• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSIDING ILMIAH KEBAHASAAN DAN KESASTRA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PROSIDING ILMIAH KEBAHASAAN DAN KESASTRA"

Copied!
382
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)

BALAI BAHASA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN BAHASA

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA ARAB FAKULTAS ADAB DAN ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

BALAI PENGKAJIAN PENGEMBANGAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA (BPPKI) YOGYAKARTA

KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA

Yogyakarta, 7—9 Oktober

2015

DISKUSI ILMIAH

(LOKAKARYA HASIL PENELITIAN)

KEBAHASAAN DAN KESASTRAAN

(5)

PROSIDING

DISKUSI ILMIAH (LOKAKARYA HASIL PENELITIAN) KEBAHASAAN DAN KESASTRAAN

Pelindung:

Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Pengarah:

Sekretaris Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Penanggung Jawab: Dr. Tirto Suwondo, M.Hum.

Kepala Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta Narasumber:

Prof. Dr. I Dewa Putu Wijana, S.U., M.A. Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada

Dr. Pujiharto, M.Hum.

Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada Ketua:

Dr. Restu Sukesti, M.Hum. Editor:

Drs. Dhanu Priyo Prabowo, M.Hum. Drs. Edi Setiyanto, M.Hum.

Sekretaris:

Drs. Sri Haryatmo, M.Hum. Sardi

Imron Rosyadi, S.E. Diterbitkan oleh:

Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

Balai Pengkajian Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta ISBN:

978-602-1048-90-0 Dicetak oleh:

Percetakan Azzagrafika Yogyakarta Alamat Sekretariat:

(6)

KATA PENGANTAR

KEPALA BADAN PENGEMBANGAN

DAN PEMBINAAN BAHASA

Pantas disambut gembira atas terbitnya prosiding hasil penelitian ilmiah kebahasaan dan kesastraan ini. Kalangan ilmiah tentu sangat membutuhkan terbitan yang mewadahi hasil penelitian yang sudah dilokakaryakan atau diseminarkan dan sudah direvisi sesuai dengan saran peserta dan pakar (sebagai narasumber) pada saat seminar. Diharapkan hasil publikasi ini dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sumber rujukan ilmiah atau sebagai aplikasi akademik. Diharapkan pula terbitan semacam ini tidak hanya berupa prosiding, tetapi juga jurnal ilmiah dan sejenisnya. Lepas dari itu, penerbitan buku prosiding ini tentu dapat memenuhi dahaga ilmiah di lingkungan ilmiah Indonesia umumnya dan di lingkungan Badan Pengem-bangan dan Pembinaan Bahasa khususnya.

Salah satu program Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa ialah pengembangan bahasa dan sastra Indonesia dan daerah. Kegiatan itu diwujudkan dalam bentuk penelitian atau pengkajian. Dalam kegiatan kepenelitian itu dituntut prosedur dan tata cara akademik yang tentu hasilnya juga dipertanggungjawabkan secara akademik. Salah satu proses pemer-tanggungjawaban itu ialah dengan menyeminarkan hasil penelitian dengan melibatkan pakar yang berkompeten. Hasilnya tentuharusdipublikasikandan disebarluarkan agar kebermanfaat-annya (outcome-nya) dapat dirasakan oleh masyarakat. Prosiding dapat sebagai salah satu solusi pemublikasian atau penyebarluasan hasil penelitian itu. Oleh karena itu, sudah sewajarnya kalau kegiatan penerbitan prosiding yang dilakukan oleh Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogya-karta ini didukung dan bahkan perlu ditiru oleh Balai dan atau Kantor Bahasa yang lain yang belum melaksanakannya.

Dalam kesempatan ini, atas nama Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemen-terian Pendidikan dan Kebudayaan, saya mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah bekerja sama dalam pelaksanaan seminar dan penerbitan prosiding ini, terutama kepada para narasumber dan institusi yang berperan aktif. Teruslah berperan dalam pembangunan bangsa Indonesia yang berkarakter cerdas dan berbudaya.

Jakarta, November 2015

(7)
(8)

KATA PENGANTAR

KEPALA BALAI BAHASA DAERAH

ISTIMEWA YOGYAKARTA

Prosiding ialah suatu “wadah” pendokumentasian karya tulis ilmiah (KTI) yang telah di-seminarkan atau dilokakaryakan. Isi prosiding ialah karya tulis yang merupakan hasil kajian atau penelitian ilmiah. Dengan demikian, prosiding merupakan wujud eksistensi intelektual para ilmuwan, termasuk peneliti. Untuk itu, pembuatan prosiding perlu dilakukan mengingat prosiding penting sebagai sarana publikasi ilmiah yang secara otomatis juga sebagai bagian pengembangan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, untuk keempat kalinya, sejak 2012, pada tahun 2015 ini Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta kembali menerbitkan buku prosiding. Prosiding yang diterbitkan oleh Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta kali ini merupa-kan kumpulan naskah ilmiah yang telah didiskusimerupa-kan pada “Lokakarya Hasil Penelitian Kebahasaan dan Kesastraan, 7—9 Oktober 2015, di Balai Bahasa DIY”. Lokakarya itu merupakan hasil kerja sama tiga lembaga yang berada di bawah tiga kementerian, yaitu Balai Bahasa DIY (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan), Balai Pengkajian Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta (Kementerian Komunikasi dan Informatika), dan Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (Kementerian Agama).

Lokakarya diikuti oleh 39 pemakalah, dengan rincian 36 pemakalah merupakan tenaga peneliti dari berbagai lembaga kepenelitian (Balai Bahasa DIY, Balai Bahasa Jawa Barat, Balai Bahasa Jawa Timur, Balai Bahasa Bali, Balai Bahasa Papua, Balai Bahasa Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan, Kantor Bahasa Kalimantan Timur, BalaiBahasa Kalimantan Barat, Balai Bahasa Sumatra Selatan, Kantor Bahasa Bangka Belitung, BPPKI, dan Balai Pelestarian Nilai Budaya) dan 3 pemakalah merupakan tenaga pengajar di Perguruan Tinggi UIN Yogyakarta dan UST (Universitas Sarjana Wiyata Taman Siswa) Yogyakarta. Dalam lokakarya tersebut dilibatkan narasumber kebahasaan dan kesastraan yang berkewajiban memberikan evaluasi (ulasan, penilaian, saran, dan tambahan) atas naskah yang disajikan. Dengan itu, naskah yang dimasukkan dalam prosiding merupakan hasil perevisian atas arahan narasumber dan saran dari peserta yang lain.

Dengan terbitnya prosiding ini kami atas nama Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta mengucapkan terima kasih kepada Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, para narasumber sebagai pengulas dan penilai, seluruh pemakalah, peserta, dan para pengelola yang terlibat aktif dalam lokakarya dan penerbitan prosiding ini. Ucapan terima kasih secara khusus kami sampaikan kepada Dekan Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN dan Kepala Balai Pengkaji-an PengembPengkaji-angPengkaji-an Komunikasi dPengkaji-an Informatika Yogyakarta yPengkaji-ang telah bersedia bekerja sama dengan kami. Semoga kerja sama ini membawa kemaslahatan bagi semua pihak.

Yogyakarta, November 2015

(9)
(10)

CATATAN PANITIA

Tulisan dalam prosiding ini merupakan hasil diskusi ilmiah (lokakarya hasil penelitian) yang diselenggarakan oleh Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) bekerja sama dengan Fakultas Adab dan Ilmu Budaya, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta (Kementerian Agama) dan Balai Pengkajian Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta (Kementerian Komunikasi dan Informatika). Diskusi ilmiah dilaksanakan di Balai Bahasa DIY pada tanggal 7—9 Oktober 2015. Dalam diskusi itu disajikan 39 makalah, dengan rincian 21 makalah bidang kebahasaan dan 18 makalah bidang kesastraan. Dalam diskusi itu dilibatkan dua orang pakar, yaitu Prof. Dr. I Dewa Putu Wijana, S.U., M.A. (sebagai narasumber kebahasaan) dan Dr. Pujiharto, M.Hum. (sebagai narasumber kesastraan). Di setiap akhir diskusi narasumber memberikan ulasan, penilaian, kritikan, dan saran. Selanjut-nya, setiap makalah direvisi oleh penulis dan disunting untuk dapat dimuat dalam prosiding.

Sebagai catatan, tidak seluruh makalah hasil diskusi dimuat dalam prosiding karena bebe-rapa pertimbangan. Makalah yang dimuat dalam prosiding hanya 28, dengan rincian 16 makalah kebahasaan dan 12 makalah kesastraan. Empat belas makalah tidak dimuat dalam prosiding, dengan rincian 7 makalah telah dimuat di jurnal ilmiah kebahasaan dan kesastraan atas rekomendasi narasumber (meskipun tetap melalui prosedur pemuatan di jurnal ilmiah) dan 7 makalah tidak memenuhi persyaratan pemuatan di prosiding. Tidak terpenuhinya pesyaratan pemuatan di prosiding atas makalah itu karena (1) pemakalah tidak menyusulkan hasil revisi sesuai dengan arahan narasumber dan masukan peserta diskusi; (2) hasil revisi belum menun-jukkan perubahan; (3) masalah yang dikaji masih sangat normatif; dan (4) makalah belum menunjukkan adanya eksplorasi tafsir secara ilmiah.

Semoga prosiding ini dapat bermanfaat secara akademik dan non-akademik. Diharapkan terbitan prosiding pada tahun mendatang dapat lebih baik dan berkualitas.

