VARIOUS SOIL TYPES IN JAVANESE: LEXICAL MEANING STUDY
6) Tanah Singamita
Tanah singamita ialah tanah yang bagian
tengahnya terdapat air atau sumber air. Singa
berarti semacam harimau bulunya kuning;
yang jantan bulu lehernya tebal panjang. Mita
‘tepat, persis’, meta ‘sangat marah’. Mereka
yang menempati rumah di atas tanah singamita
akan selalu sakit-sakitan. Apabila seseorang ter- paksa mendirikan rumah di tanah Singamita,
perlu membuat sarana-sarana sebagai penolak bala, yaitu dengan memendam batu di tengah pekarangan dan membaca surat Al-Fatihah.
6. Penutup
Sampai sekarang, benar tidaknya jenis- jenis tanah yang baik dan tidak baik tersebut masih menjadi prokontra. Ada yang percaya dan ada yang tidak percaya. Orang yang perca- ya, tetapi terpaksa harus menempati tanah ter- sebut akan membuat aneka macam persya- ratan, sebagai sarana untuk melawan kekuatan yang ada dalam tanah tersebut, dengan mem- buat sesaji, dan yang sejenisnya. Masyarakat Jawa memandang rumah, bukan hanya se- kadar tempat tinggal. Rumah dianggap mem- punyai jiwa yang memberikan daya bagi pemi- liknya. Daya yang positif akan memberikan kenyamanan, ketenteraman, dan keharmonis- an penghuninya. Masyarakat Jawa dalam membangun atau membuat rumah akan mem- perhatikan lokasi, bahan atau materialnya, dan waktu mendirikannya. Masyarakat Jawa, da- lam membangun rumahnya, juga mempertim- bangkan arah hadap rumah.
Jenis tanah ada dua, yaitu tanah yang baik dan tidak baik. Sebelas tanah yang baik, yaitu
manikmulya, indrapastha, sangsang buwana, bumi langupulawa, darmalangit, srinugraha, wisnuma- nitis, endragana, srimangepel, arjuna, dan tiga- warna. Enam jenis tanah yang tidak baik, yaitu
sri sadana, dhandhang kekalangan, kalawisa, asu ngelak, sigar penjalin, dan singamita. Ciri sebelas tanah yang baik, yaitu lokasi tanah bagus dan membawa keberuntungan penghuninya. Enam ciri tanah yang tidak bagus, yaitu jenis tanah tidak baik dan membawa ketidakberuntungan penghuninya.
Daftar Pustaka
Aminuddin. 2003. Semantik Pengantar Studi
Tentang Makna. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Chaer, Abdul. 1995. Pengantar Semantik Bahasa Indonesi (Edisi Revisi). Jakarta: PT Rineka Cipta.
—————. 2009. Pengantar Semantik Bahasa
Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta. Erwita Nurdiyanto dan Subandi. 2014.
“Leksikon “Jatuh” dalam Masyarakat Tutur Banyumas Kajian Etnosemantik” dalam Prosiding Seminar Internasional PIBSI XXXVI, 11—12 Oktober 2014, hlm 375.
Fatimah. 1999. Semantik 1 Pengantar ke Arah Ilmu Makna. Bandung: PT Refika.
Nuryantiningsih, Farida. 2014. “Medan Makna Verba Gerak Tangan dan Kaki dalam Bahasa Jawa” dalam Prosiding Seminar Internasional PIBSI XXXVI, 11—12 Oktober 2014, hlm 395.
https://www.google.co.id/rumahtradisional jawa dalam sudut pandang religi oleh Joko Budiwiyanto, diunduh 1 September 2015).
Pateda, Mansoer. 1989. Semantik Leksikal. Ende Flores: Penerbit Nusa Indah.
