• Tidak ada hasil yang ditemukan

DI SAWAH TADAH HUJAN KABUPATEN BELITUNG TIMUR

Dalam dokumen Prosiding Seminar Nasional UGM Hasil Has (Halaman 184-192)

Mamik Sarwendah* dan Yudistira**

*

BPTP Kepulauan Bangka Belitung

**

Balai Besar Penelitian Tanaman Padi

ABSTRAK

Tersedianya galur-galur harapan hasil persilangan yang mempunyai daya adaptasi tinggi serta tahan terhadap cekaman biotik dan abiotik dapat menunjang pelepasan padi varietas unggul baru. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi tentang keragaan galur harapan padi sawah dengan produktivitas tinggi di lahan sawah tadah hujan. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah tadah hujan Danau Nujau, Desa Gantung, Kabupaten Belitung Timur pada musim kering Mei – Agustus 2012. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 kali ulangan, dengan perlakuan 16 galur/varietas yaitu B11602E-MR-1-5-2, B12825E-TB-1-25, AGH-B2, AGH-B5, B13017C-RS*1-2-2-4, B12272D-PN-15-3-PN-1, Blo203-AC-FWS-37-1-1, IR87705-14-11-B-SKI-12, SMD9-15D-MR-4, IR83140-B-11-B, IR83140-B-12-B, IR73012-15-2-2-1, BP2836-3E-KN-11-2-1-, BP3672-2E-KN-17-3-3*B, INPARI 10, INPARI 13. Petak percobaan berukuran 2x5m. Variabel pengamatan meliputi tinggi tanaman, jumlah anakan, panjang malai, jumlah gabah isi dan hampa, umur berbunga dan hasil gabah. Hasil penelitian menunjukkan galur bernama BP2836-3E-KN-11-2-1 memiliki potensi hasil tertinggi (5,67 ton/ha).

Kata Kunci : adaptasi, galur harapan padi, sawah tadah hujan

Pendahuluan

Produktivitas padi dalam dekade terakhir ini cenderung tidak mengalami peningkatan. Sementara itu dalam program ketahanan pangan nasional, kebutuhan beras semakin meningkat. Oleh karena itu program pemulian lebih ditekankan pada peningkatan potensi hasil yang disertai ketahanan tanaman terhadap cekaman biotik maupun abiotik (Anonim, 2008). Melalui penanaman varietas padi unggul yang berpotensi hasil tinggi dan beradaptasi secara luas diharapkan mampu meningkatkan produksi untuk mencukupi penyediaan beras nasional. Untuk itu perlu dilakukan pengelolaan tanaman, lahan, air, dan organisme pengganggu tanaman secara terpadu sehingga diharapkan dapat mempertahankan dan meningkatkan produktivitas padi secara berkelanjutan (Kartono et al., 2007).

Pengembangan varietas unggul baru akan segera terwujud apabila tersedia galur-galur harapan hasil persilangan maupun introduksi. Galur harapan tersebut perlu diuji untuk mendapatkan varietas unggul yang memiliki daya adaptasi luas dan tahan hama dan penyakit, hasil tinggi dan mutu beras baik. Menurut Harahap (1982), uji daya hasil galur-galur harapan padi dapat menunjang pelepasan varietas padi unggul baru. Potensi hasil dari setiap galur/varietas yang berada pada pengujian tersebut diharapkan dapat mencerminkan daya hasil dan daya adaptasi galur/varietas di setiap lokasi untuk menunjang pelepasan varietas secara regional. Uji coba lapangan sangat penting dalam menentukan adaptasi dari setiap varietas padi yang sedang dikembangkan untuk kondisi lokal (Lanuza, 2012).

Perkembangan sifat-sifat penting varietas unggul padi secara nyata terlihat pada peningkatan dan keragaman ketahanan terhadap cekaman, iklim dan tanah serta ketahanan terhadap hama dan penyakit. Kedua sasaran tersebut dapat dicapai melalui (l) Pemanfaatan dan pengembangan potensi sumberdaya

genetik dengan pembentukan varietas unggul baru yang berdaya hasil tinggi dan tahan cekaman biotik dan abiotik, serta (2) Inovasi teknologi dalam pengelolaan lahan, air, tanaman, dan organisme pengganggu tanaman (Budianto, 2002).