(11)
(12)

KATA PENGANTAR KEPALA BADAN PENGEMBANGAN

DAN PEMBINAAN BAHASA ... v

KATA PENGANTAR KEPALA BALAI BAHASA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ... vii

CATATAN PANITIA ... ix

DAFTAR ISI ... xi

JADWAL KEGIATAN ... xiv

BAHASA Tindak Tutur pada Wacana Perbintangan dalam Majalah Berbahasa Jawa ...3

Speech Acts on Astrology Discourse in Javanese Magazine Titik Indiyastini Imperatif Direktif dalam Gaya Bahasa Al-Qur’an: Analisis Tindak Tutur...15

Directive Imperative in Al-Qur’an: Speech Act Analysis Mardjoko Idris Bentuk Verba Berargumen Tiga dalam Bahasa Jawa ...29

Javanese Verb Form with Three Arguments Sri Nardiati Analisi Wacana Penggunaan Bahasa Pemberitaan Penghinaan Masyarakat Yogyakarta oleh Florence Sihombing pada Harian Kedaulatan Rakyat Periode Agustus-November 2014 ...39

Discourse Analysis of Language Use on News Reporting of Yogyakarta Society Humiliation by Florence Sihombing in Kedaulatan Rakyat From August to November 2014 Suwarto Bentuk Pemarkah Tindak Tutur Direktif dalam Bahasa Jawa ...53

Marker Form of Javanese Directive Speech Act Widada Hs. Wujud Plesetan dalam Wacana Teka-teki Bahasa Jawa ...67

Plesetan Form in Javanese Riddle Discourse Herawati Beberapa Ungkapan yang Berisi Ajaran bagi Wanita dalam Bahasa Jawa ...85 Javanese Woman Teachings Proverb

Wiwin Erni Siti Nurlina

(13)

Wacana Pesan Singkat (SMS) Penipuan ...97 Fraud Short Messages (SMS) Discourse

Riani

Pergeseran Dialek pada Masyarakat Samin di Desa Klopoduwur, Blora ...111 Dialect Shift on Samin Community in Klopoduwur Village, Blora

Afritta Dwi Martyawati

Aneka Jenis Tanah dalam Bahasa Jawa: Kajian Makna Leksikal ...121 Various Soil Types in Javanese: Lexical Meaning Study

Wening Handri Purnami

Register Jual Beli Daring (Online) di Jejaring Sosial Facebook ...133 Selling and Buying Online Register on Social Network Facebook

Nanik Sumarsih

Pisuhan dalam Status BBM (Blackberry Messanger) ...147 Pisuhan in Blackberry Messanger Status

Nuryantini

Makna Budaya Tembang Tak Lela-lela Ledhung: Sebuah Tinjauan Etnolinguistik ...159 Cultural Meaning of Tak Lela Lela Ledung Song: an Entholinguistic Study

Nur Ramadhoni Setyaningsih

Durasi Bunyi /a/, /E/, /@/, /i/, /o/, /u/ Penutur Kelompok Etnis Bengkulu ...173 /a/, /E/, /@/, /i/, /o/, /u/ Sound Duration of Bengkulu Ethnic Group Speaker

Tri Saptarini

Diksi dalam Facebook, Pemantauan Bahasa dalam Jejaring Media Sosial ...185 Diction on Facebook, Language Observation on Social Media Network

Syarifah Lubna

Bahasa Alay pada Facebook Siswa SMA Negeri 1 Klaten ...195 Alay Language on Facebook of SMA Negeri 1 Klaten’s Students

Sigit Arba’i

SASTRA

Makna Cerita Rakyat “Asal-Usul Dusun Kedung Tawang” ...205 Meaning of Folktale “Asal-Usul Dusun Kedung Tawang”

Dhanu Priyo Prabowo

Strategi Kepenyairan Iman Budhi Santosa dalam Arena Sastra:

Kajian Sosiologi Pierre Bourdieu ...215 Poetry Strategy of Iman Budhi Santosa in Literary Field: A Study on Sociology,

(14)

Kontradiksi Kealaman dan Modernitas Pariwisata: Analisis Antologi Puisi Dendang Denpasar Nyiur Sanur ...227 Natural Contradictions and Modern Tourism: The Analysis of Dendang Denpasar Nyiur Sanur Poetry Antology

Puji Retno Hardiningtyas

Hipogram Multatuli dalam Sajak “Multatuli” Karya Mulyadi J. Amalik ...247 A Hypogram of Multatuli in “Multatuli” Poem By Mulyadi J. Amalik

Dian Susilastri

Pergeseran Kepercayaan Nilai Adat Istiadat Masyarakat Bali dalam Cerpen “Cor” ...259 Friction of Society Customs Value Credence in The Short Story “Cor”

Cokorda Istri Sukrawati

Manunggaling Kawula Gusti dalam Novel Candhikala Kapuranta Karya Sugiarta

Sriwibawa: Tinjauan Sosiologi Sastra ...273 Manunggaling Kawula Gusti in Candhikala Kapuranta Novel by Sugiarta Sriwibawa: Literary Sociciological Review

Yohanes Adhi Satiyoko

Sastra Anak: Representasi Tokoh Perempuan ...287 Children Literature: Representation of Women Character

Hasina Fajrin R

Makna Sajak-sajak Musim Hujan Datang di Hari Jumat Karya Mustofa W. Hasyim:

dalam Tinjauan Semiotik ...297 The Meaning of Musim Hujan Datang di Hari Jumat Poems Mustofa W. Hasyim Work: in Semiotic Review

Siti Ajar Ismiyati

Sastra Anak dalam Harian Kompas Minggu Edisi Mei 2015 ...315 Nia Kurnia

Nilai-Nilai Budaya dalam Kumpulan Cerita Anak Raksasa Penjaga Gunung Merapi ...327 Cultural Values in Anthology of Children Story Raksasa Penjaga Gunung Merapi

Prapti Rahayu

Kearifan Lokal dalam Cerita Rakyat Kabupaten Gunungkidul ...339 Local Wisdom in Gunungkidul Folktale

Sutiyem

Cerita Asal Mula: Sebuah Kajian Folklor ... 353 A Story of Origin: A Folklore Study

(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)

TINDAK TUTUR PADA WACANA PERBINTANGAN

DALAM MAJALAH BERBAHASA JAWA

SPEECH ACTS ON ASTROLOGY DISCOURSE IN JAVANESE MAGAZINE

Titik Indiyastini

Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta titik.indiyastini@gmail.com

Abstrak

Kolom perbintangan dalam majalah berbahasa Jawa terdiri atas dua belas nama bintang. Setiap nama bintang merupakan sebuah wacana. Wacana perbintangan berisi suruhan, nasihat, saran, dan sebagainya yang ditujukan kepada seseorang yang berkepentingan dengan bintang tertentu. Oleh karena itu, wacana ini memperlihatkan pemakaian bahasa yang berbeda dengan wacana lainnya. Untuk mengkajinya, digunakan pendekatan pragmatik dengan metode dan teknik seperti yang dikemukakan Sudaryanto (2004). Kajian terhadap wacana ini menghasilkan identifikasi jenis fungsi tindak tutur yang mengandung perintah, yaitu menyuruh, menyarankan, melarang, mengharuskan, menasihati, memastikan, mengingatkan, dan menyemangati. Pada fungsi-fungsi itu terdapat satuan lingual yang menandainya, seperti becike, kudu, aja, coba, aja lali, maju terus, waspada.

Kata kunci : wacana perbintangan, tindak tutur, fungsi, penanda

Abstract

Astrology column in Javanese magazine consists of twelve zodiacs. Each zodiac name is a discourse. Discourse astrology contains direction, advice, suggestions, and etc. which is devoted to someone whose interest in a particular zodiac. Therefore, this discourse shows language use that is different from other discourses. The study uses pragmatic approach with the methods and techniques as stated by Sudaryanto (2004). The study on this discourse results identification of speech act functions containing command, namely to order, to suggest, to prohibit, to require, to advise, to ensure, to remind, and to encourage. On these functions there are lingual units that mark speech act function, such as becike, kudu, aja, coba, aja lali, maju terus, and waspada.

Keywords: astrology discourse, speech acts, function, marker

1. Pendahuluan

Di dalam hidup bermasyarakat, bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan baik lisan maupun tulisan. Demikian pula, Bahasa Jawa ialah bahasa komunikasi sehari-hari yang digunakan oleh masyarakat, khusus-nya etnis Jawa, baik lisan maupun tulisan. Ba-hasa Jawa, sebagai sarana komunikasi lisan, tampak pada saat bercakap-cakap. Sebagai ko-munikasi tulis tampak di dalam media massa

cetak, yakni majalah berbahasa Jawa yang ma-sih terbit sampai saat ini. Majalah itu memuat berbagai rubrik. Salah satunya berupa kolom perbintangan yang berisi ramalan nasib sese-orang.

(21)

Istilah perbintangan yang digunakan di dalam beberapa media massa cetak bermacam-macam. Pada media massa berbahasa Indone-sia Nyata disebut Horoskop, pada tabloid Cem-paka disebut Zodiak, pada mingguan Minggu Pagi disebut Bintang Anda. Pada media massa berbahasa Jawa disebut Nasib Panjenengan (da-lam mingguan Djaka Lodang), disebut Bintang-mu (dalam mingguan Jaya Baya), dan disebut

Astrologi (dalam mingguan Panjebar Semangat). Dari segi pemakaian bahasa, wacana perbin-tangan menarik untuk dikaji. Sejauh pengeta-huan penulis, ihwal ini belum pernah dikaji.

Perbintangan dalam makalah ini diambil dari majalah mingguan berbahasa Jawa Panje-bar Semangat dan Jaya Baya. Dilihat dari unsur-unsurnya, penyajian di dalam majalah itu tidak sama. Untuk memperjelas deskripsi data waca-na perbintangan ini, berikut ini disajikan contohnya.

(1) CAPRICORN, aja gampang katut mung krana bab sepele sing durung dingerteni sadurunge. Kadhang mung gebyare wae sing menarik. Minggu iki bisaa introspeksi dhiri dimen wening ing batine.Kanugrahan wis nyedhaki. Rejeki: akeh bantuan. Kese-hatan: rawan watuk. Asmara: nyedhak. Dina becik: Kemis. Angka bahagia: 1—6.

