BAB II: DASAR-DASAR FILSAFAT
3. Cabang dan Aliran Filsafat
Ada berbagai cara untuk membagi filsafat menjadi cabang-cabang yang memiliki obyek
kajian khusus. Kita dapat menemukan pembagian filsafat berdasarkan sistematika permasalahan
(Gazalba, 1979) atau area kajian filsafat yang secara garis besar terdiri dari ontologi,
epistemologi dan axiologi. Kita juga bisa menemukan pembagian filsafat berdasarkan obyek
kajian dengan cabang-cabang di antaranya filsafat alam, filsafat matematika, filsafat ilmu,
filsafat sejarah, filsafat ketuhanan, filsafat bahasa, filsafat agama dan filsafat politik.
Di sini kita akan fokus pada pembagian filsafat berdasarkan sistematika permasalahannya.
Seperti yang sudah disebut, filsafat secara sistematis terbagi menjadi 3 bagian besar:
27
Epistemologi dlm arti sempit Metodologi Logika 2 1 Ontologi Metafisika Etika Estetika 3Gambar 1. Diagram pembagian bidang filsafat
Filsafat Ilmu
1) Ontologi yaitu bagian filsafat yang mengkaji tentang ‘ada’ (being) atau tentang apa yang
nyata;
2) Epistemologi yaitu bagian filsafat yang mengkaji hakikat dan ruang lingkup
pengetahuan; dan
3) Axiologi yaitu bidang filsafat yang mengkaji nilai-nilai yang menentukan apa yang
seharusnya dilakukan manusia.
Ontologi
Istilah ontologi berasal dari dua kata bahasa Latin, yaitu onta yang berarti ‘ada’ dan logia
yang berarti ‘ilmu’, ‘kajian’, ‘prinsip’ atau ‘aturan’. Ontologi secara umum didefinisikan sebagai
studi filosofis tentang hakikat ada (being), eksistensi, atau realitas, serta kategori dasar
keberadaan dan hubungan mereka. Ontologi secara tradisional dianggap sebagai cabang utama
filsafat. Tetapi belakangan, banyak filsuf modern dan pascamodern yang mengabaikan ontologi
dan tidak memiliki pemikiran ontologis, atau menganggap ontologi bukan bagian penting dari
filsafat. Meskipun demikian, masih banyak filsuf yang masih menganggap penting ontologi.
28
Sebagai bidang kajian filsafat tentang ‘ada’, ontologi dalam arti umum dibagi dua menjadi
dua subbidang, yaitu ontologi (dalam arti khusus) dan metafisika. Ontologi dalam arti khusus
mengkaji ‘ada’ yang keberadaannya tidak disangsikan lagi. Dalam ontologi kita berfilsafat
tentang sesuatu yang keberadaannya dipersepsi secara fisik dan tertangkap oleh indra. Sedangkan
metafisika mengkaji ‘ada’ yang masih disangsikan kehadirannya.
Kata metafisika berasal dari kata tameta dan taphysika. Tameta berarti di balik atau
dibelakang. Taphysika berarti sesuatu yang bersifat fisikal, dapat ditangkap bentuknya oleh
indra. Berdasarkan asal katanya itu, metafisika diartikan sebagai “kenyataan di balik fisika” atau
“kenyataan yang bentuknya tak terjangkau oleh indra”. Metafisika berhubungan dengan
obyek-obyek yang tidak dapat dijangkau secara inderawi karena obyek-obyek itu melampaui sesuatu yang
bersifat fisik. Secara fisik ‘ada’ itu tidak tampak namun oleh sebagian orang dianggap ada,
misalnya jiwa, ilusi, eksistensi Tuhan, dan sebagainya.
Dalam perkembangannya, pengertian metafisika bergeser menjadi suatu cabang filsafat
yang mengkaji hal-hal (being) yang masih disangsikan kehadirannya. Metafisika berhubungan
dengan objek-objek yang tidak dapat dijangkau secara inderawi karena objek itu melampaui
sesuatu yang bersifat fisik. Secara fisik ‘hal’ itu tidak tampak namun oleh sebagian orang
dianggap ada, misalnya jiwa, ilusi, eksistensi Tuhan, dan sebagainya. Dapat dikatakan pula
bahwa metafisika adalah cabang filsafat yang mengkaji realitas yang supra-inderawi dibalik
gejala-gejala fisik.
Beberapa ahli filsafat memberi pengertian yang berbeda-beda terhadap metafisika. Salah
satunya Whiteley (1977) yang mendefinisikan metafisika sebagai “The theory of the nature of
the universe as a whole, and of those general prinsiples which are true of everything that exist.”
29
keseluruhan, dan teori yang merupakan prinsip umum itu dapat menjelaskan secara benar segala
sesuatu yang ada di alam semesta ini.
Epistemologi
Epistemologi adalah cabang filsafat yang mengkaji teori-teori tentang sumber-sumber,
hakikat, dan batas-batas pengetahuan. Oleh karenanya kajian ini masuk juga dalam ruang
lingkup epistemologi. Pertanyaan epistemologis yang hendak dijawab di sini adalah bagaimana
proses perolehan pengetahuan pada diri manusia dan sejauh mana ia dapat mengetahui. Dalam
epistemologi terdapat empat cabang yang lebih kecil (1) epistemologi dalam arti sempit; (2)
filsafat ilmu; (3) metodologi; dan (4) logika.
