• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manusia Jawa dan Pandangannya dalam Menjalani Hidup

Dalam dokumen PROSIDING ILMIAH KEBAHASAAN DAN KESASTRA (Halaman 185-192)

CULTURAL MEANING OF TAK LELA LELA LEDUNG SONG AN ENTHOLINGUISTIC STUDY

4. M ak na Budaya pada Tembang Tak Lela Lela Ledhung

4.4 Manusia Jawa dan Pandangannya dalam Menjalani Hidup

Seorang anak diharapkan dapat bergaul dengan baik dalam masyarakat. Mereka harus dapat berlaku ajur-ajer. Selain harus berlaku

ajur-ajer, anak harus dapat tampil berwibawa

dan menjadi orang yang tatag ’kukuh, tidak ber- gerak, tidak punya kekhawatiran’ (Poerwodar- minto, 1939). Penggambaran ini merupakan wujud kebiasaan masyarakat Jawa dalam men- jalani kehidupan. Hal ini seperti tampak dalam lirik berikut.

Tak léla léla léla lédhung… Cup menenga aja pijer nangis Anakku sing ayu rupané Nèk nangis ndhak ilang ayuné

’Tak lela lela lela ledung

Diamlah jangan menangis terus Anakku yang berwajah cantik

Kalau menangis nanti bisa hilang kecantikannya’

Lirik /Cup menenga aja pijer nangis//

Anakku sing ayu rupané//Nèk nangis ndhak ilang ayuné/ merupakan satu rangkaian pesan utuh agar si anak berhenti menangis. Berdasarkan logika ilmiah, hal ini tidak masuk akal. Makna yang terkandung dalam lirik tersebut adalah orang tua mengharapkan si anak menjadi anak yang tegar dan kuat, berwibawa, tidak mudah mengeluh. Orang yang suka mengeluh atau lemah tentu tidak dipandang sebagai orang yang berwibawa. Kecantikan atau ketampan- an, berdasarkan lirik tersebut, dipandang seba- gai suatu kewibawaan seseorang, bukan seka- dar kecantikan/ketampanan fisik.

5. Penutup

Berdasarkan penelitian yang telah dilaku- kan dapat diambil kesimpulan bahwa dalam tembang “Tak Lela Lela Ledhung” tidak sekadar tembang pengantar tidur bagi anak-anak. Se- tiap lirik dalam tembang tersebut sarat dengan makna yang berangkat dari budaya Jawa. Tem- bang tersebut merupakan bentuk doa dan ha- rapan orang tua terhadap anak-anak mereka. Harapan-harapan tersebut meliputi harapan orang tua agar anaknya menjadi anak yang te- gar dan kuat, menghormati orangtua, berguna bagi nusa dan bangsa. Selain itu, ditemukan

makna simbolis yang ditunjukkan dengan penggunaan batik kawung. Makna simbolis itu

menyiratkan bahwa orang tua akan mengasuh anak-anak mereka agar kelak menjadi anak yang mampu menyeimbangkan kehidupan di dunia dan akhirat, menjadi anak yang bijak- sana dalam setiap langkah kehidupannya.

Makna budaya yang ditemukan dalam tembang “Tak Lela Lela Ledhung” berkenaan dengan bagaimana seharusnya manusia ber- laku sebagai orang tua, anak, maupun sebagai anggota masyarakat. Manusia sebagai orang tua memiliki kewajiban mengasuh dan mendi- dik putra-putrinya menjadi manusia utama, tidak sekadar untuk mencapai kesejahteraan materi, melainkan juga kemuliaan dunia akhirat. Sementara itu, sebagai anak, seseorang mempunyai kewajiban untuk menghormati orang tua serta dapat menjaga nama baik orang tua. Selain dua kewajiban tersebut, ada kewajiban yang lain, yaitu kewajiban antara manusia terhadap manusia yang lain. Sese- orang harus mampu menjaga keseimbangan dalam bersikap dan bertingkah laku. Semua itu ada dalam ajaran masyarakat Jawa yang seca- ra turun-temurun diwariskan kepada anak cu- cu sehingga menjadi budaya tersendiri, yaitu budaya orang tua dalam mendidik anak.

Daftar Pustaka

Baehaqie, Imam. 2014. “Jenang Mancawarna sebagai Simbol Multikulturalisme Masya- rakat Jawa” dalam Jurnal Komunitas: Re- search & Learning in Sociology and Anthro- pology, volume 6, nomor 1. Semarang: Unnes.

Bratawijaya, Thoman Wiyasa. 1997. Meng-

ungkap dan Mengenal Budaya Jawa. Jakarta: PT Pradnya Paramita.

