• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesalahan Kausal

Dalam dokumen Mpkt a Buku Ajar 1 (Halaman 144-150)

BAB III: DASAR-DASAR LOGIKA

9. Kesalahan Umum Dalam Penalaran Induktif

9.5 Kesalahan Kausal

Jika terdapat hubungan kausal di antara dua kejadian X dan Y, ada tiga kasus yang mungkin, yaitu (1) X menyebabkan Y; (2) Y menyebabkan X; dan (3) X dan Y sama-sama disebabkan oleh Z.

Jika kita menyimpulkan bahwa X menyebabkan Y, sementara sebenarnya Y yang menyebabkan X, maka kita melakukan kesalahan mengacaukan sebab dan akibat. Jika kita menyimpulkan bahwa X menyebabkan Y atau Y menyebabkan X, sementara yang benar ialah bahwa keduanya sama-sama disebabkan oleh Z, maka kita mengabaikan penyebab bersama. Kedua kesalahan ini kadang-kadang disebut kesalahan penyebab-gejala.

Jika kita menyimpulkan bahwa X menyebabkan Y semata-mata berdasarkan fakta bahwa X mendahului Y, maka kita melakukan kesalahan penyebab yang salah (post hoc).

124 Penyebab sering kali dibedakan menjadi necessary condition atau sufficient condition bagi akibatnya. Jika kita salah menganggap suatu penyebab yang berupa necesarry condition dengan penyebab yang berupa sufficient condition, atau sebaliknya, maka kita telah mengacaukan necessary condition dengan sufficient condition.

9.5.1 Mengacaukan Sebab dan Akibat

Kesalahan ini terjadi ketika suatu hubungan kausal salah diinterpretasi. Si pembicara salah menginterpretasi bukti sehingga menyimpulkan bahwa Y disebabkan oleh X sementara sebenarnya Y-lah yang menyebabkan X, Kesalahan ini sering kali merupakan akibat dari interpretasi yang ceroboh atas bukti yang tersedia dan kemalasan untuk menyelidiki lebih lanjut sebelum menarik kesimpulan. Perhatikanlah contoh berikut.

Jika Sam mulai minum, dia jadi tidak menyenangkan. Dia tidak gembira, ingin berhenti bekerja dan dia mengatakan dia tidak punya alasan untuk hidup. Sungguh, dia harus berhenti minum. Minum-minum membuatnya jadi orang yang depresi.

Dalam contoh ini, korelasi antara minum-minum yang dilakukan Sam dengan ketidakgembiraannya belum menunjukkan bahwa minum-minumlah yang menyebabkan ketidakgembiraannya itu. Kemungkinannya sama besar bahwa karena tidak gembira dia minum-minum. Si pembicara perlu menyelidiki dan mencari bukti lebih lanjut untuk mencoret kesimpulan rival ini. Kesalahan ini lebih mudah dihindari jika akibatnya jelas terpisah dari sebab, dan timbulnya setelah sebab. Kita paling mungkin melakukan kesalahan ini ketika sebab dan akibatnya merupakan kondisi yang terjadi bersamaan atau ketika akibat timbul dalam jangka panjang. Situasi yang kompleks membutuhkan analisis yang hati-hati dan cermat sebelum kita dapat mengambil kesimpulan yang paling mungkin.

Menanggapi Kesalahan Mengacaukan Sebab dan Akibat

Jika si pembicara hanya ceroboh dalam menilai bukti yang ada, kita cuma perlu menunjukkan kepadanya bahwa bukti yang ada juga dapat mendukung hubungan kausal yang sebaliknya. Lalu usulkan bahwa dia perlu melakukan penelitian lebih lanjut sebelum menarik kesimpulan. Jika dia menolak usulan itu dan mengajukan argumen kausal yang spekulatif untuk mendukung interpretasinya atas data yang ada, coba tunjukkan bahwa hubungan kausal yang diajukannya itu memang hanya spekulasi saja yang tidak didukung oleh data empiris.