Epistemologi dalam arti sempit merupakan cabang filsafat yang mengkaji hakikat
pengetahuan yang ditelusuri melalui 4 pokok, yaitu 1) sumber pengetahuan, 2) struktur
pengetahuan, 3) keabsahan pengetahuan, dan 4) batas-batas pengetahuan. Pengetahuan di sini
adalah pengetahuan umum atau pengetahuan sehari-hari (knowledge) atau pengetahuan yang
berguna bagi manusia secara praktis (eksistensial pragmatis).
Filsafat ilmu pengetahuan merupakan cabang filsafat yang mengkaji ciri-ciri dan cara-cara
memperoleh ilmu pengetahuan (science). Pengetahuan yang dikaji berbeda dengan pengetahuan
pada epistemologi dalam arti sempit. Dalam filsafat ilmu pengetahuan, yang menjadi obyek
adalah pengetahuan ilmiah atau ilmu pengetahuan (science). Berbeda dengan pengetahuan
sehari-hari (knowledge), pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang sistematis, diperoleh
dengan menggunakan metode-metode tertentu, logis dan teruji kebenarannya.
Metodologi adalah cabang filsafat yang mengkaji cara-cara dan metode-metode ilmu
pengetahuan memperoleh pengetahuan secara sistematis, logis, sahih (valid), dan teruji. Di sini
30
cara dan metode ilmu pengetahuan dikaji sejauh mana kesahihannya dalam kegiatan menemukan
ilmu pengetahuan. Di dalamnya termasuk juga kritik dan upaya pengujian keabsahan cara kerja
dan metode ilmu pengetahuan. Selain mengkaji cara-cara dan metode-metode yang sudah ada,
dalam metodologi dikaji pula kemungkinan-kemungkinan cara dan metode baru.
Seperti yang sudah disinggung terdahulu, logika adalah kajian filsafat yang mempelajari
teknik-teknik dan kaidah-kaidah penalaran yang tepat. Yang menjadi satuan penalaran dalam
logika adalah argumen yang merupakan ungkapan dari putusan (judgment). Penalaran
berlangsung lewat argumen sebagai kelompok proposisi. Proposisi tersusun dari premis ke
kesimpulan lewat proses penyimpulan (inference). Logika berkaitan dengan filsafat ilmu dan
metodologi ilmu. Proposisi adalah pernyataan untuk mengiyakan (afirmasi) atau menyangkal
(negasi) sesuatu yang dapat diujicoba, di dalamnya termasuk bahasa kognitif. Proposisi terdiri
dari pokok yang dibicarakan (subyek), apa yang disangkal atau diiyakan (predikat), dan
hubungan yang sifatnya menyatukan atau memisahkan (kopula). Secara umum ada dua jenis
argumen: 1) induktif dan 2) deduktif. Argumen induktif bergerak dari premis-premis khusus ke
kesimpulan atau premis umum. Argumen deduktif bertolak dari premis umum ke premis atau
kesimpulam khusus. Penilaiannya adalah valid atau invalid. Induksi menghasilkan pengetahuan
yang tidak niscaya, melainkan boleh jadi. Kadar kebolehjadiannya dapat diukur lewat statistik
dengan penilaian kuat atau lemah.
Axiologi
Axiologi adalah bidang filsafat yang mencoba menjawab pertanyaan “Apa yang dilakukan
manusia dan apa yang seharusnya dilakukan manusia?” Di sini yang dibicarakan adalah
nilai-nilai (kata axiologi sendiri dapat diartikan sebagai nilai-nilai-nilai-nilai yang menjadi sumbu perilaku
31
penghayatan dan pengamalan manusia). Axiologi mengkaji pengalaman dan penghayatan dari
perilaku-perilaku manusia. Di dalamnya dibahas tentang nilai apa yang berkaitan dengan
kebaikan dan apakah itu perilaku baik. Selain itu juga dibicarakan tentang nilai rasa manusia
yang dikaitkan dengan keindahan. Cabang filsafat yang termasuk dalam axiologi adalah etika
dan estetika.
Etika adalah cabang filsafat yang mengkaji nilai apa yang berkaitan dengan kebaikan dan
apakah itu perilaku baik. Cabang ini meliputi apa dan bagaimana hidup yang baik, menjadi orang
yang baik, berbuat baik, dan menginginkan hal-hal yang baik dalam hidup. Kata etika menunjuk
dua hal. Pertama: disiplin ilmu yang mempelajari nilai-nilai dan pembenarannya. Kedua: pokok
permasalahan disiplin ilmu itu sendiri yaitu nilai-nilai hidup manusia yang sesungguhnya dan
hukum-hukum tingkah laku manusia. Dalam etika kita juga mempelajari moralitas dan
alasan-alasan yang lebih abstrak mengapa manusia berbuat dan tidak berbuat sesuatu.. Etika bukanlah
sekedar kumpulan perintah dan larangan (‘harus’ dan ‘jangan’) tetapi merupakan satu sistem
nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang terpadu secara teratur untuk mencapai masyarakat yang
berbudaya dan hidup bahagia. Estetika mengkaji pengalaman dan penghayatan manusia dalam
menanggapi apakah sesuatu itu indah atau tidak. Jadi estetika membahas soal-soal keindahan
yang dipersepsi oleh manusia.