Pada suatu kondisi iklim (tempat dan musim) tertentu, suatu varietas dengan genetik tertentu memiliki potensi hasil tertentu pula, yang disebut potensi hasil G x E (genotipe x lingkungan) atau sering disebut potensi hasil saja. Makarim dan Suhartatik (2009) menambahkan bahwa potensi hasil adalah hasil maksimal atau batas kemampuan varietas tanaman untuk berproduksi pada kondisi iklim tertentu pada suatu lokasi tanpa adanya kendala seperti kekurangan air, hara, keracunan besi, garam, serangan hama, penyakit, dan sebagainya.

Lahan tadah hujan memiliki luasan dan pemasok produksi padi nasional kedua setelah lahan sawah irigasi. Lahan tadah hujan yang meliputi 2,015 juta ha di Indonesia tersebut tersebar di berbagai wilayah, diantaranya Jawa (777295 ha), Sumatera (550940 ha), Kalimantan (339705), Sulawesi (279295 ha),serta di Bali dan Nusa Tenggara (70673 ha) (BPS, 2004). Peningkatan produksi pada lahan tadah hujan akan memberikan dampak nyata terhadap peningkatan produksi padi nasional. Diperkirakan kebutuhan beras Indonesia tahun 2015 dan 2020 adalah berturut turut sebesar 33,74 dan 35,97 juta ton (Anonim, 2008).

Kekeringan merupakan kendala utama pada pertanaman padi untuk lahan gogo dan tadah hujan (Balasubramanian et al., 2007). Perubahan pola iklim merupakan fenomena global yang menjadi tantangan serius pada saat ini dan masa-masa yang akan datang. Rusaknya infra stuktur pengairan menyebabkan resiko kekeringan bukan hanya terjadi di lahan gogo dan sawah tadah hujan, tetapi mengancam juga pertanaman padi sawah irigasi terkendali. Meluasnya areal dengan resiko gagal panen karena cekaman kekeringan dapat mengancam produksi beras dan ketahanan pangan nasional. Varietas unggul padi yang adaptif pada kondisi cekaman kekeringan menjadi salah satu komponen teknologi yang penting untuk mengantisipasi dampak pemanasan global khususnya lahan-lahan yang rawan cekaman kekeringan.

Untuk pertumbuhan yang relatif normal, tanaman padi memerlukan curah hujan (CH) minimal 200 mm/bulan selama minimal 4 bulan. Pada kondisi CH yang kurang dari jumlah tersebut, pertanaman padi akan menjadi tidak normal dan pada kondisi yang lebih parah lagi tanaman padi akan mengalami kekeringan dengan gejala daun menggulung dan akhirnya mengering. Oleh karena itu, pada daerah-daerah yang pada MK I atau MK II mempunyai CH hanya sekitar 100 mm/bulan tidak dianjurkan untuk menanam padi tetapi lebih baik menanam palawija. Namun demikian, apabila CH pada awal-awal musim dianggap cukup, maka petani pada umumnya akan memilih menanam padi daripada palawija tanpa mempertimbangkan risiko yang akan dihadapi pada stadia pertumbuhan padi berikutnya (Suprihatno B, et al., 2008).

Kandungan unsur hara dan pH tanah pada lahan tadah hujan juga cukup rendah. Varietas unggul berpotensi hasil tinggi yang adaptif untuk lahan sawah tadah hujan jumlahnya relatif terbatas. Wilayah lahan tadah hujan umumnya memiliki infrastruktur yang terbatas dan dihuni oleh petani miskin. Teknologi budidaya padi yang diterapkan masih didominasi oleh teknologi tradisional sehingga produktivitasnya rendah, yaitu berkisar 3,0 - 3,5 t/ha (Suprihatno B, et al., 2008).

Persawahan di Kabupaten Belitung Timur sebagian besar merupakan sawah tadah hujan. Saluran irigasi belum dibangun atau pun sudah ada yang dibangun tetapi tidak berfungsi sebagaimana yang diharapkan. Karena sangat bergantung kepada air hujan, maka produktivitasnya pun sangat fluktuatif sesuai dengan kondisi iklim yang ada. Curah hujan sangat bervariasi dari tahun ke tahun, musim ke musim dan lokasi ke lokasi. Frekuensi dan distribusi bervariasi,

dengan dampak yang signifikan terhadap produktivitas (Sarom ]M, 2010). Kondisi drainase pada lahan sawah tadah hujan Belitung Timur yang kurang baik juga mengakibatkan jika hujan terus menerus mengakibatkan banjir sehingga menurunkan hasil padi yang dalam pertumbuhannya mengalami genangan pada vase vegetatifnya dan pada vase generatifnya mengalami cekaman kekeringan. Perbedaan kondisi iklim dari tahun ke tahun membuat petani kesulitan dalam menentukan waktu tanam.

