• Tidak ada hasil yang ditemukan

Spesifikasi Induktif: Silogisme Statistikal

Dalam dokumen Mpkt a Buku Ajar 1 (Halaman 109-113)

BAB III: DASAR-DASAR LOGIKA

7. Argumen Induktif

7.1 Definisi Induksi

7.1.2 Spesifikasi Induktif: Silogisme Statistikal

Silogisme statistikal merupakan argumen yang menggunakan generalisasi statistik tentang suatu kelompok untuk mengambil kesimpulan mengenai suatu sub-kelompok atau anggota individual dari kelompok itu. Silogisme statistikal—jenis spesifikasi induktif yang paling umum digunakan sehari-hari—merupakan kebalikan dari proses generalisasi induktif. Dalam konteks profesional atau ilmiah— yang menggunakan teori-teori matematika untuk menarik kesimpulan mengenai sampel dari informasi mengenai populasi yang lebih besar—spesifikasi statistik jauh lebih kompleks..

89 Penyimpulan dalam silogisme statistikal bergerak dari generalisasi mengenai suatu kelompok ke kesimpulan yang lebih spesifik mengenai satu anggota kelompok itu atau lebih. Bentuk standar silogisme statistikal ialah yang berikut:

N persen dari M adalah P. Semua S adalah M.

(Kira-kira) N persen dari S adalah P.

Argumen jenis ini dapat atau tidak dapat diterima, tergantung pada seberapa tepat generalisasi statistikalnya dinyatakan. Mari kita perhatikan contoh Hampir semua M adalah P atau Kebanyakan M adalah P. Jelas bahwa silogisme statistikal yang menggunakan generalisasi yang samar-samar seperti ini tidak layak diyakini sepenuhnya.

Apakah suatu argumen dapat diterima atau tidak juga tergantung pada apa yang kita ketahui mengenai anggota S dan sejauh mana anggota S itu representatif terhadap M. Jika situasi anggota S itu tidak sama, maka penerapan generalisasi itu pada percontoh S patut dipertanyakan. Bila S sangat kecil jika dibandingkan dengan M, atau S adalah individu tunggal, maka dapat atau tidak dapat diterimanya argumen tergantung pada ukuran N selain pada ketepatan premis statistiknya. Misalnya, jika hanya 55% siswa di suatu kelas adalah murid baru, maka kesimpulan kita bahwa seorang siswa tertentu di kelas itu adalah murid baru dapat dikatakan lemah. Jika N sama dengan 100%, argumen jenis ini menjadi silogisme kategorial, dan kesimpulannya menjadi deduktif.

Contoh-contoh berikut akan memperjelas uraian di atas:

Sembilan dari 10 orang Indian di Amerika Serikat tinggal di daerah reservasi. Jadi, kemungkinannya sangat besar bahwa sekitar 90% suku Sioux tinggal di daerah reservasi.

90% dari orang Indian di Amerika Serikat tinggal di daerah reservasi. Suku Sioux adalah orang Indian. (implisit)

Kira-kira 90% suku Sioux tinggal di daerah reservasi.

Karena hampir semua politisi di Washington dapat mengeja kata kentang dan karena Wakil Presiden adalah seorang politisi di Washington, maka kemungkinannya sangat besar bahwa dia dapat mengeja kata itu.

Hampir semua politisi di Washington dapat mengeja kata kentang. Wakil Presiden adalah seorang politisi di Washington.

90 Pada pandangan pertama, kedua argumen itu tampak cukup kuat. Dalam argumen (1), generalisasi bahwa 90% orang Indian tinggal di daerah reservasi dihubungkan dengan suku Sioux, suatu sub-kelompok dari kelompok orang Indian. Namun, kesimpulan ini masih goyah sebelum kita yakin bahwa tidak ada perbedaan yang relevan antara suku Sioux dengan populasi orang Indian secara keseluruhan. Walaupun kita berasumsi bahwa statistik 90% didapatkan dari sampel yang representatif, tetap ada masalah dalam menerapkan persentase ini pada suku Sioux. Statistik dalam premis itu mungkin didapatkan dari hasil sensus: berapa rasio jumlah orang Indian yang tinggal di daerah reservasi terhadap perkiraan jumlah populasi orang Indian keseluruhan. Jika memang demikian, berarti data ini mengabaikan kenyataan bahwa suku-suku Indian sangat berbeda dalam adat dan kebiasaan hidup. Ada kemungkinan lain juga, yakni misalnya, suku Sioux tidak wajib tinggal di reservasi khusus sehingga banyak yang tinggal di tempat lain.

Argumen (2) tampak sangat kuat. Memang ada masalah kecil, yaitu ketidakspesifikan premis pertama, namun argumen ini masih dapat diterima karena sangat kecil kemungkinannya ada penelitian mengenai kemampuan mengeja para politisi. Argumen ini menggunakan akal sehat—yaitu bahwa hampir semua politisi atau orang dewasa yang berpendidikan dapat mengeja kata yang sederhana seperti kentang. Jadi, kita dapat mengganggap pernyataan hampir semua politisi di Washington berarti tidak kurang dari 90%, sehingga kesimpulan mengenai Wakil Presiden termasuk sangat kuat (kecuali ada alasan untuk meyakini bahwa Wakil Presiden mempunyai masalah khusus dalam hal mengeja).

