• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bentuk Pemarkah Tindak Tutur Direktif berupa Afiks

Dalam dokumen PROSIDING ILMIAH KEBAHASAAN DAN KESASTRA (Halaman 74-77)

MARKER FORM OF JAVANESE DIRECTIVE SPEECH ACT

4. Hasil Analisis dan Pembahasan

4.1 Bentuk Pemarkah Tindak Tutur Direktif berupa Afiks

Bentuk pemarkah tindak tutur direktif yang berupa afiks dapat meliputi afiks {-a}, {-en}, {-na}, dan {-ana}.

a) Bentuk Pemarkah Perintah Afiks {-a}

Unsur pembentuk tindak tutur perintah atau instruksi yang berupa satuan lingual atau afiks {-a} dapat melekat pada kata yang ber- fungsi sebagai predikat. Kalimat yang mengan- dung afiks tersebut merupakan unsur inti dari tindak tutur direktif yang berisi perintah. Peng- isi fungsi predikat itu biasanya berupa verba yang berupa konfiks {N-/-a}. Untuk jelasnya per- hatikan wacana (1) berikut.

Wacana (1)

Mamak: (1) Kepriye nduk, isih krasa mumet! (2) Yen isih mumet aja mangkat sekolah. (3) Mengko Siti tak kone mamitake. (4) Saiki, wis kana mangana obat wae. ‘Bagaimana Nak, masih merasa pusing! Jika masih pusing jangan berangkat sekolah. Nanti Siti saya suruhnya me- mintakan izin. Sekarang, silakan sana minum obat saja.

Gendhuk: (5) Iya Mak.

‘Ya Bu.’ (MS, No. 51: 11)

Wacana (1) di atas terdiri atas empat kali- mat, kalimat (1—3) sebagai kalimat penjelas dan kalimat (4) sebagai kalimat utama. Pada kalimat utama atau inti tersebut terdapat mak-

sud suatu perintah dengan pemarkah afiks {-a}

yang melekat pada kata kerja mangan ‘makan’

yaitu kata mangana ‘makanlah’. Adapun fungsi

kalimat (1—3) memberi penjelasan tentang maksud wacana (1), sedang inti maksud wa- cana itu terdapat pada kalimat (4) yang berupa perintah pembicara kepada mitra bicara agar mau makan. Untuk memperjelas bahwa wa-

cana tersebut berupa perintah dapat dilihat pa- da makna kalimat (5) yang menyatakan ke- sanggupan untuk melalukan tindakan tersebut pada wacana (1).

Bentuk tuturan perintah yang berupa predikat yang dilekati oleh satuan lingual atau

afiks {-a} merupakan suatu bentuk tuturan

yang dipengaruhi oleh beberapa faktor luar ba- hasa, yaitu komponen tutur. Komponen tutur itu berupa:

penutur : lebih tua dibandingkan dengan mitra tutur

hubungan : hubungan antara penutur dan mitra tutur cenderung akrab,

situasi : dalam situasi yang nonformal, tujuan : maksud tuturan adalah menyuruh, ragam : bahasa yang digunakan ragam ngoko.

b) Bentuk Pemarkah Perintah Afiks {-en}

Di samping terdapat pemarkah bentuk {-

a}, tindak tutur perintah dalam bahasa Jawa dapat ditandai oleh pemarkah perintah berben- tuk afiks {-en}. Pemarkah bentuk afiks {-en} itu akan melekat pada sebuah predikat (kata da- sar) dalam kalimat utamanya. Untuk jelasnya perhatikan wacana (2) berikut ini.

Wacana (2):

Lik Man: (1) Paidi, sedhela maneh kowe wis dadi wong tuwa.(2) Tanggung jawabe tambah abot, kudu mikir anak lan bojo. (3) Beda karo nalikane kowe isih legan. (4) Mula, wiwit saiki, apa wae sing arep kok tindake pikiren dhiwik, aja nganti keduwung ing tembe mburine.

‘Paidi, sebentar lagi kamu sudah menjadi orang tua. Tanggung jawab sebagai orang tua tambah berat, harus memikirkan anak dan istri. Berbeda dengan ketika kamu se- waktu masih bujangan. Maka dari itu, mu- lai sekarang segala sesuatu yang akan ka- mu kerjakan itu pikirkanlah lebih dahulu, sehingga tidak menyesal nantinya’. Paidi : (5) Ya kudune ngono, Lik. Ning kabeh

angon kahanan to.

‘Ya harusnya begitu. Lik. Tapi semuanya sesuai dengan keadaan to.’

(MS, No. 20: 17)

Wacana (2) di atas terdiri atas lima kalimat sebagai unsurnya. Kalimat (1—3) dan (5) berisi informasi penjelas, sedangkan kalimat (4) se- bagai kalimat utama yang berisi informasi inti, yaitu informasi perintah. Hal itu dapat diketa- hui dengan adanya penggunaan pemarkah pe- rintah bentuk afiks {-en} pada unsur predikat- nya yaitu pikiren ‘pikirkan’. Kehadiran bentuk afiks {-en} pada wacana ini bersifat wajib, yang berarti bahwa apabila bentuk pemarkah terse- but dihilangkan akibatnya wacana tidak gra- matikal, seperti pada kalimat (4). Dengan dihi- langkannya satua lingual atau afiks {-en} pada kalimat (4), arah agentif atau pelaku tindakan menjadi tidak jelas. Padahal, pada wacana (2) dinyatakan bahwa pelaku tindakan adalah orang kedua. Dengan demikian, fungsi bentuk afiks {-en} selain sebagai pemarkah perintah, ternyata berfungsi juga sebagai penanda siapa pelaku tindakan atau agentifnya.

Wacana (2) di atas jika dianalisis berda- sarkan komponen tuturnya akan mendapatkan uraian sebagai berikut. Bentuk tuturan perintah yang berupa kata dasar yang dilekati oleh sa- tuan lingual atau afiks {-en } merupakan suatu bentuk tuturan yang dipengaruhi oleh bebe- rapa faktor luar bahasa, yaitu komponen tutur. Komponen tutur itu berupa:

penutur : lebih tua dibandingkan dengan mitra tutur,

hubungan : antara penutur dan mitra tutur cenderung akrab,

situasi : dalam situasi yang nonformal, tujuan : maksud tuturan adalah menyuruh, ragam : bahasa yang digunakan ragam ngoko.

c) Bentuk Pemarkah Perintah Afiks{-na}

Bentuk lingual {-na} merupakan salah satu pemarkah perintah dalam wacana bahasa Jawa. Hal itu dapat diketahui seperti pada con- toh wacana (3) berikut.

Kakang: (1) Abot tenan sanggane uripku saiki. (2) Lha, le ora piye, engatase aku iki kabeh kudu kecakan. (5) Gek wingi anakku sing gedhe wis aba dhuwit kanggo pegawai negri golongan II, bayare mung cukup kanggo mangan thok. (3) Durung anggonku ngra- gati anakku telu sekolah kabeh. (4) Banjur carane kepriye, dhuwit sithik KKL. (6) Mula yen sliramu ora kabotan, mbok golekna sebrakan ing koperasi kantor.

‘Berat sekali beban hidup saya sekarang ini. Bagaimana tidak, sebatas saya ini pe- gawai negeri golongan II, gajinya hanya cukup untuk makan saja. Belum masa- lah saya harus membiayai tiga anak saya yang sekolah. Lantas caranya bagai- mana agar uang sedikit ini kebutuhan dapat tercukupi. Kemarin anak saya yang besar sudah meminta uang untuk KKL. Maka dari itu, jika kamu tidak ke- beratan carikanlah saya pinjaman uang di koperasi kantor’.

Adhi: (7)Aku nek weruh awakmu ya mesakake tenan. Ya, coba mengko tak golek-goleke, ning ora njanjeni ya, Kang.’

‘Saya kalau melihat engkau ya kasihan sekali. Ya coba nanti saya cari-carikan tetapi saya tidak menjanjikan, Kak.’ (PS, No.42: 14)

Wacana (3) di atas terdiri atas enam kali- mat, yaitu kalimat (1—5) (merupakan kalimat penjelas dan kalimat (6) sebagai kalimat uta- ma. Sebagai kalimat penjelas kalimat (1—5) dan (7) berfungsi memperjelas informasi yang terdapat pada kalimat utamanya. Kalimat (6) sebagai kalimat utama berisi informasi inti dari wacana tersebut, yaitu suatu perintah kepada lawan bicara agar mau mencarikan pinjaman uang. Sebagai kalimat utama, kalima (6) ditandai oleh adanya pemakaian pemarkah

perintah yang berupa {-na} yang melekat pada

bentk predikatnya, yakni golekna ‘carikanlah’. Dengan demikian, wacana (3) tersebut merupakan sebuah wacana perintah dengan

pemarkah bentuk afiks {-na}.

