• Tidak ada hasil yang ditemukan

A.N Aryawati dan Wayan Sunanjaya

Dalam dokumen Prosiding Seminar Nasional UGM Hasil Has (Halaman 82-94)

PENGEMBANGAN PADI ORGANIK DENGAN TEKNOLOGI PTT PADA INTEGRASI TANAMAN TERNAK UNTUK KEDAULATAN PANGAN

S. A.N Aryawati dan Wayan Sunanjaya

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bali

Jl. By Pass Ngurah Rai, Pesanggaran, Denpasar - Selatan, Bali, 80222 Email: aryawati_sg@yahoo.co.id

ABSTRAK

Padi organik pada sistem integrasi tanaman ternak telah berkembang, karena kesadaran petani akan pentingnya kesehatan dan keberlanjutan lingkungan. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilaksanakan demplot agribisnis padi pupuk organik dengan PTT untuk mengetahui kelayakan usahatani tersebut dengan varietas Mentik Wangi yang umum dipakai di wilayah penelitian. Demplot menggunakan 3 perlakuan yaitu usahatani organik, semi organik dan anorganik, total luasan 3 ha dengan 12 petani. Lokasi di Subak Basang Be, Desa Perean, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali pada bulan Agustus sampai Nopember 2012. Data yang dikumpulkan meliputi data primer melalui survei dan data sekunder berdasarkan studi literatur. Untuk mengetahui tingkat kelayakan usahatani dipergunakan analisis R/C ratio. Hasil menunjukkan usahatani padi organik dengan total biaya sebesar Rp 9.932.000,00 dan total penerimaan petani sebesar Rp 19.346.667,00 sehingga R/C sebesar 1,95 yang berarti usahatani tersebut layak untuk diusahakan. Usahatani semi organik total biaya sebesar Rp 12.134.000,00 dan total penerimaan petani sebesar Rp 17.815.500,00 sehingga R/C sebesar 1,47. Usahatani anorganik total biaya sebesar Rp 9.047.500,00 dan total penerimaan petani sebesar Rp 12.811.250,00 sehingga R/C adalah 1,42. Usahatani organik paling layak dan menguntungkan petani dibandingkan dengan semi organik maupun anorganik, yang didukung dengan sistem integrasi tanaman ternak dan tercapainya kedaulatan pangan serta kesehatan lingkungan.

Kata kunci : Padi Organik, PTT, dan, Kedaulatan Pangan.

Pendahuluan

Pencemaran pupuk kimia, pestisida dan lainnya akibat kelebihan pemakaian, yang berdampak terhadap penurunan kualitas lingkungan serta kesehatan manusia. Pemahaman akan bahaya bahan kimia sintetis dalam jangka waktu lama mulai disadari sehingga dicari alternative bercocok tanam yang dapat menghasilkan produk yang bebas dari cemaran bahan kimia sintetis serta menjaga lingkungan yang lebih sehat dengan pertanian organik. Pertanian organik merupakan sistem produksi pertanian yang holistik dan terpadu, dengan cara mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agro-ekosistem secara alami, sehingga menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas, dan berkelanjutan (Anonimus 2008).

Peran inovasi teknologi pertanian ramah lingkungan sangat besar dalam usaha untuk menghasilkan produk pertanian berkualitas, menjaga ekosistem pertanian, meningkatkan kesuburan tanah jangka panjang, meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan petani. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilaksanakan demplot usahatani padi pupuk organik dengan Teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) untuk mengetahui kelayakan usahatani padi di kegiatan integrasi tanaman ternak.

