• Tidak ada hasil yang ditemukan

Induksi Enumeratif (Generalisasi Induktif)

Dalam dokumen Mpkt a Buku Ajar 1 (Halaman 105-109)

BAB III: DASAR-DASAR LOGIKA

7. Argumen Induktif

7.1 Definisi Induksi

7.1.1 Induksi Enumeratif (Generalisasi Induktif)

Induksi enumeratif, atau generalisasi induktif, adalah proses yang menggunakan premis-premis yang menggambarkan karakteristik sampel untuk mengambil kesimpulan umum mengenai kelompok asal sampel itu. Induksi jenis argumen ini merupakan argumen induktif yang paling terkenal. Begitu terkenalnya jenis argumen ini sampai-sampai beberapa penulis mendefinisikan argumen induktif sebagai argumen yang “bergerak dari premis-premis partikular ke kesimpulan umum.” Namun, sebenarnya bentuk ini hanyalah salah satu bentuk saja dari argumen induktif.

Perhatikanlah contoh-contoh argumen berikut ini dan polanya:

(1) Kami mengobservasi 27.830 ekor angsa di Inggris dan menemukan bahwa setiap angsa tersebut berwarna putih. Kami menyimpulkan dari bukti ini bahwa semua angsa putih.

Pola Argumen 1:

X1 mempunyai karakteristik P.

X2 mempunyai karakteristik P. Dasar bukti atau X3 mempunyai karakteristik P. tabel konfirmasi :

Xn mempunyai karakteristik P. (n=27.830) Semua X mempunyai karakteristik P.

(2) Saya pergi ke New York untuk pertama kalinya minggu lalu. Orang pertama yang saya tanyai tentang jalan ke Carnegie Hall bersikap sangat kasar dan menyuruh saya mundur. Saya bertanya kepada orang kedua, dan dia juga kasar dan menyumpahi saya supaya pergi. Saya bertanya kepada tujuh orang lagi, dan setiap orang mengusir saya tanpa menolong saya. Akhirnya, orang kesepuluh yang saya tanya memberi tahu saya jalan ke Carnegie Hall. Dari sini, saya menyimpulkan bahwa hampir semua orang New York bersikap kasar kepada pendatang yang menanyakan jalan.

85 Pola Argumen 2:

X1 mempunyai karakteristik R. X2 mempunyai karakteristik R.

X3 mempunyai karakteristik R. Tabel konfirmasi :

X10 tidak mempunyai karakteristik R. Kebanyakan X mempunyai karakteristik R.

(3) Dari 200.000 cip (chip) yang dibuat dengan proses baru kami bulan lalu, diambil secara acak (random) 1.000 buah untuk diuji. Hanya 50 buah dari sampel itu yang cacat, yang berarti 95% buah sampel lainnya sempurna. Kita menyimpulkan bahwa proses pembuatan cip yang baru ini menghasilkan sekitar 95% cip yang sempurna, dan hanya 5% yang cacat. Pola Argumen 3: X1 mempunyai karakteristik G. X2 mempunyai karakteristik G. X3 mempunyai karakteristik G. :

X950 mempunyai karakteristik G. Tabel konfirmasi X951 tidak mempunyai karakteristik G.

X952 tidak mempunyai karakteristik G. X953 tidak mempunyai karakterisitk G. :

X1000 tidak mempunyai karakteristik G. Sekitar 95% X mempunyai karakteristik G.

Dalam masing-masing argumen itu, premis-premisnya merupakan contoh dari individu-individu yang mempunyai karakteristik tertentu. Kesimpulannya menggeneralisasikan bahwa individu dari kelompok itu mempunyai karakteristik itu sampai dengan batas tertentu. Pada contoh (1), batasnya adalah 100%, dan kesimpulannya merupakan generalisasi universal, yaitu semua individu mempunyai karakteristik tersebut. Pada dua contoh lainnya, korelasinya tidak mencapai 100%. Kesimpulannya berupa generalisasi statistikal yang memperkirakan persentase individu yang mempunyai karakteristik tersebut. Perkiraan ini masih belum jelas pada contoh (2), tetapi jauh lebih jelas pada contoh (3).

86 Secara umum induksi enumeratif dapat dianggap sebagai argumen dari sampel. Individu yang diobservasi merupakan sampel yang diambil dari populasi yang lebih besar, yang kebanyakan anggotanya belum diobservasi. Berdasarkan karakteristik yang diobservasi pada sampel, kesimpulan dibuat mengenai populasi secara keseluruhan.

Dalam pola-pola argumen yang digambarkan di atas, pernyataan-pernyataan yang menggambarkan hasil observasi individual didaftarkan. Ini disebut tabel konfirmasi. Secara lebih umum, karena premis-premis ini mengandung data yang digunakan sebagai bukti dalam membuat kesimpulan, maka premis-premis ini disebut dasar induksi atau dasar bukti atau, lebih sederhana lagi, data atau bukti.

Tabel konfirmasi tidak selalu dibuat. Kalaupun dibuat, hal itu dilakukan pada proses pengumpulan bukti dan jarang sekali dicantumkan pada pernyataan argumen. Namun, bukti lebih sering diringkas dalam bentuk statistik mengenai sampel yang diobservasi. Agar dapat diterima, argumen yang berdasarkan sampel harus mempunyai asumsi bahwa sampel itu representatif terhadap populasi dan cukup besar sehingga dapat menyediakan perkiraan yang terandalkan (reliable). Kalaupun tidak disebutkan, asumsi ini selalu merupakan premis atau asumsi inferensial yang implisit dalam argumen induktif yang baik. Oleh sebab itu, pola generalisasi induktif yang baik adalah sebagai berikut:

N persen dari sampel S yang diambil dari F yang diobservasi mempunyai karakteristik G.