Wacana (3) di atas jika dianalisis berdasar- kan komponen tuturnya akan mendapatkan

uraian sebagai berikut. Bentuk tuturan perintah yang berupa kata dasar yang dilekati oleh satu- an lingual atau afiks {-na } merupakan suatu bentuk tuturan yang dipengaruhi oleh bebe- rapa faktor luar bahasa, yaitu komponen tutur. Komponen tutur itu berupa:

penutur : lebih tua dibandingkan dengan mitra tutur,

hubungan : antara penutur dan mitra tutur cenderung akrab,

situasi : dalam situasi yang nonformal, tujuan : maksud tuturan adalah menyuruh, ragam : bahasa yang digunakan ragam ngoko.

d) Bentuk Pemarkah Perintah {-ana}

Seperti halnya pemarkah perintah yang

lain, pemarkah perintah{-ana} juga merupakan

bentuk yang berupa morfem terikat. Hal itu dapat diketahui dari kehadiran pemarkah ter- sebut yang selalu melekat pada sebuah bentuk dasar. Untuk itu perhatikan wacana (4) berikut. Wacana (4):

Mboke : (1) Aku tak lunga dhisik ya ndhuk, mengko mundhak ditinggal Yu Parti. (2) Aku wis kansenan karo yu Parti tilik Mbok- dhe Darso menyang rumah sakit. (3) Mula kowe ora kena lunga, tunggu omah sing ati- ati. (4) Lan aja lali, aku mau nggodhok we- dang, mengko yen wis umub kompore pa- tenana.

‘Saya akan pergi dulu, nanti jangan sampai ditinggal Yu Parti. Saya sudah sepakat dengan Yu Parti akan besuk mbokde Darso ke rumah sakit. Maka dari itu, kamu tidak boleh pergi, jaga ru- mah ya dengan baik. Dan jangan lupa, tadi saya memasak air minum, kalau su- dah mendidih jangan lupa kompornya dimatikan’.

Gendhuk : (5) Muga-muga aku ora kelalen ya mbokdhe!

‘Mudah-mudahan saya tidak lupa, bude.’

(PS, No.28: 29)

Wacana (4) di atas terdiri atas empat kali- mat, yaitu kalimat (1)—(3) merupakan kalimat penjelas dan kalimat (4) sebagai kalimat utama.

Sebagai kalimat penjelas, kalimat (1)—(3) dan (5) berfungsi memberi penjelasan kepada infor- masi wacana (4) yang berupa suatu perintah agar kamu jangan sampai lupa untuk mema- tikan kompor. Informasi yang berisi perintah terdapat kalimat utamanya dengan bentuk pe- markahnya adalah satuan lingual {-ana} pada kata patenana ‘padamkanlah, matikanlah’. Ben- tuk pemarkah {-ana} memiliki dua variasi yang disebabkan adanya pengaruh faktor lingkung-

an yang dilekati. Bentuk pemarkah {-ana} me-

lekat pada kata dasar yang suku akhir tertutup,

sedangkan bentuk pemarkah {-nana} melekat

pada kata dasar yang berakhir suku terbuka.

Pada kata patenana ‘padamkanlah, matikanlah’

merupakan contoh bentuk pemarkah {-ana}

menempel pada kata dasar yang berakhir suku terbuka. Akibatnya satuan lingual {-ana} ber- ubah menjadi {-nana}. Lain halnya satua lingual yang melekat pada kata dasar yang berakhir huruf konsonan atau berupa suku tertutup, sa- tuan lingual itu tidak mengalami perubahan bentuk.

Wacana (4) di atas jika dianalisis berdasar- kan komponen tuturnya akan mendapatkan uraian sebagai berikut. Bentuk tuturan perintah yang berupa kata dasar yang dilekati oleh satuan lingual {-ana } merupakan suatu bentuk tuturan yang dipengaruhi oleh beberapa faktor luar bahasa, yaitu komponen tutur. Komponen tutur itu berupa:

penutur : lebih tua dibandingkan dengan mitra tutur,

hubungan : antara penutur dan mitra tutur cenderung akrab,

situasi : dalam situasi yang nonformal, tujuan : maksud tuturan adalah menyuruh, ragam : bahasa yang digunakan ragam ngoko.

4.2 Bentuk Pemarkah Tindak Tutur Direktif

Dalam dokumen PROSIDING ILMIAH KEBAHASAAN DAN KESASTRA (Halaman 74-77)