Kegiatan dilaksanakan di lahan sawah irigasi berlokasi di Subak Basang Be, Desa Perean Kangin, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan pada MT II/MK I dari bulan Agustus sampai Nopember Tahun 2012, menggunakan 3 perlakuan yaitu usahatani organik, semi organik dan anorganik/cara petani, total

luasan 3 ha dengan 12 petani, masing-masing perlakuan 4 petani/1 ha. Teknologi PTT diterapkan yaitu: (1) Penanaman varietas unggul yaitu Mentik Wangi; (2) Cara tanam tapin Legowo 2:1 dengan jarak tanam (25 x 50 x 12,5) cm; (3) Pemupukan dengan perlakuan pupuk organik, semi organik, dan anorganik/cara petani; (4) Tanam bibit umur muda <21 hari setelah semai (hss) dengan 1-3 bibit/lubang tanam; (5) Pengairan berselang (intermittent) yaitu pengaturan kondisi sawah dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian; (6) Pengendalian gulma dan hama penyakit secara terpadu yaitu pendekatan pengendalian yang memperhitungkan faktor ekologi dengan monitoring populasi hama dan kerusakan tanaman.

Untuk mengetahui tingkat kelayakan usahatani dipergunakan analisis R/C ratio dan untuk mengetahui keuntungan dengan analisis B/C ratio. R/C ratio menunjukkan perbandingan antara penerimaan dengan biaya total dan B/C ratio, perbandingan antara pendapatan dengan biaya total (Hermanto, 1989).

Hasil dan Pembahasan

A. Keadaan Umum Wilayah Lokasi Demplot

Wilayah Desa Perean Kangin berada pada ketinggian 430 meter dari permukaan laut (mdpl) dengan tofografi bergelombang, memiliki kemiringan 3- 12%. Jenis tanah dominan coklat kekuningan, suhu rata-rata 250C, curah hujan bulanan rata-rata 300 mm dan 60 hari hujan per tahun. Luasan lahan subak Basang Be yakni 58,95 ha yang terdiri dari 55,50 ha lahan sawah dan 3,45 ha lahan kering/tegalan (Sunanjaya dkk, 2012).

Penggunaan pupuk kandang telah dilakukan sejak 2009 sementara penggunaan biourin sejak 2012, sehingga kedepan pupuk organik yang bersumber dari limbah ternak sapi (padat dan cair) diharapkan mendukung pertanian organik berkelanjutan pada lahan sawah.

B. Usahatani Organik

Usahatani padi organik per ha menggunakan pupuk organik sebanyak 3 ton dan juga menggunakan biourine 4000 liter, tanpa pupuk anorganik, dan pestisida. Keseluruhan biaya yang dikeluarkan seperti sarana produksi, tenaga kerja dan biaya banten/sajen serta pajak sebesar Rp 9.932.000,00. Dengan input tersebut Gabah kering Panen (GKP) diperoleh sebanyak 4.836,67 kg dengan harga Rp 4.000,00/kg, sehingga total penerimaan petani sebesar Rp 19.346.667. R/C adalah 1,95 yang berarti usahatani tersebut layak untuk diusahakan dan B/C adalah 0,95 usahatani menguntungkan, seperti disajikan pada Lampiran 1.

C. Usahatani Semi Organik

Usahatani semi organik per ha menggunakan pupuk organik sebanyak 3 ton dan juga menggunakan biourine 4000 liter, pupuk anorganik (urea dan NPK), dan pestisida. Keseluruhan biaya yang dikeluarkan seperti sarana produksi, tenaga kerja dan biaya banten/sajen serta pajak sebesar Rp 12.134.000,00. Dengan input tersebut Gabah kering Panen (GKP) diperoleh sebanyak 4.815,00 kg dengan harga Rp 3.700,00/kg, sehingga total penerimaan petani sebesar Rp 17.815.500,00. R/C adalah 1,47 yang berarti usahatani tersebut layak untuk diusahakan dan menguntungkan, seperti disajikan pada Lampiran 1.

