• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASET DAN LIABILITAS KEUANGAN YANG LAZIM DIMILIKI OLEH PERUSAHAAN EFEK

Dalam dokumen DPM1 OJK – Beranda VIII.G.17 (Halaman 51-67)

INSTRUMEN KEUANGAN

G. ASET DAN LIABILITAS KEUANGAN YANG LAZIM DIMILIKI OLEH PERUSAHAAN EFEK

1. Saham a. Klasifikasi

2.154 Saham dapat diklasifikasikan sebagai FVTPL atau AFS, sebagaimana dijelaskan dalam paragraf 2.05 – 2.10 atau 2.29.

Pengakuan Awal

2.155 Jika diklasifikasikan sebagai aset keuangan FVTPL atau AFS, maka pada saat pengakuan awal, saham diukur pada nilai wajarnya.

2.156 Biaya transaksi (transaction cost dan upfront fee) dapat timbul pada saat akuisisi, penerbitan, maupun penghapusan instrumen keuangan. Biaya transaksi adalah tambahan biaya yang meliputi fee dan komisi yang dibayarkan pada para agen, konsultan, perantara Efek, dan pedagang Efek; pungutan wajib yang dilakukan oleh Pihak regulator dan Bursa Efek, serta pajak dan bea yang dikenakan atas transfer yang dilakukan.

2.157 Jika saham diklasifikasikan sebagai aset keuangan FVTPL maka biaya transaksi (transaction cost dan upfront fee) dibebankan ke laba rugi pada saat terjadinya.

2.158 Jika saham diklasifikasikan sebagai aset keuangan AFS, maka biaya transaksi ditambahkan ke dalam nilai tercatat awal.

b. Pengukuran Setelah Pengakuan Awal

2.159 Setelah pengakuan awal, saham yang diklasifikasikan sebagai FVTPL diukur pada nilai wajar, dan setiap perubahan nilai wajar yang terjadi diakui dalam laba rugi periode berjalan.

2.160 Sedangkan saham yang diklasifikasikan sebagai AFS, setelah pengakuan awalnya, diukur pada nilai wajar, dan setiap perubahan nilai wajar yang terjadi diakui pada OCI.

2. Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu a. Klasifikasi

2.161 Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) yang diterbitkan oleh suatu entitas (Emiten) memenuhi definisi instrumen ekuitas derivatif karena HMETD memenuhi 2 (dua) persyaratan bagi suatu instrumen keuangan untuk dapat diklasifikasikan sebagai instrumen ekuitas derivatif, yaitu:

1. Instrumen tersebut tidak memiliki liabilitas kontraktual untuk menyerahkan kas atau aset keuangan lain kepada entitas lain (karena sifatnya yang kontinjen pada keinginan dari pemilik/holder).

2. Instrumen tersebut akan diselesaikan hanya dengan instrumen ekuitas yang diterbitkan entitas. Instrumen ini sekaligus masuk ke dalam derivatif karena diselesaikan hanya dengan mempertukarkan sejumlah tertentu kas atau aset keuangan lain dengan sejumlah tertentu instrumen ekuitas yang diterbitkan entitas.

2.162 HMETD yang dimiliki oleh PE bersifat derivatif, sehingga diklasifikasikan sebagai HT sebagaimana dijelaskan dalam paragraf 2.10.

b. Pengakuan Awal

2.163 Pada saat pengakuan awal HMETD, diklasifikasikan sebagai HT, diukur pada nilai wajarnya.

2.164 Biaya transaksi (transaction cost dan upfront fee) dapat timbul pada saat akuisisi, penerbitan, maupun penghapusan instrumen keuangan. Biaya transaksi adalah tambahan biaya yang meliputi fee dan komisi yang dibayarkan pada para agen, konsultan, perantara Efek, dan pedagang Efek; pungutan wajib yang dilakukan oleh Pihak regulator dan Bursa Efek, serta pajak dan bea yang dikenakan atas transfer yang dilakukan.