Upaya meningkatkan produksi padi seringkali terkendala oleh kondisi sumberdaya lahan di Belitung Timur yang termasuk kategori lahan sub-optimal untuk tanaman pangan, pH tanah masam, kandungan beberapa logam (Fe, Al) tinggi, serta kandungan unsur hara makro rendah. Tingkat pengelolaan lahan dan tanaman yang diterapkan petani juga masih sederhana. Hal ini menyebabkan produktivitas padi di Belitung Timur rendah (3,70 ton/ha) (BPS, 2010).

Penelitian ini bertujuan memperoleh informasi keragaan galur harapan padi sawah dengan produktivitas tinggi di lahan sawah tadah hujan Belitung Timur.

Metode Penelitian

Kegiatan penelitian dilakukan di lahan sawah milik petani di persawahan Danau Nujau Desa Gantung Kabupaten Belitung Timur pada musim kering Mei – Agustus 2012. Penelitian terdiri dari 16 perlakuan : B11602E-MR-1-5-2, B12825E-TB-1-25, AGH-B2, AGH-B5, B13017C-RS*1-2-2-4, B12272D-PN-15-3- PN-1, Blo203-AC-FWS-37-1-1, IR87705-14-11-B-SKI-12, SMD9-15D-MR-4, IR83140-B-11-B, IR83140-B-12-B, IR73012-15-2-2-1, BP2836-3E-KN-11-2-1-, BP3672-2E-KN-17-3-3*B, INPARI 10, INPARI 13.

Rancangan percobaan menggunakan acak kelompok dengan 3 ulangan. Petak percobaan berukuran 2x5m, dengan jarak tanam 25x25cm, umur bibit 20 hari, dengan jumlah bibit 2-3 batang per rumpun.

Dosis pemupukan yaitu urea 250 kg/ha, SP36 150 kg/ha dan KCl 100 kg/ha. Urea diberikan 3 tahap dengan dosis 1/3 dari keseluruhan. Sp36 dan KCl diberikan semua di awal tanam. Parameter yang diamati meliputi tinggi tanaman, jumlah anakan, panjang malai, jumlah gabah isi dan hampa, umur berbunga dan hasil gabah.

Hasil dan Pembahasan

Lokasi penelitian, persawahan Danau Nujau Desa Gantung merupakan sentra produksi padi di Kabupaten Belitung Timur, dengan total luas lahan 350 ha. Meskipun sarana irigasi sudah dibangun beberapa tahun lalu, tetapi tidak berfungsi sebagaimana yang diharapkan. Petani tetap bergantung pada air hujan. Rata-rata curah hujan di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung tahun 1999

Gambar 1. Rata-rata curah hujan (mm/bulan) tahun 1999-2009 dan 2010 di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Faktor utama dalam menentukan pola tanam, baik untuk sawah irigasi maupun lahan sawah tadah hujan ialah ketersediaan atau pasokan air. Lahan sawah tadah hujan, pasokan air hanya bergantung dari curah hujan dan letak tropografi suatu daerah. Kebutuhan air untuk tanaman padi, minimal dibutuhkan bulan basah (curah hujan diatas 200 mm/bulan) secara berurutan minimal 4 bulan. Pertumbuhan tanaman yang meliputi tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, umur berbunga (50%) dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan tempat tumbuhnya (Tabel. 1).

Tabel 1. Tinggi tanaman, jumlah anakan, dan umur berbunga dari galur harapan padi sawah tadah hujan di Desa Gantung, Kecamatan Gantung, Kabupaten Belitung Timur.

Galur/varietas Tinggi tanaman Jumlah anakan Umur berbunga B11602E-MR-1- 5-2 90.80 abcd 19.47 a 66.00 abc B12825E-TB-1- 25 81.07 d 18.20 a 64.00 abc AGH-B2 80.13 d 19.60 a 73.33 a AGH-B5 92.80 abcd 17.87 a 73.33 a B13017C-RS*1- 2-2-4 87.47 bcd 17.27 a 55.00 c B12272D-PN-15- 3-PN-1 82.13 d 18.27 a 65.67 abc Blo203-AC-FWS- 37-1-1 103.10 a 19.33 a 66.00 abc IR87705-14-11-B- SKI-12 83.33 d 17.60 a 58.33 bc SMD9-15D-MR-4 86.13 bcd 19.53 a 66.00 abc IR83140-B-11-B 86.73 bcd 20.20 a 69.67 bc IR83140-B-12-B 97.47 abc 19.00 a 62.33

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak beda nyata berdasarkan uji BNT 5%.