D. Usahatani Anorganik

Usahatani anorganik per ha menggunakan pupuk petroganik sebanyak 300 kg, Urea 200 kg, NPK 200 kg dan pestisida. Keseluruhan biaya yang dikeluarkan seperti sarana produksi, tenaga kerja dan biaya banten/sajen serta pajak sebesar Rp 9.047.500, 00. Dengan input tersebut Gabah kering Panen (GKP) diperoleh sebanyak 3.463 kg dengan harga Rp 3.700,00/kg,

sehingga total penerimaan petani sebesar Rp 12.811.250,00. R/C adalah 1,42 yang berarti usahatani tersebut layak untuk diusahakan dan menguntungkan, seperti disajikan pada Lampiran 1.

Ketiga analisis usahatani tersebut semuanya layak diusahakan dan menguntungkan. Usahatani organik paling layak dan menguntungkan petani dibandingkan dengan usahatani semi organik maupun anorganik. Disamping menguntungkan petani, penggunaan pupuk organik dalam jangka panjang dapat meningkatkan produktivitas lahan dan dapat mencegah degradasi lahan. Sumber bahan untuk pupuk organik sangat beranekaragam, dengan karakteristik fisik dan kandungan kimia yang sangat beragam sehingga pengaruh dari penggunaan pupuk organik terhadap lahan dan tanaman dapat bervariasi. Selain itu, peranannya cukup besar terhadap perbaikan sifat fisika, kimia biologi tanah serta lingkungan. Pupuk organik yang ditambahkan ke dalam tanah akan mengalami beberapa kali fase perombakan oleh mikroorganisme tanah untuk menjadi humus. Bahan organik juga berperan sebagai sumber energi dan makanan mikroba tanah sehingga dapat meningkatkan aktivitas mikroba tersebut dalam penyediaan hara tanaman (Munanto, 2013). Pupuk organik diperoleh dari pemanfaatan kotoran sapi pada kegiatan integrasi tanaman ternak.

Pola integrasi antara tanaman dan ternak atau yang sering disebut dengan pertanian terpadu adalah memadukan antara kegiatan peternakan dan pertanian. Pola ini sangatlah menunjang dalam penyediaan pupuk kandang di lahan pertanian, sehingga pola ini sering disebut pola peternakan tanpa limbah karena limbah peternakan digunakan untuk pupuk, dan limbah pertanian digunakan untuk pakan ternak. Integrasi hewan ternak dan tanaman dimaksudkan untuk memperoleh hasil usaha yang optimal, dan dalam rangka memperbaiki kondisi kesuburan tanah. Interaksi antara ternak dan tanaman haruslah saling melengkapi, mendukung dan saling menguntungkan, sehingga dapat mendorong peningkatan efisiensi produksi dan meningkatkan keuntungan hasil usaha tani (Saputra, 2014). Dikatakan bahwa sistem integrasi tanaman ternak mengemban tiga fungsi pokok yaitu memperbaiki kesejahteraan dan mendorong pertumbuhan ekonomi, memperkuat ketahanan pangan dan memelihara keberlanjutan lingkungan (Suryanti, 2001). Selain pelaksanaan konsep integrasi tanaman ternak di atas, diperlukan pula dukungan berupa edukasi kepada para petani dan peternak serta penumbuhan kesamaan pijakan (common ground) mulai dari perbankan, swasta, dan pemerintah untuk mencapai kedaulatan pangan (Anonimus, 2013).

Kesimpulan

1. Usahatani padi organik dengan teknologi PTT layak diusahakan dan menguntungkan petani yang didukung dengan sistem integrasi tanaman ternak. Sistem integrasi padi ternak mempunyai banyak keuntungan diantaranya tersedianya sumber pakan, meningkatkan kesuburan tanah, meningkatkan hasil tanaman utama (padi), pengembangan peternakan dan membagi resiko kerugian.

2. Pemanfaatan pupuk organik kotoran sapi pada lahan sawah perlu dilakukan terus menerus dalam upaya perbaikan kesuburan lahan dan peningkatan bahan organik tanah, sehingga akan memberikan keuntungan yang lebih besar bagi petani-peternak dan tercapainya kedaulatan pangan serta kesehatan lingkungan.