2.165 HMETD diklasifikasikan sebagai HT, maka biaya transaksi dibebankan pada laba rugi pada saat terjadinya.

c. Pengukuran Setelah Pengakuan Awal

2.166 Setelah pengakuan awal HMETD, diklasifikasikan sebagai HT, diukur pada nilai wajar, dan setiap perubahan nilai wajar yang terjadi diakui pada laba rugi periode berjalan.

3. Waran a. Klasifikasi

2.167 Waran yang diterbitkan oleh suatu entitas yang dilekatkan pada suatu saham memenuhi definisi instrumen ekuitas derivatif karena waran memenuhi 2 (dua) persyaratan bagi suatu instrumen keuangan untuk dapat diklasifikasikan sebagai instrumen ekuitas derivatif sebagaimana dijelaskan pada paragraf 2.161.

2.168 Waran yang dimiliki oleh PE (holder) bersifat derivatif, karenanya diklasifikasikan sebagai HT sebagaimana dijelaskan dalam paragraf 2.10.

b. Pengakuan Awal

2.169 Pada saat pengakuan awal waran, diklasifikasikan sebagai HT, diukur pada nilai wajarnya.

2.170 Biaya transaksi (transaction cost dan upfront fee) dapat timbul pada saat akuisisi, penerbitan, maupun penghapusan instrumen keuangan. Biaya transaksi adalah tambahan biaya yang meliputi fee dan komisi yang dibayarkan pada para agen, konsultan, perantara Efek, dan pedagang Efek; pungutan wajib yang dilakukan oleh Pihak regulator dan Bursa Efek, serta pajak dan bea yang dikenakan atas transfer yang dilakukan.

2.171 Waran diklasifikasikan sebagai HT, maka biaya transaksi dibebankan pada laba rugi pada saat terjadinya.

c. Pengukuran Setelah Pengakuan Awal

2.172 Setelah pengakuan awal waran, diklasifikasikan sebagai HT, diukur pada nilai wajar, dan setiap perubahan nilai wajar yang terjadi diakui pada laba rugi periode berjalan.

4. Kontrak Berjangka Indeks Efek a. Klasifikasi

2.173 Kontrak Berjangka Indeks Efek (KBIE) yang dimiliki oleh PE memenuhi definisi instrumen derivatif sebagaimana dijelaskan pada paragraf 2.161.

2.174 Nilai KBIE sebagai suatu instrumen keuangan derivatif, akan mempengaruhi posisi pencatatannya sebagai aset keuangan atau liabilitas keuangan derivatif.

2.175 KBIE yang dimiliki PE merupakan instrumen derivatif, karenanya diklasifikasikan sebagai HT sebagaimana dijelaskan dalam paragraf 2.10.

b. Pengakuan Awal

2.176 Pada saat pengakuan awal KBIE, diklasifikasikan sebagai HT, diukur pada nilai wajarnya.

2.177 Biaya transaksi (transaction cost dan upfront fee) dapat timbul pada saat akuisisi, penerbitan, maupun penghapusan instrumen keuangan. Biaya transaksi adalah tambahan biaya yang meliputi fee dan komisi yang dibayarkan pada para agen, konsultan, perantara Efek, dan pedagang Efek; pungutan wajib yang dilakukan oleh Pihak regulator dan Bursa Efek, serta pajak dan bea yang dikenakan atas transfer yang dilakukan.

2.178 KBIE diklasifikasikan sebagai HT, maka biaya transaksi dibebankan pada laba rugi pada saat terjadinya.

c. Pengukuran Setelah Pengakuan Awal

2.179 Setelah pengakuan awal KBIE, diklasifikasikan sebagai HT, diukur pada nilai wajar, dan setiap perubahan nilai wajar yang terjadi diakui pada laba rugi periode berjalan.