(Bintangmu, Jaya Baya No. 18, Minggu I, Januari 2015)

‘CAPRICORN, jangan mudah ikut ha-nya karena hal sepele yang belum dike-tahui sebelumnya. Terkadang hanya pancarannya saja yang menarik. Ming-gu iki sebisa mungkin berintrospeksi diri supaya tenang di batinnya. Anugerah sudah mendekati. Rezeki: banyak ban-tuan. Kesehatan: rawan batuk. Asmara: mendekat. Hari baik: Kamis. Angka bahagia: 1—6.’

(2) CAPRICORN (21 Des—19 Jan)

Kena seneng-seneng kanggo pasrawungan lan njaga kasarasan. Nanging aja nganti ndadekake brah-breh, apamaneh main gengsi. Pakaryan lan jejibahan kudu diuta-makake. Makarya sengkud kanggo sapa

nama bintang ada 12 macam, yaitu Capricorn, Aquarius, Pisces, Aries, Taurus, Gemini, Can-cer, Leo, Virgo, Libra, Scorpio, dan Sagitarius. Perbintangan yang diungkapkan secara tertulis dalam majalah ini ada yang mempercayainya dan ada yang sekedar untuk iseng membaca-nya. Terlepas dari soal kepercayaan, wacana perbintangan itu diungkapkan dengan bahasa. Pada umumnya bahasa pada perbintang-an itu berisi kalimat-kalimat atau ungkapperbintang-an yang berupa saran atau nasihat. Artinya, me-lalui bahasa itu orang akan mengikuti perintah atau saran yang diungkapkan peramal. Saran ataupun nasihat yang tertera di dalam perbin-tangan itu hanya berlaku satu minggu. Sekedar contoh, ramalan dalam majalah Jaya Baya No. 10, Minggu III, Januari 2015, hanya akan ber-laku dari tanggal 18 Januari sampai dengan tanggal 24 Januari. Sesudah masa satu minggu itu ramalan akan diganti.

Berikut akan dijelaskan apa yang dimak-sud dengan perbintangan. Di dalam Kamus Be-sar Bahasa Indonesia (2008: 195) disebutkan bah-wa kata bintang salah satunya dimaknai ’nasib, peruntungan, untung malang’. Selanjutnya, kata perbintangan dimaknai ’ilmu tentang bin-tang, ilmu ramalan (perhitungan nasib orang dan sebagainya) berdasarkan rasi’. Selain itu, ada yang menyebut perbintangan dengan kata

(22)

maneh yen dudu awake dhewe lan kula-warga.

(Astrologi, PanjebarSemangat No. 1/ 3 Januari 2015/hlm. 48)

‘Boleh bersenang-senang untuk per-gaulan dan menjaga kesehatan. Tetapi jangan sampai membuat brah-breh, apa-lagi main gengsi. Pekerjaan dan tugas harus diutamakan. Bekerja keras untuk siapa lagi kalau bukan diri sendiri dan keluarga.’

Data tersebut diambil dari dua majalah yang berbeda, yaitu Jaya Baya dan PanjebarSemangat. Jika diperhatikan, masing-masing memiliki ciri paparan yang berbeda. Pada majalah JB dipa-parkan secara khusus hal rezeki, kesehatan, asmara, hari baik, dan angka kebahagiaan atau keberuntungan. Hal itu tidak dicantumkan di dalam majalah PS. Namun, keduanya memiliki kesamaan dalam penamaan bintang, yaitu

Capricorn.

Data (1) diambil dari salah satu bintang dari 12 bintang yang disajikan dalam majalah

Jaya Baya no 18 edisi Minggu pertama bulan Januari tahun 2015. Dari data itu dapat diketa-hui bahwa wacana bintang Capricorn (ramal-an nasib seseor(ramal-ang y(ramal-ang memiliki hari kelahir(ramal-an antara tanggal 22 Desember sampai dengan 19 Januari) terdiri atas pernyataan umum diikuti hal-hal yang menyangkut rezeki, kesehatan, asmara, hari baik, dan angka kebahagiaan. Per-nyataan umum yang berupa kalimat-kalimat di situ berisi nasihat, perintah, atau saran. Inti-nya, seseorang yang memiliki bintang Capri-corn tidak boleh mengikuti hal-hal yang belum diketahui sebelumnya dan bersifat sepele ka-rena hal itu hanya tampak pada pancarannya saja yang baik. Mereka perlu berintrospeksi su-paya tenang. Namun, ada hal yang membaha-giakan karena anugerah sudah mendekat. Per-nyataan lain yang terkait dengan bintang Ca-pricorn, ialah tentang rezeki yang sedang ba-nyak bantuan, kesehatan yang rawan batuk, kemudian tentang asmara yang sedang dekat. Hari baik jatuh pada Kamis dan angka kebaha-giaan terdapat pada angka 1—6.

Data (2) berupa ramalan bintang Capri-corn yang diambil dari Majalah Panjebar Sema-ngat. Data itu berisi pernyataan bahwa sese-orang yang berbintang Capricornus dalam minggu itu boleh bersenang-senang dalam per-gaulan untuk kesehatan, tetapi tidak boleh sem-barangan dan jaga gengsi. Pekerjaan dan tugas harus diutamakan. Diingatkan bahwa kerja ras hanya digunakan untuk diri sendiri dan ke-luarga.

Dari dua contoh itu dapat diamati bahwa isi ramalan sarat dengan suruhan, nasihat, an-juran, saran. Dalam beberapa hal juga ada per-nyataan yang berisi informasi baik, tetapi bisa juga informasi buruk.

Sebagaimana diketahui, wujud wacana bintang hanya terdiri atas beberapa kalimat. Informasi yang dikemukakan sarat dengan perintah, baik dalam wujud kalimat yang utuh maupun kalimat yang pendek dan tidak utuh. Dari kenyataan itu, yang menjadi permasa-lahan dalam tulisan ini ialah bagaimana tindak tutur yang diungkapkan dalam wacana per-bintangan dalam bahasa Jawa dan bagaimana pula fungsinya sehingga menarik untuk dibaca. Sesuai dengan permasalahan itu, tujuan yang hendak dicapai ialah terdeskripsinya jenis tindak tutur, fungsi, dan penandanya dalam wacana perbintangan dalam bahasa Jawa. Dengan terdeskripsinya wacana perbintangan, berarti ada manfaat yang diperoleh dalam rangka pengembangan dan pengkajian bahasa, terutama bahasa Jawa.

Ruang lingkup kajian dibatasi pada des-kripsi aspek tindak tutur bahasa Jawa yang digunakan dalam perbintangan pada media massa cetak. Adapun media massa yang dipilih ialah mingguan Jaya Baya dan Panjebar Sema-ngat (untuk selanjutnya kedua majalah itu da-lam pembahasan disingkat JB dan PS).

2. Kerangka Teori

(23)

kalimat, alinea atau paragraf, penggalan waca-na (pasal, subbab, bab, atau episode), dan cana utuh. Wacana perbintangan ialah wa-cana yang berisi ramalan.Tentu saja tuturan dalam perbintangan dapat mempengaruhi pembaca yang memercayai atau iseng memba-canya. Untuk itu, agar analisisnya lengkap, as-pek-aspek yang berhubungan dengan tindak tutur dalam perbintangan akan dikaji secara pragmatik.

Pragmatik menurut Wijana (1996: 1) ada-lah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yakni bagai-mana satuan kebahasaan itu digunakan di dalam komunikasi. Bahan dasar wacana per-bintangan adalah bahasa dan untuk mengana-lisis bahasa perbintangan digunakan pendekat-an dari tindak tuturnya. Karena wacpendekat-ana per-bintangan sarat dengan perintah, tindak tutur yang sesuai ialah tindak tutur direktif.

Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dilakukan oleh penuturnya dengan mak-sud agar si pendengar melakukan tindakan yang disebutkan di dalam ujaran itu, misalnya menyuruh, memohon, menyarankan (Gunar-wan, 1994: 48). Sejalan dengan pendapat itu, Dardjowidjojo (2003: 101) juga menyebutkan bahwa wujud tindak ujaran itu dapat berupa pertanyaan, permintaan sangat lunak, sedikit menyuruh, menyuruh dengan langsung dan kasar. Data penelitian terhadap wacana per-bintangan dalam bahasa Jawa menunjukkan bahwa ada tindak tutur direktif yang dinyata-kan dengan bentuk imperatif (perintah) dan bentuk deklaratif (pernyataan). Dengan demi-kian, tindak tutur yang disampaikan bisa di-nyatakan secara langsung dan bisa didi-nyatakan secara tidak langsung. Disebutkan dalam buku karya Wijana (1996: 4) dan Rohmadi (2004: 33) bahwa secara formal kalimat itu ada kalimat berita, kalimat tanya, dan kalimat perintah. Jika ketiga jenis kalimat itu diungkapkan sesuai dengan kegunaannya secara konvensional, ter-bentuklah tindak tutur langsung. Sebaliknya,

jika ketiga kalimat itu tidak digunakan secara konvensional, terbentuklah tindak tutur tidak langsung.

3. Metode

Prosedur pengkajian tulisan ini dilakukan melalui tiga tahap sebagaimana yang dilaku-kan Sudaryanto (2001), yaitu penyediaan data, penganalisisan data, dan penyajian hasil ana-lisis data. Masing-masing tahapan diuraikan seperti berikut ini.

