• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanah Singamita

Dalam dokumen PROSIDING ILMIAH KEBAHASAAN DAN KESASTRA (Halaman 145-150)

VARIOUS SOIL TYPES IN JAVANESE: LEXICAL MEANING STUDY

6) Tanah Singamita

Tanah singamita ialah tanah yang bagian

tengahnya terdapat air atau sumber air. Singa

berarti semacam harimau bulunya kuning;

yang jantan bulu lehernya tebal panjang. Mita

‘tepat, persis’, meta ‘sangat marah’. Mereka

yang menempati rumah di atas tanah singamita

akan selalu sakit-sakitan. Apabila seseorang ter- paksa mendirikan rumah di tanah Singamita,

perlu membuat sarana-sarana sebagai penolak bala, yaitu dengan memendam batu di tengah pekarangan dan membaca surat Al-Fatihah.

6. Penutup

Sampai sekarang, benar tidaknya jenis- jenis tanah yang baik dan tidak baik tersebut masih menjadi prokontra. Ada yang percaya dan ada yang tidak percaya. Orang yang perca- ya, tetapi terpaksa harus menempati tanah ter- sebut akan membuat aneka macam persya- ratan, sebagai sarana untuk melawan kekuatan yang ada dalam tanah tersebut, dengan mem- buat sesaji, dan yang sejenisnya. Masyarakat Jawa memandang rumah, bukan hanya se- kadar tempat tinggal. Rumah dianggap mem- punyai jiwa yang memberikan daya bagi pemi- liknya. Daya yang positif akan memberikan kenyamanan, ketenteraman, dan keharmonis- an penghuninya. Masyarakat Jawa dalam membangun atau membuat rumah akan mem- perhatikan lokasi, bahan atau materialnya, dan waktu mendirikannya. Masyarakat Jawa, da- lam membangun rumahnya, juga mempertim- bangkan arah hadap rumah.

Jenis tanah ada dua, yaitu tanah yang baik dan tidak baik. Sebelas tanah yang baik, yaitu

manikmulya, indrapastha, sangsang buwana, bumi langupulawa, darmalangit, srinugraha, wisnuma- nitis, endragana, srimangepel, arjuna, dan tiga- warna. Enam jenis tanah yang tidak baik, yaitu

sri sadana, dhandhang kekalangan, kalawisa, asu ngelak, sigar penjalin, dan singamita. Ciri sebelas tanah yang baik, yaitu lokasi tanah bagus dan membawa keberuntungan penghuninya. Enam ciri tanah yang tidak bagus, yaitu jenis tanah tidak baik dan membawa ketidakberuntungan penghuninya.

Daftar Pustaka

Aminuddin. 2003. Semantik Pengantar Studi

Tentang Makna. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Chaer, Abdul. 1995. Pengantar Semantik Bahasa Indonesi (Edisi Revisi). Jakarta: PT Rineka Cipta.

—————. 2009. Pengantar Semantik Bahasa

Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta. Erwita Nurdiyanto dan Subandi. 2014.

“Leksikon “Jatuh” dalam Masyarakat Tutur Banyumas Kajian Etnosemantik” dalam Prosiding Seminar Internasional PIBSI XXXVI, 11—12 Oktober 2014, hlm 375.

Fatimah. 1999. Semantik 1 Pengantar ke Arah Ilmu Makna. Bandung: PT Refika.

Nuryantiningsih, Farida. 2014. “Medan Makna Verba Gerak Tangan dan Kaki dalam Bahasa Jawa” dalam Prosiding Seminar Internasional PIBSI XXXVI, 11—12 Oktober 2014, hlm 395.

https://www.google.co.id/rumahtradisional jawa dalam sudut pandang religi oleh Joko Budiwiyanto, diunduh 1 September 2015).

Pateda, Mansoer. 1989. Semantik Leksikal. Ende Flores: Penerbit Nusa Indah.

