• Tidak ada hasil yang ditemukan

Partai Politik dan Pragmatisme Kekuasaan Media Indonesia, 4 Juni 2008

Dalam dokumen BAGIAN PERTAMA POLITIK, DEMOKRASI DAN HAM (Halaman 39-43)

Setiap warga negara mempunyai hak untuk membentuk dan mendirikan partai politik (Parpol). Hal ini dijamin dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2008 tentang parpol dan konstitusi negara Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatur kebebasan berserikat dan berkumpul.

Berdasarkan dua ketentuan diatas, maka menjelang pemilihan umum (pemilu) 2009, banyak orang berlomba-lomba mendirikan parpol. Bahkan sampai penutupan pendaftaran partai politik peserta pemilu Selasa 13/5 lalu, lebih kurang 66 partai politik telah mendaftarkan diri. Mereka yang mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) itu termasuk lima parpol yang sedang berkonflik atau memiliki pengurus kembar.

Parpol yang mendaftar itu adalah parpol baru yang telah lolos administrasi Depkum dan HAM ditambah parpol lama yang mengantongi Surat Keputusan (SK) berdasar UU Pemilu 2003. Pertanyaannya, bisakah parpol yang

40

sudah mendaftar tersebut menjadi kontestan dalam pemilu 2009 nanti? Yang pasti, bisa tidaknya ke-66 parpol yang mendaftar tersebut menjadi kontestan pemilu 2009 mendatang, akan bergantung dari hasil verifikasi kelayakan yang dilakukan KPU.

Bagi parpol, dapat-nya mereka ikut serta dalam pemilu 2009 tentu menjadi sangat penting. Apalagi bisa memenangkan pemilu. Akan tetapi, bagi masyarakat yang jauh lebih penting adalah apakah keberadaan parpol tersebut akan memberikan manfaat yang signifikan bagi perkembangan kehidupan rakyat selanjutnya? Karena seperti kita ketahui, sejak tahun 1999 sampai sekarang, telah banyak parpol yang dibentuk dan telah silih berganti pula kepengurusan diparpol terjadi.

Namun parpol masih sangat sulit diharapkan mampu menyalurkan

aspirasi rakyat. Padahal banyak parpol yang menyisipkan “kata rakyat” sebagai

nama partainya. Pada pemilu 1999 misalnya, ada 141 partai yang disahkan Departemen Kehakiman. Dari jumlah ini ada 21 partai yang namanya menggunakan kata rakyat. Meski tidak semua menyisipkan kata rakyat sebagai

nama resmi. Namun semua parpol “katanya berjuang untuk rakyat”. Jika semua

parpol berjuang untuk rakyat, mengapa negeri ini terus saja tergopoh-gopoh dalam memperbaiki nasib rakyat? Mengapa penderitaan rakyat tak berkesudahan? Dimana parpol yang berjanji ingin membela rakyat? Dan mengapa program-program parpol yang ditawarkan kepada rakayat tidak berjalan. Lihat saja, banyak program dan platfom parpol yang diimplementasikan kepada rakyat tidak jelas dan tidak terujud. Dan adalah sangat bertolak belakang dengan janji elite parpol sebelum mereka duduk di kursi kekuasaan.

Program parpol tersebut misalnya, program terhadap rakyat miskin kota, terhadap isu-isu pelanggaran HAM, terhadap kebudayaan, pemulihan ekonomi, terhadap kesejahteraan dan kesehatan rakyat, pendidikan, otonomi daerah, nasib buruh dan masalah penegakan hukum.

41

Menyikapi hal demikian, kelihatannya sebuah parpol masih terjebak kepada pragmatisme kekuasaan. Rakyat yang katanya diwakili ternyata belum sepenuhnya di perhatikan dengan segala program yang dijanjikan menjelang pemilu. Tidak salah jika banyak pihak masih selalu mempertanyakan keberadaan sebuah parpol. Sebenarnya mereka mewakil aspirasi siapa?

Pertanyaan ini tentu saja sangat patut dipertanyakan secara berulang kali. Sebab terkesan selama ini bahwa elite parpol hanya memerlukan rakyat untuk mencapai kekuasaan dan kedudukan semata. Setelah semua tujuan tersebut dicapai yaitu dengan duduknya elite parpol dikursi legislatif, eksekutif dan yudikatif apa yang dijanjikan kepada rakyat ternyata tidak kunjung datang sesuai harapan rakyat. Keadaan ini sangat berbeda dengan apa yang terjadi dinegara-negara maju.