Tinggi tanaman setelah dilakukan uji BNT 5%, galur harapan Blo203-AC- FWS-37-1-1 (103,10cm) mempunyai tinggi tanaman tertinggi tetapi secara statistik tidak berbeda nyata dengan galur harapan BP2836-3E-KN-11-2-1 (101,53cm), sedangkan tinggi tanaman terendah dijumpai pada galur harapan AGH-B2 (80,13 cm), tetapi tidak berbeda nyata dengan galur B12825E-TB-1-25, B12272D-PN-15-3-PN-1, IR87705-14-11-B-SKI-12, dan INPARI 10. Pengurangan tinggi tanaman merupakan salah satu hal penting dalam meningkatkan hasil panen, karena tanaman yang terlalu tinggi dan rimbun mengakibatkan pengurangan intensitas cahaya pada daun di bawahnya, serta meningkatkan resiko rebah.

Jumlah anakan tertinggi dijumpai pada INPARI 13 (21,20), namun tidak berbeda nyata dengan galur harapan lainnya. Kondisi kering meningkatkan karakater jumlah anakan. Hal ini diperkirakan karena kondisi kering tidak menghambat tumbuhnya anakan baru sehingga jumlah anakan yang terbentuk lebih banyak.

Umur berbunga terpendek dijumpai pada galur harapan B13017C-RS*1- 2-2-4 (55 HST). Umur bunga terpanjang terdapat pada galur AGH-B2 dan AGH- B5 (73 HST). Pada sawah tadah hujan diharapkan varietasnya memiliki sifat genjah agar tidak terlalu lama mengalami cekaman kekeringan atau pun agar menghindar dari cekaman lingkungan baik genangan maupun kekeringan.

Tabel 2. Panjang malai (cm), jumlah gabah isi per malai (butir), jumlah gabah hampa/malai (butir) dan hasil gabah (kg) dari galur harapan padi sawah di Desa Gantung, Kecamatan Gantung, Kabupaten Belitung Timur.

abc IR73012-15-2-2-1 97.90 ac 18.13 a 62.33 abc BP2836-3E-KN- 11-2-1 101.53 a 19.73 a 62.33 abc BP3672-2E-KN- 17-3-3*B 98.17 ab 17.13 a 64.00 abc INPARI 10 82.33 d 20.67 a 64.00 abc INPARI 13 83.93 cd 21.20 a 62.33 abc Galur/varietas Panjang malai (cm) Jumlah Gabah isi per

malai (butir)

Jumlah Gabah hampa per malai (butir)

Produktivitas (ton/ha) B11602E-MR- 1-5-2 22.80 ab 94.33 abc 19.73 abc 3.17 c B12825E-TB- 1-25 22.15 ab 102.20 abc 14.32 c 4.50 abc AGH-B2 23.70 ab 108.60 abc 25.23 2bc 4.0 bc AGH-B5 23.74 ab 107.40 abc 21.27 abc 4.33 abc B13017C- RS*1-2-2-4 22.76 ab 97.47 abc 17.93 abc 4.83 ab

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak beda nyata berdasarkan uji BNT 5%

Panjang malai, jumlah gabah isi, jumlah gabah hampa per malai memperlihatkan perbedaan antar galur harapan/varietas (Tabel 2). Panjang malai tertinggi dijumpai pada INPARI 10 (24.59 cm), sedangkan galur yang lain tidak berbeda nyata. Galur harapan BP3672-2E-KN-17-3-3*B mempunyai panjang malai terendah (20,85 cm). Tanaman padi ideal adalah yang mempunyai malai yang panjang dan lebat, dimana jumlah gabahnya banyak. Indeks kelebatan malai ditentukan oleh jumlah gabah total dan panjang malai. Semakin tinggi jumlah gabah total per malai, makin tinggi pula indeks kelebatan malai. Pada umumnya petani menyukai tanaman padi yang memiliki malai panjang dan lebat. Jumlah gabah isi tertinggi dijumpai pada galur INPARI 10 (113 butir/malai), ini berarti panjang malai berkorelasi positif dengan jumlah gabah per malai. Sedangkan jumlah malai terendah yaitu pada galur BP3672-2E-KN-17-3-3*B (80 butir/malai).