Daftar Pustaka

Anonimus 2008. Peran Lembaga Mitra Tani Organik Dalam Peningkatan Produksi Tanaman Organik. http://padiorganik.blogspot.com/. Diakses tanggal 9 September 2014.

Anonimus. 2013. Impor Sapid an Kedaulatan Pangan. http://www.beritasatu.com/blog/ekonomi/2201-impor-sapi-dan-kedaulatan-

pangan.html. Diakses tanggal 9 September 2014. Hermanto, F. 1989. Ilmu Usahatani Penebar Swadaya. Jakarta. Munanto, B. 2013. Manfaat Penggunaan Pupuk Organik.

http://www.kulonprogokab.go.id/v21/Manfaat-Penggunaan-Pupuk-Organik_3113. Diakses tanggal 9 September 2014.

Saputra, T. 2014. Sistem Pertanian Terpadu Berkelanjutan Integreted Plant. http://thoms212.blogspot.com/2014/03/sistem-pertanian-terpadu-

berkelanjutan.html. Diakses tanggal 9 September 2014.

Sunanjaya, W., D. Resiani.,dan S.A.N. Aryawati. 2012. Laporan Akhir Tahun Demplot Integrasi Tanaman Ternak Mendukung PSDSK di Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian.

Suryanti, Reni. 2001. Penerapan Integrasi Usaha Tanaman dan Ternak Serta Kebutuhan Penyuluhan Pertanian. Pasca Sarjana. Universitas Andalas 2011.

Sumber : diolah dari data primer tahun 2012.

Lampiran 1. Analisis Usahatani Mentik Wangi Pada Demplot Integrasi Tanaman Ternak Mendukung PSDSK di Kabupaten Tabanan 2012 Uraian Volume Unit Harga (Rp) Jumlah harga (Rp,00) Organik Semi Organik

Anorganik Organik Semi Organik Anorganik

Benih 30 30 45 kg 7.000 210.000 210.000 315.000 Pupuk Organik, Petroganik 3.000 3.000 3,000 kg 500 1.500.000 1,500.000 1.500.000 Pupuk Biourine 4.000 4.000 lt 600 2.400.000 2.400.000 - Urea 100 200 kg 1.800 - 180.000 360.000 NPK 200 200 kg 3.600 - 720.000 720.000 Pestisida - - - Insektisida 1 1 paket 150.000 - 150.000 150.000 - Herbisida 1 1 paket 125.000 - 125.000 125.000 Persiapan 5 5 5 OH 40.000 200.000 200.000 200.000 Pesemaian 1 1 1 OH 40.000 40.000 40.000 40.000 Pengolahan lahan : - Hewan/manusia 3 3 3 60.000 180.000 180.000 180.000 - Traktor (rotary) 100 100 100 are 11.000 1.100.000 1.100.000 1.100.000 Tanam (borongan) 100 100 100 are 7.000 700.000 700.000 700.000 Pemupukan 2 6 2 OH 40.000 80.000 240.000 80.000 Pengairan 4 10 10 OH 40.000 160.000 400.000 400.000 Pengendalian OPT 4 20 20 OH 40.000 160.000 800.000 800.000 Panen (Threser) 48 48 35 kw 60.000 2.902.000 2.889.000 2.077.500 Pengeluaran lainnya 1 1 1 paket 300.000 300.000 300.000 300.000 Hasil (kg) 4.837 4.815 3.463 kg (4.000, 3.700) 19.346.667 17.815.500 12.811.250 Total Pengeluaran 9.932.000 12.134.000 9.047.500 Keuntungan 9.414.667 5.681.500 3.763.750 B/C 0,95 0,47 0,42 R/C 1,95 1,47 1,42

EFEKTIVITAS GULMA SIAM (Chromolena odorata) SEBAGAI SUBTITUSI PUPUK UREA PADA PERTANAMAN JAGUNG

Taufan Alam 1 dan Dody Kastono 2

1)

Mahasiswa Pascasarjana Agronomi Fakultas Pertanian UGM

2)