5. Kontrak Opsi Saham a. Klasifikasi

2.180 Kontrak Opsi Saham (KOS) yang dimiliki oleh PE memenuhi definisi instrumen derivatif sebagaimana dijelaskan pada paragraf 2.161.

2.181 Nilai KOS sebagai suatu instrumen keuangan derivatif, akan mempengaruhi posisi pencatatannya sebagai aset keuangan atau liabilitas keuangan derivatif.

2.182 KOS yang dimiliki PE merupakan instrumen derivatif, karenanya diklasifikasikan sebagai HT sebagaimana dijelaskan dalam paragraf 2.10.

b. Pengakuan Awal

2.183 Pada saat pengakuan awal, KOS, diklasifikasikan sebagai HT, diukur pada nilai wajarnya.

2.184 Biaya transaksi (transaction cost dan upfront fee) mungkin timbul pada saat akuisisi, penerbitan, maupun penghapusan instrumen keuangan. Biaya transaksi adalah tambahan biaya yang meliputi fee dan komisi yang dibayarkan pada para agen, konsultan, perantara Efek, dan pedagang Efek; pungutan wajib yang dilakukan oleh Pihak regulator dan Bursa Efek, serta pajak dan bea yang dikenakan atas transfer yang dilakukan.

2.185 KOS diklasifikasikan sebagai HT, maka biaya transaksi dibebankan pada laba rugi pada saat terjadinya.

c. Pengukuran Setelah Pengakuan Awal

2.186 Setelah pengakuan awal KOS, diklasifikasikan sebagai HT, diukur pada nilai wajar, dan setiap perubahan nilai wajar yang terjadi diakui pada laba rugi periode berjalan.

6. Kontrak Berjangka Saham Individual a. Klasifikasi

2.187 Kontrak Berjangka Saham Individual (KBSI) yang dimiliki oleh PE memenuhi definisi instrumen derivatif sebagaimana dijelaskan pada paragraf 2.161.

2.188 Nilai KBSI sebagai suatu instrumen keuangan derivatif, akan mempengaruhi posisi pencatatannya sebagai aset keuangan atau liabilitas keuangan derivatif.

2.189 KBSI yang dimiliki PE merupakan instrumen derivatif, karenanya diklasifikasikan sebagai HT sebagaimana dijelaskan dalam paragraf 2.10.

b. Pengakuan Awal

2.190 Pada saat pengakuan awal KBSI, diklasifikasikan sebagai HT, diukur pada nilai wajarnya.

2.191 Biaya transaksi (transaction cost dan upfront fee) dapat timbul pada saat akuisisi, penerbitan, maupun penghapusan instrumen keuangan. Biaya transaksi adalah tambahan biaya yang meliputi fee dan komisi yang dibayarkan pada para agen, konsultan, perantara Efek, dan pedagang Efek; pungutan wajib yang dilakukan oleh Pihak regulator dan Bursa Efek, serta pajak dan bea yang dikenakan atas transfer yang dilakukan.

2.192 KBSI diklasifikasikan sebagai HT, maka biaya transaksi dibebankan pada laba rugi pada saat terjadinya.

c. Pengukuran Setelah Pengakuan Awal

2.193 Setelah pengakuan awal, KBSI diklasifikasikan sebagai HT, diukur pada nilai wajar, dan setiap perubahan nilai wajar yang terjadi diakui pada laba rugi periode berjalan.

7. Obligasi Korporasi a. Klasifikasi

2.194 Obligasi dapat diklasifikasikan sebagai FVTPL, AFS, atau HTM, sebagaimana dijelaskan dalam paragraf 2.05 – 2.29.

b. Pengakuan Awal

2.195 Pada saat pengakuan awal, obligasi korporasi diukur pada nilai wajarnya .

2.196 Biaya transaksi (transaction cost dan upfront fee) dapat timbul pada saat akuisisi, penerbitan, maupun penghapusan instrumen keuangan. Biaya transaksi adalah tambahan biaya yang meliputi fee dan komisi yang dibayarkan pada para agen, konsultan, perantara Efek, dan pedagang Efek; pungutan wajib yang dilakukan oleh Pihak regulator dan Bursa Efek, serta pajak dan bea yang dikenakan atas transfer yang dilakukan.