Ketersediaan air mempengaruhi pengisian malai. Kekurangan air pada fase reproduktif tanaman padi (primordia bunga-masak) akan meningkatkan jumlah gabah hampa. Jumlah gabah hampa terendah dijumpai pada varietas B12825E-TB-1-25 (14 butir/malai) dan tidak berbeda nyata dengan galur harapan lainnya kecuali galur harapan IR73012-15-2-2-1dan INPARI 10. Menurut Vergara (1995), penyebab kehampaan bulir diantaranya kekurangan air (cekaman kekeringan), rebah, kurang intensitas cahaya, serangan penyakit, pemberian pupuk terlalu banyak, kelembaban tinggi pada masa pembungaan, dan suhu rendah pada saat pembentukan malai. Intensitas cahaya matahari yang rendah dapat menyebabkan jumlah gabah per malai lebih sedikit.

Bobot isi hasil gabah tertinggi secara nyata dijumpai pada galur harapan BP2836-3E-KN-11-2-1 sebesar 5,67 ton/ha, kemudian diikuti dengan varietas Blo203-AC-FWS-37-1-1 sebesar 5,5 kg, sedangkan jumlah bobot hasil terendah dijumpai pada varietas B11602E-MR-1-5-2 sebesar 3,17 kg. Vergara (1995) B12272D-PN- 15-3-PN-1 21.95 ab 95.80 abc 17.40 bc 4.33 abc Blo203-AC- FWS-37-1-1 23.91 ab 111.73 ab 25.60 abc 5.50 a IR87705-14- 11-B-SKI-12 22.11 ab 84.53 abc 24.27 abc 5.17 ab SMD9-15D- MR-4 21.09 ab 81.93 bc 22.00 abc 5.17 ab IR83140-B- 11-B 23.53 ab 112.00 ab 23.07 abc 4.00 bc IR83140-B- 12-B 22.71 ab 97.60 abc 23.13 abc 4.00 bc IR73012-15-2- 2-1 22.62 ab 90.00 abc 27.80 ab 5.00 ab BP2836-3E- KN-11-2-1 23.17 ab 94.33 abc 19.07 abc 5.67 a BP3672-2E- KN-17-3-3*B 20.85 b 80.87 c 21.13 abc 4.67 ab INPARI 10 24.59 a 113.13 a 30.20 a 4.67 ab INPARI 13 22.43 ab 95.07 abc 24.20 abc 4.67 ab

menyatakan bahwa setiap fase pertumbuhan berpengaruh terhadap komponen hasil, dan faktor lingkungan mempengaruhi setiap fase pertumbuhan. Jumlah anakan produktif, kesuburan bulir, dan jumlah gabah per malai sangat menentukan komponen hasil. Pada penelitian ini terlihat perbedaan bobot isi antar varietas/galur harapan yang diuji terutama ditentukan oleh jumlah malai isi/hampa dan panjang malai, sedangkan jumlah anakan tidak terlalu berpengaruh.

Budidaya padi tadah hujan dataran rendah sangat rentan terhadap periode kekeringan sedang hingga berat. Dalam sistem ini, penurunan hasil tergantung pada waktu dan intensitas kekeringan selama masa pertumbuhan (Basnayake, J, et al, 1998). Fischer et al (2003), mengemukakan bahwa waktu kekeringan memiliki pengaruh besar pada seberapa banyak kehilangan hasil terjadi. Kekeringan adalah kendala utama untuk produktivitas dan penyebab ketidakstabilan hasil di dataran rendah tadah hujan (Raman, A, at al., 2012). Kekurangan air pada fase vegetatif, pembungaan, dan pengisiian bulir mengakibatkan pengurangan hasil gabah sebesar 21%, 50% dan 21% (Sarvestani Z.T, 2008). Fase pembungaan menjadi fase kritis ketika terjadi cekaman kekeringan.

Padi Ciherang adalah varietas yang umum ditanam di Desa Gantung, produktivitasnya berkisar 2,5 – 5,7 ton/ha. Sedangkan padi varietas unggul baru yang pernah di tanam pada musim tanam November – Maret 2011 yaitu Inpari 13, Inpari 10, dan Inpara 5, produktivitasnya 6,075 t/ha, 5,17t/ha, dan 3,17 t/ha (Sarwendah M, 2012). Dengan adanya galur harapan padi sawah tadah hujan dengan produktivitas mencapai 5,67 ton/ha dan tahan terhadap cekaman kekeringan, diharapkan menjadi alternatif pergiliran tanaman padi di Belitung Timur.

