• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bentuk Pemarkah Tindak Tutur Direktif berupa Kata/Frasa

Dalam dokumen PROSIDING ILMIAH KEBAHASAAN DAN KESASTRA (Halaman 77-80)

MARKER FORM OF JAVANESE DIRECTIVE SPEECH ACT

4. Hasil Analisis dan Pembahasan

4.2 Bentuk Pemarkah Tindak Tutur Direktif berupa Kata/Frasa

Wacana direktif yang berisi permintaan dalam bahasa Jawa itu ditandai oleh adanya pemakaian bentuk-bentuk pemarkah yang berupa kelompok kata atau frasa. Berdasarkan

hasil analisis yang telah dilakukan menunjuk- kan bahwa pemarkah yang menyatakan suatu permintaan atau permohonan itu berupa frasa

tak jaluk ‘saya minta’, dan tak aturi ‘saya ha- rapkan’, dan mula yen ..., ...-a, ‘sekiranya jika ...,

...lah’. Untuk jelasnya perhatikan penggunaan pemarkah permintaan pada bentuk wacana berikut ini.

a) Bentuk Pemarkah Permintaan tak jaluk‘saya minta’

Pemarkah permintaan yang berupa frasa

tak jaluk ‘saya minta’ merupakan salah satu je- nis pemarkah yang berfungsi menandai bahwa wacana itu sebagai bentuk wacana direktif. Frasa tak jaluk ‘saya minta’ pemakaiannya sa- ngat produktif. Untuk jelasnya perhatikan wa- cana (5) berikut.

Wacana (5):

Rampok: (1) He nelayan, demi Allah, tak jaluk aku aja dipateni marga aku luput. (2) Elinga marang paribasan, sing sapa gawe becik marang wong kang luput utawa salah, wong mau padha karo wis ngarampungi piala iku mau. (3) Mula luwarana aku lan tuduhna marang dalan sing bener.

‘Hai nelayan, demi Allah, saya minta, saya jangan dibunuh karena kesalahan saya. Ingatlah pada peribahasa, barang siapa berbuat baik kepada orang jahat, berarti orang tadi sudah sama dengan memerangi kejahatan itu sendiri. Oleh karena itu, bebaskanlah saya dan tun- jukkan kepada jalan yang benar’. Nelayan: (4) Kuwi soal gampang, sing penting

kowe kudu mertobat dhisik.

‘Hal itu adalah hal yang mudah, yang penting kamu harus bertobat dahulu.’ (PS, No.30: 37)

Wacana (5) di atas terdiri atas empat ka- limat, yaitu kalimat (1) merupakan kalimat inti dan kalimat (2), (3), dan (4) sebagai kalimat penjelas. Sebagai kalimat penjelas, kalimat (2), (3) dan (4) berisi informasi penjelas pada waca- na (5) itu. Informasi penjelas itu tentu saja akan memberi suatu penjelasan terhadap informasi wacana itu secara keseluruhan. Adapun kali-

mat utama adalah kalimat dalam sebuah wa- cana yang berisi informasi inti yang berupa suatu permintaan dari penutur kepada mitra tutur. Dalam wacana (5) ini pemarkah yang

digunakan sebagai sarananya adalah frasa tak

jaluk ‘saya minta’. Memang wacana (5) pada dasarnya merupakan bentuk wacana direktif yang berisi perintah, namun kenyataan pada kalimat (1) digunakan pemarkah direktif yang lain, yaitu permintaan tak jaluk‘saya minta’. Dengan demikian, wacana (5) itu cenderung digolongkan sebagai wacana direktif permin- taan atau perintah halus. Wacana (5) di atas jika dianalisis berdasarkan komponen tuturnya akan mendapatkan uraian sebagai berikut. Bentuk tuturan perintah yang berupa kata da- sar yang dilekati oleh satuan lingual frasa tak jaluk ‘saya minta’ merupakan suatu bentuk tu- turan yang dipengaruhi oleh beberapa faktor luar bahasa, yaitu komponen tutur.

Wacana (5) di atas jika dianalisis berdasar- kan komponen tuturnya akan menghasilkan uraian sebagai berikut. Bentuk tuturan perintah yang berupa kata dasar yang dilekati oleh sa- tuan lingual frasa tak jaluk ‘saya minta’ meru- pakan suatu bentuk tuturan yang dipengaruhi oleh beberapa faktor luar bahasa, yaitu kompo- nen tutur. Komponen tutur itu berupa:

penutur : lebih tua dibandingkan dengan mitra tutur,

hubungan : hubungan antara penutur dan mitra tutur akrab,

situasi : dalam situasi yang formal,

tujuan : maksud tuturan adalah permintaan, ragam : bahasa yang digunakan ragam ngoko.

b) Bentuk Pemarkah Permintaan tak aturi

‘saya harapkan’

Pemarkah permintaan berupa frasa tak

aturi ‘saya harapkan’ merupakan salah satu alat untuk membentuk wacana direktif yang berisi suatu permintaan atau perintah halus. Untuk jelasnya perhatikan wacana (6) berikut.

Wacana (6):

Purubaya: (1) Njeng Pangeran tak aturi nge- ling-eling nalikane swargi Eyang Juru Men- tani maringi pengandikan sing ana gega- yutane, karo wutuhing negara. (2) Mula tak aturi tenan, Njeng pangeran mengga- lih maneh bab iki.

‘Kanjeng Pangeran saya harapkan mengingat-ingat kembali ketika almar- hum Eyang Juru Mentani memberikan wejangan yang ada kaitannya dengan keutuhan negara. Maka dari itu, saya harapkan sungguh-sungguh. Kanjeng Pangeran memikirkan kembali bab ini’. Pangeran : (3) Oh inggih bapa Paman, kula tan- sah kemutan ngendikanipun Enyang Juru Martani.

‘Oh ya Pak Lik, saya selalu mengingat nasihat Enyang Juru Martani’.

(PS, No.49: 39)

Wacana (6) di atsa terdiri dari tiga kalimat yaitu kalimat (1) dan (2) merupakan kalimat utama, sedangkan kalimat (3) sebagai kalimat penjelasnya. Wacana tersebut merupakan tidak tutur direktif yang berisi permintaan atau pe- rintah halus dengan ditandai oleh pemakaian bentuk frasa tak aturi ‘saya harapkan’. Untuk memperjelas informasinya pada wacana itu di- gunakan sarana lain yaitu suatu bentuk peng- ulangan bentuk pemarkahnya pada kalimat kedua, sehingga kedua kalimat itu mengan-

dung pemarkah permintaan tak aturi ‘saya ha-

rapkan’.

Wacana (6) di atas jika dianalisis berda- sarkan komponen tuturnya akan mendapatkan uraian sebagai berikut. Bentuk tuturan perintah yang berupa kata dasar yang dilekati oleh satuan lingual frasa tak aturi ‘saya harapkan’ merupakan suatu bentuk tuturan yang dipe- ngaruhi oleh beberapa faktor luar bahasa, yaitu komponen tutur. Komponen tutur itu berupa: penutur : lebih tua dibandingkan dengan mitra

tutur,

hubungan : hubungan antara penutur dan mitra tutur akrab,

tujuan : maksud tuturan adalah permintaan/ pengharapan,

ragam : bahasa yang digunakan ragam ngoko halus.

c) Bentuk Pemarkah Tantangan mula yen ..., ...-a, ‘sekiranya jika... , ...lah’ dan mula ... -a, yen ... ‘sekiranya ...lah, jika ...’

Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa pemarkah yang menyatakan tantangan dalam wacana direktif itu dapat berupa gabungan bentuk kata dengan afiks yang digunakan sekali gus, seperti bentuk mula yen ..., ...-a, ‘sekiranya jika , ....lah’ataumula ... -a, yen ... ‘maka...lah, jika ..’.

Wacana yang memiliki pemarkah perintah tersebut dapat dilihat pada wacana (7) berikut. Wacana (7):

Tmg. Ratubaru: (1)Raden Mas pranyata kowe lan aku ora ana sing menangke peperangan iki. (2) Mula yen kowe pancen lanang tenan, besuk tekaa ing papan kene .menawa wis tekan ing wayah purnama katelu. (3) Dite- rusake peperangan iki nganti sapa sejatine sing dadi patih kang tan ana sing ngalahake. (4) Mula peperangan kudu diterusake.

‘Raden Koja, ternyata kita ini tidak ada yang dapat memenangkan peperangan ini. Sekiranya jika memeng kamu itu be- nar-benar jantan, besuk datanglah di tempat ini jika sudah sampai pada bulan ketiga. Diteruskan peperangan ini sam- pai ada yang menjadi patih sejati yang tanpa tanding. Maka peperangan ini ha- rus dilanjutkan’.

Raden Mas : (5) Aku ora bakal gigrik, mula entenana tekaku!

‘Saya tidak akan takut, maka tunggulah kedatanganku.’