Sudaryanto. 2015. Metode dan Aneka Teknik

Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian Wa- hana Kebudayaan Secara Linguistis. Yogya- karta: Sanata Dharma University Press. Sumarsono. 2007. Pengantar Semantik. Judul

Asli Semantics, An Introduction to the Science

of Meaning oleh Stephen Ullman.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Suwandi, Sarwiji. 2008. Semantik Pengantar

Kajian Makna. Yogyakarta: Penerbit Media Perkasa.

Tarigan, Henry, Guntur. 1985. Pengajaran

Semantik. Bandung: Penerbit Angkasa) Tim Penyusun Balai Bahasa Yogyakarta. 2011.

Kamus Bahasa Jawa (Bausastra Jawa) Edisi Revisi. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Wijana, I Dewa Putu. 2010. Pengantar Semantik

NOTULA PRESENTASI MAKALAH DISKUSI ILMIAH

(LOKAKARYA HASIL PENELITIAN)

BALAI BAHASA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN BAHASA

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA ARAB

FAKULTAS ADAB DAN ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

BALAI PENGKAJIAN PENGEMBANGAN KOMUNIKASI DAN

INFORMATIKA (BPPKI) YOGYAKARTA

KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK

INDONESIA

Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta, 7 – 9 Oktober 201

Judul : “Aneka Jenis Tanah dalam Bahasa Jawa: Kajian Makna Leksikal”

Penyaji : Wening Handri Purnami

Moderator : Sri Nardiati

Notulis : Tarti Khusnul Khotimah

Hari, tanggal : Kamis, 8 Oktober 2016

Waktu : 13.00—15.00

Pertanyaan/saran :

1. Edi Setiyanto (Balai Bahasa DIY)

Tanya (saran):

- Etnolinguistik ialah mengkaji bahasa dalam kaitannya dengan budaya masyarakat.

Umpamanya, dalam makalah ini disebutkan ada tanah yang tidak baik dan tanah yang tidak baik. Dicontohkan tanah yang tidak baik adalah Tanah Sri Sadana (Sri ‘cahaya, sinar, nyaman, dan indah sekali; banyak rezekinya’ dan Sadana ‘sarana, uang, atau harta’). Mengapa disebut tidak baik, ciri-cirinya apa, dst?

Jawab:

- Untuk contoh tanah yang tidak baik adalah tanah Sri Sadana, ciri-ciri sudah disebutkan

dalam makalah. Juga sudah ada dalam rubrik “Yen Wong Jawa Ngedegake Omah”. Karena Sri Sadana membawa sial, maka dibuat sarana-sarana penolak bala. Ini adalah analisis saya.

2. Emmy Poentarie Tanya:

- Saya lihat, pembahasan hanya terbatas pada makna leksikal nama-nama jenis tanah.

- Pada hlm. 6 disebutkan bahwa data dianalisis dengan menggunakan content analysis

dan di hlm. 7 disebutkan bahwa data dianalisis dengan metode agih. Apakah dalam pembahasan keduanya dipergunakan?

- Saya lihat belum ada temuan dan pembahasan.

Jawab:

Terima kasih untuk masukan dari Ibu Emmy. Memang, saya menganalisisnya baru sebatas analisis makna.

3. Widada (Balai Bahasa DIY)

Tanya (saran):

Teori etnolinguistik ialah cabang linguistik yang mempelajari struktur bahasa berdasarkan cara pandang dan budaya yang dimiliki masyarakat. Jadi analisisnya tidak hanya cukup bahasanya saja, tetapi dari sudut kebudayaan dan pandangan masyarakatnya. Misalnya, mengapa rumah tidak boleh menghadap ke timur/barat? Mengapa tidak baik? Dalam hal ini, menurut pandangan masyarakat Jawa, misalnya, membangun rumah sebaiknya menghadap ke utara/selatan karena menghormati Gunung Merapi/Ratu Selatan. Demikian pula, misalnya, mengapa membangun rumah yang letaknya tusuk sate harus dihindari? Karena rumah letak tusuk sate akan tertabrak, mau parkir saja susah. Jadi, menganalisis secara etnolinguistik, setidaknya seperti itu. Jawab:

REGISTER JUAL BELI DARING (ONLINE)

Dalam dokumen PROSIDING ILMIAH KEBAHASAAN DAN KESASTRA (Halaman 145-150)