Danandjaja, James. 2002. Folklore Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dan Lain-Lain. Jakarta: PT Pustaka Grafiti

Farida, dkk. 2012. Refleksi Filosofi Jawa dalam Tembang Dolanan. Semarang: Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah.

Hardjowirogo, Marbangun. 1983. Manusia

Jawa. Jakarta: Yayasan Idayu.

Hery, Mansur dan Damanhuri Muhammad. 2003. Hermeneutika, Teori Baru mengenai Interpretasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Mahsun. 2007. Metode Penelitian Bahasa:

Tahapan, Strategi, Metode, dan Tekniknya. Jakarta: PT. Raja Grafndo Persada.

Moleong, Lexy J. 2013. Metode Penelitian

Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Mulder, Niels. 1985. Pribadi dan Masyarakat di

Jawa. Jakarta: Sinar Harapan.

Poerwodarminto, W.J.S. 1939. Baoesastra

Djawa. Batavia: J.B. Wolters’ Uitgevers Maatschappij N.V. Groningen.

Rizali, Nanang. 2001. “Tinjauan Filosofis dan Semiotik Batik Kawung: Suatu Pendekatan

Awal” dalam Wacana Seni Rupa: Jurnal Seni

Rupa dan Desain, Volume 2, 1 Maret 2001. Bandung: P3M STISI.

Santoso, Gandarsih Mulyowati Retno. 1986. “Wanita Jawa dan Kemajuan Jaman”. dalam R.M. Soedarsono dan Gatut Murniatmo (ed.). Nilai Anak dan Wanita

dalam Masyarakat Jawa. Departemen

Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Proyek Penelitian dan Pengkajian, Kebudayaan Nusantara, Bagian Jawa.

Sumber Internet

h t t p s : / / j v . w i k i p e d i a . o r g / w i k i / Tak_Lelo_Lelo_Lelo_Ledung, diakses tanggal 14 September 2015, pukul 09.00 h t t p s : / / i d . w i k i p e d i a . o r g / w i k i /

Wewe_Gombel, diakses tanggal 7 September 2015, pukul 13.00.

http://bintangjiwaku.blogspot.co.id/2010/ 1 1 / p e n d e k a t a n v e r s t e h e n - m a x - webber.html, diakses tanggal 13 Oktober 2015, pukul 15.50

h t t p s : / / i d . w i k i p e d i a . o r g / w i k i / Wilhelm_Dilthey, diakses tanggal 13 Oktober 2015, pukul 14.00

h t t p : / / w w w . a n g e l f i r e . c o m / j o u r n a l / fsulimelight/hermen.html, diakses tanggal 27 Oktober 2015, pukul 15.00.

NOTULA PRESENTASI MAKALAH DISKUSI ILMIAH

(LOKAKARYA HASIL PENELITIAN)

BALAI BAHASA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN BAHASA

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA ARAB

FAKULTAS ADAB DAN ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

BALAI PENGKAJIAN PENGEMBANGAN KOMUNIKASI DAN

INFORMATIKA (BPPKI) YOGYAKARTA

KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK

INDONESIA

Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta, 7 – 9 Oktober 2015

Judul : “Makna Budaya Tembang Tak Lelo Lelo Ledhung : Sebuah Tinjauan

Etnolinguistik”

Penyaji : Nur Ramadhoni Setyaningsih

Moderator : Tri Saptarini

Notulis : Nanik Sumarsih

Hari, tanggal : Jumat, 9 Oktober 2015

Waktu : 08.00-09.45

Pertanyaan/saran : Widada:

1. Tembang Jawa itu penuh falsafah. Untuk itu, sebaiknya dibandingkan antartembang

sehingga makna dapat diketahui dengan jelas. Dengan demikian, tembang tak lelo ledung tidak hanya untuk bayi, tetapi untuk orang dewasa juga.

2. Liriknya ada modifikasi karena berbeda dengan zaman saya dulu, misalnya, “tak emban

nganggo jarik kawung”.

3. Kewajiban dari anak tidak tampak dalam teks.

Jawaban :

1. Kalau dibandingkan dengan tembang lain, analisisnya nanti sangat panjang. Tembang

2. Lirik yang saya kenal seperti itu. Nanti saya coba cari lirik yang dianggap paling benar. 3. Kewajiban anak memang tidak tersurat , tetapi harapan orang tua itu yang menjadi