2.197 Jika obligasi korporasi diklasifikasikan sebagai FVTPL, maka biaya transaksi dibebankan pada laba rugi pada saat terjadinya.

2.198 Jika obligasi korporasi diklasifikasikan sebagai AFS atau HTM maka biaya transaksi ditambahkan ke dalam nilai tercatat awal.

c. Pengukuran Setelah Pengakuan Awal

2.199 Setelah pengakuan awal, obligasi korporasi yang diklasifikasikan sebagai FVTPL diukur pada nilai wajar, dan setiap perubahan nilai wajar yang terjadi diakui pada laba rugi periode berjalan.

2.200 Setelah pengakuan awal, pengukuran obligasi korporasi yang diklasifikasikan sebagai AFS adalah sebagai berikut:

1. Diamortisasi dengan menggunakan suku bunga efektif sebagai pendapatan bunga; dan

2. Mark to market, dengan setiap perubahan nilai wajar yang terjadi diakui dalam

2.201 Sedangkan pengukuran setelah pengakuan awal obligasi korporasi yang diklasifikasikan sebagai HTM diukur pada biaya perolehan diamortisasi dengan menggunakan EIR.

8. Surat Utang Negara a. Klasifikasi

2.202 Surat Utang Negara (SUN) yang dimiliki oleh PE harus diklasifikasikan sesuai dengan klasifikasi aset keuangan, sebagaimana dijelaskan dalam paragraf 2.05 – 2.29.

b. Pengakuan Awal

2.203 Pada saat pengakuan awal, SUN diukur pada nilai wajarnya.

2.204 Biaya transaksi (transaction cost dan upfront fee) dapat timbul pada saat akuisisi, penerbitan, maupun penghapusan instrumen keuangan. Biaya transaksi adalah tambahan biaya yang meliputi fee dan komisi yang dibayarkan pada para agen, konsultan, perantara Efek, dan pedagang Efek; pungutan wajib yang dilakukan oleh Pihak regulator dan Bursa Efek, serta pajak dan bea yang dikenakan atas transfer yang dilakukan.

2.205 Jika SUN diklasifikasikan sebagai FVTPL, maka biaya transaksi dibebankan pada laba rugi pada saat terjadinya.

2.206 Jika SUN diklasifikasikan sebagai AFS atau HTM, maka biaya transaksi ditambahkan kedalam nilai tercatat awal.

c. Pengukuran Setelah Pengakuan Awal

2.207 Setelah pengakuan awal, SUN yang diklasifikasikan sebagai FVTPL diukur pada nilai wajar, dan setiap perubahan nilai wajar yang terjadi diakui pada laba rugi periode berjalan.

2.208 Setelah pengakuan awal, pengukuran SUN yang diklasifikasikan sebagai AFS adalah sebagai berikut:

1. Diamortisasi dengan menggunakan suku bunga efektif sebagai pendapatan bunga; dan

2. Mark to market, dengan setiap perubahan nilai wajar yang terjadi langsung diakui

dalam ekuitas melalui OCI.

2.209 Sedangkan pengukuran setelah pengakuan awal SUN yang diklasifikasikan sebagai HTM, diukur pada biaya perolehan diamortisasi dengan menggunakan EIR.

9. Obligasi Konversi a. Klasifikasi

2.210 Obligasi konversi harus harus diklasifkasikan sesuai dengan klasifikasi aset keuangan sebagaimana dijelaskan dalam paragraf 2.05 – 2.29.

