• Tidak ada hasil yang ditemukan

Calon Presiden vs Pemberantasan Korupsi

Dalam dokumen BAGIAN PERTAMA POLITIK, DEMOKRASI DAN HAM (Halaman 124-128)

Bisnis Indonesia, 13 Juli 2004

Prestasi sebagai negara terkorup senantiasa diraih bangsa Indonesia. Padahal upaya-upaya untuk memberantas kejahatan korupsi terus dilakukan oleh pemerintah. Lihat saja, sudah banyak Peraturan dan UU di buat untuk memberantas kejahatan korupsi tersebut. Peraturan atau UU tersebut misalnya, Perpu No. 24/1960 Tentang Pengusutan, Penuntutan dan Pemeriksaan Pidana Korupsi. UU No 3/1971 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. UU No. 11/1980 Tentang Tindak Pidana Suap. Kemudian pada tahun 1998 juga dikeluarkan TAP MPR No. 11/1998 bagi penyelenggara negara yang bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Dan setahun berikutnya dihasilkan pula UU No 31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. PP No. 19/2000 Tentang Pembentukan Tim Gabungan Pemberantasn Tindak Pidana Korupsi. UU No. 15/2002 Tentang Pencucian Uang. Dan terakhir yang baru disahkan yaitu UU Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tahun 2002.

Ini belum termasuk banyaknya komisi atau badan-badan yang dibentuk untuk memberantas atau membendung tindak pidana korupsi. Namun praktik

125

korupsi di Indonesia justru semakin menganas dan merebak di berbagai sektor, baik di Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif. Bahkan ini tidak saja terjadi di pusat tetapi juga ke daerah-daerah. Dan parahnya kejahatan korupsi tersebut sudah di lakukan secara terangan-terangan tanpa ada rasa malu sedikitpun. Ia bukan lagi kejahatan bersifat personal. Akan tetapi sudah bersifat struktural bahkan kultural sistemis.

Berbahaya

Mencermati hal ini, tidak salah sejak tahun 1995 lembaga riset

Transparency International telah melaporkan Indonesia berada di peringkat pertama dalam urutan negara terkorup di dunia. Dan pada tahun 1998 Indonesia berada pada posisi ke enam. Setahun kemudian menjadi negara ketiga terkorup setelah Nigeria dan Kamerun. Lalu lima tahun setelah perjalanan reformasi, tepatnya tahun 2003 Indonesia kembali menduduki urutan keenam negara paling korup sedunia. Sedangkan tahun 2004 ini, hasil survei tahunan Political and Economic Risck Consultancy (PERC) yang berbasis di Hongkong kembali menempatkan Indonesia sebagai negara paling korup di Asia.

Mencermati fenomena ini, maka sudah jelas kejahatan korupsi akan membahayakan kehidupan rakyat banyak. Kenapa berbahaya? Menjawab pertanyaan ini perlu kita tinjau apa yang dimaksud dengan koupsi. Korupsi

berasal dalam bahasa Inggris berasal dari kata “coruption” yang pada gilirannya

berasal dari kata “corruption”. Dalam bahasa Latin yang berarti “merusak habis

-habisan”. Kata “corruptus” itu sendiri berasal dari kata “corrumpere” yang

tersusun dari kata “com” yang berarti menyeluruh dan “rumpere” yang berarti

“merusak” atau “menghancurkan”. Dalam arti yang harafiah “korupsi” bolehlah diartikan sebagai “ulah laku amat tidak jujur yang akan merusak secara total

kepercayaan khalayak kepada sipelaku yang tak jujur itu, yang bahkan juga akan bisa merusak seluruh sendi tatanan kehidupan bermasyarakat dan bernegara

126

Agar praktik korupsi tidak semakin membahayakan kehidupan masyarakat. Maka usaha pemberantasan korupsi adalah suatu agenda penting yang harus dilakukan oleh siapapun Presiden terpilih nanti. Apalagi sekarang kita telah memiliki pengadilan khusus korupsi. Dimana pengadilan tersebut merupakan amanat dari Pasal 53 UU No 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPTPK). Disamping itu pengadilan korupsi lahir dengan pertimbangan bahwa untuk memproses suatu perkara korupsi yang selama ini selalu mentah proses hukumnya di sidang pengadilan biasa. Maka diperlukan adanya penanganan khusus yaitu melalui mekanisme yang berbeda dari yang ada dalam pengadilan biasa.