Di negara-negara maju, apabila kader-kader pimpinan parpol memperoleh posisi-posisi penting dalam lembaga-lembaga eksekutif, legislatif maupun yudikatif, maka para kader parpol bersangkutan tidak saja harus menunjukkan kepiawaian mereka dalam mengemban posisi yang belum pernah mereka jabat. Akan tetapi mereka juga menepati janji yang telah mereka ajukan kepada rakyat.

Hal ini bisa terjadi dikarenakan telah terlembaganya sistem demokrasi dalam pemerintahan negara-negara maju tersebut. Disamping itu, keberadaan parpol merupakan instrumen artikulasi utama kepentingan rakyat. Sebagai instrumen utama kepentingan rakyat, parpol selalu dengan setia menjawab dan menyelesaikan semua aspirasi yang berkembang dalam kehidupan rakyat. Parpol selalu responsif dalam menjawab tuntutan-tuntutan yang muncul di tengah kehidupan rakyat.

Apa yang dilakukan oleh elite parpol dinegara-negara maju tersebut tentu akan sangat sulit ditemukan dinegara-negara berkembang. Negara Indonesia misalnya, keterlibatan parpol dalam kehidupan rakyat seakan menghilang entah kemana. Parpol masih memandang bahwa rakyat bisa dibodohi, dimanfaatkan

42

tanpa harus bertanggung jawab. Apa yang diperbuat elite parpol belum sepenuhnya memihak untuk kepentingan rakyat. Rakyat yang semakin hari didera kehidupan yang sulit tidak menjadi perhatian serius parpol. Padahal sebagai elite parpol yang dipilih rakyat, seharusnya dengan setumpuk persoalan yang dihadapi rakyat, mereka harus dengan sigap dan cepat membantu mencarikan jalan keluar agar rakyat tidak semakin terjepit dengan kesusahan.

Bagaimanapun, keberadaan parpol masih tetap dibutuhkan. Sebuah parpol adalah bagian hakiki dalam corak kehidupan bernegara. Namun yang perlu diperhatikan adalah bahwa, sebuah ideologi dalam pendirian suatu parpol hendaknya mengacu kepada terujudnya suatu masyarakat yang adil dan makmur sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam Pancasila dan UUD 45.

Kita berharap bahwa dimasa-masa mendatang keberadaan parpol tidak semata-mata memanfaatkan rakyat pada saat proses memperebutkan atau mencari kursi kekuasaan saja. Kita berharap para elite parpol tidak melulu menghandalkan kehebatan retrorika semata. Akan tetapi keberadaan elite parpol dimasa mendatang harus bisa memberikan manfaat yang signifikan dalam kehidupan rakyat.

Agar keberadaannya dicintai oleh rakyat, maka pemimpin dan tokoh-tokoh parpol yang nanti duduk di kursi kekuasaan hendaknya dengan sungguh-sungguh memperjuangkan aspirasi rakyat dalam proses kehidupan yang lebih baik. Sebuah parpol hendaknya malu apabila rakyat yang diwakilinya mempunyai banyak persoalan. Seharusnyalah parpol mendasarkan setiap sikap dan tindakan sebagai instrumen politik yang kian penting dalam era globalisasi.

Seharusnyalah elite parpol dituntut untuk memberikan konstribusi konkret pada problem-problem nasional yang semakin beragam dan kompleks saat ini. Sudah saatnya segenap elite parpol menyadari bahwa kehidupan politik yang aspiratif menjadi prasarat mutlak untuk terakulasinya seluruh sistem demokrasi rakyat. Sudah saatnya sekarang kehadiran, peranan dan partisipasi elite parpol diharapkan tampak jelas secara nyata didalam kehidupan rakyat.

43

Bagaimanapun, yang menentukan hidup, tumbuh dan besarnya suatu parpol adalah rakyat. Sebab dalam perkembangan dan keberadaannya parpol tidak terlepas dari kohesi emosional massa pendukungnya. Jadi elite parpol yang telah terpilih sebagai pemenang pemilu, apakah itu menjadi Presiden dan Wakil Presiden atau terpilih menjadi anggota legislatif pada pemilu 2009 nanti, semoga dapat bekerja dengan seluruh program yang ditawarkan untuk rakyat, jangan lagi kecewakan rakyat. Mari laksanakan program dengan aksi nyata demi kesejahteraan rakyat. Dan yang lebih penting mari hilangkan pragmatisme kekuasaan demi sebuah masyarakat yang adil dan sejahtera. Semoga.***

3

Partai Politik, Antara Harapan

Dalam dokumen BAGIAN PERTAMA POLITIK, DEMOKRASI DAN HAM (Halaman 39-43)