Pada tahap penyediaan data terdapat pro-ses penentuan data, pencarian data, penyeleksi-an data, dpenyeleksi-an pengklasifikasipenyeleksi-an data. Data pe-nelitian ini ialah kolom perbintangan dalam media massa cetak berbahasa Jawa. Dalam pencarian data diklasifikasi bentuk-bentuk penggunaan bahasanya. Dalam penganalisisan data, metode kualitatif digunakan untuk meli-hat bahasa yang digunakan. Pada penyajian hasil analisis data digunakan metode deskripsi. Data yang diangkat dalam tulisan ini ialah wacana perbintangan dalam mingguan maja-lah berbahasa Jawa yang terbit pada bulan Januari tahun 2015. Untuk selanjutnya, dalam data disingkat (Jan. 2015).

4. Hasil dan Pembahasan

(24)

4.1 Jenis Tindak Tutur dalam Wacana Perbintangan

Sebagaimana diketahui wacana perbin-tangan berisi komunikasi satu arah dari penulis atau peramal nasib kepada seseorang yang memiliki bintang tertentu dari dua belas bintang yang ada di dalam zodiak. Tuturan yang disam-paikan penulis itu bisa dilakukan secara lang-sung dan bisa secara tidak langlang-sung.

4.1.1Tindak Tutur Langsung

Tindak tutur langsung pada perbintangan dalam media massa cetak berbahasa Jawa da-pat dilihat pada contoh berikut ini.

(1) Endhanana pasulayan lan cecongkrahan.

(Pisces, PS 2, 10 Jan 2015, hlm.48)

‘Hindarilah perselisihan dan perteng-karan.‘

(2) Njaluka panemu saka wong tuwa lan wong kang wis pengalaman.

(Sagitarius, PS 2, 10 Jan 2015, hlm. 48)

‘Mintalah pendapat dari orang tua dan orang yang sudah berpengalaman.’

(3) Urusan keluargane dhisikna mrih ora ngrusaki sing liyane.

(Libra/ JB No. 18, Minggu I, Jan. 2015) ‘Urusan keluarganya didahulukan su-paya tidak merusak yang lainnya.’

(4) Aja gampang percaya omongan wong liya, utawa gossip kang ora ana buktine.

(Leo, PS 4, 24 Jan 2015, hlm. 48)

‘Jangan mudah percaya perkataan orang lain, atau gossip yang tidak ada buktinya.’

(5) Kuncine sukses, panjenengan kudu wani srawung klawan wong-wong sukses lan wani nindakake rancangan.

(Aquarius, PS 4, 24 Jan 2015, hlm.48)

‘Kunci sukses, Anda harus berani ber-gaul dengan orang-orang sukses dan berani melakukan rancangan.‘

Pada kelima contoh itu dapat dilihat bah-wa ramalan itu berupa kalimat perintah yang

secara eksplisit ditandai dengan satuan lingual tertentu, seperti kata endhanana ‘hindarilah’ (1),

njaluka ‘mintalah’(2), dan dhisikna ‘dahulukan’ (3), kata aja ‘jangan’ (4), dan kata kudu ‘harus’ (5). Pada contoh (1) peramal menyuruh sese-orang yang berbintang Pisces untuk meng-hindari perselisihan dan pertengkaran. Selanjut-nya pada contoh (2) peramal menyuruh sese-orang yang berbintang Sagitarius agar meminta pendapat dari orang tua dan orang yang sudah berpengalaman. Pada contoh (3) peramal me-nyuruh agar seseorang yang berbintang Libra untuk mendahulukan urusan keluarganya agar tidak merusak yang lainnya. Pada contoh (4) peramal melarang seseorang yang berbintang Leo untuk tidak mudah memercayai ucapan orang lain dan memercayai gosip yang tidak ada buktinya. Pada contoh (5) peramal memerintah-kan seseorang yang berbintang Aquarius yang ingin sukses. Orang itu harus bisa bergaul dengan orang-orang yang sudah sukses dan mau melaksanakan rancangannya. Jadi, pada kelima contoh tersebut terdapat kata-kata yang secara eksplisit dinyatakan sebagai bentuk pe-rintah. Kata-kata itu adalah kata-kata berkate-gori verba yang diberi akhiran -ana, -a, -na. Selain itu, secara eksplisit terdapat juga kata aja dan

kudu.

4.1.2 Tindak Tutur Tidak Langsung

Tindak tutur tidak langsung pada perbin-tangan dalam media massa cetak berbahasa Ja-wa dapat dilihat pada contoh berikut ini.

(6) Kesabaran panjenengan bakal nguwohake kanugrahan.

(Pisces, JB No.18, Minggu I, Jan. 2015)

‘Kesabaran Anda akan menghasilkan anugerah.’

(7) Kasil orane, bathi utawa bak-buk, panje-nengan dhewe sing nemtokake.

(Scorpio, PS 4, 24 Jan 2015, hlm.48)

(25)

(8) Gusti ora sare.

(Cancer, JB No.18, Minggu I, Jan. 2015)

‘Tuhan tidak tidur.’

(9) Kanthi ajeg sembahyang, iman bakale san-saya kuwat lan antuk pituduh sarta solusi.

(Virgo, PS 2, 24 Jan 2015, hlm.48) ‘Dengan rutin sembahyang, iman akan semakin kuat dan mendapat petunjuk serta jalan keluar.’

Pada keempat contoh itu dapat diamati bahwa semua tuturan dinyatakan dengan kali-mat berita. Pada tuturan (6) dinyatakan bahwa kesabaran Anda akan menghasilkan anugerah. Kalimat itu sebetulnya berasal dari kalimat perintah Sabara merga sabarmu bakal nguwohake kanugrahan! ‘Bersabarlah kamu sebab kesa-baranmu akan menghasilkan anugerah.’ Pada contoh (7) dinyatakan bahwa berhasil atau ti-dak usaha Anda, untung atau tetap saja, Anda sendirilah yang menentukan. Pada contoh (8) tampak kalimat berita yang sangat pendek. Kalimat ini sebenarnya dari kalimat perintah

Percayaa Gusti ora sare ‘Percayalah Tuhan tidak tidur’. Contoh (9) juga merupakan kalimat yang dinyatakan dengan berita. Kalimat itu, jika dibalik, akan menjadi kalimat perintah Sem-bahyanga kanthi ajeg merga iman bakale sansaya kuwat lan antuk pituduh sarta solusi. ‘Sembah-yanglah dengan rutin karena iman akan sema-kin kuat dan mendapat petunjuk serta jalan keluarnya!

4.2 Fungsi Tindak Tutur dalam Wacana Perbintangan

Setelah dilakukan pengamatan, fungsi tindak tutur dalam perbintangan itu bisa ber-macam-macam. Hal ini dapat dilihat pada pa-paran berikut ini.

4.2.1Menyuruh

Tuturan menyuruh pada perbintangan atau ramalan nasib seseorang tampak pada contoh berikut.

(10)Gaweya rancangan anyar kang ana paedahe lan nuwuhake bebathen.

(Capricorn, PS 2, 10 Jan 2015, hlm.48) ‘Buatlah rencana baru yang ada man-faatnya dan menimbulkan keuntungan.’

(11)Gunakna kalodhangan kanggo nindakake rancangan-rancangan kang isih sumimpen.

(Cancer, PS 1, 1 Jan 2015, hlm.48)

‘Gunakanlah kesempatan untuk me-ngerjakan rancangan-rancangan yang masih tersimpan.’

(12)Wiwit obah, aktif, sregep, lan tumindakna. (Taurus, PS 1, 1 Jan 2015, hlm.48) ‘Mulai bergerak, aktif, rajin, dan kerja-kanlah.’

Pada ketiga contoh data tersebut terdapat satuan lingual yang menandai bahwa tuturan-tuturan itu merupakan tuturan-tuturan menyuruh. Satuan lingual yang dimaksud ialah gaweya

‘buatlah’ pada contoh (10), gunakna ‘gunakan-lah’ pada contoh (11), tumindakna ‘kerjakanlah’ pada contoh (12). Satuan-satuan lingual itu me-ngandung pemarkah –a dan –na yang di dalam buku karya Herawati (2015: iii) dikatakan seba-gai keunikan pemarkah dalam bahasa Jawa untuk membentuk kalimat perintah. Pada con-toh (10) peramal menghendaki seseorang yang memiliki bintang Capricorn untuk membuat rencana baru yang berguna serta mendatang-kan keuntungan. Pada contoh (11) peramal mengatakan bahwa seseorang yang berbintang Canser, dalam minggu itu, menggunakan ke-sempatan untuk membuat rancangan yang masih terpendam. Pada contoh (12) peramal mengatakan bahwa seseorang yang memiliki bintang Taurus sebaiknya mulai bergerak, aktif, rajin, dan bekerja.

4.2.2 Menyarankan

(26)

(13) Becik ngatonake apa anane.

(Pisces, JB No 18, Jan. 2015)

‘Baik menampakkan apa adanya.’

(14)Ning, anggone mutusake, becike aja grusa-grusu.

(Libra, JB No 21, Jan. 2015)

‘Tetapi, memutuskannya, sebaiknya ja-ngan asal saja.‘

(15)Coba sesirika sakuwasane murih atine tenang, sarta kanggo namengi dhiri bab-bab sing negatif.

(Libra, JB No 18, Jan. 2015)

‘Cobalah menjalankan pantangan sebi-sanya agar hatinya tenang, serta untuk menanggulangi diri dari hal-hal yang negatif.’

(16)Jejibahan lan rancangan kang durung tuntas enggal dirampungake dhisik.

(Leo, PS 1, , 1 Jan 2015, hlm.48)

‘Tugas dan rencana yang belum tuntas segera diselesaikan dahulu.’