2.211 Obligasi konversi yang dapat dikonversi sebelum jatuh tempo umumnya tidak dapat diklasifikasikan sebagai aset keuangan HTM karena tidak konsisten dengan tujuan pembelian fitur konversi tersebut, yaitu memperoleh hak untuk mengkonversi opsi yang dimiliki menjadi saham, sebelum jatuh tempo.

b. Pengakuan Awal

2.212 Pada saat pengakuan awal obligasi konversi diukur pada nilai wajarnya.

2.213 Pada saat pengakuan awal, derivatif melekat pada obligasi konversi harus dipisahkan dari kontrak utamanya dan dicatat sebagai derivatif, apabila memenuhi kriteria sebagaimana dijelaskan pada paragraf 2.161.

2.214 Jika obligasi konversi diklasifikasikan sebagai aset keuangan FVTPL maka tidak diperkenankan pemisahan derivatif melekat dari obligasi (kontrak utama).

2.215 Jika obligasi konversi diklasifikasikan sebagai aset keuangan AFS, maka opsi konversi (derivatif melekat) harus dipisahkan dan diklasifikasikan sebagai aset keuangan FVTPL. Nilai tercatat awal obligasi (kontrak utama) sama dengan nilai sisa setelah pemisahan opsi konversi (derivatif melekat).

2.216 Biaya transaksi (transaction cost dan upfront fee) dapat timbul pada saat akuisisi, penerbitan, maupun penghapusan instrumen keuangan. Biaya transaksi adalah tambahan biaya yang meliputi fee dan komisi yang dibayarkan pada para agen, konsultan, perantara Efek, dan pedagang Efek; pungutan wajib yang dilakukan oleh Pihak regulator dan Bursa Efek, serta pajak dan bea yang dikenakan atas transfer yang dilakukan.

2.217 Jika obligasi konversi diklasifikasikan sebagai aset keuangan FVTPL, maka biaya transaksi dibebankan pada laba rugi pada saat terjadinya.

2.218 Jika obligasi konversi diklasifikasikan sebagai aset keuangan AFS, maka biaya transaksi ditambahkan ke dalam nilai tercatat awal instrumen utama. c. Pengukuran Setelah Pengakuan Awal

2.219 Setelah pengakuan awal, obligasi konversi yang diklasifikasikan sebagai FVTPL diukur pada nilai wajar, dan setiap perubahan nilai wajar yang terjadi diakui pada laba rugi periode berjalan.

2.220 Setelah pengakuan awal, pengukuran obligasi (kontrak utama) pada obligasi konversi yang diklasifikasikan sebagai AFS, adalah sebagai berikut:

1. Diamortisasi dengan menggunakan EIR sebagai pendapatan bunga; dan

2. Mark to market, dengan setiap perubahan nilai wajar yang terjadi langsung diakui

dalam laporan ekuitas melalui OCI.

2.221 Sedangkan pengukuran setelah pengakuan awal opsi konversi yang dipisahkan dari obligasi (kontrak utama), diklasifikasikan sebagai FVTPL dan diukur pada nilai wajar dengan setiap perubahan nilai wajar yang terjadi diakui pada laba rugi periode berjalan.

10. Sukuk Korporasi a. Klasifikasi

2.222 Sebelum pengakuan awal, PE menentukan klasifikasi sukuk korporasi

(sukuk ijarah dan sukuk mudharabah) sebagai diukur pada biaya perolehan atau

2.223 Investasi diklasifikasikan sebagai diukur pada biaya perolehan jika: 1. Investasi tersebut dimiliki dalam suatu model usaha yang bertujuan utama

untuk memperoleh arus kas kontraktual; dan

2. Persyaratan kontraktual menentukan tanggal tertentu pembayaran pokok dan/atau hasilnya.

2.224 Model usaha yang bertujuan untuk memperoleh arus kas kontraktual didasarkan pada tujuan investasi yang ditentukan oleh manajemen kunci. Arus kas kontraktual yang dimaksud adalah arus kas bagi hasil dan pokok dari sukuk

mudharabah; atau arus kas ujrah ijarah dan pokok dari sukuk ijarah.

