• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menunggu Program Nyata Partai Politik Terhadap Penegakan HAM

Dalam dokumen BAGIAN PERTAMA POLITIK, DEMOKRASI DAN HAM (Halaman 59-64)

60

Sejak awal era reformasi, telah lahir deretan partai politik yang ingin menunjukkan diri sebagai partai yang terbaik. Apalagi waktu itu, pemerintahan yang berkuasa sejak jatuhnya rezim orde baru dibawah kepemimpinan Soeharto yaitu Habibie tidak akan membatasi pembentukan partai politik. Siapa saja boleh membentuk partai, asalkan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Sejatinya, sebuah ideologi dalam pendirian suatu partai politik haruslah mengacu kepada terujudnya suatu masyarakat yang adil dan makmur sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam Pancasila dan UUD 45 tersebut.

Namun demikian, seiring berjalannya waktu, aksi nyata dari seluruh program yang ditawarkan maupun dijanjikan oleh partai politik menjelang pemilu belum sepenuhnya di lakukan. Partai politik tidak memiliki sikap untuk memberikan program dan aksi yang konkret bagi kehidupan rakyat yang lebih baik. Lihat saja, masih banyak persoalan-persoalan yang menghimpit rakyat banyak tidak terjamah oleh partai politik. Misalnya, persoalan kenaikan harga BBM, penggusuran, penggangguran, demokratisasi, lingkungan hidup, pendidikan, penegakan hukum, penegakan hak asasi manusia (HAM) dan lain sebagainya. Khusus masalah penegakan HAM, partai politik belum sepenuhnya mempunyai komitmen yang kuat terhadap pengakuan, perlindungan dan penegakan HAM. Padahal pengakuan, perlindungan dan penegakan HAM sangat penting untuk memajukan nilai-nilai demokrasi di dalam kehidupan rakyat.

Mencermati akan pentingnya pengakuan, perlindungan dan penegakan HAM tersebut, maka sudah pasti pelanggaran terhadap HAM tidak boleh tumbuh dan berkembang di tengah kehidupan rakyat. Hal ini sesuai dengan penegasan

Pasal 1 Piagam HAM PBB yang berbunyi “tidak seorangpun di atas bumi ini yang

dapat sesuka hatinya merenggut dan merampas kemerdekaan, martabat dan hak

orang lain”. Disamping itu, tidak seorangpun dapat memaksakan kebenaran sendiri untuk diterima atau meniadakan kebenaran orang lain.

Memang krisis penegakan HAM telah begitu lama mendera bangsa ini. Meskipun di Indonesia penghargaan dan perlindungan terhadap HAM

61

sebenarnya sudah tercantum dalam sila-sila yang terdapat dalam Pancasila. Di antara sila-sila tersebut adalah; Pertama, sila kedua tentang kemanusiaan yang adil dan beradab. Kedua, sila keempat tentang pemusyawaratan. Ketiga, sila kelima tentang keadilan sosial. Seluruh sila tersebut mencerminkan adanya suatu penghormatan dan perlindungan terhadap HAM. Dan ini merupakan amanat Ideologi negara Republik Indonesia.

Lebih dari itu, sejak reformasi digulirkan. Penegakan dan perlindungan terhadap HAM telah menjadi agenda penting dalam perkembangan demokratisasi di Indonesia. Hal ini setidaknya dapat kita lihat dalam proses perubahan Amandemen ke IV UUD 45. Dalam Amandemen tersebut telah memuat dan mencakup ketentuan Pasal 1 Deklarasi Universal HAM PBB yang

berbunyi “All human beings are born free and egual in dignity and rights”.

(Semua manusia dilahirkan merdeka serta memiliki martabat dan hak-hak yang sama).

Banyaknya penghargaan dan perlindungan terhadap HAM tersebut, ternyata belum mampu memberikan harapan akan adanya penghormatan terhadap HAM. Berbagai bentuk pelanggaran HAM terus saja bermunculan. Bahkan kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi pada masa lampau sampai sekarang masih belum terlalu jelas proses penegakan hukumnya. Sebut saja misalnya, kasus pelanggaran HAM atas penculikan aktifis atau yang dikenal dengan kasus orang hilang, pelanggaran HAM Aceh, Peristiwa Mei, Peristiwa penembakan mahasiswa Trisakti, pelanggaran HAM Timor-Timur, Talangsari, Abepura, Tanjung Priok dan lain sebagainya. Kalaupun ada yang sudah diproses, kelihatannya masih belum memuaskan rasa keadilan rakyat.