Pada keempat contoh itu terdapat satuan lingual yang menandai bahwa tuturan-tuturan itu merupakan tuturan menyarankan. Satuan lingual yang dimaksud ialah becik‘baik’ pada contoh (13), becike ‘sebaiknya’ pada contoh (14),

coba sesirika ‘cobalah menjalankan pantangan’ pada contoh (15), enggal ‘segera’ pada contoh (16). Pada contoh (13) disarankan bahwa sese-orang yang berbintang Pisces sebaiknya mem-perlihatkan apa adanya. Pada contoh itu digu-nakan penanda kata becik ‘baik’. Pada contoh (14) disarankan kepada seseorang yang memi-liki bintang Libra untuk tidak memutuskan se-suatu secara sembarangan. Pada contoh itu digunakan penanda kata becike ‘sebaiknya’. Pa-da contoh (15) disarankan kepaPa-da seseorang yang berbintang Libra untuk mencoba melaku-kan pantangan sebisanya agar hatinya tenang, serta untuk menanggulangi diri dari hal-hal ne-gatif. Pada contoh itu digunakan penanda kata

coba ‘cobalah’. Pada contoh (16) disarankan ke-pada seseorang yang berbintang Leo agar tugas

dan rencananya yang belum selesai segera dise-lesaikan terlebih dahulu. Pada contoh itu digu-nakan penanda kata enggal ‘segera’. Jadi, pada wacana perbintangan dalam bahasa Jawa, un-tuk mengungkapkan saran, bisa dinyatakan dengan kata becik, becike, coba, dan enggal.

4.2.3 Melarang

Tuturan yang berisi larangan pada perbin-tangan atau ramalan nasib seseorang tampak pada contoh berikut.

(17) Aja nambah objekan kang njalari sansaya sibuk lan ruweting pikir.

(Virgo, PS 1, Jan. 2015)

‘Jangan menambah pekerjaan yang me-nyebabkan semakin sibuk dan pikiran kacau.’

(18) Aja rumangsa dadi wong sing santosa ing ngarepe wong akeh ning sejatine batine ngrintih.

(Pisces, JB No. 18, Januari 2015)

‘Jangan merasa menjadi orang yang kuat di depan orang banyak yang sebe-tulnya batinnya merintih.’

(19) Aja kakehan omong lan crita.

(Taurus, PS 2, 10 Januari 2015) ‘Jangan banyak bicara dan cerita.

Ketiga contoh tersebut merupakan tuturan melarang yang ditandai dengan satuan lingual

(27)

Na-mun, pada perbintangan dalam bahasa Jawa, satuan lingual penanda larangan itu bisa juga ditempatkan di tengah kalimat seperti contoh berikut ini.

(20)Tumindak becik aja mung nunggu wektu sela, ndang ditandangi wae.

(Aquarius, JB No. 18, Januari 2015)

‘Berkelakuan baik jangan hanya me-nunggu waktu luang, segera dikerjakan saja.’

(21)Badan dijaga aja nganti kekeselen.

(Taurus, PS 3, Januari 2015)

‘Badan dijaga jangan sampai keca-paian.’

(22)Minggu iki aja ngaya, aluwung nindakake miturut jejibahan panjenengan wae.

(Virgo, PS 1, 1 Januari 2015)

‘Dalam minggu ini jangan bekerja ter-lampau serius, lebih baik mengerjakan menurut kewajiban Anda saja.’

Ketiga tuturan larangan itu menggunakan satuan lingual aja yang ditempatkan di tengah kalimat. Dikemukakan pada contoh (20) bah-wa peramal melarang seseorang yang berbin-tang Aquarius agar kalau mau berbuat baik itu jangan menunggu waktu luang. Jadi, perbuat-an baik itu jperbuat-angperbuat-an ditunda-tunda mengerja-kannya. Pada contoh (21) peramal melarang seseorang yang berbintang Taurus agar tidak kelelahan, yaitu dengan cara menjaga badan-nya. Pada contoh (22) peramal melarang sese-orang yang berbintang Virgo agar tidak terlam-pau serius bekerja dalam minggu ini. Akan lebih baik jika hanya mengerjakan yang sudah men-jadi kewajibannya saja.

4.2.4 Mengharuskan

Tuturan yang berisi keharusan pada per-bintangan atau ramalan nasib seseorang tam-pak pada contoh berikut.

(23)Saiki kudune sing luwih penting didhisikne.

(Pisces, JB No. 18, Januari 2015)

‘Sekarang seharusnya yang lebih pen-ting didahulukan.’

(24)Pakaryan lan jejibahan kudu diutamakake.

(Capricorn, PS 1, Januari 2015)

‘Pekerjaan dan tugas harus diutama-kan.’

(25)Kabeh pikiran ala sing njalari sesake dha-dha kudu diilangi.

‘(Aquarius, JB No. 19, Januari 2015)

‘Semua pikiran buruk yang menyebab-kan dada sesak harus dihilangmenyebab-kan.’

Pada ketiga contoh tersebut terdapat tu-turan mengharuskan yang ditandai dengan satuan lingual kudune ‘seharusnya’ dan kudu

‘harus’. Kalimat yang berpenanda kata kudu

mengisyaratkan bahwa kalimatnya lebih tegas daripada yang tidak memakai kata itu (Indi-yastini, 2013: 180). Tuturan (23) berisi pernya-taan bahwa peramal mengharuskan seseorang yang berbintang Pisces agar mendahulukan hal yang penting. Contoh (24) berisi ramalan yang mengharuskan seseorang yang berbintang Capricorn untuk mengutamakan pekerjaan dan tugasnya. Contoh (25) berisi tuturan yang mengharuskan bahwa seseorang yang memiliki bintang Aquarius untuk menghapus semua pi-kiran buruk yang menyebabkan sesak dada.

4.2.5 Menasihati

Tuturan yang berisi nasihat pada perbin-tangan atau ramalan nasib seseorang tampak pada contoh berikut.

(26)Ndedonga, nyuwun slamet lan pituduh.

(Aries, PS 1, Januari 2015)

‘Berdoa, memohon keselamatan dan pe-tunjuk.‘

(27) Sabar, sumarah marang Gusti.

(Virgo, PS 1, Januari 2015) ‘Sabar, berserah kepada Tuhan.’

(28)

pa-da contoh (26), pa-dalam minggu itu peramal me-nasihati untuk berdoa memohon keselamatan dan memohon petunjuk. Bagi seseorang yang berbintang Virgo pada contoh (27), dalam minggu itu peramal menasihati untuk bersabar serta berserah diri kepada Tuhan.

4.2.6 Memastikan

Tuturan yang berisi kepastian pada per-bintangan atau ramalan nasib seseorang tam-pak pada contoh berikut.

(28) Sing ditandur minggu kepungkur mesthi bakal nguwohake kanugrahan.

(Aquarius, JB No. 18, Jan. 2015)

‘Yang ditanam minggu yang lalu pasti akan membuahkan anugerah.’

(29)Wong temen mesthi tinemu.

(Cancer, JB No.19, Jan. 2015)

‘Orang jujur tentu/pasti ditemukan.‘

Kedua contoh tersebut memperlihatkan tuturan yang berisi kepastian. Hal itu tampak pada pemakaian satuan lingual mesthi ‘tentu/ pasti’ pada ketiga contoh itu. Pada contoh (28) peramal menyatakan bahwa apa yang sudah ditanam, maksudknya dikerjakan, oleh sese-orang yang berbintang Aquarius pada minggu lalu pasti akan membuahkan anugerah atau kebahagiaan. Pada contoh (29) peramal me-nyatakan bahwa seseorang yang berbintang Cancer dalam minggu itu seandainya menjadi orang yang jujur tentu akan dikenali.

4.2.7 Mengingatkan

Tuturan yang berisi pengingatan terhadap seseorang pada perbintangan atau ramalan nasib seseorang tampak pada contoh berikut.

(30)Aja lali sedhekah.

(Pisces /PS 1, Januari 2015) ‘Jangan lupa bersedekah.’

(31) Waspada marang karyawan lan wong kang lamis.

(Aquarius /PS 1, Januari 2015)

‘Waspada pada karyawan dan orang yang berpura-pura.’

Kedua contoh tersebut memperlihatkan tuturan yang berisi pengingatan. Hal itu tam-pak pada pemakaian satuan lingual aja lali ‘ja-ngan lupa’ pada contoh (30) dan waspada ‘was-pada’ pada contoh (31). Pada contoh (30) pera-mal mengingatkan supaya seseorang yang ber-bintang Pisces dalam minggu itu tidak lupa melakukan sedekah. Pada contoh (31) peramal mengingatkan bahwa seseorang yang memiliki bintang Aquarius untuk selalu waspada terha-dap karyawan dan orang yang suka berpura-pura.

4.2.8 Menyemangati

Tuturan yang berisi penyemangatan ke-pada seseorang melalui perbintangan atau ra-malan nasib seseorang tampak pada contoh berikut.

(32) Terus berjuwang.

(Aries, PS 1, Januari 2015)

‘Terus berjuang.’

(33) Maju terus, aja nglokro.

(Pisces, PS 1, Januari 2015)

‘Maju terus, jangan putus asa.’

Pada contoh (32) peramal memberi sema-ngat kepada seseorang yang berbintang Aries supaya terus berjuang untuk mempertahankan hidupnya dalam minggu itu. Pada contoh (33) peramal memberi semangat kepada seseorang yang berbintang Pisces supaya maju terus dan tidak berputus asa, misalnya dalam memper-juangkan sesuatu dalam hidupnya. Pada kedua contoh itu tampak digunakan satuan li-ngual terus dan maju terus sebagai penandanya.

5. Simpulan

(29)

Pada umumnya tuturan yang diungkapkan merupakan bentuk perintah. Dari kajian terha-dap tuturan dalam wacana perbintangan diperoleh delapan jenis fungsi tuturan perintah, yaitu menyuruh, menyarankan, melarang, mengharuskan, menasihati, memastikan, mengingatkan, dan menyemangati. Adapun penanda yang ditemukan berupa satuan lingual yang berupa verba berakhiran –a atau –na, satuan lingual becik, becike, coba, aja, kudu, mesthi, aja lali, maju terus, waspada.

