyebabkan penurunan K- dd, karena kebutuhan tanaman masih lebih tinggi dari ketersediaan K dari tanah dan pupuk organik dibanding sistem pertanian konvensional. Pada cara budidaya konvensional ada masukan pupuk KCl sebanyak dua kali, sehingga menyebabkan peningkatan unsur hara K pada budidaya konvensional. Disamping itu hasil gabah padi organik lebih tinggi dibanding hasil gabah konvensional, yang menunjukkan pengangkutan K lebih tinggi pada cara budidaya organik dibanding dengan cara budidaya konvensional. Hasil penelitian Dobermann dan Fairhurst, 2000, menunjukkan potensi bahan organik yang terkandung pada jerami padi dari hasil sisa panen mengandung Si (4-7%), K (1,2 -1,7%), N (0,5-0,8%) dan P (0,07-0,12).

Budidaya padi organik oleh petani pada daerah penelitian sudah dimulai lebih kurang sepuluh tahun, namun berdasarkan kombinasi kesuburan kimia tanah (kesuburan potensial), lahan sawah daerah penelitian berada pada status hara rendah (Soepraptohardjo, 1981). Penggunaan pupuk NPK secara terus menerus yang diterapkan pada cara budidaya konvensional massa sebelum konversi, pada lahan sawah, menyebabkan terjadinya perubahan kesetimbangan unsur hara lainnya. Menurut Djojosuwito (2000), bahwa pada taraf penggunaan NPK yang semakin tinggi dan terus menerus, menyebabkan penipisan ketersediaan unsur hara essensial. Hal tersebut menjadi penyebab rendahnya harkat kesuburan kimia tanah pada daerah penelitian. Perubahan kedepannya diyakini akan semakin besar dengan penerapan cara budidaya organik.

Dijumpai beberapa lahan sawah organik pada daerah penelitian berdampingan dengan lahan sawah konvensional tanpa pembatas lahan berupa jalan/galengan, parit atau tanaman tinggi disekeliling area pertanian

organik. Keadaan ini diindikasikan menjadi salah satu penyebab cara budidaya padi organik tidak nyata meningkatkan sifat kimia tanah pada daerah penelitian, oleh karena terjadi kontaminasi bahan-bahan kimia baik dari air irigasi maupun angin.

C. Peningkatan produksi padi dan ekonomi petani

Hasil penelitian menunjukkan bahwa produktivitas usahatani padi sawah organik lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani padi sawah konvensional. Rata-rata produktivitas usahatani padi sawah organik adalah 6,47 ton ha-pada musim tanam kemarau dan 6,45 ton ha- pada musim tanam hujan, sedangkan rata-rata produktivitas usahatani padi sawah konvensional adalah 6,02 ton ha- pada musim tanam kemarau dan 5,99ton ha- pada musim tanam hujan

Analisis ekonomi usahatani padi sawah konvensional dan organik dilakukan untuk melihat keberhasilan pengelolaan usahatani.Analisis ekonomi tersebut mencakup analisis perbedaan biaya produksi,analisis perbedaan produktivitas, analisis perbedaan pendapatan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata total curahan tenaga kerja per petani MT-1 dan MT-2 pada usahatani konvensional adalah 48,22 HKP per petani atau 121,02HKP per hektar dengan nilai Rp 1.929.200,- per petani atau Rp 4.840.773 per hektar lebih tinggi bila dibandingkan dengan usahatani organik yang hanya mencapai 37,48HKP per petani atau 105,39 HKP per hektar dengan nilai Rp 1.499.280,- per petani atau Rp 4.215.575,- per hektar. Dengan demikian pada usahatani organik, curahan tenaga kerja cenderung lebih rendah dibandingkan dengan usahatani konvensional. Sedangkan rata- rata biaya sarana produksi yang mencakup biaya benih, pupuk,pestisida, penyusutan alat, iuran P3A, pajak tanah yang dikeluarkan oleh usahatani konvensional pada MT-1 dan MT-2 adalah Rp. 2.873.057,36 per petani atau Rp 7.155.839,65 per hektar. Sedangkan rata-rata biaya produksi yang dikeluarkan oleh usahatani organik adalah Rp 2.029.412,9 per petani atau Rp 5.706.500 per hektar.. Dengan demikian biaya produksi usahatani padi sawah konvensional lebih besar dari pada biaya produksi usahatani padi sawah organik, baik per petani maupun per hektar. Untuk melihat ada tidaknya perbedaan biaya produksi per hektar antara kedua jenis usahatani tersebut maka dilakukan uji beda rata-rata. Hasil analisis menunjukkan nilai F-hitung

levene’s test sebesar 0,539 pada MT-1 dan 0,013 pada MT-2 dengan probabilitas 0,469 dan 0,911, karena probabilitas > 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa variance populasi adalah sama, sehingga digunakan