Belum maksimalnya proses hukum terhadap pelaku pelanggaran HAM diatas, namun pemerintah terus saja melakukan pembaruan terhadap beberapa peraturan ataupun UU yang berkaitan dengan HAM. Peraturan atau UU tersebut misalnya TAP No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 39 tahun

62

1999, UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM. Ini belum termasuk banyaknya komisi-komisi untuk menyelidiki kasus pelanggaran HAM yang terjadi.

Bahkan Indonesia juga telah berhasil menciptakan suatu pengadilan HAM. Akan tetapi semua UU dan pengadilan HAM tersebut belum mampu secara menyeluruh mencegah terjadinya pelanggaran HAM maupun mengadili dan menyeret para pelaku pelanggaran HAM secara maksimal. Dan parahnya, Komnas HAM yang diberi wewenang oleh UU untuk menyelesaikan dan menyelidiki kasus-kasus pelanggaran HAM masih belum menunjukkan kinerja yang sungguh-sungguh sebagaimana yang diharapkan masyarakat. Akibatnya, penghormatan terhadap HAM dan keadilan tetap saja sebagai benda langka yang sangat sulit di temukan.

Berkaca pada hal diatas maka sumber kegagalan dalam penegakan HAM bukan berasal dari peraturan atau UU yang kurang memadai. Akan tetapi bersumber pada aparatnya dalam upaya melindungi HAM secara sungguh-sungguh. Untuk itu, tekad untuk menghapus segala bentuk pelanggaran terhadap HAM harus secara terus-menerus dibumi hanguskan dari kehidupan rakyat. Karena sebagai bangsa yang bermartabat kita harus melihat HAM sebagai salah satu perwujudan akan adanya pengakuan terhadap kebebasan manusia yang jauh dari segala bentuk kekerasan, intimidasi maupun diskriminasi.

Sejatinya, masalah penghormatan dan penegakan HAM harus dihayati sebagai amanat dari ideologi negara yaitu Pancasila dan UUD 45. Untuk mengujudkan itu semua, maka seluruh partai politik yang ada harus dengan sungguh-sungguh menegakkan dan melindungi HAM. Sebab penegakan HAM tidak hanya bergantung pada Komnas HAM saja atau pemerintah, akan tetapi DPR yang notabene anggotanya berasal dari partai politik juga harus memainkan peran yang penting untuk memajukan nilai-nilai HAM. Apalagi anggota DPR yang dihasilkan pada pemilu 2004 lalu mempunyai peranan penting dalam menentukan warna setiap pengambilan kebijakan, termasuk didalamnya kebijakan untuk menyelesaikan permasalahan HAM.

63

Partai politik harus selalu lebih pro aktif untuk mencermati hal ini. Partai politik harus memperjuangkan nilai-nilai HAM di tengah kehidupan rakyat. Menjaga dan melindungi HAM tersebut dari segala bentuk pelanggaran, kesewenang-wenangan dan kekerasan. Ini bertujuan untuk menciptakan proses politik, ekonomi maupun hukum yang lebih baik dan demokratis dimasa-masa mendatang. Seandainya tidak ada kemauan untuk melindungi dan menegakkan HAM jelas akan berakibat kepada merosotnya citra partai di mata rakyat.

Berdasarkan uraian diatas, maka kita semua sepakat bahwa perlindungan dan penghormatan terhadap HAM tidak cukup hanya dengan menuliskannya dalam suatu rumusan peraturan atau Undang-undang saja. Atau hanya menegaskannya dalam ucapan janji-janji saja. Penghormatan dan penghargaan terhadap HAM harus di implementasikan kedalam kehidupan sehari-hari. Dan tidak hanya sekedar seremonial dan basa-basa politik saja. Inilah masalah utama yang harus diperhatikan oleh elite partai politik yang dipilih secara langsung oleh rakyat. Sehingga kedepannya langkah-langkah menuju proses demokratisasi seperti yang diamanatkan agenda reformasi akan segera terujud. Semoga. ***

64

8

Masa Depan Partai Golkar Pasca Munas

Dalam dokumen BAGIAN PERTAMA POLITIK, DEMOKRASI DAN HAM (Halaman 59-64)