• Tidak ada hasil yang ditemukan

W.D Ross; Intuisi dan Kewajiban

Dalam dokumen Mpkt a Buku Ajar 1 (Halaman 172-176)

BAB IV: DASAR-DASAR ETIKA

8. W.D Ross; Intuisi dan Kewajiban

Telah dibahas dua aliran besar dalam filsafat moral, yakni pandangan deontologi

dengan pandangan konsekuensialis. Dalam bagian ini akan dibahas tentang

bagaimana pandangan moral intuitif dari seorang etikus bernama W.D Ross. Bila

Kant menegaskan bahwa rasio praktis memungkinkan kita memisahkan mana

kebaikan dan mana keburukan, atau maxim kewajiban yang harus kita lakukan, dalam

pandangan Ross, ia menggunakan penjelasan intuisi. Apa yang dimaksud dengan

intuisi?

Ross berargumen bahwa seseorang mengetahui secara intuitif perbuatan apa yang

bernilai baik maupun buruk. Ia mengkritik pandangan utilitarian yang terlalu

menekankan pada konsep kebahagiaan, bahkan mensejajarkan kebahagiaan sebagai

kebaikan. Bagi Ross, kebahagiaan tidak dapat secara mudah disamakan dengan

kebaikan, justru kebaikan adalah bentuk nilai moral yang lebih tinggi. Jadi tujuan

moral adalah mencapai kebaikan bukan kebahagiaan. Ross mengkritik pandangan etis

dari kaum utilitarian sebagai pandangan hedonistik, yakni bertujuan hanya pada

kebahagiaan tanpa membedah lebih tajam perbedaan mendasar antara kebahagiaan

dan kebaikan. Meskipun ketika seseorang berbuat kebaikan dan kebaikan itu

menyebabkan rasa senang, kesenangan itu tidak relevan dengan suatu prinsip moral.

4

Ibid. hlm. 390

Justru untuk Ross, yang dipertimbangkan sebagai sesuatu yang signifikan adalah

benarnya tindakan individu itu.

Senada dengan Kant, Ross adalah seorang filosof moral yang menekankan bahwa

tindakan etis haruslah terlepas dari kepentingan individual. Bila dalam argumen

utilitarian ditekankan bahwa motif merupakan hal yang mendasar, bagi Ross, motif

menunjukan bahwa seseorang bertindak etis bukan karena tindakan itu benar secara

prinsipil, tapi tindakan itu menguntungkan baginya. Ross berargumen bahwa di luar

dari kebahagiaan terdapat berbagai hal yang menurutnya lebih tepat untuk dijadikan

prinsip tindakan moral yakni kebaikan melalui karakter yang mulia, atau berdasarkan

intelegensia. Sehingga untuk Ross premis yang mengatakan bahwa kebenaran moral

adalah memperbanyak kebahagiaan bagi semakin banyak orang dikoreksi menjadi

kebenaran moral adalah memperbanyak kebaikan bagi semakin banyak orang.

Pembedaan antara kebahagiaan dan kebaikan bagi Ross menjadi pembeda penting,

bahwa dari kedua hal tersebut kebaikan adalah yang tertinggi.

Meskipun terdapat keserupaan dalam filsafat moral Ross dengan Kant, ada perbedaan

penting antara Ross dan Kant. Ross mengkritik kewajiban sempurna dari Kant. Ia

mendebat bahwa kewajiban sempurna mengandaikan bahwa tidak ada perselisihan

menyangkut tindakan moral mana yang harus diprioritaskan. Bagi Ross, kita kerap

dibenturkan dengan dilema moral yang tidak dapat secara sederhana diselesaikan

dengan prinsip mengikat imperatif Kant. Di satu sisi Ross menyetujui adanya

kewajiban, tetapi kewajiban yang ia maksudkan bukanlah kewajiban sempurna yang

dijelaskan oleh Kant, melainkan kewajiban dengan syarat atau kondisional.

Untuk mempermudah pembedaan kewajiban imperatif Kant dengan kewajiban

kondisional dari Ross adalah melalui contoh berikut. Prinsip moral dari Kant akan

melarang kita dari tindakan berbohong karena menurut Kant berbohong melanggar

prinsip kewajiban imperatif yang universal. Tetapi bagaimana bila keadaannya,

seseorang harus memilih antara berbohong atau mengatakan kejujuran, tetapi hasil

dari kejujurannya akan menyebabkan kematian orang lain? Dari contoh semacam ini

Ross memaparkan bahwa secara intuitif kita memahami mana prioritas dalam dilema

moral semacam ini. Jika kita menggunakan perspektif Kant maka secara imperatif

individu itu harus menyampaikan kejujuran, meski kejujuran itu menyebabkan

kematian orang lain, karena prinsip moral dari Kant mengandalkan kewajiban yang

mengikat dan bukan didasarkan pada hasil akhir dari tindakan. Ross mengkritik

konsep kewajiban menurut Kant. Dari perspektif Ross, justru dari pilihan antara

kejujuran dan kematian, kita memiliki pemahaman bahwa nyawa seseorang jauh lebih

mendesak untuk didahulukan.