Sampel S cukup besar dan representatif terhadap F. Kira-kira N persen dari F mempunyai karakteristik G.

Induksi enumeratif sangat bervariasi dalam hal kualitas pengumpulan dan presentasi datanya, dan dalam kekuatan kesimpulannya. Karena itu, kita dapat menggunakan pola argumen ini sebagai perkiraan kasar untuk mengevaluasi argumen jenis ini secara cepat. Kita dapat menggunakan model ini untuk melakukan rekonstruksi kekuatan suatu induksi enumeratif. Dari sini terlihat bagaimana suatu argumen dapat ditingkatkan kekuatannya.

Dalam argumen (1) di atas, N=100% sehingga kesimpulannya merupakan generalisasi universal untuk semua angsa. Rekonstruksi kekuatan argumen (1) adalah sebagai berikut:

100% dari sampel yang diobservasi sejumlah 27.830 angsa di Inggris berwarna putih.

Sampel sebesar 27.830 cukup besar dan representatif terhadap semua angsa.

87 Kebenaran premis pertama dari argumen ini dapat dipertanyakan, misalnya seseorang dapat meragukan apakah semua unggas yang diobservasi memang benar-benar angsa. Namun jika bukti dikumpulkan dengan hati-hati, fokus kritik terhadap argumen ini terletak pada premis kedua.

Dalam semua argumen yang didasarkan pada suatu sampel, selalu harus dipertanyakan apakah sampelnya cukup besar dan representatif terhadap populasi sehingga kesimpulannya dapat dipercaya. Mengambil kesimpulan yang terlalu kuat berdasarkan sampel yang terlalu kecil berarti melakukan percontoh salah (error sampel) yang tidak cukup. Membuat kesimpulan berdasarkan sampel yang tidak representatif berarti melakukan percontoh salah yang bias.

Dalam kasus ini, percontoh atau sampelnya nampaknya cukup besar untuk menjamin kesimpulan mengenai semua angsa. Namun kita dapat melihat bahwa observasi hanya dilakukan pada angsa di Inggris sementara kesimpulannya mengenai semua angsa. Jadi, jika kita menduga bahwa angsa di Inggris berbeda dari angsa pada umumnya, dapat dipertanyakan apakah sampelnya representatif. Argumen ini akan lebih kuat jika lebih dimiripkan dengan pola di atas, yaitu dengan melemahkan kesimpulannya sampai dengan batas semua angsa di Inggris saja. Dengan demikian, argumen (2) dapat direkonstruksi kekuatannya menjadi:

Sebanyak 9 dari 10 orang New York sampel yang diobservasi (90%) bersikap kasar pada pendatang yang menanyakan jalan. 10 orang itu merupakan sampel yang cukup besar dan representatif

dari orang New York.

Kira-kira 9 dari 10 (90%) orang New York bersikap kasar pada pendatang yang menanyakan jalan.

Jelas bahwa kesimpulan ini bukanlah hasil dari penyelidikan yang sistematis. Kemungkinan besar, seperti yang terjadi pada banyak argumen sehari-hari, tidak diduga atau diharapkan bahwa argumennya akan dianalisis dan dievaluasi secara detil.

Kelemahan argumen kedua tampak jelas setelah direkonstruksi. Percontoh sejumlah 10 orang terlalu kecil untuk membuat kesimpulan secara meyakinkan mengenai orang New York pada umumnya. Di samping itu, juga tidak disebutkan bagaimana percontohnya dipilih sehingga kita tidak tahu apakah percontoh itu representatif. Lagi pula, premis yang satunya lagi, yakni bahwa 9 dari 10 orang sampel yang diobservasi dan bersikap kasar kepadanya ketika dia menanyakan jalan baru diduga saja sebagai orang New York. Kita membutuhkan

88 bukti tambahan apakah orang-orang itu memang orang New York dan apakah mereka menganggapnya pendatang. Singkatnya, argumen kedua itu belum memenuhi pola argumen, dan premis-premisnya tidak sepenuhnya relevan dengan kesimpulannya.

Jadi, dengan memeriksa argumen berdasarkan pola induksi enumeratif, kita mengungkapkan kemungkinan bahwa suatu argumen ternyata tidak kuat. Dengan demikian, argumen (3) dapat direkonstruksi menjadi:

95% dari 1000 cip yang dipilih secara acak dari semua cip yang dibuat bulan lalu dengan proses baru merupakan cip yang baik. 1000 cip itu merupakan percontoh yang cukup besar dan representatif

dari semua cip yang dibuat dengan proses baru.

Kira-kira 95% dari cip yang dibuat dengan proses baru merupakan cip yang baik.

Argumen (3) cukup mendekati pola induksi enumeratif. Dengan asumsi bahwa premis pertama benar, argumen ini boleh dikatakan kuat. Memilih cip secara acak berarti kemungkinannya sangat besar bahwa percontoh itu representatif terhadap populasi. Berdasarkan teori statistik, sampel sebesar itu cukup besar untuk mendukung kesimpulan dengan probabilitas 99%, dan kira-kira 95% dianggap sebagai interval di sekitar 95%, plus atau minus 3% (jadi, dari 92% sampai 98%).

Satu masalah dalam argumen (3) adalah bahwa sampel dipilih dari cip yang dibuat bulan lalu, dan kesimpulannya mengenai cip yang dibuat dengan proses baru. Pola di atas menuntut bahwa populasi yang disebutkan di kesimpulan sama dengan populasi asal sampel. Ini berarti cip yang dibuat dengan proses baru harus merupakan cip yang dibuat dengan cara yang sama dengan cip yang dibuat bulan lalu.

Dalam dokumen Mpkt a Buku Ajar 1 (Halaman 105-109)