125 Mintalah dia memberikan data empiris, lalu nilailah data yang diberikannya. Siapa tahu, mungkin kesimpulannya dapat diterima.

9.5.2 Mengabaikan Penyebab Bersama

Kesalahan karena mengabaikan penyebab bersama terjadi ketika seorang pembicara menyimpulkan bahwa X adalah penyebab Y sementara sebenarnya keduanya merupakan akibat dari sebab lain. Kesalahan ini dan pengacauan sebab dan akibat juga disebut kesalahan penyebab-gejala. Contoh berikut akan menunjukkan mengapa disebut demikian.

Jimmy demamnya sangat tinggi. Itu yang menyebabkan wajahnya berbintik-bintik merah.

Dalam contoh itu, si pembicara menyimpulkan bahwa demam Jimmy menyebabkan bintik-bintik merah di wajahnya. Walaupun mungkin saja hal itu benar—karena memang ada orang yang kulitnya jadi berbintik-bintik merah jika dia demam—namun kesimpulan ini tidak dapat dipercaya tanpa bukti lebih lanjut. Jika Jimmy menderita cacar air, maka baik demam maupun bintik-bintiknya merupakan akibat atau gejala dari penyakit Jimmy. Jadi, sama seperti pada kesalahan mengacaukan sebab dan akibat, tanggapan kita selalu adalah bahwa kita membutuhkan lebih banyak bukti dan analisis dalam suatu situasi yang kompleks sebelum kita dapat mempercayai kesimpulan apa pun.

Menanggapi Kesalahan Mengabaikan Penyebab Bersama

Sama seperti pada kesalahan mengacaukan sebab dan akibat, kesalahan ini sering kali merupakan akibat dari kurang sadarnya pembicara bahwa hubungan dan kondisi kausal boleh jadi merupakan masalah yang rumit, dan bahwa kita seharusnya menarik kesimpulan hanya setelah menilai data dengan sangat hati-hati. Namun, bahkan dengan berhati-hati pun, tetap ada kemungkinan terdapat kesalahan dalam situasi kausal yang kompleks sehingga kesimpulan kita harus tetap tentatif.

Oleh sebab itu, tanggapan kita atas kesalahan ini seharusnya sama dengan tanggapan atas kesalahan mengacaukan sebab dan akibat. Kita mencoba untuk memaksa si pembicara menilai kembali buktinya atau memberi bukti empiris yang mendukung analisisnya. Kita menyediakan alternatif hubungan kausal untuk menjadi tandingan bagi kesimpulannya. Perbedaannya adalah, kita bukan memaksanya mengakui kemungkinan bahwa hubungan kausalnya terbalik, tapi bahwa ada faktor penyebab yang terabaikan.

126 9.5.3 Kesalahan Penyebab Yang Salah (Kesalahan Post Hoc)

Cukup sering kita jumpai satu contoh kejadian kausal saja sudah cukup bagi kita untuk menarik kesimpulan yang benar mengenai apa yang terjadi. Kita melihat sebuah bom jatuh dengan akibat ada ledakan. Kita menyentuh kompor yang menyala dan tangan kita terbakar. Dalam kasus-kasus seperti ini, kita bahkan tidak mempertanyakan hubungan kausal antara kejadian-kejadian itu. Pengetahuan umum kita tentang dunia dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan kausal pada kejadian-kejadian itu.

Kesalahan penyebab yang salah juga disebut kesalahan post hoc, ergo propter hoc. Ini merupakan kata-kata dalam bahasa Latin yang artinya ‘sesudah ini, maka, karena ini’. Orang yang melakukan kesalahan ini sering disebut melakukan penalaran post-hoc. Kita melakukan kesalahan penalaran post hoc ketika kita menyimpulkan—tanpa dasar yang cukup kuat— semata-mata hanya karena Y mengikuti X, maka X pasti penyebab Y. Kesalahan dalam argumen seperti ini adalah bahwa kesimpulannya merupakan pernyataan kausal yang kurang didukung oleh bukti, dan tidak ada informasi tambahan maupun hipotesis pembantu yang membuat hubungan kausal itu masuk akal. Memang, kita sering kali menentang penalaran seorang pembicara dengan mengajukan alternatif analisis kausal dari situasi yang diperdebatkan. Perhatikanlah contoh berikut.