Dua contoh berikut menyajikan masalah yang menarik, yang tampaknya lebih mirip prediksi daripada silogisme statistikal.

Karena 9 dari 10 kartu yang tersisa di tumpukan itu bergambar hati, kartu berikutnya yang diambil pasti bergambar hati.

90% dari 10 kartu yang tersisa di tumpukan itu bergambar hati. Kartu berikutnya yang diambil merupakan salah satu dari 10 kartu

yang tersisa di tumpukan itu. (implisit) Kartu berikutnya yang diambil bergambar hati.

Setiap pengacara yang pernah kita temui bersifat agresif. Karena orang yang akan kita temui adalah pengacara, kemungkinan besar dia juga agresif.

100% pengacara yang pernah kita temui bersifat agresif. Orang yang akan kita temui adalah pengacara.

91 Argumen (3) tampaknya memprediksi kejadian di masa depan dan bukannya mengambil kesimpulan mengenai anggota suatu kelompok berdasarkan generalisasi mengenai kelompok itu secara keseluruhan. Namun, kartu berikutnya yang diambil dari tumpukan merupakan anggota tumpukan yang sudah mempunyai karakteristik yang relevan (yakni, bergambar hati) sejak sebelum kartu itu diambil. Jadi, kita dapat mengabaikan aspek prediktif dari kesimpulan itu. Argumen (3) merupakan argumen silogisme statistikal yang sangat kuat. Jika kita tahu bahwa tumpukan itu tidak diatur dan kocokannya jujur, maka tidak ada masalah atau pun informasi yang dapat memperlemah argumen itu. Kemungkinannya 9 berbanding 1 bahwa kesimpulannya benar.

Contoh (4) bukanlah silogisme statistik, walaupun tampak mirip contoh (3). Orang yang akan kita temui yang tercantum dalam premis dan kesimpulan bukanlah anggota dari kelompok pengacara yang pernah kita temui yang tercantum dalam generalisasi. Jadi, argumen ini bukanlah contoh langsung dari spesifikasi statistikal. Argumen ini tampaknya merupakan prediksi mengenai seorang pengacara yang belum ditemui berdasarkan sampel pengacara yang pernah ditemui.

Satu bentuk rekonstruksi dari contoh (4) mungkin ialah argumen dua langkah yang terdiri dari generalisasi induktif yang diikuti oleh silogisme statistikal:

100% dari sampel pengacara yang diobservasi bersifat agresif. Sampel yang diobservasi cukup besar dan representatif terhadap

semua pengacara. (implisit)

Kira-kira 100% pengacara bersifat agresif. Orang yang akan kita temui adalah pengacara. Orang yang akan kita temui bersifat agresif.

Di sini kita juga menghilangkan aspek prediktif dari silogisme statistikalnya. Jelas bahwa dapat atau tidak dapat diterimanya argumen ini tergantung pada kebenaran premis implisitnya dan pada hal lain yang kita ketahui mengenai orang yang akan kita temui.

Masalah yang timbul adalah kita tidak dapat yakin apakah rekonstruksi di atas memang merupakan apa yang dimaksud si pembicara. Ada kekemungkinan lain, yaitu si pembicara tidak memaksudkan observasinya mengenai pengacara yang pernah mereka temui sebagai generalisasi mengenai semua pengacara, melainkan hanya mengenai pengacara yang mereka temui. Jadi, rekonstruksinya mungkin seperti ini.

100% pengacara yang pernah kita temui bersifat agresif.

Sampel yang kita observasi cukup besar dan representatif terhadap semua pengacara yang kita temui (atau akan kita temui).

92 Kira-kira 100% pengacara yang (akan) kita temui bersifat agresif.

Orang yang akan kita temui adalah pengacara yang (akan) kita temui. Orang yang akan kita temui bersifat agresif.

Rekonstruksi ini—tampaknya merupakan rekonstruksi yang aneh dan rumit—dari argumen (4). Pertama, mengapa pembicara membatasi kesimpulannya hanya pada pengacara yang pernah atau yang akan dia temui. Mungkin sejauh itu dia baru bertemu dengan pengacara pengadilan New York saja dan semuanya cenderung agresif. Namun jika demikian, argumen ini gugur dan kita masih membutuhkan informasi lebih jauh mengenai orang yang akan mereka temui untuk menentukan apakah dia adalah seorang pengacara pengadilan New York.

Kedua, keanehan rekonstruksi yang kedua ini menunjukkan bahwa mungkin argumen (4) memang merupakan prediksi yang mencoba memprediksi kejadian di masa depan berdasarkan bukti observasi di masa lalu. Prediksi ini menyangkut seorang pengacara yang belum diobservasi, yang bukan merupakan anggota kelompok yang sudah diobservasi. Jika memang demikian, maka pernyataan ini bukanlah argumen dua langkah yang terdiri dari generalisasi induktif dan silogisme statistikal, melainkan sebuah prediksi.

Dalam dokumen Mpkt a Buku Ajar 1 (Halaman 109-113)