Equal variances assumed. Selanjutnya berdasarkan nilai t Equal variances assumed pada MT-1 adalah 1,499 dengan probabilitas 0,145, dapat disimpulkan bahwa rata-rata biaya produksi pertanian konvensional dan pertanian organik tidak berbeda secara signifikan. Sedangkan pada MT-2 diperoleh nilai t Equal variances assumed sebesar4,162 dengan probabilitas 0,00, dapat disimpulkan bahwa rata-rata biaya produksi pertanian konsensional dan pertanian organik pada MT-2 berbeda secara signifikan. Perbedaan biaya produksi adalah sebesar Rp. 1.490.587,80, dimana biaya produksi usahatani padi sawah konvensional secara nyata lebih besar dari pada biaya produksi usahatani padi sawah organik. Hasil analisis menunjukkan nilai F-hitung levene’s test sebesar 0,018 pada MT-1 dan 0,050 pada MT-2 dengan probabilitas 0,893 dan 0,826, karena probabilitas > 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa variance populasi adalah sama, sehingga digunakan Equal variances assumed. Selanjutnya berdasarkan nilai t Equal variances assumed pada MT-1 adalah 2,315 dengan probabilitas 0,028, dapat disimpulkan bahwa rata-rata produktivitas pertanian konvensional dan pertanian organik MT-1 berbeda secara signifikan. Demikian juga pada MT-2

diperoleh nilai t Equal variances assumed sebesar2,311 dengan probabilitas 0,028, dapat disimpulkan bahwa rata-rata produktivitas pertanian konvensional dan pertanian organik pada MT-2 berbeda secara signifikan. Perbedaan produktivitas adalah sebesar 0,785 ton/Ha pada MT-1 dan 0,787 ton/Ha pada MT-2, dimana produktivitas usahatani padi sawah organik secara nyata lebih besar dari pada produktivitas usahatani padi sawah konvensional.

Selanjutnya ada perbedaan pendapatan bersih per petani per musim tanam pada usahatani padi sawah konvensional dan organik. Rerata pendapatan bersih usahatani organik MT-1 adalah Rp. 4.290.047,3per petani atau Rp. 11.492.487,7 per hektar sedangkan pendapatan rerata usahatani konvensional adalah Rp. 3.479.357,3per petani atau Rp. 8.999.323 per hektar. Rerata pendapatan bersih usahatani organik MT-2 adalah Rp. 4.037.793,9per petani atau Rp. 11.065.537,3 per hektar sedangkan pendapatan rerata usahatani konvensional adalah Rp. 3.185.854,1per petani atau Rp. 8.407.029,3 per hektar. Dengan demikian rerata pendapatan bersih usahatani organik lebih besar daripada rerata pendapatan bersih usahatani konvensional.

Hasil analisis uji beda rata-rata menunjukkan probabilitas nilai F-hitung

levene’s test> 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa variance populasi adalah sama, sehingga digunakan Equal variances assumed. Selanjutnya berdasarkan probabilitas nilai t Equal variances assumed per petani baik pada MT-1 maupun pada MT-2 > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa rerata pendapatan per petani antara usahatani konvensional dan usahatani organik tidak berbeda secara signifikan. Sedangkan untuk pendapatan per hektar baik pada MT-1 maupun MT-2 diperoleh probabilitias nilai t Equal variances assumed < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa rerata pendapatan petani per hektar dari usahatani konvensional dan usahatani organik berbeda secara signifikan. Perbedaan produktivitas adalah sebesar Rp. 3.247.890,43/Ha pada MT-1 dan Rp. 3.536.114,73/Ha pada MT-2, dimana pendapatan usahatani padi sawah organik secara nyata lebih besar dari pada pendapatan usahatani padi sawah konvensional.

Kesimpulan

1. Sistem pertanian organik pada tanaman padi sawah dapat meningkatkan hasil gabah kering panen. Hasil gabah kering panen padi organik lebih tinggi dibanding padi konvensional, berkaitan dengan peningkatan C organik dan KTK (C organik berkorelasi positif dan nyata dengan KTK: r = 0,92*), serta komposisi fraksi lempung dibanding pasir dan debu, namun sistem pertanian organik tidak dapat meningkatkan P dan K pada tanah.

2. Produksi total rata-rata padi organik pada kedua musim tanam adalah sebesar 6,46 ton ha-1 lebih banyak daripada produksi padi konvensional sebesar 6,1 ton ha-1. Pendapatan budidaya padi organik dan konvensional secara statistik menunjukkan adanya perbedaan nilai rata-rata yang signifikan. Dimana rerata pendapatan pada kedua musim tanam, per ha dari petani padi organik sebesar Rp. 11.279.012,5 lebih banyak daripada pendapatan per ha dari petani padi konvensional sebesar Rp. 8.703.176,1

Daftar Pustaka

Adiningsih.2005. Peranan Bahan Organik Tanah Dalam Meningkatkan Kualitas dan Produktivitas Lahan Pertanian. Materi Workshoop dan Kongres Nasional II Masyarakat Pertanian Organik Indonesia.Jakarta.21-22 Desember 2005 Ardiwinata, A.N., E.S. Harsanti, Jatmiko dan J.Soejitno, 2002. Residu Insektisida,

dalam Soelitno, J.I.J.Sasa, Hermanto (eds), Membangun Sistem Produksi Tanaman Pangan Berwawasan Lingkungan. Pusat Litbang Tanaman Pangan. Bogor.pp.109-116

Agus F.X., et al. 2006. Analisis Kelayakan Usahatani Padi Pada Sistem Pertanian Organik di Kabupaten Bantul. Jurnal Ilmu Pertanian, Volume 2, No.2, 134 – 141

Balai Penelitian Tanah.2005. Petunjuk Teknis Analisis kimia Tanah, Tanaman, Air dan Pupuk. Balai Penelitian Tanah. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.pp.121-136

Bintoro,H.M.H., Hakmal Yani dan Saraswati, R., 2007. Efek Pupuk Hayati dan Organik terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi.Prosiding Simposium Peran Agronomi dalam Peningkatan Produksi Beras dalam Program Ketahanan Pangan.: 73-77

Djojosuwito, S, 2000. Azolla Pertanian Organik dan Multiguna. Kanisius.Jakarta. P : 13- 15, 20p.

IRRI. 1994. Soil and Plant Sampling and Measurements, Part 1 – Soil Sampling and Measurements. International Rice Research Institute. Los Banos, Philippines. BPS. 2014. Statistik Indonesia 2014. Badan Pusat Statistik. Jakarta.

Boer IJM. 2003. Environmental impact assessment of conventional and organic milk production. Livestock Produc Sci 80:69–77

Chaerun Siti K, et al. 2008. Dampak Lingkungan Penggunaan Pupuk Urea paa Pembebanan N dan Hilangnya Kandungan N di sawah. Jurnal Pertanian Volume VI No. 7

Cortons, T.M., J.B. Bajita, F.S. Grospe, R.R. Pamplona, C.A. Aziz Jr., R. Wassmann, R. S. Lantin, & L.V. Buendia. 2000. Methane Emission from Irrigated and intensively Managed Rice Fields in Central Luzon, Philippines. Nutr. Cycl.Agroecosyst. 58 : 37-53.

Dabbert S. 2003. Organic agriculture and sustainability: environmental aspects. In Organic agriculture,sustainability Markets and policies, CABI, Oxford, pp 51– 64

Gittinger,J.P.1986. Analisa Ekonomi Proyek-proyek Pertanian.UI Press. Jakarta.p.279- 331

Gomez,K.A. dan A.A. Gomez,1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian.ed.2.UI Press. Jakarta.

Hafsah, M.D. 2005. Potensi Peluang dan Strategi Pencapaian Swasembada Beras dan Kemandirian Pangan Nasional. Prosiding Seminar Padi Nasional Pekan Padi Nasional II 15-19 Juli 2004

Hossain, T.S., Hideki S., Hideto,U.,and Sheikh M.R. , 2007.Adoption of Organic Rice For

Dalam dokumen Prosiding Seminar Nasional UGM Hasil Has (Halaman 51-60)

Dokumen terkait