(1) Ya, anak muda, begitu mereka mulai menambahkan fluor pada air minum di kota ini, teman-teman saya mulai meninggal kena serangan jantung. Tidak boleh itu. Memang, kita tidak boleh bermain-main dengan alam. Delapan puluh tahun makan asam garam dunia sudah menunjukkan itu padaku.

(2) Setan kulit putih itu punya kekuatan untuk membunuh dengan suara. Kemarin, saya melihat salah satu dari mereka mengangkat sebuah tongkat. Setelah suara yang sangat keras, timbul lubang pada kijang itu yang mengeluarkan darah sehingga kijang itu mati. Seorang setan kulit putih lain mengangkat tongkat, mengeluarkan suara keras, dan seekor kijang lain jatuh mati. Ini terjadi berulang-ulang, selain pada kijang juga pada hewan ternak. Saya mencoba mengangkat tongkat dan berteriak “Dor!” sekeras-kerasnya. Sayangnya, suara saya tidak cukup keras untuk membunuh seekor laba-laba pun, apalagi salah satu dari setan kulit putih itu.

Dalam masing-masing kasus, si pembicara menemukan korelasi yang positif antara dua kondisi atau kejadian. Apa yang terjadi sebelum akibat dianggap sebagai sebab, dan itu menjadi satu-satunya bukti yang diberikan untuk menarik kesimpulan.

Pada contoh (1), si pembicara secara implisit menyimpulkan bahwa minum air yang mengandung fluor telah menyebabkan teman-temannya meninggal kena serangan jantung. Namun, tanpa bukti lebih lanjut, kesimpulannya belum dapat dipercaya. Dia melakukan

127 kesalahan penalaran post hoc. Karena dia berusia 80 tahun, barangkali teman-temannya pun sudah tua juga, dan mereka meninggal karena memang sudah lanjut usia. Tentu saja, mungkin ada hubungan kausal antara minum air yang menandung fluor dengan serangan jantung pada orang lanjut usia, tetapi tanpa penelitian dan bukti lebih lanjut, hipotesis ini tidak dapat diterima.

Dalam contoh (2), si pembicara sudah benar menghubungkan suara senjata dengan kematian. Tetapi hubungan itu adalah korelasi, bukan kausal. Karena kita tahu bagaimana sebuah senjata dapat membunuh, dengan mudah kita dapat menerangkan kepadanya bahwa dia telah salah menginterpretasikan bukti yang dimilikinya.

Menanggapi Kesalahan Penyebab yang Salah

Tanggapan atas kesalahan tentang penyebab sama dengan cara menghadapi kesalahan-kesalahan kausal sebelumnya. Kita meminta si pembicara menilai kembali data yang ada untuk membuatnya menyadari bahwa dia mungkin telah salah menginterpretasikannya. Jika dia cuma ceroboh dan jika kita tahu penyebab yang sebenarnya, kita cukup menjelaskan kepadanya letak kesalahannya. Ini yang terjadi pada contoh (2). Cara lain adalah kita dapat menjelaskan padanya mengapa korelasi tidak sama dengan hubungan kausal. Lalu, mintalah kepadanya untuk memberikan lebih banyak bukti yang menunjukkan hubungan kausal antara kejadian-kejadian itu.

9.5.4. Mengacaukan Penyebab Yang Berupa Necessary Condition dengan Sufficient Condition

Kesalahan ini terjadi ketika seseorang salah menganggap atau mengacaukan suatu penyebab yang merupakan necessary condition dengan penyebab yang merupakan sufficient condition bagi akibatnya. Ini paling mungkin terjadi jika pembicara tidak memahami term-term kondisional seperti yang telah dijelaskan di pasal 1. Perhatikanlah contoh berikut.