Staf Pengajar Fakultas Pertanian UGM Email: taufan.alam@yahoo.com

ABSTRAK

Penurunan produksi jagung salah satunya diakibatkan penggunaan pupuk urea yang berlebihan. Hal tersebut menyebabkan ketidakseimbangan unsur hara di dalam tanah terutama unsur hara mikro. Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi jagung adalah pemupukan secara tepat dengan memperhatikan penggunaan pupuk organik sekaligus mengurangi input pupuk urea. Penggalian sumber-sumber bahan organik alternatif diperlukan karena sumber bahan organik yang berasal dari hewan belum mampu mencukupi kebutuhan dalam skala besar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat efektivitas kompos gulma siam sebagai subtitusi pupuk urea pada pertanaman jagung. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Tri Dharma Fakultas Pertanian UGM Kecamatan Baguntapan, Kabupaten Bantul, Provinsi Yogyakarta dan dilaksanakan bulan Oktober 2013 sampai Februari 2014. Penelitian ini merupakan pendugaan response surface yang merupakan langkah untuk memperoleh takaran kompos gulma siam dan dosis urea optimum. Rancangan percobaan yang digunakan adalah randomize completely block design pola faktorial yang terdiri atas 3 blok. Faktor pertama adalah takaran kompos gulma siam (0, 10 dan 20 ton/ha) sedangkan faktor kedua adalah dosis pupuk urea (0, 150 dan 300 kg/ha). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompos gulma siam 20 ton/ha mampu mensubtitusi pupuk urea sebesar 300 kg/ha dan menghasilkan bobot biji kering sebesar 6,38 ton/ha sekaligus meningkatkan bobot biji kering sebesar 27,33%. Berdasarkan response surface diperoleh kombinasi takaran optimum kompos gulma siam sebesar 19,53 ton/ha dengan dosis optimum pupuk urea sebesar 195,40 kg/ha. Kombinasi keduanya mampu menghasilkan bobot biji kering maksimum sebesar 7,95 ton/ha.

Kata Kunci: Gulma siam, jagung, subtitusi, urea

Pendahuluan

Jagung merupakan tanaman yang membutuhkan unsur hara relatif banyak terutama unsur nitrogen. Unsur hara nitrogen menyusun 1,5-5,0% dari bobot kering jagung. Fungsi nitrogen untuk menyusun senyawa-senyawa yang memegang peranan utama dalam proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Senyawa- senyawa tersebut melliputi protein, asam nukleat, klorofil, hormon dan senyawa lain melalui kombinasinya dengan unsur-unsur hara lain (Below, 1995).

Pupuk buatan sebagai sumber unsur hara nitrogen yang biasa dan paling banyak digunakan adalah urea atau CO(NH2)2. Selama tiga dekade terakhir,

konsumsi urea di dalam negeri meningkat lebih dari 10 kali lipat dari 372.260 ton pada tahun 1969 menjadi 4.288.648 ton pada tahun 1998. World Bank menyatakan bahwa pemakaian pupuk di Indonesia jauh lebih tinggi dari penggunaan pupuk di Negara Asia lainnya (Abdulrachman dan Pahim, 2000).

Kebijaksanaan pemerintah Indonesia beberapa dekade terakhir ini hanya mengutamakan hasil panen tinggi dengan menggalakkan pemakaian pupuk dan pestisida anorganik tanpa menghiraukan keselamatan ekosistem pertanian.

Perolehan produksi tinggi ternyata tidak berlangsung lama bahkan telah memunculkan problematika antara lain degradasi ekosistem pertanian dan penurunan kesuburan tanah, terutama kadar bahan organik dan peningkatan kepadatan tanah.