Sudaryanto. 2015. Metode dan Aneka Teknik
Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian Wa- hana Kebudayaan Secara Linguistis. Yogya- karta: Sanata Dharma University Press. Sumarsono. 2007. Pengantar Semantik. Judul
Asli Semantics, An Introduction to the Science
of Meaning oleh Stephen Ullman.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suwandi, Sarwiji. 2008. Semantik Pengantar
Kajian Makna. Yogyakarta: Penerbit Media Perkasa.
Tarigan, Henry, Guntur. 1985. Pengajaran
Semantik. Bandung: Penerbit Angkasa) Tim Penyusun Balai Bahasa Yogyakarta. 2011.
Kamus Bahasa Jawa (Bausastra Jawa) Edisi Revisi. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Wijana, I Dewa Putu. 2010. Pengantar Semantik
NOTULA PRESENTASI MAKALAH DISKUSI ILMIAH
(LOKAKARYA HASIL PENELITIAN)
BALAI BAHASA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN BAHASA
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA ARAB
FAKULTAS ADAB DAN ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
BALAI PENGKAJIAN PENGEMBANGAN KOMUNIKASI DAN
INFORMATIKA (BPPKI) YOGYAKARTA
KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK
INDONESIA
Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta, 7 – 9 Oktober 201
Judul : “Aneka Jenis Tanah dalam Bahasa Jawa: Kajian Makna Leksikal”
Penyaji : Wening Handri Purnami
Moderator : Sri Nardiati
Notulis : Tarti Khusnul Khotimah
Hari, tanggal : Kamis, 8 Oktober 2016
Waktu : 13.00—15.00
Pertanyaan/saran :
1. Edi Setiyanto (Balai Bahasa DIY)
Tanya (saran):
- Etnolinguistik ialah mengkaji bahasa dalam kaitannya dengan budaya masyarakat.
Umpamanya, dalam makalah ini disebutkan ada tanah yang tidak baik dan tanah yang tidak baik. Dicontohkan tanah yang tidak baik adalah Tanah Sri Sadana (Sri ‘cahaya, sinar, nyaman, dan indah sekali; banyak rezekinya’ dan Sadana ‘sarana, uang, atau harta’). Mengapa disebut tidak baik, ciri-cirinya apa, dst?
Jawab:
- Untuk contoh tanah yang tidak baik adalah tanah Sri Sadana, ciri-ciri sudah disebutkan
dalam makalah. Juga sudah ada dalam rubrik “Yen Wong Jawa Ngedegake Omah”. Karena Sri Sadana membawa sial, maka dibuat sarana-sarana penolak bala. Ini adalah analisis saya.
2. Emmy Poentarie Tanya:
- Saya lihat, pembahasan hanya terbatas pada makna leksikal nama-nama jenis tanah.
- Pada hlm. 6 disebutkan bahwa data dianalisis dengan menggunakan content analysis
dan di hlm. 7 disebutkan bahwa data dianalisis dengan metode agih. Apakah dalam pembahasan keduanya dipergunakan?
- Saya lihat belum ada temuan dan pembahasan.
Jawab:
Terima kasih untuk masukan dari Ibu Emmy. Memang, saya menganalisisnya baru sebatas analisis makna.
3. Widada (Balai Bahasa DIY)
Tanya (saran):
Teori etnolinguistik ialah cabang linguistik yang mempelajari struktur bahasa berdasarkan cara pandang dan budaya yang dimiliki masyarakat. Jadi analisisnya tidak hanya cukup bahasanya saja, tetapi dari sudut kebudayaan dan pandangan masyarakatnya. Misalnya, mengapa rumah tidak boleh menghadap ke timur/barat? Mengapa tidak baik? Dalam hal ini, menurut pandangan masyarakat Jawa, misalnya, membangun rumah sebaiknya menghadap ke utara/selatan karena menghormati Gunung Merapi/Ratu Selatan. Demikian pula, misalnya, mengapa membangun rumah yang letaknya tusuk sate harus dihindari? Karena rumah letak tusuk sate akan tertabrak, mau parkir saja susah. Jadi, menganalisis secara etnolinguistik, setidaknya seperti itu. Jawab: