• Tidak ada hasil yang ditemukan

Cabang dan Aliran Filsafat

Dalam dokumen Mpkt a Buku Ajar 1 (Halaman 47-55)

BAB II: DASAR-DASAR FILSAFAT

3. Cabang dan Aliran Filsafat

Ada berbagai cara untuk membagi filsafat menjadi cabang-cabang yang memiliki obyek

kajian khusus. Kita dapat menemukan pembagian filsafat berdasarkan sistematika permasalahan

(Gazalba, 1979) atau area kajian filsafat yang secara garis besar terdiri dari ontologi,

epistemologi dan axiologi. Kita juga bisa menemukan pembagian filsafat berdasarkan obyek

kajian dengan cabang-cabang di antaranya filsafat alam, filsafat matematika, filsafat ilmu,

filsafat sejarah, filsafat ketuhanan, filsafat bahasa, filsafat agama dan filsafat politik.

Di sini kita akan fokus pada pembagian filsafat berdasarkan sistematika permasalahannya.

Seperti yang sudah disebut, filsafat secara sistematis terbagi menjadi 3 bagian besar:

27

Epistemologi dlm arti sempit Metodologi Logika 2 1 Ontologi Metafisika Etika Estetika 3

Gambar 1. Diagram pembagian bidang filsafat

Filsafat Ilmu

1) Ontologi yaitu bagian filsafat yang mengkaji tentang ‘ada’ (being) atau tentang apa yang

nyata;

2) Epistemologi yaitu bagian filsafat yang mengkaji hakikat dan ruang lingkup

pengetahuan; dan

3) Axiologi yaitu bidang filsafat yang mengkaji nilai-nilai yang menentukan apa yang

seharusnya dilakukan manusia.

Ontologi

Istilah ontologi berasal dari dua kata bahasa Latin, yaitu onta yang berarti ‘ada’ dan logia

yang berarti ‘ilmu’, ‘kajian’, ‘prinsip’ atau ‘aturan’. Ontologi secara umum didefinisikan sebagai

studi filosofis tentang hakikat ada (being), eksistensi, atau realitas, serta kategori dasar

keberadaan dan hubungan mereka. Ontologi secara tradisional dianggap sebagai cabang utama

filsafat. Tetapi belakangan, banyak filsuf modern dan pascamodern yang mengabaikan ontologi

dan tidak memiliki pemikiran ontologis, atau menganggap ontologi bukan bagian penting dari

filsafat. Meskipun demikian, masih banyak filsuf yang masih menganggap penting ontologi.

28

Sebagai bidang kajian filsafat tentang ‘ada’, ontologi dalam arti umum dibagi dua menjadi

dua subbidang, yaitu ontologi (dalam arti khusus) dan metafisika. Ontologi dalam arti khusus

mengkaji ‘ada’ yang keberadaannya tidak disangsikan lagi. Dalam ontologi kita berfilsafat

tentang sesuatu yang keberadaannya dipersepsi secara fisik dan tertangkap oleh indra. Sedangkan

metafisika mengkaji ‘ada’ yang masih disangsikan kehadirannya.

Kata metafisika berasal dari kata tameta dan taphysika. Tameta berarti di balik atau

dibelakang. Taphysika berarti sesuatu yang bersifat fisikal, dapat ditangkap bentuknya oleh

indra. Berdasarkan asal katanya itu, metafisika diartikan sebagai “kenyataan di balik fisika” atau

“kenyataan yang bentuknya tak terjangkau oleh indra”. Metafisika berhubungan dengan

obyek-obyek yang tidak dapat dijangkau secara inderawi karena obyek-obyek itu melampaui sesuatu yang

bersifat fisik. Secara fisik ‘ada’ itu tidak tampak namun oleh sebagian orang dianggap ada,

misalnya jiwa, ilusi, eksistensi Tuhan, dan sebagainya.

Dalam perkembangannya, pengertian metafisika bergeser menjadi suatu cabang filsafat

yang mengkaji hal-hal (being) yang masih disangsikan kehadirannya. Metafisika berhubungan

dengan objek-objek yang tidak dapat dijangkau secara inderawi karena objek itu melampaui

sesuatu yang bersifat fisik. Secara fisik ‘hal’ itu tidak tampak namun oleh sebagian orang

dianggap ada, misalnya jiwa, ilusi, eksistensi Tuhan, dan sebagainya. Dapat dikatakan pula

bahwa metafisika adalah cabang filsafat yang mengkaji realitas yang supra-inderawi dibalik

gejala-gejala fisik.

Beberapa ahli filsafat memberi pengertian yang berbeda-beda terhadap metafisika. Salah

satunya Whiteley (1977) yang mendefinisikan metafisika sebagai “The theory of the nature of

the universe as a whole, and of those general prinsiples which are true of everything that exist.”

29

keseluruhan, dan teori yang merupakan prinsip umum itu dapat menjelaskan secara benar segala

sesuatu yang ada di alam semesta ini.

Epistemologi

Epistemologi adalah cabang filsafat yang mengkaji teori-teori tentang sumber-sumber,

hakikat, dan batas-batas pengetahuan. Oleh karenanya kajian ini masuk juga dalam ruang

lingkup epistemologi. Pertanyaan epistemologis yang hendak dijawab di sini adalah bagaimana

proses perolehan pengetahuan pada diri manusia dan sejauh mana ia dapat mengetahui. Dalam

epistemologi terdapat empat cabang yang lebih kecil (1) epistemologi dalam arti sempit; (2)

filsafat ilmu; (3) metodologi; dan (4) logika.

Epistemologi dalam arti sempit merupakan cabang filsafat yang mengkaji hakikat

pengetahuan yang ditelusuri melalui 4 pokok, yaitu 1) sumber pengetahuan, 2) struktur

pengetahuan, 3) keabsahan pengetahuan, dan 4) batas-batas pengetahuan. Pengetahuan di sini

adalah pengetahuan umum atau pengetahuan sehari-hari (knowledge) atau pengetahuan yang

berguna bagi manusia secara praktis (eksistensial pragmatis).

Filsafat ilmu pengetahuan merupakan cabang filsafat yang mengkaji ciri-ciri dan cara-cara

memperoleh ilmu pengetahuan (science). Pengetahuan yang dikaji berbeda dengan pengetahuan

pada epistemologi dalam arti sempit. Dalam filsafat ilmu pengetahuan, yang menjadi obyek

adalah pengetahuan ilmiah atau ilmu pengetahuan (science). Berbeda dengan pengetahuan

sehari-hari (knowledge), pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang sistematis, diperoleh

dengan menggunakan metode-metode tertentu, logis dan teruji kebenarannya.

Metodologi adalah cabang filsafat yang mengkaji cara-cara dan metode-metode ilmu

pengetahuan memperoleh pengetahuan secara sistematis, logis, sahih (valid), dan teruji. Di sini

30

cara dan metode ilmu pengetahuan dikaji sejauh mana kesahihannya dalam kegiatan menemukan

ilmu pengetahuan. Di dalamnya termasuk juga kritik dan upaya pengujian keabsahan cara kerja

dan metode ilmu pengetahuan. Selain mengkaji cara-cara dan metode-metode yang sudah ada,

dalam metodologi dikaji pula kemungkinan-kemungkinan cara dan metode baru.

Seperti yang sudah disinggung terdahulu, logika adalah kajian filsafat yang mempelajari

teknik-teknik dan kaidah-kaidah penalaran yang tepat. Yang menjadi satuan penalaran dalam

logika adalah argumen yang merupakan ungkapan dari putusan (judgment). Penalaran

berlangsung lewat argumen sebagai kelompok proposisi. Proposisi tersusun dari premis ke

kesimpulan lewat proses penyimpulan (inference). Logika berkaitan dengan filsafat ilmu dan

metodologi ilmu. Proposisi adalah pernyataan untuk mengiyakan (afirmasi) atau menyangkal

(negasi) sesuatu yang dapat diujicoba, di dalamnya termasuk bahasa kognitif. Proposisi terdiri

dari pokok yang dibicarakan (subyek), apa yang disangkal atau diiyakan (predikat), dan

hubungan yang sifatnya menyatukan atau memisahkan (kopula). Secara umum ada dua jenis

argumen: 1) induktif dan 2) deduktif. Argumen induktif bergerak dari premis-premis khusus ke

kesimpulan atau premis umum. Argumen deduktif bertolak dari premis umum ke premis atau

kesimpulam khusus. Penilaiannya adalah valid atau invalid. Induksi menghasilkan pengetahuan

yang tidak niscaya, melainkan boleh jadi. Kadar kebolehjadiannya dapat diukur lewat statistik

dengan penilaian kuat atau lemah.

Axiologi

Axiologi adalah bidang filsafat yang mencoba menjawab pertanyaan “Apa yang dilakukan

manusia dan apa yang seharusnya dilakukan manusia?” Di sini yang dibicarakan adalah

nilai-nilai (kata axiologi sendiri dapat diartikan sebagai nilai-nilai-nilai-nilai yang menjadi sumbu perilaku

31

penghayatan dan pengamalan manusia). Axiologi mengkaji pengalaman dan penghayatan dari

perilaku-perilaku manusia. Di dalamnya dibahas tentang nilai apa yang berkaitan dengan

kebaikan dan apakah itu perilaku baik. Selain itu juga dibicarakan tentang nilai rasa manusia

yang dikaitkan dengan keindahan. Cabang filsafat yang termasuk dalam axiologi adalah etika

dan estetika.

Etika adalah cabang filsafat yang mengkaji nilai apa yang berkaitan dengan kebaikan dan

apakah itu perilaku baik. Cabang ini meliputi apa dan bagaimana hidup yang baik, menjadi orang

yang baik, berbuat baik, dan menginginkan hal-hal yang baik dalam hidup. Kata etika menunjuk

dua hal. Pertama: disiplin ilmu yang mempelajari nilai-nilai dan pembenarannya. Kedua: pokok

permasalahan disiplin ilmu itu sendiri yaitu nilai-nilai hidup manusia yang sesungguhnya dan

hukum-hukum tingkah laku manusia. Dalam etika kita juga mempelajari moralitas dan

alasan-alasan yang lebih abstrak mengapa manusia berbuat dan tidak berbuat sesuatu.. Etika bukanlah

sekedar kumpulan perintah dan larangan (‘harus’ dan ‘jangan’) tetapi merupakan satu sistem

nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang terpadu secara teratur untuk mencapai masyarakat yang

berbudaya dan hidup bahagia. Estetika mengkaji pengalaman dan penghayatan manusia dalam

menanggapi apakah sesuatu itu indah atau tidak. Jadi estetika membahas soal-soal keindahan

yang dipersepsi oleh manusia.

Pada dasarnya, pembahasan tentang nilai menyangkut banyak cabang pengetahuan yang

berkaitan atau bersangkutan dengan masalah nilai yang khusus seperti ekonomi, estetika, etika,

agama, dan epistemologi. Dari lima cabang ilmu tersebut, ada tiga nilai yang berbeda namanya,

tetapi mempunyai persamaan dalam penafsiran. Etika berkaitan dengan masalah kebaikan;

epistemologi dengan masalah kebenaran; dan estetika dengan masalah keindahan. Kebaikan,

32

kebenaran, dan keindahan merupakan tiga serangkai yang bertalian dan saling melengkapi. Dari

sudut pandang filsafat, baik, benar, dan indah membentuk kesatuan makna.

Kattsoff (2004:324) berpendapat bahwa istilah “nilai” mempunyai bermacam makna,

yakni mengandung nilai (artinya, berguna); merupakan nilai (artinya, ‘baik’ atau ‘benar’ atau

‘indah’); mempunyai nilai (artinya, merupakan objek keinginan, mempunyai kualitas yang dapat

menyebabkan orang mengambil sikap menyetujui atau mempunyai sikap nilai tertentu); dan

memberi nilai (artinya, menanggapi sesuatu sebagai hal yang diinginkan atau sebagai hal yang

menggambarkan nilai tertentu). Pembicaraan tentang nilai mempunyai spektrum atau jangkauan

yang sangat luas. Penjelasan Kattsoff tentang cara penggunaan kata nilai dapat kita jadikan

pedoman dalam pemakaiannya. Menurut Kattsoff, sesuatu benda atau perbuatan dapat

mempunyai nilai, dan karena itu dapat dinilai. Hal-hal tersebut di bawah ini dapat mempunyai

nilai karena mengandung nilai atau menggambarkan suatu nilai. Suatu pernyataan mengandung

nilai kebenaran, dan karena itu bernilai sebagai pemberitahuan. Suatu lukisan mempunyai nilai

keindahan, dan karena itu bernilai bagi mereka yang menghargai seni. Seorang ilmuan memberi

nilai kepada pernyataan-pernyataan yang benar, dan pencinta keindahan memberi nilai kepada

karya-karya seni.

Aliran Filsafat

Pemahaman terhadap filsafat dapat juga dilakukan melalui pemahaman terhadap

tokoh-tokoh dan aliran-alirannya. Seorang filsuf biasanya terfokus pada satu atau dua wilayah

sistematika saja. Hanya Immanuel Kant yang menjelajahi ketiga wilayah sistematika filsafat

secara lengkap lewat tiga bukunya: Critic of Pure Reason, Critic of Practical Reason, dan Critic

33

metafisika, estetika dan etika. Filsuf-filsuf lain yang cukup terkenal dan berpengaruh di

antaranya Rene Descartes, David Hume, F.G.W. Hegel, Edmund Husserl, Karl Marx dan

Bertrand Russell.

Dalam perkembangan filsafat, berbagai aliran, berbagai isme bermunculan. Berikut

adalah beberapa aliran yang cukup berpengaruh dalam sejarah perkembangan filsafat:

a. Rasionalisme: aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa semua pengetahuan bersumber

dari akal (rasio), ditegaskan di sini bahwa akal yang mampu mendapatkan pengetahuan

secara jernih (clear) dan lugas/terpilah (distinct) tentang realitas.

b. Empirisme: aliran dalam filsafat yang menekankan pengalaman sebagai sumber pengetahuan.

c. Kritisisme: aliran filsafat yang dibangun oleh filsuf besar: Imanuel Kant. Aliran ini pada

dasarnya adalah kritik terhadap rasionalisme dan empirisme yang dianggap terlalu ekstrem

dalam mengkaji pengetahuan manusia. Akal menerima bahan-bahan yang belum tertata dari

pengalaman empirik, lalu mengatur dan menertibkannya dalam kategori-kategori.

d. Idealisme: aliran filsafat yang berpendirian bahwa pengetahuan adalah proses-proses mental

ataupun proses-proses psikologis yang sifatnya subyektif. Materi tidak memiki kedudukan

yang independen melainkan hanya merupakan materialisasi dari pikiran manusia.

e. Vitalisme: aliran filsafat yang memandang hidup tidak dapat sepenuhnya dijelaskan secara

mekanis karena pada hakikatnya manusia berbeda dengan benda mati. Manusia memiliki

kehendak yang mampu mengubah keadaannya yang statis menjadi lebih dinamis.

f. Fenomenologi: aliran filsafat yang mengkaji penampakan (gejala-gejala) dan memandang

34

Dalam dokumen Mpkt a Buku Ajar 1 (Halaman 47-55)