2.225 Setelah pengakuan awal, jika aktual berbeda dengan tujuan investasi yang telah ditetapkan, maka entitas menelaah kembali konsistensi tujuan investasinya.

2.226 PE tidak dapat mengubah klasifikasi investasi, kecuali terjadi perubahan tujuan model usaha sebagaimana dijelaskan pada paragraf 2.224-2.225. b. Pengakuan Awal

2.227 Pada saat pengakuan awal, sukuk korporasi (sukuk ijarah dan sukuk

mudharabah) diakui sebesar biaya perolehan.

2.228 Biaya perolehan sukuk korporasi yang diukur pada biaya perolehan termasuk biaya transaksi. Sedangkan biaya perolehan sukuk korporasi yang diukur pada nilai wajar, tidak termasuk biaya transaksi.

2.229 PE mengakui investasi pada sukuk korporasi pada saat tanggal perdagangan.

c. Pengukuran Setelah Pengakuan Awal

2.230 Untuk investasi pada sukuk korporasi yang diukur pada biaya perolehan, selisih antara biaya perolehan dan nilai nominal diamortisasi secara garis lurus selama jangka waktu sukuk.

2.231 Jika sukuk korporasi diukur pada nilai wajar, selisih antara nilai wajar dengan jumlah tercatat diakui dalam laba rugi.

2.232 Untuk investasi pada sukuk yang diukur pada biaya perolehan, jika terdapat indikasi penurunan nilai, maka entitas mengukur jumlah terpulihkannya. Jika jumlah terpulihkan lebih kecil daripada jumlah tercatat, maka entitas mengakui rugi penurunan nilai. Jumlah terpulihkan merupakan jumlah yang akan diperoleh PE dari pengembalian pokok tanpa memperhitungkan nilai kininya.

11. Surat Berharga Syariah Negara a. Klasifikasi

2.233 Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) yang dimiliki oleh PE dapat diklasifikasikan sebagai diukur pada biaya perolehan atau diukur pada nilai wajar., sebagaimana dijelaskan dalam paragraf 2.223 2.226.

b. Pengakuan Awal

2.234 Pada saat pengakuan awal, SBSN diakui sebesar biaya perolehan, sebagaimana dijelaskan dalam paragraf 2.228 – 2.229.

c. Pengukuran Setelah Pengakuan Awal

2.235 Untuk investasi pada SBSN yang diukur pada biaya perolehan, selisih antara biaya perolehan dan nilai nominal diamortisasi secara garis lurus selama jangka waktu sukuk.

2.236 Jika SBSN diukur pada nilai wajar, selisih antara nilai wajar dengan jumlah tercatat diakui dalam laba rugi.

2.237 Untuk investasi pada SBSN yang diukur pada biaya perolehan, jika terdapat indikasi penurunan nilai, maka entitas mengukur jumlah terpulihkannya. Jika jumlah terpulihkan lebih kecil daripada jumlah tercatat, maka entitas mengakui rugi penurunan nilai. Jumlah terpulihkan merupakan jumlah yang akan diperoleh PE dari pengembalian pokok tanpa memperhitungkan nilai kininya.

12. Unit Penyertaan Reksa Dana a. Klasifikasi

2.238 Unit Penyertaan (UP) Reksa Dana diklasifikasikan sebagai FVTPL atau AFS, sebagaimana dijelaskan dalam paragraf 2.03 – 2.09 atau 2.29.

b. Pengakuan Awal

2.239 Jika diklasifikasikan sebagai aset keuangan FVTPL atau AFS, maka pada saat pengakuan awal, UP Reksa Dana diukur pada nilai wajarnya.