Ide moral semacam ini disebut oleh Ross sebagai Prima Facie. Menurut Ross,

“Prima facie menunjukan bahwa sesungguhnya pada pandangan awal yang muncul

adalah situasi moral yang hanya kemunculan semata, tetapi apa yang dimaksud

dengan Prima Facie adalah situasi moral yang dapat ditelaah secara objektif.”

5

Penelaahan secara objektif yang dimaksud oleh Ross adalah bahwa pada faktanya

manusia memiliki kecerdasan untuk membandingkan pilihan moral manakah yang

paling menyebakan kebaikan utama. Melalui cara ini, menurut Ross, maka kita dapat

menghindarkan generalisasi yang dapat mengakibatkan keburukan, seperti dalam

contoh menyampaikan kejujuran yang mengakibatkan kematian bagi orang lain.

Prima Facie menekankan tentang bagaimana seseorang merefleksikan pilihan-pilihan

moralnya, sebelum ia bertindak.

Ross menyebutkan tentang berbagai macam kewajiban yang membutuhkan

pertimbangan individu dalam kejadian-kejadian aktual, ia menyusunya sebagai

berikut: (1) fidelitas (kesetiaan) atau yang menyangkut perihal bagaimana seseorang

memegang janji atau komitmennya; (2) kewajiban atas rasa terimakasih ketika kita

berkewajiban atas jasa yang sudah ditunjukan oleh orang lain; (3) kewajiban

berdasarkan keadilan; hal ini menyangkut perihal pembagian yang merata yang

berhubungan dengan kebaikan orang banyak, (4) kewajiban beneficence, atau

bersikap dermawan, dan menolong orang lain sebagai tanggung jawab sosial, (5)

kewajiban untuk merawat dan menjaga diri sendiri, (6) kewajiban untuk tidak

menyakiti orang lain.

Enam tipe dari Prima Facie yang dijelaskan oleh Ross menunjukan bahwa dalam

kondisi-kondisi tertentu kita kerap terbentur untuk memutuskan di antara

pilihan-pilihan moral. Dalam suatu situasi yang amat mendesak, Ross menekankan pada

kemampuan intuitif manusia untuk mengambil keputusan. Keputusan ini ditujukan

untuk mencari tahu pilihan manakah yang dimungkinkan menyebabkan kebaikan

yang tertinggi. Pertimbangan intuitif ini bagi Ross sangat vital karena intuisi bukanlah

5

Ibid. bagian W.D Ross, hlm. 407

pertimbangan yang serampangan, tetapi pertimbangan yang menggunakan segala

aspek kecerdasan dan sensibilitas individu. Dengan demikian maka ia dapat

menghindarkan dirinya dari pilihan yang menyebabkan keburukan untuk dirinya

maupun terhadap orang disekitarnya.

DAFTAR PUSTAKA

Borchert, Donald M (Ed.). 2006. Encyclopedia of Philosophy Vol. III. Farmington

Hills: Thomson Gale

Callcut, Daniel. 2009. Reading Bernard Williams. London dan New York:

Routledge

Debashis, Guha. 2007. Practical and Professional Ethics Vol. 1: The Primer of

Applied Ethics. New Delhi: Concept Publishing Co

Graham, Gordon. 2010. Theories of Ethics: An Introduction to Moral Philosophy with

a Selection of Classic Readings. London dan New York: Routledge

Hinman, Lawrence M. 2012. Ethics: A Pluralistic Approach to Moral Theory.

California: Wadsworth Publishing

Johnson, Oliver A. dan Reath, Andrews. 2011. Ethics: Selections from Classic

and Contemporary Writers. California: Wadsworth Publishing

Kagan, Shelly. 1997. Normative Ethics. New York: Dimensions of Philosophy

Kitchener, Karen Strohm. 1999. Foundations of Ethical Practice, Research, and

Teaching in Psychology and Counseling. London: Lawrence Erlbaum

Associates

Lee, Keekok. 1985. A New Basis for Moral Philosophy (International Library of

Philosophy). London: Routledge Kegan & Paul

MacIntyre, Alasdair. 1997. A Short History of Ethics: A History of Moral Philosophy

from the Homeric Age to the Twentieth Century. London dan New York:

Routledge

Pritchard, Michael S. 2012. What is Ethics?. Michigan: Department of Philosophy,

Western Michigan University & Theodore Goldfarb

Sidgwick, Henry. 2004. Outlines of the History of Ethics. Montana: Kessinger

Publishing

Tännsjö, Torbjörn. 2008 Understanding Ethics: Introduction to Moral Theory.

Edinburgh: Edinburgh University Press

Williams, Bernard. 2006. Ethics and the Limits of Philosophy. London dan New

York: Routledge

Cottingham, John. 1996. An Anthology: Western Philosophy. UK: Blackwell

Publisher

Singer, Peter. 1993. Practical Ethics. New York: Cambridge University Press.

Dalam dokumen Mpkt a Buku Ajar 1 (Halaman 172-176)