Pada dasarnya, pembahasan tentang nilai menyangkut banyak cabang pengetahuan yang
berkaitan atau bersangkutan dengan masalah nilai yang khusus seperti ekonomi, estetika, etika,
agama, dan epistemologi. Dari lima cabang ilmu tersebut, ada tiga nilai yang berbeda namanya,
tetapi mempunyai persamaan dalam penafsiran. Etika berkaitan dengan masalah kebaikan;
epistemologi dengan masalah kebenaran; dan estetika dengan masalah keindahan. Kebaikan,
32
kebenaran, dan keindahan merupakan tiga serangkai yang bertalian dan saling melengkapi. Dari
sudut pandang filsafat, baik, benar, dan indah membentuk kesatuan makna.
Kattsoff (2004:324) berpendapat bahwa istilah “nilai” mempunyai bermacam makna,
yakni mengandung nilai (artinya, berguna); merupakan nilai (artinya, ‘baik’ atau ‘benar’ atau
‘indah’); mempunyai nilai (artinya, merupakan objek keinginan, mempunyai kualitas yang dapat
menyebabkan orang mengambil sikap menyetujui atau mempunyai sikap nilai tertentu); dan
memberi nilai (artinya, menanggapi sesuatu sebagai hal yang diinginkan atau sebagai hal yang
menggambarkan nilai tertentu). Pembicaraan tentang nilai mempunyai spektrum atau jangkauan
yang sangat luas. Penjelasan Kattsoff tentang cara penggunaan kata nilai dapat kita jadikan
pedoman dalam pemakaiannya. Menurut Kattsoff, sesuatu benda atau perbuatan dapat
mempunyai nilai, dan karena itu dapat dinilai. Hal-hal tersebut di bawah ini dapat mempunyai
nilai karena mengandung nilai atau menggambarkan suatu nilai. Suatu pernyataan mengandung
nilai kebenaran, dan karena itu bernilai sebagai pemberitahuan. Suatu lukisan mempunyai nilai
keindahan, dan karena itu bernilai bagi mereka yang menghargai seni. Seorang ilmuan memberi
nilai kepada pernyataan-pernyataan yang benar, dan pencinta keindahan memberi nilai kepada
karya-karya seni.
Aliran Filsafat
Pemahaman terhadap filsafat dapat juga dilakukan melalui pemahaman terhadap
tokoh-tokoh dan aliran-alirannya. Seorang filsuf biasanya terfokus pada satu atau dua wilayah
sistematika saja. Hanya Immanuel Kant yang menjelajahi ketiga wilayah sistematika filsafat
secara lengkap lewat tiga bukunya: Critic of Pure Reason, Critic of Practical Reason, dan Critic
33
metafisika, estetika dan etika. Filsuf-filsuf lain yang cukup terkenal dan berpengaruh di
antaranya Rene Descartes, David Hume, F.G.W. Hegel, Edmund Husserl, Karl Marx dan
Bertrand Russell.
Dalam perkembangan filsafat, berbagai aliran, berbagai isme bermunculan. Berikut
adalah beberapa aliran yang cukup berpengaruh dalam sejarah perkembangan filsafat:
a. Rasionalisme: aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa semua pengetahuan bersumber
dari akal (rasio), ditegaskan di sini bahwa akal yang mampu mendapatkan pengetahuan
secara jernih (clear) dan lugas/terpilah (distinct) tentang realitas.
b. Empirisme: aliran dalam filsafat yang menekankan pengalaman sebagai sumber pengetahuan.
c. Kritisisme: aliran filsafat yang dibangun oleh filsuf besar: Imanuel Kant. Aliran ini pada
dasarnya adalah kritik terhadap rasionalisme dan empirisme yang dianggap terlalu ekstrem
dalam mengkaji pengetahuan manusia. Akal menerima bahan-bahan yang belum tertata dari
pengalaman empirik, lalu mengatur dan menertibkannya dalam kategori-kategori.
d. Idealisme: aliran filsafat yang berpendirian bahwa pengetahuan adalah proses-proses mental
ataupun proses-proses psikologis yang sifatnya subyektif. Materi tidak memiki kedudukan
yang independen melainkan hanya merupakan materialisasi dari pikiran manusia.
e. Vitalisme: aliran filsafat yang memandang hidup tidak dapat sepenuhnya dijelaskan secara
mekanis karena pada hakikatnya manusia berbeda dengan benda mati. Manusia memiliki
kehendak yang mampu mengubah keadaannya yang statis menjadi lebih dinamis.
f. Fenomenologi: aliran filsafat yang mengkaji penampakan (gejala-gejala) dan memandang
34
Dalam dokumen
Mpkt a Buku Ajar 1
(Halaman 47-55)