DURASI BUNYI /a/, /E/, /@/, /i/, /o/, /u/

PENUTUR KELOMPOK ETNIS BENGKULU

/a/, /E/, /@/, /i/, /o/, /u/ SOUND DURATION OF

BENGKULU ETHNIC GROUP SPEAKER

Tri Saptarini

Balai Bahasa Provinsi Jawa Barat rini.trisapta@gmail.com

Abstrak

Bahasa Indonesia dituturkan oleh berbagai penutur yang memiliki latar belakang kelompok etnis yang berbeda. Perbedaan etnis itu tecermin melalui perbedaan tekanan kata saat menuturkan bahasa Indonesia. Perbedaan itu menarik untuk dikaji. Kali ini kajian dikenakan pada penutur kelompok etnis Bengkulu. Salah satu penentu atau ciri prosodi tekanan kata adalah durasi vokal. Durasi adalah lama waktu yang diperlukan untuk mengujarkan sebuah bunyi bahasa. Dalam hal ini yang dilihat adalah durasi fonem vokal. Tujuan penelitian adalah mendeskripsikan durasi vokal yang (1) difokuskan dan terletak pada posisi final dan (2) difokuskan dan tidak pada posisi final. Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan teknik pengumpulan data melalui perekaman. Hasil rekaman dipindahkan dalam komputer dengan menggunakan program PRAAT versi 3.9.2.2. Penerapan PRAAT dipilih untuk memastikan kecermatan segmentasi. Hasilnya berupa penghitungan durasi.

Kata Kunci: durasi vokal, segmentasi, kata target

Abstract

Indonesian is spoken by speakers from various backgrounds of different ethnic groups. The difference is reflected through different word stress when Indonesian is spoken. These differences are interesting to study. The sample of the research is Bengkulu ethnic group.One of the characteristics or word stress prosody is the vowel duration. Duration is the length of time required in producing language sound. The emphasis of the analysis is the duration of vowel sound. The study aims at describing vowel sound duration that is focused on (1) the final position and (2) not on the final position. The method applied in the research is descriptive and data collection technique is through record technique. The recording result is transfered into PRAAT program in 3.9.2.2 version. The application of PRAAT is chosen to make sure the segmentation accuracy. The result of the research is shown on the duration calculation.

Keywords: vowel duration, segmentation, target word

1. Pendahuluan

Makalah dengan judul “Durasi /a/, /E/, /@/, /i/, /o/, /u/ Penutur Kelompok Etnis Bengkulu” merupakan salah satu temuan dari penelitian tim proyek Pusat Bahasa (2004) yang berjudul “Tekanan Kata dalam Bahasa Indo- nesia: Penutur Kelompok Etnis Bengkulu”.

Kajian suprasegmental dalam bahasa Indone- sia belum dilakukan terhadap penutur bahasa Indonesia yang dilatarbelakangi berbagai ma- cam etnis. Pada kenyataannya, bahasa Indo- nesia dituturkan oleh berbagai penutur yang memiliki latar belakang kelompok etnis yang berbeda.

Unsur etnis mempengaruhi variasi tekan- an kata dalam bahasa Indonesia. Salah satu penentu tekanan kata adalah durasi. Makalah ini membahas durasi bunyi /a/, /E/, /@/. /i/, /o/, /u/ pada penutur kelompok etnis Bengkulu. Tujuan penelitian adalah mendeskripsikan durasi bunyi/a/, /E/, /@/. /i/, /o/, /u/ pe- nutur kelompok etnis Bengkulu.

2. Kerangka Teori

Beberapa pakar yang telah melakukan penelitian fonologi suprasegmental, antara lain, Halim (1984), Laksman (1994), Zanten (1989). Berdasarkan tinjauan terhadap penelitian yang telah mereka lakukan, dapat dikatakan bahwa kajian suprasegmental dalam bahasa Indonesia belum dilakukan terhadap penutur bahasa Indonesia yang dilatarbelakangi berbagai ma- cam etnis. Sugiyono (2001) meneliti ciri akustik bahasa Melayu Kutai.

Dalam rangka pembakuan bahasa lisan, Pusat Bahasa, yang sekarang bernama Badan Bahasa, pada tahun 2002 mengadakan Pena- taran Penelitian Bahasa Indonesia Ragam Li- san. Pada tahun 2003 Badan Bahasa mengada- kan penelitian tim bahasa lisan, dimulai dengan bahasa lisan yang dituturkan oleh masyarakat bahasa Melayu Betawi di Jakarta dengan judul “Variasi Alofonis Vokal Suku Akhir Bahasa In- donesia: Penutur Kelompok Etnik Betawi” (Kurniawati dkk., 2003). Di dalam penelitian tersebut, salah satu temuannya berbentuk for- man vokal (Kurniawati, 2003) dan durasi vokal Penutur Kelompok Etnis Betawi (Saptarini, 2012). Penelitian selanjutnya adalah “Tekanan Kata dalam Bahasa Indonesia: Penutur Kelom- pok Etnis Bengkulu” (Winarti dkk., 2004). Salah satu temuannya adalah frekuensi vokal Penu- tur Kelompok Etnis Bengkulu (Saptarini, 2009). Tekanan kata dapat terjadi pada kata da- sar dan kata turunan dengan jumlah suku kata yang beragam. Kajian dalam penelitian ini di- batasi pada kata dasar yang bersuku kata dua.