Daftar Pustaka

Baryadi, I Praptomo. 2002. Dasar-Dasar Analisis Wacana dalam Ilmu Bahasa. Yogyakarta: Pustaka Gondho Suli.

Dardjowidjojo, Soenjono. 2003. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Gunarwan, Asim. 1994. “Pragmatik: Pan-dangan Mata Burung” dalam Soejono Dardjowidjojo (Peny.). Mengiring Rekan Sejati: Festschrift Buat Pak Ton. Jakarta: Unika Atma Jaya.

Herawati. 2015. Kalimat Perintah dalam Bahasa Jawa. Yogyakarta: Azza Grafika.

Indiyastini, Titik. 2013. “Paragraf Hortatori dalam Bahasa Jawa: Kajian Unsur-Unsur Pembentuk dan Penandanya” dalam

Widyaparwa, Volume 41, Nomor 2. Yogyakarta: Balai Bahasa Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Rohmadi, Muhammad. 2004. Pragmatik, Teori, dan Analisis. Yogyakarta: Lingkar Media. Sudaryanto. 2001. Metode dan Teknik Analisis

Bahasa: Pengantar Penelitian Wahana Kebu-dayaan secara Linguistik. Yogyakarta: University Press.

Tim Redaksi. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

(30)

NOTULA PRESENTASI MAKALAH DISKUSI ILMIAH

(LOKAKARYA HASIL PENELITIAN)

BALAI BAHASA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN BAHASA

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA ARAB

FAKULTAS ADAB DAN ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

BALAI PENGKAJIAN PENGEMBANGAN KOMUNIKASI DAN

INFORMATIKA (BPPKI) YOGYAKARTA

KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK

INDONESIA

Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta, 7 – 9 Oktober 2015

Judul : “Tindak Tutur pada Wacana Perbintangan dalam Majalah Berbahasa

Jawa”

Penyaji : Titik Indiyastini

Moderator : Sri Nardiati

Notulis : Tarti Khusnul Khotimah

Hari, tanggal : Kamis, 8 Oktober 2015

Waktu : 13.00—15.00

Pertanyaan/saran :

1. Mardjoko Idris (UIN Yogyakarta) Tanya (usulan/saran):

- Bagaimana kalau sistematika dikelompokkan menjadi tiga. Dalam hal ini, tuturan dalam wacana perbintangan dibagi menjadi tiga, yaitu (i) deklaratif, (ii) imperatif, dan (ii) interogatif. Dari sini kemudian dianalisis isi, tujuan, dan fungsi masing-masing tuturan tersebut.

- Kenapa dalam pembahasan ujug-ujug sebuah tuturan sudah disimpulkan, misalnya, kata becik untuk ‘menyarankan’? Seharusnya dimulai dengan analisis konteks baru kesimpulan.

Jawab:

(31)

- Dalam wacana perbintangan seperti ini, saya melihat predikatnya terpotong, sedangkan subjeknya tidak tampak.

- Untuk sistematika yang Bapak Marjuki usulkan, akan saya pertimbangkan.

2. Herawati (Balai Bahasa DIY) Tanya (saran):

Sepengetahuan saya, kalau dalam “perbintangan” digunakan istilah, misalnya, Cancer, Taurus, dst. tetapi untuk neptu digunakan istilah, misalnya, Selasa Paing, dst. Dalam makalah ini nampak tumpang tindih. Jadi, kalau Cancer, ya, diperbandingkan dengan Virgo, bukan dengan neptu. Kalau dicermati sebenarnya hanya dibolak-balik.

Jawab:

(32)

IMPERATIF DIREKTIF DALAM GAYA BAHASA

AL-QURÂN: ANALISIS TINDAK TUTUR

DIRECTIVE IMPERATIVE IN AL- QURÂN: SPEECH ACT ANALYSIS

Mardjoko Idris

Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga. mardjokoidris@yahoo.co.id

Abstrak

Alquran adalah kalam Allah yang tertulis dengan bahasa Arab. Dalam menyampaikan pesannya, al-Quran menggunakan gaya bahasa yang berbeda-beda, antara lain kalimat deklaratif, imperatif, dan interogatif. Penelitian ini terfokus pada kalimat imperatif dengan analisis tindak tutur. Kalimat imperatif adalah kalimat yang menuntut sebuah tindakan dari lawan tutur, dari pihak atas pada pihak bawah. Diasumsikan tidak semua kalimat imperatif tersebut difungsikan untuk makna konvensional yang menuntut datangnya tindakan dari lawan tutur.Makna di luar makna aslinya tesebut dapat diketahui melalui kajian tindak tutur, dengan terlebih dahulu memahami konteks yang menjadi latar lahirnya tuturan kalimat imperatif tersebut. Teori yang digunakan ialah pragmatik, khususnya tindak tutur. Metode yang digunakan ialah metode simak dengan teknik catat. Penelitian terhadap kalimat imperatif dengan analisis tindak tutur ini menemukan empat piranti perintah, yaitu fi’il amr, fi’il mudhâri’ yang didahuli oleh lâmamr, ismu fi’li amr dan bentuk mashdar yang difungsikan untuk perintah. Kalimat imperatif selain berfungsi untuk makna asli, juga difungsikan untuk makna lain, seperti untuk tujuan do’a (permohonan), ta’jîz (melemahkan), taswiyah

(menyamakan), dan tahdîd (ancaman).

Kata kunci: tindak tutur, kalimat imperatif, makna majazi

Abstract

Alquran is the word of God written in Arabic. In delivering its message, the Quran uses different styles, there are declarative, imperative and interrogative sentence. This study focuses on imperative sentence with speech acts analysis. Imperative sentence is a sentence that demands an act of speech partner, from top to bottom. It is assumed that not all imperative sentences for conventional meaning that demand certain actions from speech partner. The meaning beyond its original meaning can be known through speech act study, by firstly understanding the background context of the existence of imperative sentence. Theory of this study is pragmatics, particularly speech act. The method employed is reading method with recording technique. The research result of the imperative sentence with the analysis of speech acts is this imperative sentence has four command tools, namely fi ‘il amr, fi’ il mudhari ‘preceded by lam amr, amr fi’li ismu and a form of mashdar which functions to give command. Besides its original meaning as imperative sentence, it is also used for other meanings, such as for praying (request), for ta’jiz (weaken), for taswiyah (equalize), and for tahdid (threat).

(33)

1. Pendahuluan

Bahasa merupakan alat penghubung an-tarmanusia yang digunakan untuk menyam-paikan pikiran, perasaan, serta sesuatu yang lain. Dengan demikian, bahasa merupakan se-suatu yang tak terpisahkan dari kehidupan umat manusia (Anwar, 1990: 67). Pada sisi lain, manusia dikenal sebagai makhluk indi-vidu, di samping juga sebagai makhluk sosial. Ia selalu hidup bersama dengan yang lainnya dan membentuk sebuah kelompok sosial yang kemudian dikenal dengan nama masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhannya, mereka selalu mengadakan komunikasi satu sama lainnya.

Bahasa juga merupakan alat ekspresi ga-gasan yang tidak dapat dipisahkan dari in-teraksi sosial (Sudiati, 1996: 9). Ini mengandung arti bahwa jika terjadi interaksi sosial dalam sebuah masyarakat, mereka menggunakan ba-hasa itu. Pemakaian baba-hasa dalam interaksi so-sial tidak hanya berkaitan dengan faktor-faktor sosial, tetapi juga dengan faktor-faktor situasio-nal masyarakat penuturnya. Faktor-faktor tersebut antara lain waktu terjadinya tuturan, topik pembicaraan, maksud tuturan, serta latar belakang yang menjadi sebab lahirnya sebuah tuturan (Suwito, 1985: 3). Dengan demikian, pengetahuan tentang latar belakang sosial bu-daya suatu tuturan sangat diperlukan di dalam memahami maksud serta tujuan sebuah tuturan, termasuk tuturan yang terdapat da-lam kitab Alquran.

Alquran merupakan media interaksi an-tara Allah SWT dengan hamba-Nya. Interaksi tersebut menggunakan sebuah alat yang dike-nal dengan nama bahasa, dalam hal ini adalah bahasa Arab. Penggunaan bahasa Arab sebagai sarana komunikasi termaktub dalam QS an-Nahl [16]: 103, QS Yusuf [12]: 2, QS ar-Ra’du [13]: 37, QS Fushshilat [41]: 3, QS az-Zuhruf [43]: 3, dan QS al-Ahqâf [46]: 12. Dalam in-teraksi tersebut, Alquran menggunakan bera-gam kalimat, antara lain kalimat deklaratif ( ka-lamkhabar), kalimat imperatif (kalam amr), dan kalimat interogatif (kalam istifhâm).

Kalimat deklaratif adalah kalimat yang dipakai jika penutur ingin menyatakan sesuatu dengan kepada lawan tuturnya (Arifin, 2000: 87). Kalimat imperatif adalah kalimat perintah yang dipakai jika penutur ingin menyuruh atau melarang orang berbuat sesuatu (Arifin, 2000: 87). Kalimat interogatif adalah kalimat pertanyaan yang dipakai jika penutur ingin memperoleh informasi atau reaksi (jawaban) yang diharapkan (Arifin, 2000: 88).