2.240 Biaya transaksi (subscription fee) mungkin timbul pada saat pembelian Reksa Dana.

2.241 Jika UP Reksa Dana diklasifikasikan sebagai FVTPL, maka biaya transaksi dibebankan pada laba rugi pada saat terjadinya.

2.242 Jika UP Reksa Dana diklasifikasikan sebagai AFS, maka biaya transaksi ditambahkan kedalam nilai tercatat awal.

c. Pengukuran Setelah Pengakuan Awal

2.243 Setelah pengakuan awal, UP Reksa Dana yang diklasifikasikan sebagai FVTPL diukur pada nilai wajar, dan setiap perubahan nilai wajar yang terjadi diakui pada laba rugi periode berjalan.

2.244 Setelah pengakuan awal, UP Reksa Dana yang diklasifikasikan sebagai AFS diukur pada nilai wajar, dan setiap perubahan nilai wajar yang terjadi diakui dalam OCI.

13. Efek Beragun Aset a. Klasifikasi

2.245 Berdasarkan jenisnya, Efek Beragun Aset (EBA) dapat dikelompokkan menjadi EBA Arus Kas Tetap dan EBA Arus Kas Tidak Tetap.

2.246 EBA yang dimiliki oleh PE harus diklasifikasikan sesuai dengan klasifikasi aset keuangan, sebagaimana dijelaskan dalam paragraf 2.03 – 2.29. EBA dengan Arus Kas Tetap diperlakukan seperti instrumen utang, sedangkan EBA dengan Arus Kas Tidak Tetap diperlakukan seperti instrumen ekuitas.

b. Pengakuan Awal

2.247 Pada saat pengakuan awal, EBA diukur pada nilai wajarnya.

2.248 Biaya transaksi meliputi seluruh biaya yang timbul pada saat pembelian EBA. Dalam hal EBA dicatatkan dan diperdagangkan di Bursa Efek, maka biaya transaksi meliputi fee dan komisi yang dibayarkan kepada PPE. Apabila EBA dijual langsung oleh Manajer Investasi, maka biaya transaksi meliputi

subscription fee dan/atau biaya lainnya sesuai Kontrak Investasi Kolektif.

2.249 Jika EBA diklasifikasikan sebagai FVTPL, maka biaya transaksi dibebankan pada laba rugi pada saat terjadinya.

2.250 Jika EBA diklasifikasikan sebagai AFS, maka biaya transaksi ditambahkan kedalam nilai tercatat awal.

c. Pengukuran Setelah Pengakuan Awal

2.251 Setelah pengakuan awal, EBA yang diklasifikasikan sebagai FVTPL diukur pada nilai wajar, dan setiap perubahan nilai wajar yang terjadi diakui pada laba rugi periode berjalan.

2.252 Setelah pengakuan awal, pengukuran EBA Arus Kas Tetap yang diklasifikasikan sebagai AFS adalah sebagai berikut:

1. Diamortisasi dengan menggunakan suku bunga efektif sebagai pendapatan bunga; dan

2. Mark to market, dengan setiap perubahan nilai wajar yang terjadi langsung diakui

dalam ekuitas melalui OCI.

2.253 Pengukuran setelah pengakuan awal EBA Arus Kas Tidak Tetap yang diklasifikasikan sebagai AFS diukur pada nilai wajar, dan setiap perubahan nilai wajar yang terjadi diakui dalam OCI.

14. Exchange Traded Fund

a. Klasifikasi

2.254 Surat Berharga yang UP-nya Diperdagangkan di Bursa Efek (Exchange

Traded Fund – ETF) diklasifikasikan sebagai FVTPL atau AFS, sebagaimana

dijelaskan dalam paragraf 2.05 – 2.10 atau 2.29. b. Pengakuan Awal

2.255 Jika diklasifikasikan sebagai aset keuangan FVTPL atau AFS, maka pada saat pengakuan awal, Reksa Dana diukur pada nilai wajarnya.