(1) Donna, kamu bilang jika saya ingin membuat kue yang bagus, saya harus menggunakan telur segar. Saya sudah mencobanya. Tapi kue yang saya buat jadi bantat dan tidak enak. Pesta saya jadi berantakan. Saya tidak akan pernah mengikuti nasehatmu lagi.

(2) Profesor, Bapak mengatakan bahwa saya tidak akan dapat A untuk mata kuliah ini kecuali saya mendapat nilai 80 pada ujian akhir. Dan saya memang dapat 80. Tetapi Bapak berbohong. Bapak hanya memberi saya nilai B. Saya ingin protes.

128 Pada contoh (1), maksud pernyataan Donna adalah bahwa telur segar merupakan bahan yang diperlukan (necessary) untuk membuat kue yang baik. Kita tidak tahu apakah si pembicara melaksanakan juga necessary condition lainnya seperti oven yang panas. Dalam kasus ini, ia menyimpulkan bahwa telur yang segar sudah memadai (sufficient) untuk menghasilkan kue yang baik. Ini jelas salah. Orang sering salah paham mengenai term kondisional. Kata-kata seperti hanya dan kecuali sering kali digunakan untuk mewakili kondisi yang perlu (necessary) sekaligus memadai (sufficient). Penggunaan kata-kata secara kacau seperti ini menunjukkan bahwa mereka tidak memahami secara jelas struktur bahasa.

Pada contoh (2), si pembicara juga melanggar hal ini. Dia beranggapan bahwa sang profesor berkata bahwa mendapat nilai 80 pada ujian akhir merupakan syarat yang memadai untuk memperoleh nilai A untuk mata kuliah itu. Pernyataan sang profesor memaksudkan nilai 80 sebagai syarat yang perlu (necessary condition). Mungkin sang profesor harus mengungkapkan maksudnya dengan lebih jelas jika dia tahu bahwa orang sering menyalahartikan term kondisional. Karena kita tidak tahu apa lagi yang sebenarnya dikatakan oleh sang profesor, kita tidak dapat menyalahkan salah satu pihak. Namun berdasarkan bukti-bukti yang ada, protes si pembicara tidak dapat diterima.

Menanggapi Kesalahan Mengacaukan Syarat yang Perlu dengan Syarat yang Memadai Cara terbaik untuk menghadapi kesalahan ini adalah mencoba mencegahnya. Harus dipastikan bahwa kita menggunakan term-term secara benar dan bahwa orang lain memahami apa yang kita katakan. Karena orang sering kali tidak memahami term kondisional, harus digunakan cara lain untuk membuat maksud kita jelas. Jika kesalahan ini terjadi, kita perlu menerangkan arti term kondisional. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah menunjukkan contoh yang jelas di mana kesalahan seperti ini terjadi. Contoh (1) merupakan contoh yang cukup jelas. Coba pikirkan contoh lain juga. (Lihat kembali pasal 1 yang membahas term kondisional. )

Latihan 9.4 (Kesalahan Kausal)

Untuk masing-masing soal berikut, identifikasilah si pembicara sedang ingin mempengaruhi kita untuk meyakini apa. Jelaskan kesalahannya, jika ada, dan sebutkan namanya.

129 2. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 90% dari mereka yang merokok berat juga

minum paling sedikit 5 gelas kopi setiap hari. Menurut saya cukup jelas bahwa banyak merokok menyebabkan orang banyak minum kopi.

3. Mati aku. Aku tadi melakukan apa, ya? Begitu aku masuk ke restoran itu, Jill berdiri dan pergi dengan terburu-buru lewat pintu belakang. Aku pasti melakukan suatu kesalahan sehingga dia pergi seperti itu.

Dalam dokumen Mpkt a Buku Ajar 1 (Halaman 144-150)