Terbentuknya pengadilan khusus korupsi ini hendaknya dapat dijadikan sebagai sebuah komitmen awal Presiden baru nanti untuk memberantas kejahatan korupsi. Karena pengadilan khusus korupsi ini akan menangkal berbagai kelemahan yang ada dalam sistem pemberantasan korupsi selama ini. Misalnya, pengadilan khusus korupsi selain bertugas mengadili korupsi yang diajukan Komisi Pemberantasan Korupsi, juga berwenang memeriksa dan memutuskan perkara korupsi yang terjadi di negara lain, asalkan dilakukan oleh orang Indonesia. Disamping itu para terdakwa yang sering kali memanfaatkan surat sakit dari dokterpun juga tidak akan gampang lagi menghindar dari pemeriksaan atau sidang. Karena pengadilan khusus korupsi nanti akan memiliki tim dokter yang independen. Dan kesaksiannya bisa lewat teleconference. Jadi meskipun saksi berada diluar negeri, tetap dibolehkan. Dan tidak ada alasan menunda-menunda persidangan dengan dalih tersangka atau saksi berada diluar negeri. Sehingga nantinya pengadilan ini bisa menghukum para koruptor dengan hukuman yang pantas dan layak yang memenuhi unsur keadilan.

127 Catatan Penutup

Untuk memberantas korupsi, kita jelas tidak boleh bermain-main lagi dengan berbagai macam retrorika. Sebab kita sudah bosan dengan segala retrorika yang dipertontonkan. Untuk itulah penegasan dalam memberantas korupsi tidak cukup hanya dilakukan secara seremonial saja atau hanya dituangkan dalam suatu Undang-undang dan peraturan saja. Perang melawan korupsi harus dilakukan dengan langkah-langkah nyata dan tindakan tegas serta tidak pandang bulu. Sebab kalau kita berkaca pada pola-pola penanganan kajahatan korupsi selama ini sangat banyak kasus-kasus korupsi yang tidak jelas proses hukumnya. Kalaupun ada yang dibawa pengadilan, banyak kasusnya yang berhenti atau diputuskan dengan hukuman ringan bahkan bebas sama sekali. Semua ini disebabkan oleh tingkah laku para aparat hukumnya yang masih gemar disuap dan di intervensi.

Sudah terlalu sering kita membiarkan para koruptor negeri ini bebas dengan uang haramnya. Dan sudah terlalu sering pelecehan terhadap dunia peradilan dalam memberantas korupsi terjadi. Untuk itu sebagai masyarakat yang cinta akan pemerintahan yang bersih, kita sepakat kejahatan korupsi jelas akan membawa dampak buruk bagi kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara. Dari itu, tekad dan niat yang serius serta sungguh-sungguh dari Presiden baru nanti adalah harapan kita. Political will dan political action dari Presiden terpilih harus ditegaskan. Persoalan ini tidak boleh dianggap enteng. Inilah pekerjaan rumah bagi Presiden dan Wakil Presiden mendatang. Jika ini tidak menjadi perhatian serius maka sampai kapanpun bangsa ini akan selalu menjadi jawara dalam kejahatan korupsi. Dan itu berarti kesengsaraan dan penderitaan masyarakat akan semakin menjadi-jadi pula. Kita tentu tidak mengingkan hal itu terjadi bukan? ***

128

7

Dalam dokumen BAGIAN PERTAMA POLITIK, DEMOKRASI DAN HAM (Halaman 124-128)