2.256 Biaya transaksi (transaction cost dan upfront fee) dapat timbul pada saat akuisisi, penerbitan, maupun penghapusan instrumen keuangan. Biaya transaksi adalah tambahan biaya yang meliputi fee dan komisi yang dibayarkan pada para agen, konsultan, perantara Efek, dan pedagang Efek; pungutan wajib yang dilakukan oleh Pihak regulator dan Bursa Efek, serta pajak dan bea yang dikenakan atas transfer yang dilakukan.

2.257 Jika ETF diklasifikasikan sebagai FVTPL, maka biaya transaksi dibebankan pada laba rugi pada saat terjadinya.

2.258 Jika ETF diklasifikasikan sebagai AFS maka biaya transaksi ditambahkan ke dalam nilai tercatat awal.

c. Pengukuran Setelah Pengakuan Awal

2.259 Setelah pengakuan awal ETF, yang diklasifikasikan sebagai FVTPL diukur pada nilai wajar, dan setiap perubahan nilai wajar yang terjadi diakui pada laba rugi periode berjalan.

2.260 Setelah pengakuan awal, ETF yang diklasifikasikan sebagai AFS diukur pada nilai wajar, dan setiap perubahan nilai wajar yang terjadi diakui dalam OCI.

15. Unit Penyertaan Dana Investasi Real Estat a. Klasifikasi

2.261 UP Dana Investasi Real Estat (DIRE) diklasifikasikan sebagai FVTPL atau AFS, sebagaimana dijelaskan dalam paragraf 2.05 – 2.10 atau 2.29.

b. Pengakuan Awal

2.262 Jika diklasifikasikan sebagai aset keuangan FVTPL atau AFS, maka pada saat pengakuan awal, UP DIRE diukur pada nilai wajarnya.

2.263 Biaya transaksi meliputi seluruh biaya yang timbul pada saat pembelian UP DIRE. Dalam hal UP DIRE dicatatkan dan diperdagangkan di Bursa Efek maka biaya transaksi meliputi fee dan komisi yang dibayarkan kepada PPE. Apabila UP DIRE dijual langsung oleh Manajer Investasi maka biaya transaksi meliputi subscription fee.

2.264 Jika UP DIRE diklasifikasikan sebagai FVTPL, maka biaya transaksi dibebankan pada laba rugi pada saat terjadinya.

2.265 Jika UP DIRE diklasifikasikan sebagai AFS, maka biaya transaksi ditambahkan ke dalam nilai tercatat awal.

c. Pengukuran Setelah Pengakuan Awal

2.266 Setelah pengakuan awal UP DIRE yang diklasifikasikan sebagai FVTPL diukur pada nilai wajar, dan setiap perubahan nilai wajar yang terjadi diakui pada laba rugi periode berjalan.

2.267 Setelah pengakuan awal UP DIRE yang diklasifikasikan sebagai AFS diukur pada nilai wajar, dan setiap perubahan nilai wajar yang terjadi diakui dalam OCI.

16. Sertifikat Penitipan Efek Indonesia a. Klasifikasi

2.268 Sertifikat Penitipan Efek Indonesia (SPEI) diklasifikasikan sebagai FVTPL atau AFS, sebagaimana dijelaskan dalam paragraf 2.05 2.10 atau 2.29.

b. Pengakuan Awal

2.269 Jika diklasifikasikan sebagai aset keuangan FVTPL atau AFS, maka pada saat pengakuan awal, SPEI diukur pada nilai wajarnya.

2.270 Biaya transaksi (transaction cost dan upfront fee) dapat timbul pada saat akuisisi, penerbitan, maupun penghapusan instrumen keuangan. Biaya transaksi adalah tambahan biaya yang meliputi fee dan komisi yang dibayarkan pada para agen, konsultan, perantara Efek, dan pedagang Efek; pungutan wajib yang

Dalam dokumen DPM1 OJK – Beranda VIII.G.17 (Halaman 51-67)