Kesimpulan

Galur harapan BP2836-3E-KN-11-2-1 yang ditanam di lahan sawah tadah hujan Danau Nujau menghasilkan gabah tertinggi 5,67 ton/ha. Tingginya produktivitas galur tersebut didukung oleh panjangnya malai (23,17 cm). Sedangkan galur yang paling rendah produktivitasnya B11602E-MR-1-5-2 (3,17 ton/.ha), disebabkan oleh malai yang lebih pendek.

Daftar pustaka

Anonim, 2008. Galur Padi potensi Hasil Tinggi dan Tahan Penyakit Hasil Bioteknologi. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 30 (3) : 14-15.

Basnayake, J., Rajatasereekul, S., Seevisut, S., Fukai, S., and Cooper, M. 1998. Yield Performance Of Seven Rice Populations In Rainfed Lowland Systems In Thailand. http://www.regional.org.au/au/asa/1998/4/250basnayake.htm

Balasubramanian V, M. Sié, R. Hijmans, K. Otsuka. 2007. Increasing rice production in Africa: challenges and opportunities. Adv. Agron. 94:55- 133.

BPS. 2010. Belitung Timur Dalam Angka.

BPS. 2004. Statistik Indonesia 2003. Biro Pusat Statistik. Jakarta.

Budiyanto, J. 2002. Tantangan dan Peluang Penelitian dan Pengembangan padi dalam Perspektif Agribisnis. Dalam Kebijakan Perberasan dan Inovasi Teknologi Padi. Badan Litbangtan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor

Fischer KS, Lafitte R, Fukai S, Atlin G, Hardy B (eds) (2003) Breeding rice for drought-prone environments. International Rice Research Institute, Los Baños, Philippines

Harahap Z. 1982. Pedoman Pemuliaan Padi . Lembaga Biologi Nasional-LIPI. Bogor

Karytono, G. N.C. Mahfud, S. Purnomo, Suwono, dan S. Roesmarkam. 2007. Pengelolaan Tanaman Padi Terpadu Pada Lahan Sawah Berpengairan di Jawa Timur. Departemen Pertanian. Badan Litbangtan BPTP jawa Timur. Malang

Lanuza, Andrei B, 2012. Understanding the purpose of field trials in the evaluation of new rice varieties. Philipinnes Riuce Research Institute. http://www.philrice.gov.ph/?page=resources&page2=feat&id=29

Makarim, A.K. dan E. Suhartatik. 2009. Morfologi dan fisiologi tanaman padi. Iptek Tanaman Pangan. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Sukamandi.

Raman, A., Satish, V., Nimai, M., Mukund, V., V Shukla., J Dwivedi., B Singh., O Singh., Padmini, S., Ashutosh, M., S Robin., R Chandrababu., Abhinav J., Tilatoo R., Shailaja, H., Stephan, H., Hans-Peter., and Arvind Kumar. 2012. Drought Yield Index To Select High Yielding Rice Lines Under Different Drought Stress Severities. http://www.thericejournal.com/content/5/1/31

Sarom, M. 2010. Crop Management Research And Recommendations For Rainfed Lowland Rice Production In Cambodia. ftp://ftp.fao.org/docrep/fao/010/a1410t/a1410t03.pdf

Sarvestani Z.T, Pirdashti H, Sanavy S A M M, Balllouchi H. 2008. Study of Water Effect in Different Growth stage on yield Component of Different Rice (Oryza sativa L) Cultivar. Pakistan journal of biological science. ISSN 1028-8880.

Sarwendah, M dan Ahmadi. 2012. Keragaan Beberapa Padi Varietas Unggul Baru Di Persawahan Danau Nujau Kabupaten Belitung Timur. Proceeding : Temu Teknis Jabatan Fungsional non Peneliti.

Suprihatno, Samaullah, Y, dan Bambang, S. 2008. Padi Tamplikan lnovasi Teknologi Galur Harapan Padi Sawah Toleran Kekeringan. Peper pada Pekan Padi Nasional (PPN) III BB Padi.

Vergara, B. S. 1995. Bercocok Tanam Padi. (terjemahan Bahasa Inggris). Departemen Pertanian. Jakarta. 221 hal.

KERAGAAN PRODUKTIVITAS PADI INPARI 18, INPARI 19 DAN INPARI 20 DI

Dalam dokumen Prosiding Seminar Nasional UGM Hasil Has (Halaman 184-192)

Dokumen terkait