Kalimat tidak hanya digunakan secara konvensional atau sesuai dengan modus-mo-dus tuturan, misalnya kalimat deklaratif digu-nakan untuk menginformasikan sesuatu ke-pada lawan tutur, kalimat interogatif untuk menanyakan sesuatu, dan kalimat imperatif untuk menyatakan perintah, ajakan, dan per-mintaan atau permohonan. Kalimat-kalimat tersebut juga sering digunakan untuk tujuan-tujuan yang tidak langsung, seperti kalimat de-klaratif dan kalimat interogatif yang diguna-kan untuk menyuruh dan kalimat imperatif yang digunakan untuk tujuan di luar wujud formalnya. Tuturan-tuturan yang digunakan secara konvensional tersebut dinamakan tu-turan langsung (direct speech), sedangkan tutur-an ytutur-ang digunaktutur-an secara tidak konvensional tersebut dinamakan tuturan tak langsung ( in-direct speech) (Wijana, 1996: 30, Rahmadi, 2004: 33).

Makalah ini akan membicarakan kalimat imperatif dalam Alquran. Diangkatnya per-soalan kalimat Imperatif dalam Alquran ini le-bih dilatari oleh banyaknya kalimat perintah dalam Quran yang digunakan di luar makna yang sebenarnya. Untuk memahami makna di luar makna aslinya tersebut, dibutuhkan pen-dekatan tindak tutur.

(34)

untuk tujuan-tujuan retorik tersebut hingga kini masih jarang dikaji oleh para pemerhati. Oleh karenanya, peneliti bermaksud mengang-kat kalimat imperatif dalam Alquran untuk me-nemukan maksud seperti yang dikehendaki oleh penuturnya. Untuk itu, diterapkan pende-katan pragmatik tindak tutur.

Dalam penelitian kalimat imperatif ini, ada dua fokus masalah yang akan diungkap berda-sar analisis tindak tutur, dan dirumuskan seba-gai berikut.

- Bagaimana deskripsi pembentukan struk-tur kalimat imperatif dalam Alquran? - Bagaimana makna tindak tutur pada

kali-mat imperatif dalam Alquran?

Penelitian dengan fokus kajian kalimat im-peratif direktif dalam Alquran dengan analisis tindak tutur ini diharapkan dapat menemukan dan memetakan bentuk-bentuk struktur kali-mat imperatif dalam Alquran serta fungsi-fungsi pragmatik tindak tuturnya.

Penelitian kalimat imperatif ini diharapkan bermanfaat untuk mengungkap maksud-mak-sud tuturan dalam Alquran, khususnya tu-turan imperatif dalam Alquran dengan analisis pragmatik tindak tutur.

2. Kerangka Teori

Ilmu bahasa pragmatik merupakan salah satu cabang ilmu bahasa yang masih tergolong muda bila dilihat dari perkembangannya (Leech, 1998: 1-2). Banyak ahli bahasa yang memberikan perhatian serius terhadap ilmu ini sehingga dalam waktu yang tidak terlalu lama, ia mengalami perkembangan yang pesat. Per-kembangan ini sejalan dengan tingginya kesa-daran para ahli bahasa terhadap kajian peng-gunaan bahasa dalam komunikasi.

Pengertian yang diberikan para ahli ter-hadap ilmu bahasa pragmatik antara lain se-bagai berikut. Leech (1998: 1-2) berpendapat, “Pragmatics studies meaning in relation to speech situation” (Pragmatik mempelajari makna

da-lam hubungannya dengan situasi ujar). Menu-rut Levinson, pragmatik adalah ilmu bahasa yang mempelajari relasi-relasi antara bahasa dan konteks tuturan (pragmatics is the study of those relations between language and contexs)

(Levinson, 1991: 9). Sementara, menurut Frank Parker, pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari bagaimana bahasa itu digu-nakan dalam komunikasi (pragmatics is the study of how language is used to communicated)

(Parker, 1997: 9). Jacob L. Mey (1994: 5) menge-mukakan bahwa pragmatik adalah ilmu ba-hasa yang mempelajari pemakaian atau peng-gunaan bahasa yang pada dasarnya selalu harus ditentukan oleh konteks situasi tutur di dalam masyarakat dan wahana kebudayaan yang mewadahi dan melatarbelakanginya, (pragmatics is the sience of language seen in relation to its users) (Mey, 1994: 5).

Mengingat yang dikaji dalam ilmu bahasa pragmatik adalah maksud tuturan si penutur, dalam beberapa hal, kajian pragmatik sejajar dengan semantik, yakni cabang ilmu bahasa yang mengkaji makna bahasa. Perbedaan yang sangat mendasar adalah pragmatik mengkaji makna satuan lingual tertentu secara eksternal, sedangkan semantik mengkaji makna satuan lingual secara internal.

2.1 Tindak Tutur (Speech Act)

Konsep tindak tutur ini pertama kali dike-nalkan oleh Austin (1911-1965) pada tahun 1962 dalam bukunya yang berjudul How to do Things with Word? Dalam bukunya itu, Austin membedakan antara ujaran performatif, konstatif, dan deskriptif.

Teori tindak tutur ini semula adalah bahan kuliah, kemudian dibukukan oleh J. O. Urmson dengan judul How to do Things with Word?

Akan tetapi, teori tindak tutur ini baru ber-kembang secara mantap setelah Searle, murid Austin, (1969) menerbitkan buku yang berjudul

(35)

komunikasi bahasa bukan sekadar lambang, kata, atau kalimat, tetapi akan lebih tepat apa-bila disebut produk atau hasil dari lambang, kata, atau kalimat yang berwujud perilaku tin-dak tutur. Tegasnya, tintin-dak tutur adalah pro-duk atau hasil dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu dan merupakan kesatuan terkecil dari komunikasi bahasa. Tindak tutur ini dapat berwujud pernyataan, pertanyaan, atau perin-tah. Oleh sebab itu, mungkin sekali, dalam se-tiap tindak tutur, penutur menuturkan kalimat yang berbeda karena dia berusaha menyesuai-kan ujaran dengan konteksnya.

Lebih lanjut Searle mengemukakan, seti-daknya ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur, yakni tindak lokusi (locutionary act), tindak ilokusi ( illocu-tionary act), dan tindak perlokusi (perlocusionary act) (Searle, 1969: 23-34).

Parera (2004: 267) memberikankan ko-mentar terhadap gagasan Austin dengan me-ngatakan bahwa J.L. Austin tidak puas akan pemaknaan secara tradisional dengan pende-katan referensial dan kognitif. Oleh karenanya, Austin mencoba membedakan makna tutur atas lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Tindak tutur lokusi adalah tindak pertuturan yang mengan-dung referensial dan kognitif, dan para filsuf sudah puas dengan penjelasan makna lokusi ini. Austin meninggalkan pertanyaan what do sentences mean dan beralih ke pertanyaan what sort of act do we perform in uttering a sentence. Di sini Austin menyebutkan daya ilokusi dari se-buah tuturan. Daya ilokusi dilaksanakan oleh si pembicara dengan membuat sebuah tutur. Tindak ilokusi itu adalah suatu tindak yang di-pandang dari sudut pertuturan memenuhi satu sistem interaksi masyarakat bahasa. Austin juga menyatakan bahwa tutur ilokusi berlang-sung dalam keadaan menyenangkan dan mengenakkan. Sementara, tindak perlokusi adalah tindak tutur untuk menimbulkan atau menyebabkan konsekuensi tertentu pada pen-dengar/pembaca atau orang lain.

2.2 Kontesks

Brown menyebutkan bahwa komponen-komponen tutur yang merupakan unsur-unsur konteks ada delapan macam, yaitu: (1) penutur (addresser), (2) pendengar (addressee), (3) pokok pembicaraan (topic), (4) latar (setting), (5) peng-hubung: bahasa lisan/tulisan (channel), (6) dialek/stailnya (code), (7) bentuk pesan (message), dan (8) peristiwa tutur (speechevent) (Rani, dkk., 2006: 190-191).

3. Metode Penelitian

Penelitian ini akan berupaya mendeskrip-sikan fenomena kalimat imperatif dalam peris-tiwa tutur dalam Alquran. Kalimat imperatif tersebut diasumsikan tidak semuanya dimak-sudkan secara konvensional sehingga yang me-nuntut datangnya jawaban dari lawan tutur. Namun, lebih banyak dimaksudkan untuk tu-juan-tujuan lain di luar tujuan yang sebenar-nya.

Langkah-langkah dalam penelitian ini adalah memberikan tanda terhadap kalimat imperatif yang ada di dalam Alquran, kemu-dian melakukan pencatatan. Langkah selanjut-nya, menganalisis kalimat imperatif dari aspek struktur pembentukannya. Setelah itu, menen-tukan kalimat imperatif yang mempunyai mak-na hakiki dan makmak-na majazi/retorik. Terhadap kalimat imperatifyang mempunyai makna ma-jazi, akan dianalisis berdasarkan analisis prag-matik tindak tutur, yang meliputi tindak lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Terakhir dilakukan pengambilan kesimpulan.

4. Hasil dan Pembahasan

4.1 Kalimat Imperatif Direktif

(36)

itu datangnya dari arah yang lebih tinggi. Dengan redaksi yang sedikit berbeda Sayyid al-Hasyimi (1998: 77) mendifinisikan al-Amr de-ngan tuntutan dilakukannya suatu perbuatan dari lawan tutur, dan tuntutan itu datangnya dari arah yang lebih tinggi.

Kalimat perintah ini mempunyai empat piranti (Basyuni Abdul Fattah, 1998:286, Abd Al-Aziz Atiq, 2004: 62-64): (1) Bentuk Perintah

( ), baik dari fi’il tsulasi (kata kerja yang

terdiri atas tiga huruf), rubâ’i (kata kerja yang terdiri atas empat huruf), khumâsi (kata kerja yang terdiri atas lima huruf), maupun sudâsi

(kata kerja yang terdiri atas enam huruf).

Semi-sal (Sembahlah Allah siang

dan malam),

(Berbuat baiklah Anda sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu). Kata

ﺪــﺒﻋﺍ

(u’bud/

sembahlah) dan kata (ahsin/berbuat baiklah Anda) adalah kata kerja perintah. (2)

Fi’il mudhâri’ yang didahului oleh lam perintah.

