• Tidak ada hasil yang ditemukan

Elemen Wacana Retoris

Dalam dokumen PROSIDING ILMIAH KEBAHASAAN DAN KESASTRA (Halaman 64-70)

KEDAULATAN RAKYAT FROM AUGUST TO NOVEMBER

8) Grafis dan Metafora

4.6 Elemen Wacana Retoris

Elemen wacana retoris termasuk grafis, metafora, dan ekspresi. Elemen grafis sengaja ditampilkan dalam teks berita dengan tujuan untuk memberi bobot yang lebih besar dari teks lainnya atau yang dianggap lebih penting. Se- dangkan elemen metafora biasa digunakan oleh wartawan sebagai ornamen pembenaran atas pendapat dengan tujuan untuk memba- ngun kepercayaan kepada publik.

Dalam kasus dugaan pencemaran atau penghinaan yang dilakukan Florence kepada warga Yogya, penggunaan elemen grafis lebih banyak ditampilkan dalam bentuk gambar daripada bentuk lainya, seperti caption, raster

atau grafik. Namun, beberapa edisi juga men- cantumkan insert berita dalam satu judul berita. Misalnya, pada edisi 31 Agustus 2014, berita berjudul “Florence Akhirnya Ditahan”. Berita tersebut, selain berisikan alasan Penyidik menahan Florence, memliki insert berita de- ngan judul “Kronologi Ulah Florence”. Tentu saja dengan memasukkan insert berita dalam halaman berita, wartawan memiliki keinginan untuk menonjolkan bahwa berita tersebut me- miliki arti penting, apalagi dipertegas dengan warna merah pada insert berita tersebut.

Gambar : 1 Florence pada saat berada di SPBU

Gambar 1 menunjukkan pada saat Flo- rence Sihombing berada di SPBU untuk mengisi BBM, tampak di belakang Florence petugas SPBU dan di depannya anggota TNI yang men- coba untuk memberikan pengertian kepada Florence. Foto tersebut juga mengekspresikan kemarahan Florence dengan menunjuk-nunjuk ke suatu tempat. Gambar atau foto ini memberi efek kognitif kepada khalayak tentang sikap Flo- rence Sihombing dengan pencitraan yang ne- gatif. Sama halnya dengan gambar media sosial yang dipakai oleh Florence Sihombing untuk memposting kalimat bernada hujatan yang di- arahkan kepada masyarakat Yogyakarta. Gam- bar-gambar yang ditampilkan oleh harian KR

ini mengindikasikan keinginan wartawan un- tuk menunjukkan kepada khalayak bahwa informasi tersebut memiliki arti penting dan laporan yang dimuat adalah benar.

Gambar 2: Insert Berita

Insert berita dan pemberian warna se- bagaimana ditampilkan dalam halaman berita tersebut memberi arti bahwa ada kepentingan yang sengaja ditonjolkan, yaitu berita menge-

nai ulah Florence pada saat dilakukan penyi- dikan di Polda DIY. Lebih dari itu, bila dicer- mati, insert berita di KR tersebut merupakan upaya dan strategi wartawan untuk meyakin- kan kepada khalayak bahwa Florence Sihom- bing, dalam kasus penghinaan warga Yogya, layak untuk ditahan.

Penggunaan majas metafora dalam pem- beritaan Florence Sihombing di harian KR, dapat ditemukan di antaranya dengan peng- gunaan istilah-istilah angkat bicara, dan ber- buntut panjang. Misalnya, pada edisi 31 Agustus 2014, melalui penggunaan metafora:

Forum Komunikasi Batak (FKB) DIY “ang- kat bicara” soal kasus Florence Sihombing.

Penggunaan kata “angkat bicara” bukan menujukkan arti sebenarnya melainkan untuk menggambarkan kalau FKB yang merupakan perkumpulan atau organisasi masyarakat war- ga Batak yang berada di Yogyakarta ikut me- nyampaikan pendapat dalam kasus Florence Sihombing. Begitu juga dengan penggunaan kata “berbuntut panjang” seperti yang dimuat dalam berita KR edisi 13 November 2014, de- ngan penggalan kalimat sebagai berikut:

....Postingan tersebut “berbuntut panjang” dan Florence dilaporkan ke Polda DIY...

Penggunaan kata berbuntut panjang pada berita tersebut tidak bukan menujukkan arti yang sebenarnya, tetapi untuk menggambar- kan kalau kata-kata Florence Sihombing yang disinyalir menghujat masyarakat Yogyakarta melalui jejaring sosial terus bergulir. Keinginan untuk memperkaraakan Florence semakin kuat meskipun Florence sudah meminta maaf kepa- da masyarakat Yogyakarta dan Sultan. Indika- sinya, sejumlah elemen masyarakat Yogyakarta tetap ngotot pada pendirianya dengan tidak bersedia mencabut laporannya ke pihak Polda DIY.