(PS, No.45: 30)

Wacana (7) itu terdiri atas lima kalimat, yaitu kalimat (1), (3), (4),dan (5) merupakan kalimat penjelas dan kalimat (2) sebagai kali- mat utama. Sebagai kalimat penjelas, kalimat (1) dan (3)—(5) berisi informasi tambahan yang berfungsi memberi gambaran latar belakang

mengapa informasi pokok itu terjadi. Adapun kalimat (2), sebagai kalimat utama, berisi infor- masi pokok yaitu suatu tantangan dari penutur kepada mitra tutur atau mitra bicara. Kalimat (2) dikatakan sebagai kalimat utama yang berisi informasi tantangan. Itu ditandai atau dimar- kahi oleh bentuk mula yen ..., ...-a ‘sekiranya jika..., ...lah’. Kehadiran bentuk pemarkah ter- sebut wajib dalam sebuah wacana tantangan. Jika bentuk itu dihilangkan atau tidak lengkap maka wacana (7) itu akan berubah fungsinya. Misalnya bentuk pemarkah itu dihilangkan unsur mula yen ‘sekiranya jika’, akibatnya wa- cana tersebut akan berubah menjadi wacana perintah biasa.

Pemarkah tantangan ‘mula ...-a, yen, ‘maka ... -lah, jika ...’ merupakan salah sarana untuk menyatakan suatu tantangan dalam sebuah wacana. Untuk jelasnya perhatikan wacana (8) berikut ini.

Wacana (8):

Adi Pati Karna: (1) Iki Raden Werkudara. (2) Beja kemayangan aku bisa nyernakake kowe. (3) Pancen kowe sembada, nanging aja kesusu gedhe sirahmu. (4) Aku pinilih dadi senapati Kurawa kanthi petung. (5) Mula majua kowe Werkudara, yen pancen senapati Padhawa. Sirahmu bakal tak glun- dhungake ing pabaratan kene.

‘Inikah Raden Werkudara. Bernasib baik saya bisa membinasakan. Kamu me- mang dapat diandalkan, tetapi jangan segera berbangga. Saya dipilij menjadi senopati Kurawa dengan perhitungan. Maka majulah kamu, jika memang seno- pati Pendawa. Kepalamu akan saya penggal dan saya glundungkan di tem- pat peperangan ini’.

Raden Werkudara : (6) Ora usah kakehan

omong, ayo enggal majua kene!.

‘Jangan banyak bicara, mari maju ke sini!’

(PS, No 46: 18)

Wacana (8) itu terdiri atas enam kalimat, yaitu kalimat (1)—(4) dan (6) merupakan kali- mat penjelas dan kalimat (5) sebagai kalimat

utama. Sebagai kalimat penjelas, kalimat (1)— (4) dan (6) berisi informasi yang fungsinya mem- berikan gambaran latar belakang muncul atau terjadinya informasi pokok dalam wacana itu. Adapun kalimat (5), sebagai kalimat utama, berisi informasi pokok yaitu suatu tantangan. Kehadiran pemarkah tantangan dalam wacana (8) itu sifatnya wajib. Hal itu berarti apabila bentuk pemarkah tersebut dihilangkan sebagaian atau pun keseluruhannya akan berakibat wacana (8) akan menjadi berubah jenisnya. Misalnya bentuk bentuk pemarkah itu dihilangkan sebagian dan yang tinggal hanya pemarkah {-a} maka wacana tersebut akan berubah menjadi wacana perintah biasa dan bukan lagi sebagai wacana tantangan.

Wacana (7) dan (8) di atas jika dianalisis berdasarkan komponen tuturnya akan menda- patkan uraian sebagai berikut. Bentuk tuturan perintah yang berupa kata dasar yang dilekati oleh satuan lingual mula yen ..., ...-a, ‘sekiranya jika, ....lah’ atau mula ... -a, yen ... ‘sekiranya ...lah, jika ...’merupakan suatu bentuk tuturan yang dipengaruhi oleh beberapa faktor luar ba- hasa, yaitu komponen tutur. Komponen tutur itu berupa:

penutur : sebanding usianya dengan mitra tutur,

hubungan : hubungan antara penutur dan mitra tutur kurang akrab,

situasi : dalam situasi yang formal,

tujuan : maksud tuturan adalah permintaan/ perintah halus,

ragam : bahasa yang digunakan ragam ngoko.

4.3 Bentuk Pemarkah Tindak Tutur Direktif

Dalam dokumen PROSIDING ILMIAH KEBAHASAAN DAN KESASTRA (Halaman 77-80)