Yang dimaksud dengan tekanan (stress) adalah

sejenis kemenonjolan yang lebih banyak ditan- dai oleh tinggi nada suara (jadi, tonal) dan oleh rentang waktu tempat suku kata bertekanan diucapkan (jadi, temporal) daripada oleh inten- sitas (Halim 1984: 38). Oleh Lapoliwa (1988: 39-40) dijelaskan bahwa tekanan merupakan ciri suprasegmental tuturan yang mencakup seluruh suku kata. Suku kata yang mendapat tekanan diucapkan dengan energi otot yang le- bih besar daripada suku kata yang tidak men- dapat tekanan. Suku kata yang mendapat te- kanan bergantung pada sistem bahasa.

Faktor tinggi nada yang berkaitan dengan tekanan merupakan korelat auditoris kekerap- an fundamental gerakan pita suara, yang di- tandai dengan “siklus per detik” atau Hertz

(Hz). Tinggi nada yang terjadi pada sebuah awal kata dinamakan tinggi nada awal. Tinggi nada tertinggi dalam kata disebut puncak tinggi nada (Halim 1984). Makin tinggi getaran pita suara, makin tinggi pula nadanya. Posisi pita suara untuk fonasi akan mempengaruhi tinggi nada (Lapoliwa 1988: 41). Faktor lain yang mempengaruhi tekanan yaitu durasi. Durasi yang juga disebut rentang waktu adalah pan- jang waktu yang diperlukan untuk mengujar- kan sebuah bunyi bahasa. Durasi dapat ditan- dai oleh permulaan dan akhir terjadinya ujaran (Halim 1984: 43).

3. Metode Penelitian

Metode yang dipergunakan dalam peneli- tian ini adalah metode deskriptif. Teknik pe- ngumpulan data melalui perekaman informan. Hasil rekaman dipindahkan ke dalam komputer dengan menggunakan program PRAAT versi 3.9.2.2. Penerapan PRAAT dipilih untuk me- mastikan kecermatan segmentasi.

Segmen menurut KBBI adalah bagian (KBBI, 2003: 1011). Selanjutnya segmentasi me- nurut KBBI adalah pembagian dalam segmen (KBBI, 2003: 1011). Dengan demikian yang dimaksudkan segmentasi dalam penelitian ini adalah membagi-bagi dalam bagian-bagian lagi. Penerapan PRAT dipilih untuk memas-

tikan kecermatan segmentasi. Namun, lebih dari itu, pemanfaatan program PRAAT lebih untuk mencermatkan pengukuran gelombang bunyi /a/, /E/, /@/. /i/, /o/, /u/ pada kon- disi fokus yang terletak pada posisi final dan posisi nonfinal.

Data yang sudah ada dalam komputer

yang berupa sound dibuka, kemudian diedit

untuk menghilangkan bagian/kata-kata yang tidak menjadi target. Penghilangan bagian-ba- gian kata yang tidak menjadi target dilakukan dengan cara mendengarkan bunyi-bunyi kata target secara saksama dan berulang-ulang su- paya tidak terjadi korup maupun kemubaziran data.

Kata target yang sudah bersih itu ditentu- kan batas atau posisi bunyi konsonan dan vo- kalnya. Penentuan batas bunyi konsonan dan vokal ini juga dilakukan secara saksama agar durasi masing-masing fonem dapat dipertang- gungjawabkan kebenarannya.

Dari kata target yang sudah bersih dan telah disegmentasi dapat diperoleh angka du- rasi masing-masing fonem vokal pada suka kata akhir. Cara memperoleh angka durasi itu ada- lah dengan mengurangi angka maksimal dan minimal yang terdapat pada vokal itu dalam

TextGrid. Angka durasi hanya diambil dua ang- ka di belakang koma. Hal itu untuk mempermu- dah penghitungan sehingga angka-angka durasi.

4. Hasil dan Pembahasan

Penelitian ini menggunakan enam kata target dari sepuluh informan, yaitu baba?, bEbE?,

b@b@k, bibi?, bobo?, dan bubu?. Kata-kata itu ditempatkan dalam dua kalimat deklaratif dengan dua kondisi, yaitu difokuskan dan terletak pada posisi final serta difokuskan dan tidak pada posisi final.

4.1 Kata yang Difokuskan dan pada Posisi

Dalam dokumen PROSIDING ILMIAH KEBAHASAAN DAN KESASTRA (Halaman 185-192)