5. Simpulan

Berdasarkan analisis yang dilakukan ter- hadap penggunaan bahasa-bahasa berita kasus dugaan penghinaan masyarakat Yogyakarta oleh Florence Sihombing melalui media sosial yang dimuat dalam harian Kedaulatan Rakyat

periode Agustus–November 2014, peneliti da- pat menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut.

Pada struktur Makrotematik, peneliti me-

lihat kalau harian KR dalam memberitakan ka-

sus Florence Sihombing menggunakan tema umum untuk meliput fakta yang dituangkan dalam teks berita. Tema umum tersebut terdiri atas subtopik-subtopik. Pemuatan sub-subtopik dalam setiap pemberitaan tersebut menjadi pendukung dan pemerkuat pernyataan yang ada pada tema umum sehingga tampak ko- heren.

Pada superstruktur skematik, peneliti me- lihat penggunaan skema dalam liputan harian

KR menjadi dasar alur pikir pengungkapan fak-

ta. Hal itu dapat dicermati dari penggunaan

lead dan story. Misalnya pada terbitan tanggal

13 November 2014, KR mencantumkan lead

sebagai inti berita. Harian KR, juga memuat ko- mentar. Sayangnya, pemuatan komentar da- lam berita sangat minim karena hanya berasal dari tokoh-tokoh yang terlibat secara langsung dalam sengketa, seperti LSM (pelapor), pihak Keraton, pihak UGM, Kepolisian atau pihak Florence sendiri. Pembaca tidak mendapatkan komentar dari para ahli atau bahkan dari ma- syarakat yang melihat persoalan ini dari kaca- mata lain, seperti budaya, norma ataupun nilai- nilai sosial yang berkembang di masyarakat.

Pada struktur mikrosemantik, peneliti me- lihat harian KR memberikan informasi secara lengkap dan detail terutama terhadap berita yang menguntungkan pelapor (LSM Yogyakar-

ta). Sebaliknya, KR sangat minim memberikan

informasi yang dapat merugikan pelapor. Mi- salnya, informasi dari masyarakat yang memi- liki pandangan berbeda dalam melihat kasus ini.

Pada struktur mikrosintaksis, bahasa

yang digunakan KR umumnyamenempatkan

Florence Sihombing sebagai subjek. Penempat- an nama Florence sebagai subjek dan di awal frase merepresentasikan kalau Florence sebagai isu sentral dan lebih penting daripada Sultan atau elemen masyarakat Yogyakarta sebagai

pelapor. Harian KR juga menggunakan kata

ganti ia, dirinya, dan juga menggunakan istilah

perempuan untuk menyebut Florence Sihom- bing.

Pada struktur mikrostilistik, tergambar penggunaan bahasa-bahasa yang dipilih hari- an KR.Peneliti melihat KR melakukan pemilih- an kata dari kata-kata sejenis yang tersedia dalam liputan periode Agustus – November 2014. Peneliti melihat penggunaan istilah ngeyel

(edisi 31 Agustus 2014) dan kalimat ngoceh (edi- si 29 Agustus 2014). Penggunaan itu menggi- ring khalayak untuk mendukung posisi warta- wan dalam melihat realitas berita yang ditam- pilkan dalam teks.

Struktur MikroRetoris, peneliti banyak melihat kalau harian KR lebih sering menampi- lkan gambar untuk memperkuat isi teks berita.

Keinginan yang sama juga ditunjukkan KR pa-

da edisi 31 Agustus 2014, melalui pencantuman

insert berita dalam halaman berita. Peneliti me- nyimpulkan pemuatan gambar dan insert be- rita dalam halaman berita menunjukkan ke- inginan wartawan untuk menonjolkan berita yang dianggap memiliki arti penting sehingga lebih mendapatkan perhatian khalayak. Ha-

rian KR, juga menggunakan majas metafora

untuk memberi penekanan pada pemberitaan Florence Sihombing. Hal ini dapat dilihat de- ngan penggunaan istilah angkat bicara dan ber- buntut panjang, sebagaimana yang dimuat pada edisi 31 Agustus 2014.

6. Daftar Pustaka

Darma, Yoce Aliah. 2009. Analisis Wacana Kritis.

Bandung: CV Irama Widya.

Dwiyanto, A., dkk., 2006. Mewujudkan Good

Governance Melalui Pelayanan Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada University.

Eriyanto. 2000. Analisis Wacana Pengantar

Analisis Teks Media. Yogyakarta: PT. LKIS Printing Cemerlang.

Ishak, Saidulkarnain. 2014. Jurnalisme Modern. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Kasemin, Kasiyanto. 2014. Sisi Gelap Kebebasan

Pers. Jakarta: PT. Fajar Interpratama Man- diri.