Semisal

(Hen-daklah Ibrahim membaca al-Quran tiap hari),

juga kalimat

(Hendaklah tiap orang Muslim memulai peker-jaannya dengan membaca basmalah). Kalimat

(liyaqra’/hendaklah ia membaca) dan

(liyabda’/hendaklah ia memulai) adalah kata kerja mudhari ’yang didahului oleh lâm

perintah. (3) Isim fi’il amr ( ).

Se-misal (Marilah menunaikan

shalat) juga (Marilah

menca-pai keuntungan), dan (4) Bentuk mashdar yang

menggantikan bentuk fi’il amr-nya

( ). Semisal

(Dan terhadap orang tua,

hendaklah engkau berbuat baik). Kata ihsânan

adalah berbentuk mashdar, tetapi difungsikan sebagai kata kerja perintah (ahsin).

Berikut ini disampaikan beberapa ayat al-Quran yang menggunakan bentuk kalimat imperatif direktif dalam bahasa al-Qurân:

Artinya:

Hai Yahya, ambillah Al-Kitab (Taurat) itu dengan sungguh- sungguh’ (QS. Maryam: 12).

Artinya:

Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hen-daklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang me-lainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan (QS. Ath-Thalâq: 7).

Artinya:

(37)

Orang-orang yang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah SWT itu luas (QS. Az-Zumar: 10).

Pada contoh tersebut di atas yang menjadi kalimat deklaratif adalah ujaran yang berbunyi

(Bumi Allah SWT itu luas).

Ayat ini turun dalam konteks perintah Allah kepada kaum Muslimin agar mempersiapkan diri melakukan hijrah dari Makah ke Madinah, serta menyuruh mereka agar bersikap tabah lantaran meninggalkan tanah air, anak ke-luarga, dan handai tolan. Dalam pelaksanaan hijrah ini, Allah SWT juga memberi kabar gem-bira bahwa kaum muslimin akan mendapatkan ketenangan dalam melakukan perintah-perin-tah-Nya. Hal itu tampak dalam firman-Nya

yang singkat (Bumi Allah SWT

itu luas). Ash-Shabuni (1973) memahami kali-mat berita tersebut sebagai kalikali-mat imperatif,

yaitu

(hendaklah kamu sekalian hijrah dari kampung kekafiran [Makah] menuju pada kampung keimanan [Madinah]).

Bila dicermati dari perspektif tindak tutur, dapat dikemukakan bahwa tindak lokusinya dari ujaran tersebut adalah wujud formal dari kalimat deklaratif itu sendiri, yaitu pemberita-huan dari penutur (Allah SWT) kepada petutur (kaum Muslimin) bahwa bumi Allah itu luas, tidak hanya sebatas kota Makkah. Tindak ilo-kusinya adalah memberi rasa optimisme dalam menghadapi hidup ini, terutama tindakan hi-jrah dari Makah ke Madinah. Tindak perloku-sinya (efek yang ditimbulkan dari ujaran terse-but), yaitu kaum muslimin segera meninggal-kan kota Makkah dan hijrah ke Madinah de-ngan niat semata-mata melaksanakan perintah Allah dan dalam rangka memperjuangkan agama-Nya.

yang telah kamu kerjakan. Maksudnya: kesesatan orang lain itu tidak akan memberi mudharat kepadamu, asal kamu telah mendapat petunjuk. Tapi tidaklah berarti bahwa orang tidak disuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar (QS. QS. Al-Mâidah: 105).

Artinya:

dan berbuat baiklah kepada ibu bapa (QS. An-Nisâ: 36)

Kata khudz ’ambillah’, liyunfiq ‘hendaklah memberi nafkah’, ‘alaikum anfusakum ‘jagalah dirimu’, dan ihsânan ’berbuat baiklah’ adalah piranti kalimat perintah dalam bahasa Arab. Kata khudz adalah bentuk fi’il amr dari kata ker-ja akhadza yang berarti mengambil. Kata liyunfiq

adalah bentuk fi’il mudhâri’ yang didahului oleh

lâm al-amr yang berfungsi menjadikan kata ker-ja mudhari’ tersebut menker-jadi perintah (hendak-lah memberi nafkah). Kata dinamakan bentuk

isim fi’il amr yang mempunyai arti jagalah diri-mu; sedangkan kata ihsânan adalah berbentuk mashdar yang difungsikan sebagai fi’il amr

(kata kerja perintah) yang berarti (ahsin) ber-buat baiklah kamu kepada orang tua.

Dalam pandangan Searle, kalimat impera-tif yang disampaikan oleh penutur kepada mi-tra tutur tidak harus linear dengan wujud for-malnya. Kalimat imperatif juga dapat digunakan untuk maksud-maksud lain, seperti anjuran, ancaman, dan permohonan.

4.2 Kalimat Deklaratif yang Difungsikan sebagai Imperatif

Artinya :

(38)

Artinya :

Sesungguhnya pada diri Rasulullah ada teladan yang baik bagi kamu, yaitu bagi orang yang mengharap [rahmat] Allah dan [kedatangan] hari akhir dan dia ba-nyak menyebut Allah (QS. al-Ahzâb: 21).

Pada ayat tersebut di atas, penuturnya adalah Allah SWT, sedangkan lawan tutur adalah orang-orang mukmin. Kalimat ini ber-modus kalimat deklaratif, yaitu Allah SWT se-bagai penutur memberitahukan kepada orang-orang Mukmin bahwa Rasul Muhammad me-rupakan contoh atau suri tauladan bagi orang yang berharap kebahagiaan dunia dan akhirat. Kalimat tersebut tidak sekadar memberi infor-masi kepada lawan tutur berkenaan dengan diri Muhammad sebagai contoh yang baik, me-lainkan juga sebagai perintah kepada orang-orang mukmin untuk mengikuti kepribadian Rasul dalam keikhlasan, perjuangan, serta kesabarannya.

Demikian juga, kalimat

(Dan dia banyak menyebut nama Allah), ada-lah kalimat bermodus deklaratif. Namun, di sini penutur (Allah) tidak sekadar memberi ta-hu kepada lawan tutur tentang sifat seseorang yang berharap kepada Allah, melainkan kali-mat deklaratif tersebut juga dimaksudkan seba-gai perintah untuk memperbanyak menyebut

asma Allah Ta’ala. Dalam hal ini Ali

ash-Sha-buni (tth. 287) mengatakan

(dan hendak-lah memperbanyak menyebut nama Alhendak-lah, baik dengan lisan maupun dengan hatinya). De-ngan demikian, kalimat deklaratif tersebut ti-dak saja berfungsi memberi tahu kepada lawan tutur, melainkan juga difungsikan sebagai

pe-rintah untuk mengikuti jejak Rasul di dalam semua perkataan, perbuatan, dan keberada-annya.

4.3 Aspek Tindak Tutur dalam Kalimat Imperatif Direktif

Tidak semua bentuk imperatif dimaksud-kan untuk makna aslinya atau makna lokusi, yaitu menuntut datangnya perbuatan dari la-wan tutur. Perintah tersebut kadang dimaksud-kan untuk makna-makna lain atau makna ilokusi. Makna itu dapat diketahui berdasarkan konteks (siyâq) lahirnya perintah tersebut. Un-sur-unsur konteks antara lain siapa penutur, lawan tutur, dan seting keadaan.

Perhatikan pernyataan Basyuni Abdul Fattah (1998: 287) melalui teks berbahasa Arab berikut ini:

Pada dasarnya, kalimat impertif atau amr

itu adalah menuntut datangnya suatu perbuat-an dari penutur kepada lawperbuat-an tutur, dperbuat-an per-buatan itu belum terjadi pada saat tuturan pe-rintah itu disampaikan. Dalam pepe-rintah terse-but penuturnya adalah pihak atasan, sedang-kan yang diperintah adalah pihak bawahan. Namun, kadang perintah tersebut keluar dari makna dasarnya dan difungsikan untuk makna atau tujuan lain, sesuai dengan yang ditunjuk oleh konteks yang melatari lahirnya perintah tersebut.

Gambar

Gambar 2: Insert Berita
Tabel 1
Tabel 1Tabel 2
Tabel 4
+6

Referensi

Dokumen terkait

Jumlah suku pertama dan suku ketiga suatu barisan geometri sama dengan 3, sedangkan jumlah suku kedua dan suku keempat sama dengan 3/2  2.. suku pertama dan rasionya

Pengacuan terhadap dua atau beberapa pustaka yang ditulis oleh pengarang yang sama pada tahun sama dilakukan dengan menambahkan huruf ”a” untuk pertama, ”b” untuk yang kedua,

 Keselarasan atau kesesuaian dua huruf vokal yang membentuk dua suku kata pada kata dasar, iaitu pasangan di antara huruf vokal pada suku kata praakhir

Tujuan terapi yang kedua yaitu mengucapkan kalimat yang terdiri dari 6-12 suku kata pada kategori fungsi benda pada pertemuan pertama anak belum mampu sama sekali untuk

Kata dasar bahasa Melayu Jawi yang mengandung bunyi vokal /a/ terbuka pada posisi awal kata dilambangkan dengan huruf alif dan ejaan vokal /a/ pada posisi tengah tidak

Pengaruh vokal /i/ dalam distribusi sufiks –ance dan –ence tersebut terletak dalam posisi yang sama, yaitu antara dua konsonan pada silabe akhir dan sebelum konsonan pada

Data (68) menunjukkan adanya asonansi vokal /i/ terbuka yang diulang sebanyak lima kali pada suku kata terakhir dari kata ik i ‘ini’ pada baris pertama, marèn i

Kesalahan pada data di atas terletak pada pelafalan bunyi vokal kata cool. Pelafalan vokal kata tersebut seharusnya berbunyi /u:/ akan tetapi mahasiswa melafalkannya