Menurut Wigena et al., (2006) penurunan produktivitas tanaman pangan akibat penggunaan pupuk anorganik, terutama pupuk urea diduga erat kaitannya dengan ketidakseimbangan unsur hara di dalam tanah. Penggunaan pupuk urea yang berlebihan mengakibatkan pengurasan hara mikro didalam tanah, akibatnya, serapan unsur oleh tanaman menjadi terganggu dan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan menurunnya tingkat produksi tanaman. Oleh karena itu dibutuhkan teknologi yang dapat memperbaiki produksi dan kesuburan tanah. Upaya yang bisa dilakukan adalah dengan pemupukan secara tepat dengan memperhatikan penggunaan pupuk organik untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah sekaligus mengurangi input pupuk urea yang diberikan dalam jumlah banyak khususnya pada pertanaman jagung. Akan tetapi permasalahan lain yang muncul adalah saat ini pupuk organik yang bersumber dari kotoran hewan belum mampu mencukupi kebutuhan dalam skala besar. Untuk itu perlu dilakukan penggalian mengenai sumber-sumber bahan organik yang bisa dijadikan alternatif agar tidak tergantung pada sumber bahan organik yang berasal dari hewan.

Gulma siam (Chromolaena odorata) adalah sumber bahan organik alternatif yang potensial dikembangkan. Gulma siam (Chromolaena odorata) cukup potensial untuk dimanfaatkan sebagai sumber bahan organik karena produksi biomassanya tinggi. Pada umur 6 bulan gulma siamdapat menghasilkan biomassa sebesar 11,2 ton/ha, dan setelah umur 3 tahun mampu menghasilkan biomassa sebesar 27,7 ton/ha (Kasniari, 1996 cit. Suntoro et al., 2001). Biomassa gulma siam mempunyai kandungan hara yang cukup tinggi (2,65 % N, 0,53 % P dan 1,9 % K) sehingga biomassa gulma siam merupakan sumber bahan organik yang potensial (Chandrashekar dan Gajanana, 1996 cit. Suntoro et al., 2001). Penelitian ini bertujuan melihat efektivitas kompos gulma siam sebagai subtitusi pupuk urea pada pertanaman jagung.

Metode Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Tri Dharma Fakultas Pertanian UGM Kecamatan Baguntapan, Kabupaten Bantul, Provinsi Yogyakarta dan dilaksanakan bulan Oktober 2013 – Februari 2014. Varietas jagung yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pioneer 21. Percobaan lapangan ini merupakan percobaan pendugaan Response Surfaces (analisis permukaan dan respon) terhadap takaran kompos gulma siam dan dosis pupuk urea yang merupakan langkah untuk memperoleh takaran gulma siam dan dosis urea optimum. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Randomize Completely Block Design

(RCBD) pola faktorial yang terdiri atas 3 blok. Faktor pertama adalah takaran kompos gulma siam yang terdiri atas tiga taraf yaitu 0, 10 dan 20 ton/ha. Faktor kedua adalah pupuk urea yang terdiri atas tiga taraf yaitu 0, 150 dan 300 kg/ha.

Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan analisis permukaan dan respon menunjukkan tidak terdapat interaksi antara perlakuan kompos gulma siam dan pemupukan urea pada luas daun. Pemupukan urea menunjukkan pola kuadratik pada umur 56 dan 84 hari. Pemupukan kompos gulma siam dan pemupukan urea berpengaruh nyata terhadap

luas daun jagung. Pemupukan 1 ton/ha gulma siam secara nyata dapat menaikkan luas daun pada umur 28, 56 dan 84 hari masing-masing sebesar 12,96; 89,53 dan 32,03 cm2. Pemupukan urea 1 kg/ha secara nyata dapat menaikkan luas daun pada umur 28 dan 84 hari masing-masing sebesar 0,88 dan 6,24 cm2.

Tabel 1. Koefisien regresi hubungan antara luas daun dengan kompos gulma siam dan pupuk urea berdasarkan permukaan respon

Luas

Daun 0 1x1 2x2 11x12 12x1x2 22x22

1. 28 hari 1284,17** 12,96** 0,88** -0,09ns -0,02ns -0,001ns 2. 56 hari 3759,39** 89,53** 16,75ns 0,49ns 0,21ns -0,05* 3. 84 hari 1663,84** 32,03** 6,24** 0,27ns 0,05ns -0,02** Keterangan: Angka diikuti (ns) dan (*) menunjukkan tidak berbeda nyata dan

berbeda nyata pada taraf 5%, angka diikuti (**) menunjukkan berbeda nyata pada taraf 1%. x1 = Gulma Siam; x2 = Pupuk Urea.

Penambahan unsur nitrogen dapat meningkatkan pembesaran dan pembelahan sel (Mengel dan Kirkby, 1982). Pemberian nitrogen pada dosis yang optimal akan menaikkan luas daun jagung. Sampai batas tertentu, kenaikan luas daun berkorelasi dengan kemampuan fotesintesis, sehingga berkorelasi pula dengan karbohidrat (gula, pati dan polifruktosa), lemak dan minyak (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

Junita et al. (2002) menyatakan bahwa semakin banyak bahan organik yang diberikan pada tanah, akan diikuti dengan kenaikan kemantapan tanah mengikat air sampai batas tertentu dan kenaikan nitrogen total. Suntoro et al. (2001) melaporkan bahwa gulma siam mengandung Mg cukup tinggi, dimana Mg merupakan komponen mineral penyusun klorofil sehingga pemberian kompos gulma siam pada dosis besar dapat meningkatkan kandungan klorofil daun. Magnesium dibutuhkan oleh tanaman untuk kegiatan enzim-enzim yang berhubungan dengan metabolisme karbohidrat, terutama dalam siklus asam sitrat yang memiliki peranan penting dalam respirasi sel.

Pemupukan kompos gulma siam dan pemupukan urea menunjukkan interakasi pada bobot akar jagung umur 28 hari. Kombinasi pemupukan 1 ton/ha kompos gulma siam dan 1 kg/ha urea secara nyata menurunkan bobot kering akar sebesar 0,0002 gram. Pemupukan kompos gulma siam dan pemupukan urea berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar jagung. Pemupukan 1 ton/ha gulma siam secara nyata dapat menaikkan bobot kering akar pada umur 28, 56 dan 84 hari masing-masing sebesar 0,10; 0,28 dan 0,28 gram. Pemupukan urea 1 kg/ha secara nyata dapat menaikkan bobot kering akar pada umur 28 hari sebesar 0,004 gram. Tabel 2. Koefisien regresi hubungan antara bobot kering akar (gram) dengan

kompos gulma siam dan pupuk urea berdasarkan permukaan respon Bobot Kering Akar 0 1x1 2x2 11x12 12x1x2 22x22 1. 28 hari 0,56** 0,10** 0,004** -0,002ns -0,0002** 0,000002ns 2. 56 hari 7,10** 0,28** 0,02ns 0,00002ns -0,0002ns -0,00005ns

3. 84 hari 12,00** 0,28** 0,05ns 0,01ns 0,001ns -0,0002ns Keterangan: Angka diikuti (ns) dan (*) menunjukkan tidak berbeda nyata dan

berbeda nyata pada taraf 5%, angka diikuti (**) menunjukkan berbeda nyata pada taraf 1%. x1 = Gulma Siam; x2 = Pupuk Urea.

Gardner et al. (1991) menyatakan bahwa penambahan unsur N akan meningkatkan jumlah dan sebaran akar serta meningkatkan bobot kering total akar. Fageria (2010) melaporkan bahwa penambahan pupuk N meningkatkan bobot akar tanaman pangan, sebaliknya Marschner (1986) menduga bahwa pemberian nitrogen di atas dosis optimum menyebabkan tanaman mudah rebah karena sistem perakaran relatif lebih sempit.