Khatarina, J. & Subagiyo, H., 2007. “Access to Information in Indonesia”, makalah yang disampaikan pada acara “Challenges and Opportunities for Freedom of Expression; an exploration of the networked commu- nications environment in Asia”, yang dise- lenggarakan di Yogyakarta, 6 November 2007.

McQuail, Denis. 1989. Teori Komunikasi Massa. Jakarta: Erlangga.

Moleong, Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Puguh Prasetyo Utomo. 2009. “Kapasitas Website Pemerintah Daerah Sebagai Media Mewujudkan Pemerintahan Yang Trans- paran dan Partisipatif di Indonesia”. Tesis

Program Pasca Sarjana UGM.

Rachmadi, F. 1989. Perbandingan Sistem Pers. Jakarta: Gramedia.

Sugiyono. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung. CV. Alfabeta.

Wibowo, Wahyu. 2009. Menuju Jurnalis Beretika. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara. Wijana, I Dewa Putu, dan Muhammad Roh-

madi. 2006. Sosiolinguistik: Kajian Teori dan Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Winarno, Budi. 2005. Teori dan Proses Kebijakan

Publik. Jakarta: Media Pressindo.

World Bank. 2007. “A Decade of Measuring the Quality of Governance; Governance Matters 2007 (Worldwide Governance Indicators, 1996–2006)”. Washington, DC: the World Bank.

NOTULA PRESENTASI MAKALAH DISKUSI ILMIAH

(LOKAKARYA HASIL PENELITIAN)

BALAI BAHASA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN BAHASA

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA ARAB

FAKULTAS ADAB DAN ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

BALAI PENGKAJIAN PENGEMBANGAN KOMUNIKASI DAN

INFORMATIKA (BPPKI) YOGYAKARTA

KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK

INDONESIA

Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta, 7 – 9 Oktober 2015

Judul : “Analisis Wacana Penggunaan Bahasa Pemberitaan Penghinaan

Masyarakat Yogyakarta oleh Florence Sihombing pada Harian Kedaulatan

Rakyat Periode Agustus - November 2014”

Penyaji : Suwarto

Moderator : Sri Nardiati

Notulis : Tarti Khusnul Khotimah

Hari, tanggal : Kamis, 8 Oktober 2016

Waktu : 13.00—15.00

Pertanyaan/saran :

1. Edi Setiyanto (Balai Bahasa DIY)

Tanya:

- Bapak Suwarto sudah menganggap KR tidak netral dalam memberitakan kasus Florence

Sihombing. Padahal, menurut saya, justru Bapak Suwarto yang sudah mempengaruhi

kami atau menggiring kami “memberi kesan salah pemberitaan KR terhadap Florence

Sihombing”.

- Dari hasil analisis Bapak Suwarto terlihat sekali Bapak menganggap “KR sangat

memojokkan Florence Sihombing”. Bapak melihat KR telah menempatkan Florence

Sihombing sebagai subjek dan merepresentasikannya sebagai isu sentral. Sementara, Bapak berpihak kepada subjek (Florence Sihombing). Sebetulnya bagaimana sebuah media dapat berpihak dalam membuat opini publik?

2. Mardjoko Idris (UIN Yogyakarta) Tanya:

- Analisis wacana ini dilakukan dengan pendekatan Teun A. van Dijk, apa kelebihannya?

Mengapa, misalnya, tidak menggunakan pendekatan Prof. I Dewa Putu Wijana, yang selama ini juga sudah terkenal dan sering digunakan?

- Teun A. van Dijk biasanya retorikanya sampai detail, tetapi ini kok tidak?

- Apakah analisis wacana itu harus melibatkan (berupa) orang?

Jawaban :

- Ada pernyataan dari Eriyanto bahwa Teun A. van Dijk dianggap berhasil mengelaborasi

elemen-elemen wacana sehingga dapat didayagunakan dan dapat dipakai secara praktis. Sah-sah saja saya menggunakan teori Teun A. van Dijk.

- Analisis tidak harus melibatkan (berupa) orang, tetapi bisa dengan yang lain. Teks berita untuk kasus Florence Sihombing, menurut saya, yang tepat untuk menjawab persoalan-persoalanyang diliput KR.

- Analisis saya tidak bermaksud memojokkan KR. Saya hanya mempertanyakan/ingin

menunjukkan, misalnya, kenapa yang di-blow up hanya Florence terus (selama akhir Agustus-November) tetapi tidak dimuat/tidak ada komentar dari para ahli.

- KR terbit di Yogykarta, tentu sebagai bagian dari masyarakat Yogyakarta sangat wajar

berlaku demikian. Saya hanya melihat/menerapkan analisis van Dijk dalam kasus Florence Sihombing.

BENTUK PEMARKAH TINDAK TUTUR DIREKTIF DALAM

Dalam dokumen PROSIDING ILMIAH KEBAHASAAN DAN KESASTRA (Halaman 64-70)