Pemupukan kompos gulma siam dan pemupukan urea menunjukkan interakasi pada bobot kering tajuk jagung umur 28 hari. Kombinasi pemupukan 1 ton/ha kompos gulma siam dan 1 kg/ha urea secara nyata menurunkan bobot kering tajuk sebesar 0,001 gram. Pemupukan kompos gulma siam menunjukkan pola kuadratik pada umur 28 hari, sedangkan pemupukan urea menunjukkan pola kuadratik pada umur 56 dan 84 hari. Pemupukan kompos gulma siam dan pemupukan urea berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar jagung. Pemupukan 1 ton/ha gulma siam secara nyata dapat menaikkan bobot kering tajuk pada umur 28, 56 dan 84 hari masing-masing sebesar 0,40; 0,02 dan 4,03 gram. Pemupukan urea 1 kg/ha secara nyata dapat menaikkan bobot kering tajuk pada umur 28, 56 dan 84 hari masing-masing sebesar 0,02; 0,10 dan 0,74 gram.

Tabel 3. Koefisien regresi hubungan antara bobot kering tajuk (gram) dengan kompos gulma siam dan pupuk urea berdasarkan permukaan respon Bobot Kering Tajuk 0 1x1 2x2 11x12 12x1x2 22x22 1. 28 hari 3,87** 0,40** 0,02** -0,01* -0,001** -0,00001ns 2. 56 hari 20,44** 0,02** 0,10* 0,02ns 0,002ns -0,0003* 3. 84 hari 114,31** 4,03** 0,74* 0,01ns 0,01ns -0,002** Keterangan: Angka diikuti (ns) dan (*) menunjukkan tidak berbeda nyata dan

berbeda nyata pada taraf 5%, angka diikuti (**) menunjukkan berbeda nyata pada taraf 1%. x1 = Gulma Siam; x2 = Pupuk Urea.

Penambahan nitrogen sampai batas optimum akan menaikkan bobot kering tajuk, sebaliknya jika diatas optimum akan menurunkan bobot tajuk jagung karena terjdi toxic. Baligar dan Fageria (1997) melaporkan bahwa terdapat perbedaan sifat antar dan interspesies dalam hal parameter pertumbuhan tajuk dan akar yang meliputu akumulasi bahan kering, indeks toleransi, penurunan pertumbuhan relative, nisbah akar tajuk dan parameter penyerapan unsur hara pada tanaman-tanaman sorghum, jagung, padi, kacang tanah dan beberapa tanaman legume pakan ternak. Diduga bahwa pemberian kompos gulma siam pada dosis yang semakin besar dapat meningkatkan ketersediaan unsur nitrogen dalam tanah guna menunjang ketersediaan hara sampai tanaman menyelesaikan siklusnya (Kastono, 2005).

Pemupukan kompos gulma siam dan pemupukan urea menunjukkan tidak terdapat interaksi pada panjang tongkol, diameter tongkol, jumlah baris biji per

tongkol, jumlah biji per tongkol, bobot 100 biji dan bobot biji pipilan kering per hektar. Pemupukan urea menunjukkan pola kuadratik pada jumlah baris biji per tongkol, jumlah biji per tongkol dan bobot biji pipilan kering per hektar. Pemupukan 1 ton/ha kompos gulma siam secara nyata dapat menaikan panjang tongkol sebesar 0,17 cm, diameter tongkol sebesar 0,04, jumlah baris biji per tongkol sebesar 0,05 baris, jumlah biji per tongkol sebesar 9,52 butir, bobot 100 biji sebesar 0,72 gram dan bobot biji pipilan kering per hektar sebesar 0,16 ton. Pemupukan urea secara nyata dapat menaikkan jumlah baris biji sebesar 0,02 baris, jumlah biji per tongkol sebesar 0,93 butir, bobot 100 biji 0,05 gram dan bobot biji pipilan kering per hektar sebesar 0,01 ton.

Berdasarkan hasil analisis permukaan dan respon diperoleh kombinasi takaran optimum gulma siam sebesar 19,53 ton/ha dan dosis optimum urea sebesar 195,40 kg/ha yang mampu menghasilkan bobot biji pipilan kering maksimal sebesar

Dalam dokumen Prosiding Seminar Nasional UGM Hasil Has (Halaman 82-94)

Dokumen terkait